Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150013 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fiana Dwiyanti
"Skripsi ini membahas mengenai pelecehan seksual pada perempuan di tempat kerja dengan lokasi studi kasus di Kantor Satpol PP Provinsi DKI Jakarta. Ditulis dengan menggunakan perspektif kriminologi feminis, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi-partisipatoris yang memungkinkan peneliti untuk ikut merasakan apa yang dialami oleh subjek penelitian dan memahami langsung fenomena yang terjadi di dalamnya. Penelitian ini menggambarkan bentuk-bentuk pelecehan yang terjadi di Kantor Satpol PP Provinsi DKI Jakarta, faktor-faktor penyebab pelecehan seksual di Kantor Satpol PP Provinsi DKI Jakarta, dan resistensi dari para korban pelecehan seksual di kantor tersebut.

This thesis described the sexual harassment in the workplace with the Office of Study Sites in Jakarta municipal police. Written using feminist criminology perspective, this study used a qualitative approach with participatory observation method which enables researchers to come to feel what is experienced by the subject of research and understanding the phenomena that occurs directly in it. This study describes the forms of abuse that occur in the Office of DKI Jakarta municipal police, the factors that cause sexual harassment in the Office of DKI Jakarta municipal police, and the resistance of the victims of sexual harassment in the office."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46632
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dewi Larasati Agustyowati
"ABSTRAK
PELECEHAN SEKSUAL DI TEMPAT KERJA: Studi Kualitatif atas Pandangan dan Reaksi Sekretaris Perempuan yang Bekerja pada Sejumlah Perusahaan di Jakai ta.
Oleh: Dewi Larasati Agustyowati
Tesis ini merupakan sebuah tinjauan deskriptif mengenai masalah pelecehan seksual di tempat kerja, khususnya yang terjadi pada sekretaris. Pengambilan tema dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa masalah pelecehan seksual selama ini belum dibuka secara sosial. Subjek penelitian adalah sekretaris perempuan yang mengalami pelecehan seksual di tempat kerja. Lokasi penelitian di Jakarta. Penelitian ini bertujuan memahami pandangan dan reaksi sekretaris perempuan terhadap pelecehan seksual di tempat kerja yang ditelaah dengan menggunakan pendekatan kualitatif berperspektif feminis. Perspektif yang melihat dan berusaha menguraikan penyebab diskriminasi yang dialami kaum perempuan.
Permasalahan tersebut meliputi tiga hal. Pertama, bagaimanakah pandangan sekretaris tentang pelecehan seksual di tempat kerja? Kedua, bagaimanakah reaksi sekretaris terhadap pelecehan seksual di tempat kerja? Ketiga, mengapa pandangan dan reaksi tersebut berada pada posisi pemahaman tertentu?
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pandangan dan reaksi sekretaris perempuan itu masih dipengaruhi oleh budaya patriarki. Sebuah budaya yang mengedepankan/mengunggulkan nilai-nilai laki-laki. Suatu perbuatan dipandang sebagai bentuk pelecehan seksual oleh sekretaris jika sudah terlihat merendahkan, mengancam, dan menyentuh fisik perempuan secara paksa. Sekretaris tidak melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya di lingkup sosial karena menganggap permasalahannya sepele, pribadi, dan takut disalahkan sebagai pihak yang memulai timbulnya pelecehan seksual. Mereka mempunyai pandangan seperti itu karena selama ini informasi mengenai pelecehan seksual yang disosialisasikan oleh masyarakat patriarki selalu menyudutkan perempuan sebagai pihak yang memicu terjadinya pelecehan seksual.
ABSTRACT
SEXUALHARASSMENT AT WORK PLACE: Qualitative Studies on the Perception and Reaction of Women Secretaries Who Work at Some Enterprises in Jakarta.
