Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173989 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Panjaitan, Sulastri C.
"Terdapat hubungan antara kejadian PJK dan stroke iskemik,keduanya memiliki faktor risiko yang sama yang berhubungan dengan aterosklerosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase PJK berdasarkan pemeriksaan angiografi koroner pada pasien dengan stroke iskemik yang dikonfirmasi dengan CT scan kepala juga memberikan kontribusi berupa sebaran faktor risiko apa yang berperan pada kejadian PJK yang disertai dengan stroke iskemik. Seluruh subyek penelitian dengan stroke iskemik (64 orang) yang dilakukan pemeriksaan angiografi koroner memiliki PJK (100%). Seluruh subyek penelitian memiliki faktor risiko stroke dan PJK bahkan sebagian besar memiliki 3 atau lebih faktor risiko.

There is a relationship between the incidence of CHD and ischemic stroke , both have the same risk factors associated with atherosclerosis . This study aims to determine the percentage of CHD by coronary angiography examination in patients with ischemic stroke confirmed by head CT scan also contribute to the spread of what the risk factors that play a role in CHD events were accompanied by ischemic stroke. All subjects with ischemic stroke ( 64 men ) who had a coronary angiography examination CHD ( 100 % ) . All recipients have risk factors for stroke and CHD in fact most have 3 or more risk factors ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Lianasari
"Penyakit Jantung Koroner PJK adalah penyakit pada jantung yang terjadi karena otot jantung mengalami penurunan suplai darah. Kurangnya pengetahuan pasien mengenai faktor risiko penyakit jantung koroner berkaitan dengan terjadinya serangan jantung berulang yang akan berdampak pada meningkatnya biaya perawatan dan psikologis pasien yaitu depresi, bahkan dapat menyebabkan komplikasi ataupun kematian. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif komparatif dengan pendekatan cross- sectional. Sampel penelitian berjumlah 67 orang dengan diagnosis penyakit jantung koroner. Pengambilan sampel dengan metode non- probability sampling yaitu consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan faktor risiko penyakit jantung koroner dengan serangan jantung berulang p= 0,43, 0,05. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan faktor risiko penyakit jantung koroner dengan frekuensi serangan jantung berulang p=0,57, 0,05 . Penelitian ini merekomendasikan pemberian edukasi yang disertai dengan motivasi kepada pasien untuk dapat mengubah perilaku sehingga memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengontrol faktor risiko dengan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari serangan jantung berulang.

Coronary Artery Disease (CAD) is a disease caused by an imbalance between blood supply and heart muscle oxygen demand. Insufficient knowledge about risk factors contributing to CAD is associated with higher recurrence of heart attack, causing the rise of the hospitalitation cost, depression, others complications even death. This study employed comparative descriptive design with cross sectional method, involving a consecutive sample of 67 patients with CAD as their primary diagnosis. Our study showed that there was no relationship between knowledge of CAD risk factors with the recurrence of heart attacks p 0,43, 0,05. Similarly, the study revealed that there was no relationship between risk factors for coronary heart disease and the frequency of heart attack's recurrence p 0,57 0,05 . This study suggested nurses to provide health education along with continuous and effective motivation in order to help patients controlling their risk factors in order to avoid the recurrence of heart attack."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S68824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Dwi Octavianie
"Skripsi ini menjelaskan tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian penyakit jantung koroner pada wanita. Penelitian dilakukan menggunakan desain cross-sectional dan data sekunder berasal dari rekam medis di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Dari 224 responden yang diteliti, variabel penelitian berupa status obesitas, merokok, konsumsi alkohol, umur, pendidikan dan status pekerjaan ternyata tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit jantung koroner yang dialami pasien wanita di Rumah Sakit tersebut. Untuk aktivitas fisik tidak dapat diteliti karena data yang dibutuhkan tidak tersedia.

This thesis describes the factors that influence the incidence of coronary heart disease in women. This study uses a cross-sectional study design with secondary data derived from medical records at the National Cardiovascular Center Harapan Kita. The number of samples studied was 224 inpatients in that hospital. The study found that there was not a significant relationship between variables (obesity, smoking, alcohol consumption, and sociodemographic) with the incidence of coronary heart disease in women. For physical activity can not be investigated because the required data was not available."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44658
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Effendi Rustan
"ABSTRAK
Tujuan:
Untuk mengetahui hubungan antara kadar kromium serum dengan kadar insulin, gula darah, HbAlc, profit lipid dan tingkat oklusi koroner pada penderita baru penyakit jantung koroner.
