Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146926 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Loise Viranti Lasnida
"Analisis ini membahas selera aliran musik tekno pada remaja Jakarta masa kini yang terbentuk dari habitus pergi ke klub malam dan kapital ekonomi. Dari selera musik itu, terdapat distinction yang dilakukan oleh remaja Jakarta sehingga selera musik menjadi sebuah representasi pelaku sosial. Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik deskriptif argumentatif. Data yang digunakan adalah perilaku dan tindakan remaja, yang merupakan sekelompok orang berusia 13?22 tahun, yang bertempat tinggal dan beraktivitas di Jakarta dan sekitarnya. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa pengaruh habitus dan kapital ekonomi pada selera musik remaja Jakarta.

This analysis discusses about the youth in Jakarta?s taste of techno music which is formed from the habit of going to the night clubs and economic capital. Started from this taste of music, there is a disctintion made by teenagers in Jakarta so that taste of music becomes a representation of social actors. This research is qualitative, using the descriptive argumentative technique.The data in this analysis is about the behaviour and actions of youth, who are a group of people aged around 13 to 22 years, who live, move in, and around Jakarta. The result of this study shows the youth in Jakarta's taste of music is influenced by habitus and economic capital."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dendi Andrian
"Penelitian ini menjadikan Desa Biting di Jawa Tengah, Indonesia, sebagai studi kasus untuk mengeksplorasi makna dan praktik kesuksesan dari perspektif pemuda. Desa Biting dikenal dengan praktik gotong royong, nilai guyub rukun, pertanian tembakau, tingkat urbanisasi tinggi, dan partisipasi rendah dalam pendidikan formal. Dengan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya ini, pemuda Biting menjadi subjek yang menarik untuk memahami kesuksesan pemuda rural di Indonesia. Menggunakan kerangka teori praktik Bourdieu, saya menganalisis praktik kesuksesan pemuda yang berkaitan dengan kapital dan habitus dalam konteks Biting sebagai field. Penelitian ini mengungkap bagaimana habitus keluarga dan masyarakat (doxa) berperan dalam praktik kesuksesan pemuda Biting. Kesuksesan mereka meliputi praktik ekonomi (memiliki pekerjaan, mencapai kemandirian, serta stabilitas ekonomi), tanggung jawab keluarga (berbakti kepada keluarga, khususnya orang tua), dan tanggung jawab sosial serta keagamaan (menjaga hubungan baik, saling membantu, dan hubungan resiprositas di antara anggota masyarakat). Data dikumpulkan melalui penelitian lapangan etnografi selama satu bulan dengan melibatkan dua belas pemuda dan sembilan tokoh Desa, menggunakan metode auto-driven photo-elicitation, wawancara semi-terstruktur, dan observasi partisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi pemuda Biting, kesuksesan diukur tidak hanya dari pencapaian ekonomi atau status individu, tetapi juga dari kesuksesan kolektif yang mencakup tanggung jawab keluarga dan sosial. Praktik kesuksesan mereka didasarkan pada akumulasi kapital sosial yang diperoleh dari kontribusi dan keaktifan di masyarakat, yang tertanam dalam nilai guyub rukun dan praktik gotong royong. Kapital sosial memiliki nilai simbolik yang paling dominan bagi kesuksesan di masyarakat Biting. Studi ini mengungkap bahwa kesuksesan di Biting dipahami sebagai doxa, yaitu habitus kolektif berupa disposisi, nilai, atau kepercayaan yang mengaitkan kesuksesan individu pemuda dengan kesuksesan kolektif masyarakat Biting.

This research focuses on the village of Biting in Central Java, Indonesia, as a case study to explore the meaning of success from the perspective of rural youth, with a specific focus on how the local context of Biting shapes their understanding of success. Biting is known for its practices of mutual cooperation (gotong royong), the value of social harmony (guyub rukun), tobacco farming, a high level of urbanization, and low participation in formal education. Given its social, economic, and cultural background, the youth of Biting are an intriguing subject for understanding rural youth success in Indonesia. In this study, Bourdieu's theory of practice serves as the framework to analyze the practices of success among youth, involving capital and habitus, within the Biting context as a field. The research reveals how family and community habitus (doxa) play a role and integrate into the practices of success among Biting's youth. This is represented through their concepts of success, including economic success (having a job and achieving economic independence and stability), family responsibilities (filial piety, particularly towards parents), and social and religious responsibilities (maintaining good relationships, mutual assistance, and reciprocal relationships among community members). Data was collected through a month-long ethnographic field study involving twelve youth and fourteen village leaders, utilizing methods such as auto-driven photo-elicitation, semi-structured interviews, and participant observation. The study shows that for Biting's youth, success is measured not only by economic achievements or individual status but also by collective success involving social and familial responsibilities. Their success practices are based on accumulating social capital through community contributions and active participation, rooted in values of social harmony and cooperation. In Biting, strong social relationships, reciprocity, mutual assistance, and a sense of belonging hold the most symbolic value for success. This study concludes that success in Biting is understood as doxa, a collective habitus of dispositions, values, or beliefs that link individual youth success to the collective success of the Biting community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Irma F.