By Dewi Larasati Agustyowati
This thesis covers a descriptive studies concerning the matters of sexual-harassment especially happen to women secretaries at work place. The theme is basically based on phenomena that sexual harassment cases are not exposed socially. The subject of the research is the secretaries who undergo the experience of sexual harassment at work place. The location of the research is conducted in Jakarta. The research is aimed to understand the perception and response of women secretaries toward the sexual harassment at work place viewed by using the qualitative approach in terms of women perspective. The perspectives are to find out and attempt to describe the causes of discrimination experienced by women secretaries at work place.
The focus of the problem covers three components. Firstly, what is their perception about the sexual harassment at work place ? Secondly, how do they react and response toward thew sexual harassment ? Lastly, why are the perception and the reaction at the position of a given understanding ?
The result of this research indicates that the perception and the reaction of women secretaries at work places is still influenced by the culture of patriarchy. The culture that gives special privileges and higher values for men. The perception said to be sexual harassment toward women secretaries when the actions involved humiliating, threatening, and even touching them physically by force. Mostly, the secretaries as the victims do not report the negative events they undergo socially, for they think it is a minor problem, and a privacy. Even they feel worried when blamed as the cause of creating the sexual harassment. They have perception due to the fact that the information of sexual harassment so far is not socialized by patriarchy communities, usually blame women as the cause of the sexual harassment problem.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T359
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwid Safitri
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pelecehan seksual yang terjadi
di empat industri berbeda yaitu industri garmen, sepatu, makanan, dan tekstil serta
untuk mengetahui bagaimana perbedaan dari pelecehan seksual di empat industri
berbeda tersebut. Pengukuran pelecehan seksual dalam penelitian ini
menggunakan definisi operasional oleh APINDO (2012) dengan mengembangkan
kuesioner Sexual Experiences Questionnaire (SEQ) form W dari Fitzgerald et al
(1995) yang terbagi kedalam 5 dimensi; pelecehan lisan, pelecehan isyarat,
pelecehan fisik, pelecehan visual, dan pelecehan psikologis. Setiap butir
pertanyaan dalam dimensi tersebut dibagi dua yaitu pelecehan yang dilakukan
oleh rekan kerja laki-laki dan pelecehan yang dilakukan oleh supervisor laki-laki.
Kemudian metode analisis menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan akan pelecehan seksual
pada dimensi pelecehan lisan, pelecehan isyarat, dan pelecehan fisik di keempat
industri yaitu di industri gamen, sepatu, makanan, dan tekstil. Dapat disimpulkan
bahwa pelecehan seksual yang ada pada keempat industri masih dalam taraf
rendah, akan tetapi melalui wawancara dan komentar responden didapatkan
tindakan pelecehan seksual di tempat kerja banyak terjadi, sehingga masih perlu
adanya upaya yang berarti agar tindak pelecehan seksual dapat diminimalisir dan
dihilangkan di tempat kerja.

ABSTRACT
This research was conducted to determine the level of harassment abuse that
occurred in four different industries are garment, footwear, food, and textiles
industry and to investigate how differences of sexual abuse in four distinct
industries. Measuring sexual harassment in this study uses an operational
definition by APINDO (2012) developed a questionnaire from Sexual Experiences
Questionnaire (SEQ) form W of Fitzgerald et al (1995) which is divided into five
dimensions; verbal harassment, non-verbal harassment, physical harassment,
visual harassment, and psychological harassment. Every item question in the
questionnaire is divided into two dimensions which are harassment by male
coworkers and harassment by male supervisors. Then the method of analysis
using descriptive analysis. The results of this study indicate that there are
significant differences in the dimensions of sexual harassment that are verbal
abuse, non-verbal harassment, and physical abuse in the four industries, namely in
the industry garment, footwear, food, and textiles. It is concluded that sexual
harassment in the four industry is still in a low level, but through interviews and
comments of respondents found sexual harassment in the workplace a lot going
on, so it still needs a significant effort that sexual harassment can be minimized
and eliminated in the workplace ."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T34760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Athirah
"Kemajuan teknologi informasi dan internet membuka peluang munculnya bentuk- bentuk baru dari pelecehan seksual terhadap perempuan. Media sosial seperti Twitter pun menjadi tempat bentuk baru pelecehan seksual marak terjadi. Meningkatnya penggunaan Twitter selama pandemi COVID-19 semakin memperbanyak kasus pelecehan seksual yang terjadi. Cyber flashing sebagai tindakan mengirim foto seksual eksplisit secara tiba-tiba dan tanpa persetujuan penerimanya menjadi salah satu bentuk pelecehan seksual yang difasilitasi teknologi serta terjadi di Twitter. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana cyber flashing dipraktikkan di Twitter. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mencakup observasi partisipan serta melibatkan perempuan pengguna Twitter yang menjadi korban dari praktik cyber flashing dalam wawancara mendalam. Praktik cyber flashing sebagai bentuk pelecehan seksual online menghambat perempuan dalam mewujudkan agensi mereka melalui ekspresi diri di Twitter. Penelitian ini juga melihat bagaimana perempuan memahami praktik cyber flashing serta bagaimana perempuan menanggapi praktik ini melalui tindakan resistensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan melakukan bentuk resistensi nontradisional dengan memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki di platform media sosial ini. Pada akhirnya, perempuan membentuk rasa aman dan mewujudkan agensi yang dimiliki dengan cara mereka sendiri.