Tempat : Bagian Cath-Lab RS Jantung Harapan Kita.
Bahan dan Cara:
Penelitian dilakukan pada laki-laki di atas usia 35 tahun yang memenuhi kriteria dikumpulkan data mengenai sosio-ekonomi, keadaan kesehatan, gaya-hidup, aktivitas, IMT, asupan makanan, proporsi zat dan pemeriksaan tekanan darah, kadar kromium serum, insulin, gula darah, HbAlc, profil lipid dan tingkat oklusi koroner.
Karakteristik subyek disajikan secara deskriptif, sedangkan analisis dilakukan dengan uji statistik chi kuadrat, t, Mann Whitney, dan uji korelasi Spearman.
Hasil:
Dari 65 subyek penelitian yang diteliti, umur rata-rata 51.17 + 7.44 tahun, terbanyak (60 %) antara 40 - 55 tahun, 73.9% golongan ekonomi menengah atas, prevalensi DM 13.8%, Hipertensi 16.9%, Merokok 69.2%, olahraga 28%, Obese dan gemuk 52.3%, aktivitas ringan 100%. Asupan nutrisi secara kualitatif sesuai dengan anjuran diit Konsensus Nasional Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia, secara kuantitatif subyek dengan tingkat oklusi > 50%, mempunyai asupan protein hewani dan kolesterol yang lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan subyek dengan tingkat oklusi < 50%, dan telah jauh di atas AKG. Nilai rata-rata kromium serum 8.08 ug/L. Nilai ini 431 lebih rendah dari nilai normal. Nilai insulin, gula darah puasa dan trigliserida masih berada dalam batas normal. Nilai HbAlc, LDL, HDL dan Total kolesterol berada dalam batas yang diwaspadai. Berdasarkan Triad Lipid 98.5% menderita Dislipidemia.
Berdasarkan tingkat oklusi koroner, didapatkan 44 orang subyek dengan tingkat oklusi >50%, dan 21 orang dengan tingkat oklusi <50% . Subyek dengan tingkat oklusi >50% mempunyai kadar LDL dan total kolesterol yang lebih besar secara bermakna. Kadar kroaium, insulin, gula puasa, HbAlc, trigliserida dan HDL kolesterol tidak berbeda secara bermakna. Pada tingkat oklusi koroner <50%, tidak ada korelasi yang bermakna antara kromium serum dengan faktor-faktor resiko. Pada tingkat oklusi koroner >50% ada korelasi yang bermakna kromium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol.
Kesimpulan:
Tidak ada hubungan antara kromium serum dengan kadar gula puasa, profil lipid dan tingkat oklusi koroner. Pada tingkat oklusi > 50% ada korelasi yang bermakna antara kroaium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvantri Aji Jaya
"Intervensi koroner perkutan primer (IKPP) merupakan tindakan Angioplast dengan atau tanpa stent untuk membuka lesi yang tersumbat pada manajemen akut STEMI. Keterlambatan waktu door to ballon lebih dari 90 menit akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien akut STEMI di rumah sakit. Faktor faktor yang berhubungan dengan lamanya waktu door to ballon memerlukan perhatian khusus bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang berkontribusi dalam layanan tindakan IKPP. Penelitian ini merupakan studi coss sectional dengan pengambilan data secara retrospektif yang berasal dari data sekunder 200 sampel rekam medis pasien akut STEMI yang menjalani tindakan IKPP.
Hasil analisa data teridentifikasi ada 4 faktor yang mempunyai hubungan signifikan terhadap lamanya waktu door to ballon lebih dari 90 menit yaitu: jaminan kesehatan pasien, kecepatan waktu pengaktifan kateterisasi, kecepatan waktu trsnfer pasien dan kecepatan inflate ballon. Pada akhir model multivariat menunjukan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi lamanya waktu door to ballon lebih dari 90 menit adalah kecepatan waktu transfer pasien akut STEMI.

Primary Percutaneous Coronary Intervention (PCI) is a coronary angioplasty procedure to revascularize obstructive lession in acute ST-segment-elevation myocardial infraction (STEMI) management, with or without using stent. Prolonged foor to ballon time (> 90 minutes ) will incerase hospital mortality rate in patients with STEMI. Contributing factors in door to ballon time is important for health practitioner, especially nurses who are involved in Primary PCI procedure. This was cross sectional study with a retrospective data collection. Secondary data from 200 medical records of patients were collected underwent primary PCI samples.