"Penelitian ini bertujuan mengungkapkan produksi, konsumsi, dan industri budaya suatu orkestra. Penelitian ini menggunakan paradigma teori kritis dengan pendekatan Pierre Bourdieu tentang habitus, field, dan kapital. Penelitian menemukan bahwa pihak orkestra membentuk dan memperkuat taste konsumen. Di balik penyajian orkestra terdapat maksud lain selain budaya. Realitas yang diterima masyarakat sebenamya realitas semu, yaitu realitas yang diatur pihak produsen dan industri guna memenuhi kebutuhan dan prinsip keberhasilan mereka sendiri."
2004
TJPI-III-3-SeptDes2004-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Indira Kuswoayuning
"Melalui kemunculan beragam layanan music streaming seperti Apple Music, Spotify, Joox dan semacamnya, masyarakat dimudahkan dalam mengakses musik digital sebab layanan-layanan tersebut menawarkan opsi layanan yang gratis maupun berbayar. Namun, keberadaan layanan music streaming tidak serta merta dapat diakses oleh seluruh masyarakat sebab masih adanya kesenjangan digital yang dialami kelompok-kelompok tertentu. Dalam melihat fenomena konsumsi layanan music streaming, studi-studi sebelumnya banyak memfokuskan pada faktor-faktor yang memengaruhi seseorang dalam menggunakan layanan tersebut. Oleh karena itu artikel ini mencoba melengkapi studi-studi sebelumnya dengan membahas dari aspek akses terhadap layanan music streaming dan selera musik kaum muda yang merupakan kelompok paling terpapar oleh teknologi dan internet. Temuan hasil studi ini memperlihatkan bahwa kesenjangan digital dalam akses terhadap layanan music streaming berkontribusi terhadap pembentukan selera musik kaum muda. Artikel ini menggunakan metode kualitatif berupa wawancara mendalam terhadap kaum muda yang merupakan pengguna layanan music streaming dan kaum muda yang tidak pernah menggunakan layanan tersebut.

Through the emergence of a variety of streaming music services such as Apple Music, Spotify, Joox and the like, it becomes easier to access digital music as those services offer free and paid service options. However, the presence of music streaming services is not necessarily accessible to the whole community because digital inequality is still being experienced by certain social groups. In looking at the phenomenon of the consumption of music streaming services, previous studies have focused heavily on the factors that influence a person in using the service. This article therefore attempts to complement previous studies by addressing access to music streaming services and musical taste of the youth as the most exposed group to technology and the internet. The result of this study shows that digital inequality in the use of music streaming services contributes to musical taste of the youth. This article uses qualitative methods of in-depth interviews of young people who are users of music streaming services and young people who have never used the service.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Irma F.
"Penelitian ini dilakukan karena melihat gejala maraknya kehidupan orkestra di Indonesia. Penelitian ini berawal dari pemikiran Pierre Bourdieu mengenai konsepnya habitus, field, kapital, yang pada dasarnya dapat saling ber-interplay, yang kemudian dikembangkan dalam pemikirannya mengenai taste, reproduksi budaya, hingga pada pandangan mengenai produksi budaya, yang didalamnya juga termasuk konsumsi budaya. Untuk melengkapi pemahaman mengenai industri orkestra, maka juga digunakan pandangan Adorno dan Horkheirner mengenai industri budaya, dimana didalamnya juga terdapat pemikiran mengenai komodifikasi budaya.
Penelitian ini menggunakan paradigma kritis yang berusaha mengungkap struktur yang sebenarnya dengan tujuan membentuk kesadaran sosial agar dapat memperbaiki dan merubah kondisi hidup manusia, dan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini mengambil kasus tiga orkestra yakni Erwin Gutawa Orchestra (EGO), Nusantara Symphony Orchestra (NSO), dan Twilite Orchestra (TO) untuk memberi gambaran mengenai beragam konten atau repertoir yang dimainkan oleh orkestra, dan mendapat data dari para 8 informan yang memberi data beragam mengenai kebijakan orkestra, bagaimana produksi dan konsumsi budaya dari pelaku, konsumen, produser media, hingga pengamat budaya.