Advances in information technology and the internet open up opportunities for the emergence of new forms of sexual harassment against women. New forms of sexual harassment are rife on social media platforms such as Twitter. The increasing use of Twitter during the COVID-19 pandemic has increased the number of sexual harassment cases. Cyber flashing is one of the sexual harassment forms that is facilitated by technology and occurs on Twitter. This research describes how cyber flashing is practiced on Twitter. This research employs a qualitative method that includes participant observation and involves women users who are victims of cyber flashing in in-depth interviews. The practice of cyber flashing as a form of online sexual harassment prevents women from exercising their agency through self-expression. This research also looks at how women perceive the practice of cyber flashing and how they respond to it through resistance. The findings show that women carry out non- traditional forms of resistance by utilizing the resources they have on this social media platform. Women ultimately create a sense of security for themselves and expresstheir agency in their own way."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Rahma Arriani
"Pelecehan seksual di ruang publik merupakan fenomena produksi ruang yang terjadi akibat adanya perbedaan interaksi sosial yang saling bersinggungan yang akhirnya berdampak pada hak atas ruang aman dari pelecehan seksual. Komuter sebagai pelaku aktivitas di ruang publik memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk memproduksi ruang rawan pelecehan seksual. Sebagai area dengan pergerakan komuter terbesar di Indonesia, kejadian pelecehan seksual di Jabodetabek tidak bisa terelakkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif menggunakan tabulasi silang dan inferensial. Penelitian ini melihat kejadian dari pelecehan seksual di Jabodetabek menggunakan Data Survei Komuter 2019 yang dikaitkan dengan faktor individu meliputi jenis kelamin, usia, dan keterbatasan fisik serta faktor perjalanan meliputi aktivitas utama, moda transportasi, jarak tempuh, waktu keberangkatan, dan waktu kepulangan. Dari hasil penelitian ini, sebanyak 1% perempuan di Jabodetabek mengalami pelecehan seksual dan memiliki peluang 2,6 kali dibandingkan laki-laki. Secara hasil inferensial keseluruhan, komuter yang memiliki peluang terbesar untuk mengalami pelecehan seksual adalah perempuan, komuter usia 26-39 tahun, komuter dengan keterbatasan fisik parsial atau tidak terlihat, komuter dengan aktivitas utama bekerja, komuter yang berangkat dan pulang pada waktu non-rush hour, dan komuter yang menggunakan transportasi umum. Pengurangan kejadian pelecehan seksual dapat didorong apabila korban berani untuk melawan kejadian pelecehan seksual yang didukung dengan perubahan nilai dan norma, dasar hukum yang memberikan efek jera, serta infrastruktur yang layak agar terproduksinya ruang kota tanpa pelecehan seksual dan hak aman bagi komuter di Jabodetabek.