Data analysis showed that there are 4 factors that have significant relationship with prolonged door to ballon duration time (>90 minutes), namely patient insurance, catheterization activation time, patient transfer time, and ballon inflated time. A multivariate model showed that the most dominant factor in prolonged door to ballon time (>90 minutes) is patient transfer time. This study suggests that hospital which have primary facilities could have efforts to decrease prolonged door to ballon time.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T31961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dafa Izzatul Islam
"Latar Belakang
Intervensi koroner perkuten primer (IKPP) merupakan sebuah skema tatalaksana yang bertujuan untuk mengembalikan suplai darah ke jantung pada pasien infark miokard dengan onset gejala di bawah 12 jam dan syok kardiogenik berat serta pasien dengan kontraindikasi terapi fibrinolitik.1 Saat ini, drug-eluting stent (DES) merupakan jenis stent yang direkomendasikan karena memiliki benefit lebih besar dalam menurunkan risiko infark miokard berulang dibandingkan pendahulunya yaitu bare-metal stent (BMS) dan salah satu aspek yang dikembangkan adalah material rangka. Penelitian menunjukkan bahwa antara logam stainless steel dan non-stainless steel memiliki pengaruh yang berbeda terhadap luaran klinis pasien yaitu kejadian KKM (kejadian kardiovaskular mayor) dan trombosis stent. Akan tetapi, sebagian besar penelitian dilakukan dengan follow up 1-3 tahun sementara kejadian very late stent thrombosis (VLST) yang terjadi pada DES dapat timbul sampai lima tahun. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan luaran klinis dalam kurun waktu lima tahun pada pasien yang menjalani IKPP dengan platform DES stainless steel dan non stainless steel.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis logam yang digunakan pada stent, yaitu stainless steel dan ¬non-stainless steel, dengan angka kejadian KKM dan trombosis stent pada pasien yang menjalani IKPP dengan follow-up lima tahun setelah prosedur dilaksanakan. Hasil dari data tersebut akan dilakukan analisis bivariat antara variabel bebas dan variabel terikat serta akan dilakukan analisis multivariat dengan faktor-faktor determinan lain. Hasil
Pada pengamatan 5 tahun, Angka kejadian luaran klinis primer dan sekunder menunjukkan tren lebih tinggi pada kelompok stainless steel dibandingkan non-stainless steel walaupun nilai p menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok (KKM: 47,1% vs 41,2%, p 0,511; Trombosis Stent: 11,8% vs 11,1%, p 0,780). Kesimpulan
Pada pengamatan 5 tahun, tidak terdapat perbedaan bermakna pada luaran klinis primer dan sekunder pasien yang menjalani IKPP menggunakan stainless steel dibandingkan non-stainless steel.

Introduction
Primary coronary percutaneous intervention (CCI) is a management scheme that aims to restore blood supply to the heart in myocardial infarction patients with symptom onset under 12 hours and severe cardiogenic shock and patients with contraindications to fibrinolytic therapy.1 Currently, drug-eluting stents (DES) are the recommended stent type because they have greater benefits in reducing the risk of recurrent myocardial infarction compared to their predecessor, bare-metal stents (BMS) and one aspect that has been developed is the frame material. Studies have shown that stainless steel and non- stainless steel have different effects on patient clinical outcomes such as MACE (major adverse cardiovascular event) and stent thrombosis. However, most studies were conducted with a follow-up of 1-3 years while the incidence of very late stent thrombosis (VLST) that occurs in DES can occur up to five years. Therefore, this study was conducted to determine the difference in clinical outcomes within five years in patients undergoing IKPP with stainless steel and non-stainless steel DES platforms.
Method
This study is an analytic study with a quantitative approach that aims to determine the effect of the type of metal used in stents, namely stainless steel and non-stainless steel, with the incidence of MACE and stent thrombosis in patients undergoing IKPP with a five-year follow-up after the procedure. The results of the data will be subjected to bivariate analysis between the independent variable and the dependent variable and multivariate analysis will be conducted with other determinant factors.
Results
At 5-year follow-up, the incidence of primary and secondary clinical outcomes showed a higher trend in the stainless steel group compared to the non-stainless steel group although the p value showed no significant difference between the two groups (MACE: 47.1% vs 41.2%, p 0.511; Stent Thrombosis: 11.8% vs 11.1%, p 0.780).
