Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196434 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karina Kalani Firdaus
"Sindrom prahaid dan gangguan siklus haid merupakan masalah yang kerap mengganggu perempuan. Patofisiologi dari keduanya berkaitan dengan faktor hormonal sehingga dihipotesiskan berkaitan. Penelitian cross-sectional analitik observasional ini dilakukan terhadap 106 mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan menggunakan kuesioner yang sudah divalidasi sebelumnya. Pengolahan data secara statistik dengan uji Chi Square dan Uji Kolgmorov-Smirnov dan didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sindrom prahaid dan gangguan siklus haid (p=0,507). Pravalensi sampel yang mengalami sindrom prahaid dan gangguan siklus cukup besar yaitu 62.2% dan 63.2%. Diantara yang mengalami gangguan siklus haid, sebagian besar (59.7%) juga mengalami sindrom prahaid. Jenis gangguan siklus haid paling banyak diantaranya menorrhagia (56.6%) dan oligomenorrhea (20.7%).

Premenstrual syndrome (PMS) and menstrual disorders are problems that are usually complained by women, especially in adolescence. The pathophysiology behind them both, the hormonal factor, are the reason behind the hypothesis of them related. This cross-sectional observasional analitic research is done on 106 college students on Faculty of Medicine University of Indonesia using a questionnaire that has been validated. Statistical process is done with Chi Square and Kolgmorov-Smirnov test and concluded that there is no significant relation between PMS (p=0.507) and menstrual disorder with prevalence of PMS and menstrual disorder are 62.2% and 63.2%. Among the samples diagnosed postive for menstrual disorders, most (59.7%) were also diagnosed with premenstrual syndrome. The most common types of menstrual disorders are menorrhagia (56.6%) and oligomenorrhea (20.7%)."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fredrico Patria
"Menjelang tahun 2000, harapan hidup wanita Indonesia meningkat menjadi 67,5 tahun dan kelompok usia tua akan mencapai 8,2 % dari seluruh populasi Indonesia. Diperkirakan pada tahun 2010, usia harapan hidup wanita Indonesia akan mencapai 70 tahun. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup, maka akan terjadi peningkatan penyakit-penyakit tua, khususnya pada wanita kejadian penyakit usia tua ini dihubungkan dengan penurunan kadar hormon estrogen. Penurunan hormon ini telah dimulai sejak usia 40 tahun.
Menopause sebagai akibat dari penurunan kadar hormon estrogen pada wanita akan memberikan gejala-gejala yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ. Gejala-gejala yang mungkin timbul dibagi menjadi efek jangka pendek maupun efek jangka panjang. Efek jangka pendek adalah gejala vasomotorik (hot flushes, jantung berdebar, sakit kepala), gejala psikologik (gelisah, lekas marah, perubahan perilaku, depresi, gangguan libido), gejala urogenital (vagina kering, keputihan/infeksi, gatal pada vagina, iritasi pada vagina, inkontinensia urin), gejala pada kulit (kering, keriput), gejala metabolisme (kolesterol tinggi, HDL turun, LDL naik). Sedangkan efek jangka panjang meliputi osteoporosis, penyakit jantung koroner, aterosklerosis, stroke sampai kanker usus besar.
Osteoporosis sebagai salah sate efek jangka panjang akan memberikan dampak tersendiri. Prevalensi osteoporosis pada wanita usia 50-59 tahun adalah 24%, sedangkan pada wanita usia 60-70 tahun adalah 62%. Kejadian osteoporosis ini akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah usia pasca menopause akibat meningkatnya usia harapan hidup, dengan dampak akhirnya pada kejadian fraktur. Fraktur pada osteoporosis terjadi pada 25-30% wanita pasca menopause. Pada wanita pre menopause, estrogen akan menekan resorpsi tulang, sehingga pada saat pasca menopause dengan menurunnya kadar hormon estrogen maka efek tersebut juga akan menurun. Estrogen diperkirakan mengendalikan pembentukan osteokias dengan mengendalikan pembentukan interleukin (IL)-1, IL-6 dan Tumour Necrosis Factor (TNF)-a.