Sexual harassment in public spaces is one of the space production that occurs due to discrepancies of gender norms in social interactions. Commuters have higher risks to encounter sexual harassment as they spend more time in public spaces. Greater Jakarta has the largest number of commuters movement in Indonesia thus the incidents of sexual harassment in Greater Jakarta are inevitable. This study uses a descriptive quantitative approach using cross-tabulation and inferential methods. This study uses the 2019 Commuter Survey Data to analyze sexual harassment with individual factors including gender, age, and physical limitations as well as travel factors including main activity, mode of transportation, travel distance, time of departure, and time of arrival. From the results of this study, 1% of women in Jabodetabek experienced sexual harassment and has a higher probability than men by 2.6 times. From the inferential analysis, commuters who have the greatest probability to experience sexual harassment are women, commuters with age between 26 to 39 years, commuters with a partial or invisible disability, commuters with work as the main activity, commuters who depart and arrive during non-rush hours, and commuters using public transportation. Encouraging the victim to stand up against sexual harassment with the support of changing norms and values towards gender, the legal basis with deterrent effect, and also the proper infrastructure can help the production of urban space without sexual harassment and gain the safety rights for commuters in Jabodetabek."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinan Arkani Waluyantara
"Tingginya angka pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di transportasi publik dapat mengancam keamanan dan kenyamanan masyarakat dalam menggunakan kendaraan umum, permasalahan ini mendorong pemerintah dalam menginisiasi kebijakan anti pelecehan seksual melalui pembangunan Pos SAPA di moda transportasi umum, salah satunya yaitu TransJakarta. Akan tetapi, meskipun Pos SAPA telah dibangun, kasus pelecehan/kekerasan seksual tetap terjadi di TransJakarta. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun kebijakan tersebut sudah dilaksanakan, tidak sedikit masyarakat yang masih belum memiliki kesadaran dan pengetahuan akan kasus pelecehan maupun kekerasan seksual di transportasi publik. Adapun, dalam meningkatkan kesadaran, advokasi kebijakan merupakan salah satu instrumen yang dapat membantu meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait isu yang diadvokasikan. Berangkat dari fenomena tersebut, penelitian ini berupaya untuk meneliti strategi para aktor melalui teori yang dikemukakan Gen & Wright (2020) dalam melakukan advokasi kebijakan dengan tujuan meningkatkan kesadaran dan pemahaman terkait kebijakan anti pelecehan seksual di TransJakarta. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui wawancara mendalam kepada narasumber dari pihak pemerintah dan non-pemerintah dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa advokasi kebijakan yang dilakukan belum secara total meningkatkan kesadaran masyarakat terkait kebijakan anti pelecehan seksual di transportasi publik TransJakarta DKI Jakarta. Meskipun secara umum masyarakat sudah mulai sadar akan isu pelecehan dan kekerasan seksual, namun advokasi yang dilakukan belum dilaksanakan secara maksimal pada beberapa aspek sehingga kebijakan belum tersampaikan dengan baik.

The high number of sexual harassment and violence that occurs in public transportation could threaten the safety and comfort of its citizens in using public transportation, this problem has prompted the government to initiate anti-sexual harassment policies through the construction of SAPA Posts in public transportation, one of which is TransJakarta. However, even though the SAPA Post has been established, cases of sexual harassment/violence still occur in TransJakarta. This indicates that even though the policy had been implemented, a lot of people have low awareness and knowledge regarding cases of sexual harassment and violence in public transportation. Meanwhile, in raising awareness, policy advocacy is one of the instruments that can help increase public understanding and awareness regarding the issues that are being advocated. Based on this case, this study seeks to examine the strategies of actors through the theory proposed by Gen & Wright (2020) in conducting policy advocacy strategies with the aim of increasing awareness and understanding of anti-sexual harassment policies in TransJakarta. This research uses qualitative methods through in-depth interviews with government and non-government actors and literature studies. The results of this study indicate that the policy advocacy that has been carried out has not totally increased public awareness regarding anti-sexual harassment policies on TransJakarta DKI Jakarta public transportation. Although in general the community has begun to become aware of the issue of sexual harassment and violence, the advocacy that has been carried out is not optimal yet in several aspects, therefore the policies have not been delivered properly."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Hilma Noviandri
"Perempuan usia dewasa muda rentan mengalami pelecehan seksual dibuktikan dengan meningkatnya kasus pelecehan seksual di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara antara pola asuh orang tua dan sifat kepribadian dengan pengalaman pelecehan seksual pada perempuan dewasa muda. Penelitian ini adalah penelitian korelasi dengan melibatkan 107 responden yang dipilih menggunakan teknik quota sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner data demografi, kuesioner Pola Asuh Orang Tua, kuesioner IPIP-BFM-25, dan Sexual Experiences Questionnaire. Hasil penelitian menunjukkan 90,7% dari responden pernah mengalami pelecehan seksual dan tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara antara pola asuh orang tua dan sifat kepribadian dengan pengalaman pelecehan seksual pada perempuan dewasa muda. Penelitian ini merekomendasikan meneliti lebih lanjut terkait kesadaran korban menyadari situasi yang telah dialami merupakan bentuk pelecehan.