Hasil pengamatan dan informasi dari para informan menunjukkan besarnya pengaruh habitus tokoh-tokoh di orkestra, sehingga berpengaruh juga dalam field yang memungkinkan mereka untuk bertindak antara lain dalam menentukan arah atau jalur yang diambil orkestra. Hal ini terlihat pada jalur yang berbeda antara EGO yang mengarah pada musik Indonesia, NSO dengan pilihan repertoirnya yang beragam, dan TO dengan pops orchestra-nya. Namun yang sama adalah ketiga orkestra ini berjuang untuk memperoleh kapital, bukan hanya kapital ekonomi, tetapi juga kapital budaya dan kapital sosial / simbolik, untuk memperkuat keberadaan dan kehadiran mereka ditengah masyarakat.
Masalah taste mereka juga penting dalam keberadaan orkestra, karena produk budaya merupakan taste yang terbentuk, atau meningkat dari pengalaman, hasrat, hingga akhirnya menjadi sebuah karya atau produk budaya. Hal ini juga terlihat dalam produk budaya ketiga orkestra diatas yang dipengaruhi taste para tokohnya. Namun taste juga bisa dihubungkan dengan struktur kelas orang yang mengkonsumsi budaya. Dengan keempat formasi taste yang disampaikan Bourdieu: legitimate, middlebrow, popular, dan pure aesthetic disposition, tampak bahwa hal ini tidak bisa diterapkan seluruhnya pada masyarakat Indonesia yang pada dasarnya memiliki budaya yang berbeda dengan masyarakat Barat. Namun dalam pengamatan lebih jauh, formasi ini tampak walau tidak seperti yang disampaikan Bourdieu, yakni legitimate taste berada dalam kelas dominan, yang kaya dalam kapital ekonomi, pendidikan. Sedangkan taste middlebrow dan popular digabungkan karena umumnya kelas pekerja, atau kelas menengah bawah jarang yang mendengar musik klasik. Oleh karena itu kedua taste ini diperuntukkan bagi kelas menengah atas, termasuk pelajar mahasiswa, yang mendengarkan musik klasik termasuk light classic. Sedangkan karya EGO bisa digolongkan dalam pure aesthetic karena usaha artisbknya membebaskan dia dari pakem klasik yang baku, sehingga bebas mencampurkannya dengan unsur seni yang lain seperti band, musik tradisional.
Masalah pemain orkestra juga menarik karena masih minimnya jumlah musisi sehingga kebanyakan orkestra menggunakan musisi yang `itu-itu juga'. Faktor tingginya biaya penyelenggaraan sebuah konser, menjadikan harga tiket juga cenderung mahal, sehingga makin menambah kesan konser orkestra yang mahal dan eksklusif. Masalah reprodulsi budaya juga penting bagi kehidupan orkestra, karena berhubungan dengan konsumsi orkestra, baik sebagai musisi, atau hanya sekedar untuk mengapresiasi. Untuk itu diperlukan kapital budaya yang mampu memberi kecukupan untuk menjalani kehidupan di masyarakat sebagai sumber sosial. Selain itu, anggapan bahwa orkestra merupakan sesuatu yang eksklusif, mewah, mendorong banyak konsumen untuk menampilkan orkestra dalam acara/event mereka, untuk mencerminkan eksklusiltas atau kemewahan tersebut. Hal yang lama juga terjadi di televisi yang memproduksi acara dengan menggunakan orkestra atau chamber, baik untuk memenuhi permintaan klien atau untuk menyesuaikan target konsumen yang ingin dituju, sehingga pada akhirnya juga meningkatkan gengsi/image acara atau kliennya.
Hal ini membawa pembahasan kepada high culture dan popular culture. Kedua hal ini sebetulnya sangat subyektif. Walaupun di Barat, banyak penampilan orkestra merupakan budaya popular, namun di Indonesia tampaknya musik klasik masih dianggap sebagai budaya tinggi. Namun bagi EGO tampaknya bisa menuju kearah itu karena faktor band atau penyanyi yang diiringinya yang bersifat pop. Ketiga orkestra di atas dalam menjalankan produksinya juga memperhatikan unsur industri budaya. Selain itu ditemukan juga unsur komodifikasi yang mengubah use value menjadi exchange value untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau rnembuat menjadi suatu kebutuhan, sebagai sebuah ilusi.