Conclusion
At 5-year follow-up, there was no significant difference in the primary and secondary clinical outcomes of patients who underwent IKPP using stainless steel versus non- stainless steel.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ary Widia Atmoko
"Kejadian sindrom koroner akut (SKA) pada pasien risiko atau suspek penyakit jantung koroner (PJK) terkait dengan tipe plaque-nya. Coronary Computed Tomography Angiography (CCTA) merupakan modalitas pilihan untuk melihat adanya soft plaque, mixed plaque dan calcified plaque pada arteri koronaria. Mengetahui hubungan antara vulnerable plaque dengan kejadian SKA pada pasien yang telah diperiksa CCTA menjadi informasi tambahan dalam evaluasi dan penatalaksanaan pasien. Metode.: Penelitian retrospektif dengan comparative cross sectional pasien risiko atau suspek PJK yang menjalani pemeriksaan CCTA yang terdapat soft plaque dan mixed plaque yang termasuk vulnerable plaque serta calcified plaque. Dilakukan penilaian rerata Hounsfield Unit dan perhitungan remodeling indeks (RI) untuk melihat komponen positif remodeling (PR). Hasil : Terdapat hubungan yang bermakna pada vulnerable plaque yang mengalami SKA dengan nilai p < 0,001 dan OR : 6.55. Selain itu didapatkan juga hubungan yang bemakna antara soft plaque dan mixed plaque dengan positif remodeling dibandingkan tanpa positif remodeling dengan nilai p : 0,039 dan OR : 2,92. Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara vulnerable plaque pada pasien risiko atau suspek PJK dengan kejadian SKA
Background and Objective : Acute coronary syndrome (ACS) event in risk or suspect of coronary artery disesase depent on their plaque type. Coronary Computed Tomography Angiography (CCTA) is modality of choice to recognise soft plaque, mixed plaque and calcified plaque in coronary artery disease (CAD). Correlation between vulnerable plaque with ACS event in risk or suspek CAD that already examined by CCTA have additional information for evaluation and treatment patient.Methods : Comparative cross sectional retrospective study patient with risk or CAD that already examined by CCTA that contain soft plaque and mixed plaque that categorized as vulnerable plaque and calcified plaque, also assessment average value of Hounsfield Unit and quantification of remodeling index (RI) to see the positive remodeling (PR). Results :There is correlation in vulnerable plaque related to ACS with p < 0,001 and OR : 6,55. Besides that there also correlation between soft plaque and mixed plaque with posistif remodeling compare without positive remodeling with value p 0,039 and OR : 2,92. Conclusions : There is correlation between ACS event and vulnerable plaque in patient with risk or suspect CAD"
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Robert Edward
"Latar Belakang. Gangguan fungsi saraf otonom memberikan kontribusi yang bennakna terhadap terjadinya aritmia ventikular dan kejadian mati mendadak pada penderita penyakit jantung koroner (PlK). Namun usaha untuk meneliti hal tersebut masih belurn banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sensitifitas barorefleks dan faktor-faktor yang mempengaruhi sensitifitas barorefleks (SBR) pada penderita PIK Metoda. Pasien-pasien PlK yang sedang menjalani tindakan kateterisasi di ruang kateterisasi PJNHK dengan basil stenosis koroner ~ 50%, diberikan nitrogliserin 300mcg intra aorta melalui kateter. Selanjutnya perubahan tekanan darah sistolik dan interval RR dicatat selama lebih kurang 30 denyut setelah pemberian nitrogliserin. Garis regresi linear antara penurunan tekanan darah dan perubahan interval RR dicatat sebagai basil pengukuran sensitivitas barorefleks dengan satuan milidetiklmrnHg. Basil. Jwnlah subjek yang disertakan dalam penelitian ini sebanyak 136 pasien. Usia rata - rata sample penelitian 56.43 ± 7.78 tahun. Seratus dua puluh (120) pasien adalah laki - laki (88.2%) sedangkan enam belas adalah wanita (11.8%). Faktor risiko yang paling banyak ditemukan adalah hipertensi ( 63,2%), dislipidemia (61.80%), diabetes melitus (38.2%), merokok (26.5%) dan riwayat keluarga PlK. (25.7%). Diperoleh nilai rerata SBR 1.5 ± 1.7 milidetiklmmHg. Pada analisis multivariat faktor yang mempengaruhi SBR adalah diabetes melitus dan seeara statistik berrnakna dengan OR 4.2 (95% 0: 1.96-9.1 1; p=O.OOl). Faktor yang cenderung mempengaruhi nilai SBR pada pasien P1K adalah fungsi ventrikel kiri yang rendah OR 1.5 (0.7-3.2) dan merokok.O.5 (0.2-1.0). Kesimpulan. Rerata hasil SBR pada pasien PlK adalah 1.5 ± 1.7 milidetiklmmHg. Ada tidaknya diabetes melitus mempengaruhi nilai SBR"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T58821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juhdeliena
"Kasus penyakit jantung koroner akan terus meningkat pada negara berkembang salah satunya Indonesia. Pasien penyakit jantung koroner rentan mengalami kekambuhan, sehingga diperlukan pengendalian terhadap faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko penyakit jantung koroner yang paling berhubungan dengan kekambuhan pasien penyakit jantung koroner.