Young women were vulnerable to sexual harassment, as evidenced by the rising number of sexual harassment cases in Indonesia. This study aimed to identify the relationship between parenting style and personality traits with sexual harassment experiences in young women. This research was a correlational study involving 107 respondents selected using quota sampling based on inclusion and exclusion criteria. The instruments were a demographic data questionnaire, a Parenting Style questionnaire, an IPIP-BFM-25 questionnaire, and a Sexual Experiences Questionnaire. The results showed that 90.7% of the respondents had experienced sexual harassment, and no significant relationship was found between parenting style and personality traits with sexual harassment experiences in young women. This study recommends further research on victims' awareness of the situation they have experienced as a form of sexual harassment."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Mauditha Angela
"Di abad ke-21 ini, perkembangan internet secara global menghasilkan inovasi-inovasi dalam perkembangan media, salah satunya dengan kemunculan media sosial. Media sosial yang sebelumnya hanya digunakan untuk berkomunikasi secara pribadi kini menjadi media yang secara global digunakan dalam pembentukan opini masyarakat terhadap isu tertentu dan pengaruhnya kini mampu menyaingi media konvensional. Saat ini, media sosial dapat pula digunakan dalam mengonstruksikan gagasan mengenai suatu kejahatan, salah satunya gagasan mengenai pelecehan seksual yang dilakukan oleh akun instagram @ekspospredator. Seiring dengan beragamnya persepsi orang mengenai makna pelecehan seksual, perilaku yang dahulunya dianggap bukan pelecehan seksual pun kini dapat menjadi sesuatu yang tidak diinginkan dan tidak dapat ditolerir. Ketika membahas mengenai pelecehan seksual, apa definisinya dan bagaimana bentuknya, konstruksi ini dilihat berbeda oleh berbagai kelompok, namun sebagian besar orang melihat makna pelecehan seksual ini seringkali didasari oleh relasi kuasa antara pelaku dan korban. Akun instagram @ekspospredator secara khusus menekankan unsur consent maupun kenyamanan sebagai faktor yang menentukan apakah suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai pelecehan seksual atau bukan.

In the 21st century, the global improvement of the internet creates several innovations in media, one of which is the emergence of social media. Social media, which were used only for private communication, has now evolved into a media who have the power to create the public opinion about certain issues and its influence has now able to compete with conventional media. At this point, social media can also be used in constructing the idea of a crime, one of the examples is an instagram account named ekspospredator in terms of constructing the idea of what is sexual harassment. Since there are expansion and variation regarding the meaning of sexual harassment, certain behaviors that were regarded as non sexual harassment has now become a sexual harassment that`s undesirable and intolerable. When we talked about sexual harassment, whether it`s the definition or the form, the construction is viewed differently by each group, but most of the people saw sexual harassment based on power relation between the perpetrator and the victim. Instagram account ekspospredator specifically points consent and comfort as the factors that determine whether an action can be categorized as sexual harassment or not. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nor Iyoni
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S2376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>