Hasil penelitian diatas memberi beberapa kesimpulan, yakni besarnya pengaruh habitus yang juga ber-interplay dengan field dan kapital dalam produksi dan juga konsumsi budaya. Selain itu, semakin klasik sebuah taste, berarti diperlukan habitus yang kuat dan kapital budaya/ekonomi yang lebih tinggi. Semakin popular sebuah taste, bisa berarti habitus tidak terlalu kuat atau kapital budaya/ekonomi yang lebih rendah, atau keduanya. Kesimpulan lain mengungkapkan bahwa kelas dan struktur sosial juga mempengaruhi bagaimana seseorang mengkonsumsi budaya, untuk memperkuat perbedaan klasifikasi seseorang. Selain itu, kolaborasi antara produksi dan konsumsi budaya orkestra menghasilkan industri orkestra, karena industri ini banyak berperan dalam produksi budaya yang terkomodifikasi, merasionalisasi teknik distribusi sehingga mencapai sasaran yakni meningkatnya konsumsi budaya akibat pembentukan realitas semu.
Implikasi teoritis dalam penelitian ini memperkuat pendapat Bourdieu mengenai peran habitus dalam diri seseorang termasuk pada budaya yang diproduksi dan dikonsumsinya. Penelitian ini juga memunculkan modifikasi dari formasi taste menurut Bourdieu, sehingga yang tampak adalah hanya ada 3 formasi: legitimate taste, middlebrow - popular taste, serta taste pure aesthetic disposition. Selain itu industri orkestra di Indonesia juga sejalan dengan pendapat Adorno dan Horkheimer mengenai industri budaya yang menyediakan sesuatu bagi semua orang sehingga tidak ada yang dapat lobi dari sergapan produksi budaya tersebut. Pada akhirnya hal ini juga menjadi cerminan terjadinya komodifikasi budaya yang merupakan proses mengubah nilai kegunaan sebuah produk (budaya) menjadi nilai pertukaran produk tersebut. Oleh karena itu penelitian ini memberikan gambaran dan penjelasan mengenai peran kelas, taste, dalam industri, produksi, serta konsumsi orkestra di Indonesia, walau tidak bisa digeneralisasi untuk menggambarkan formasi taste masyarakat Indonesia.
Implikasi sosial penelitian ini bertujuan memberi kesadaran pada masyarakat bahwa dibalik penyajian orkes, terdapat makna, tujuan yang sarat dengan unsur lain selain budaya, yakni ekonomi, politik, sosial. Oleh karena itu hal ini penting diperhatikan dalam memproduksi budaya dan juga dalam mengkonsumsinya. Implikasi praktis dan rekomendasi penelitian ini diberikan untuk kemajuan industri orkestra di Indonesia serta juga perlunya penelitian lanjutan untuk mendapatkan data lain yang tidak diperoleh melalui penelitian ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Erwan Atmaja
"ABSTRAK
Kebijakan-kebijakan Putin yang cenderung kontra demokrasi dan tetap
tingginya popularitas Putin di Federasi Rusia merupakan konsekuensi dari habitus
yang ada pada Putin. Kapital-kapital yang sejak era Soviet tertanam dalam diri
Putin membuat kebijakan-kebijakan yang Putin keluarkan merupakan tendensi
dari habitus yang tertanam pada Putin. Penelitian ini menggunakan desain
deskriptif-analitis dengan penerapan teori praktik sosial Pierre Bourdieu. Hasil
penelitian menjelaskan bahwa habitus merupakan pengaruh dari kebijakankebijakan
yang dikeluarkan oleh Putin di Federasi Rusia.

Abstract
Putin?s policy which is tend to against democracy and Kebijakankebijakan
Putin yang cenderung kontra demokrasi dan tetap tingginya popularitas
Putin di Federasi Rusia merupakan konsekuensi dari habitus yang ada pada Putin.
Kapital-kapital yang sejak era Soviet tertanam dalam diri Putin membuat
kebijakan-kebijakan yang Putin keluarkan merupakan tendensi dari habitus yang
tertanam pada Putin. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif-analitis dengan
penerapan teori praktik sosial Pierre Bourdieu. Hasil penelitian menjelaskan
bahwa habitus merupakan pengaruh dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
oleh Putin di Federasi Rusia."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43660
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Angeliqa
"ABSTRAK
Iklan adalah sebuah produk media yang merepresentasikan realitas dalam berbagai
tanda yang ditentukan oleh para pekerja iklan. Sayangnya sebagaimana produk media
lain yang mengakomodir budaya patriarki, iklan masih menggambarkan ruang lingkup
perempuan dalam ranah privat atau sebagai objek dengan unsur sensualitas semata.