Metode: Jenis penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah responden 97 orang. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik ganda.
Hasil: Hasil analisis didapatkan bahwa faktor yang paling berhubungan dengan kekambuhan pasien penyakit jantung koroner untuk faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor riwayat keluarga (OR = 2,609, 95%CI 1,1-6,189, p value 0,028). Hasil analisis faktor yang paling berhubungan dengan kekambuhan pasien penyakit jantung koroner untuk faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor riwayat hipertensi (OR = 10,312, 95%CI 1,298-81,904, p value 0,008).
Rekomendasi: Perawat tetap memperhatikan faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner yang mempengaruhi kekambuhan.

The incidence of coronary heart disease will be increased in many developing countries as in Indonesia. People with CHD are at risk to experience exacerbation, therefore we need to control the risk factors that have the most related with the incidence of exacerbation. The purpose of this study was to know the Most Related Risk Factor of Coronary Heart Disease Exacerbation in people with CHD.
Method: A cross sectional study design was used and 97 persons with coronary heart disease were recruited. Data was statistically tested using regresi logistic.
Result: This study reported that the most related factor with the incidence of exacerbation in people with coronary heart disease was the genetic in nonmodifiable factors (OR = 2,609, 95%CI 1,1-6,189, p value 0,028), and for the modifiable factors was the history of hypertension (OR = 10,312, 95%CI 1,298-81,904, p value 0,008).
Recomendation: Nurses still consideri risk factors of coronary heart disease which affects the recurrence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T41967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Lestari Dwi Yuliastuti
"Menurut estimasi WHO tahun 2005 sekitar 30% dari 17,5 juta penduduk di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit jantung koroner di RS Awal Bros Bekasi Januari 2012-Desember 2012,penelitian ini menggunakan data sekunder(data dari rekam medis dan data laboratorium pasien).Variabel yang diteliti meliputi variable independen umur,jenis kelamin merokok,DM,Hipertensi,cholesteroltotal>200, HDL<45, LDL>115,trigliserida >150, riwayat PJK dalam keluarga.desain epidemiologi yang di gunakan adalah cross sectional dengan sampel 199 pasien PJK dan tidak PJK,dari hasil analisis univariat di dapatkan proporsi pasien PJK 36,7 %dan tidak PJK 63,3%.dari hasil analisis bivariat di dapatkan faktor risiko yang berhubungan dengan PJK adalah: jenis kelamin dengan PR 1,8(95%CI 0,63-1,30 P 0,008) merokok dengan PR 1,57(95%CI 1,02-2,40 P 0,03) DM dengan PR 2,0(95%CI 1,4-2,8 P0,000)kolesterol total dengan PR 1,6(95%CI 1,09-2,40 P0,01)LDL dengan PR 1,9(95%CI 1,20-3,09 P0,003).trigliserida dengan PR 1,27(95%CI 0,86-1,87 P 0,24).hipertensi dengan PR 3,2(95%CI 2,1-4,8 P0,000).

According to WHO estimate in 2005,about 30% people died each year in the world cause by coronary heart disease and arterial disease.this study aimed to understand about risk factor related to prevalence of coronary heart disease in Awal Bros Hospital Bekasi January 2012- December 2012.the source of data is secondary data patien medical record and laboratorium data.the independent variable were age,gender,smoking,diabetes mellitus,hypertension,dislipidemia and previous history of coronary heart disease.the study design is cross sectional with sample size 199 patien .data were analyze in univariat and bivariat ways the study result in univariat analyze shows proportion patien with CHD 36,7% and patien without CHD 63,3%.the study result in bivariat analyze shows risk factor were associated with CHD is: gender PR 1,8 (95%CI 0,63-1,37 P 0,008) smoking PR 1,57 (95%CI 1,02-2,40 P 0,03) DM PR 2,0 (95%CI 1,4-2,8 P0,000) total cholesterol PR 1,6 (95%CI 1,09-2,40 P0,01) LDL PR1,9 (95%CI1,2 0-3,09 P0,003) .trigliserida PR1,27 (95%CI0,86-1,87 P0,24) hypertension PR 3,2 (95%CI 2,1-4,8 P0,000 ).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47457
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>