Keterlibatan perempuan dalam industri iklan ternyata tidak dibarengi dengan produk
teks iklan yang berperspektif gender. Hal ini disebabkan karena setiap arena selalu
dipenuhi dengan kontestasi dan kekerasan simbolik. Penelitian ini bertujuan melihat
logika praktis perempuan dalam menampilkan teks yang mengarusutamakan gender
pada praktek keseharian sebagai bentuk tampilan habitus dan penempatan kapital pada
banyak arena industri iklan. Penelitian ini menggunakan teori Habitus-Arena-Kapital
dari Pierre Bourdieu. Serta didukung pula dengan konsep tentang gender. Paradigma
yang digunakan adalah critical constructionism, dan penelitian ini dikategorikan dalam
kelompok eksploratif dengan pendekatan fenomenologi hermeneutik berdasarkan
pemikiran Paul Ricoeur. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara
mendalam dan observasi non-partisipan kepada CEO perempuan. Hasil yang
diperoleh adalah gambaran berbagai kapital sejak subjek kecil hingga capaian di masa
dewasa. Penelitian juga menggali habitus primer yang diinternalisasi pada perempuan
pemimpin. Habitus ini diwariskan dalam bentuk peniruan (untuk habitus yang
berkenaan dengan kebertubuhan), pengingatan (untuk habitus pemikiran), serta
pengalaman yang dialami sendiri maupun sekedar melihat/mendengar pengalaman
orang-orang terdekat. Habitus menubuh maupun habitus pemikiran banyak tinggal
menetap hingga subjek dewasa. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa di masa
dewasa, habitus bertransformasi dalam berbagai arena dan memperlihatkan
kecenderungan terdominasi oleh doxa kapitalis yang sangat kuat. Sedangkan kekerasan
simbolik yang dialami subjek pada masa kecil berkelindan dengan doxa kapitalis dan
diduplikasi tanpa sadar dalam konteks-konteks yang memiliki kemiripan. Pada
akhirnya, diskusi penelitian juga membahas tentang munculnya implikasi-implikasi
teoritis, metodologis, dan praktis berdasarkan temuan. Implikasi teoritis ditandai oleh
temuan tentang kontestasi habitus subjek dengan aktor yang sama dalam beberapa
arena dengan doxa yang jauh lebih kuat dan resiko yang lebih mengikat. Sementara
implikasi metodologis ditandai oleh kemampuan fenomenologi hermeneutik dalam
mengungkap fakta-fakta lain yang menyertai pengalaman esensial subjek. Penggunaan
fenomenologi hermeneutik dalam penelitian dengan trilogi habitus-arena-kapital
dengan lokus gender adalah salah satu poin utama yang mensahkan Bourdieu sebagai
tokoh post-strukturalis. Sementara implikasi praktis berupa saran memasukan aspek
habitus dan kapital dalam rekrutisasi calon pemimpin perempuan untuk mendapatkan
aktor yang memiliki visi pemberdayaan

ABSTRACT
Advertising is a media product that represents reality in various signs determined by
advertising workers. Unfortunately, as with other media products that accommodate
patriarchal culture, advertising still describes the scope of women in the private sphere
or as objects with mere sensuality. Gender-based advertisement text products did not
accompany with the involvement of women in the advertising industry. It is because of
contestation and symbolic violence that are filling every field. This study aims to look
at the womens logic of practice in presenting texts that mainstream gender into daily
practice as a form of display of Habitus and the placement of capital in many fields of
the advertising industry. This study used the Habitus-Arena-Capital theory of Pierre
Bourdieu, and also supported by the concept of gender. The paradigm applies critical
constructionist, and this study is using an exploratory perspective with a hermeneutic
phenomenology approach based on Paul Ricoeurs thinking. Data collection techniques
used in-depth interviews and non-participant observation to female CEOs. Stages of
hermeneutic phenomenology analysis are used as data analysis techniques. The results
obtained are a description of various capital from a small subject to achievement in
adulthood. Research also explores primary habitus internalized in female leaders in
childhood. This habitus is inherited in the form of imitation (for habitus relating to
physicality), remembrance and experience (for habitus of thoughts), as well as direct
experience by saw or heard of the relatives. The embodied habitus, as well as many
thought habitus, stay settled until adult. The results of the study also show that in
adulthood, habitus transformed in various fields and showed a tendency to be
dominated by very strong capitalist doxa. While symbolic violence experienced by
subjects in childhood intertwined with capitalist doxa and duplicated unconsciously in
their adulthood in similar contexts. Finally, the research discussion also discussed the
emergence of theoretical, methodological and practical implications based on the
findings. The theoretical implications are describing subject habitus contestation with
the same actors in several fields with doxa that is much stronger and more binding
risks. While the methodological implications are pointing on the ability of hermeneutic
phenomenology to uncover other facts that accompany the essential experience of the
subject. The interwind of hermeneutic phenomenology in research with the habitusarena-
capital trilogy with a gender locus is one of the main points that legitimizes
Bourdieu as a post-structuralist figure, while the practical implications in the form of
suggestions include aspects of habitus and capital in the recruitment of prospective
female leaders to get actors who have a vision of empowerment"
2018
D2606
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aldrian Risyad
"Penggunaan bahasa Inggris dalam lirik lagu Indonesia kini bukan lagi hal yang asing untuk ditemui dalam kancah musik Indonesia. Dalam konteks lanskap musik Indonesia kontemporer, sudah banyak lagu yang dirilis oleh musisi Indonesia dengan menggunakan bahasa Inggris pada seluruh bagian lagu. Penulisan yang demikian banyak ditemukan pada musik-musik yang dirilis secara independen di kota besar, seperti Jakarta.  Dengan menggunakan teori praktik yang dicanangkan oleh Bourdieu sebagai kerangka pemikiran, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan praktik penulisan lagu berbahasa Inggris musisi independen Jakarta melalui penggalian atas pengalaman proses kreatif penulisan lagunya. Penelitian single case study ini menggunakan metode pengumpulan data wawancara mendalam. Penelitian ini menemukan bahwa praktik penulisan lagu berbahasa Inggris musik independen Jakarta dilatarbelakangi oleh habitus penulisan lagu berbahasa Inggris musisi. Habitus penulisan lagu tersebut didasari oleh diposisi berbasis kelas yang berkaitan dengan kepemilikan kapital musisi dan teroperasionalisasi menjadi praktik dalam kancah musik independen Jakarta sebagai arena produksi kultural terbatas. Di balik praktik penulisan lagu berbahasa Inggris, ditemukan juga akan adanya indikasi superioritas bahasa Inggris terhadap bahasa Indonesia.The usage of English language in Indonesian song lyrics are now a familiar practice to be found in Indonesia music scene. In the context of contemporary Indonesia music scene, many songs which were released by Indonesian musicians are written in English in every part of the song. That kind of songwriting were commonly found in musics which was released by independent artists of big cities, including Jakarta. Using Bourdieus practice theory as a frame of mind, this research aims to explain the practice of English songwriting by Jakarta independent musicians through digging into musicians experience regarding their creative songwriting process. This single case study research uses in-depth interview as the data collection method. This study discovers that the practice of English songwriting by Jakarta independent musicians was rooted in their habitus of English songwriting. Musicians songwriting habitus are a set of class-based dispositions which were connected with the accumulated capital that musicians own and were operationalized as practice in Jakarta independent music scene as a field of restricted cultural production. Behind the practice of English songwriting, this study also found indications of English language superiority towards Bahasa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Natalia Eltari
"ABSTRAK

Novel remaja kerap kali mengangkat masalah pembentukan identitas pada anak remaja sebagai temanya. Seringkali masalah pembentukan identitas tersebut dikaitkan dengan dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, termasuk pengaruh dari lingkungan sosial dan orang-orang yang ada disekitarnya. Penelitian ini akan menguraikan mengenai pengaruh lingkungan sosial kepada pembentukan identitas tokoh dalam novel remaja. Untuk mengungkapkan pembentukan identitas tersebut, digunakan pendekatan sosiologi sastra, serta analisis unsur intrinsik novel, yang kemudian akan mengarah kepada analisis unsur sosial teks menggunakan konsep habitus dan field oleh Bourdieu.


ABSTRACT

Young adult novels often raised the issue of identity formation in adolescents as its theme. Often the problem of identity formation is associated with the many factors that influence it, including the influence of the social environment and the people around it. This study will describe the influence of the social environment to the identity formation of character in young adult novels. To reveal the identity formation, the approach used sociology of literature, as well as the analysis of the intrinsic elements of the novel, which will then lead to the analysis of social aspects using the concept of habitus and field by Bourdieu.

"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S58440
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>