Dalam penanganan osteoporosis, pengobatan pengganti hormonal sangat diperlukan saat ini dan pemberian dosis rendah estrogen dengan dosis rendah progesteron yang digabung dengan kalsium, kalsitriol, senam beban dan aktivitas akan memberikan hasil yang cukup baik, yang ditunjukkan dalam kenaikan densitas tulang femur, lumbal dan radius. Pemberian estrogen juga akan membantu menghilangkan gejala-gejala menopause lainnya. Meskipun demikian terdapat kekhawatiran dari para wanita pasca menopause mengingat risiko untuk timbulnya keganasan pada pemakaian hormon pengganti ditambah dengan adanya perbedaan kebudayaan khususnya di negara-negara Asia yang membuat penerimaan terapi hormonal lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Eropa.
Penelitian menunjukkan bahwa risiko keganasan pada endometrium pada wanita usia 50 tahun adalah 3%. Pemakaian hormon pengganti estrogen saja akan meningkat risiko keganasan 4-5 kali dalam 5 tahun pemberian dan 10 kali dalam pemberian Iebih dari 15 tahun. Gabungan estrogen dan progesteron akan menurunkan risiko kejadian keganasan pada endometrium dan pada payudara sampai sama dengan risiko tanpa pengobatan hormonal.
Pada penelitian lain ditemukan adanya peningkatan aktivitas enzim enzim peroxisomal proliferating activator receptor Alfa dan gamma yang dapat memicu keganasan pada payudara pada pemakai estrogen untuk jangka panjang. Penelitian World Health Initiative (WHI) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keganasan pada payudara sebesar 26 %, peningkatan sebesar 41% pada kejadian stroke, meskipun terjadi penurunan keganasan kolon 37% pada pemakaian hormon selama 5,6 tahun. Sehingga terapi sulih hormon tidak dianjurkan melebihi 5 tahun. Pada diskusi selanjutnya dikemukakan bahwa pemakaian estrogen pada usia di atas 54 tahun perlu diperhatikan kemungkinan peningkatan bahaya keganasan pada payudara."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Ardian Noor
"Sindrom prahaid (SPH) adalah salah satu masalah kesehatan perempuan yang semakin meningkat prevalensinya selama beberapa dekade terakhir. SPH dapat menurunkan kualitas hidup perempuan saat masa suburnya. Berbagai terapi farmakologi dan nonfarmakologi digunakan untuk mengatasi gejalanya. Aktivitas fisik telah direkomendasikan sebagai salah satu metode untuk mengurangi keparahan gejala. Namun, hanya sedikit bukti yang mendukung bahwa memang ada hubungan antara SPH dengan aktivitas fisik, termasuk di Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan data gambaran antara dua variabel tersebut.
Menggunakan desain penelitian cross-sectional peneliti ingin melihat gambaran SPH dan hubungannya dengan intensitas aktivitas fisik pada 106 mahasiswi di Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia yang berada dalam rentang usia 15-24 tahun. Data didapatkan dari 106 responden dengan menggunakan kuesioner tervalidasi. Diagnosis SPH menggunakan kriteria dari The American College of Obstetrics and Gynecology sedangkan aktivitas fisik berdasarkan kriteria pada kuesioner Rapid Assessment of Physical Activity.
Hasil uji distribusi data 62.3% perempuan masuk ke dalam kriteria SPH dengan distribusi ringan 19.8%, sedang 29.2%, dan berat 13.2%. Nilai p Chi-Square antara kejadian SPH dengan intensitas aktivitas fisik 0.804 (p<0.050). Dilakukan penggabungan data aktivitas fisik (aktif, tidak aktif) dan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan p=1.000. Sebagia kesimpulan, tidak ditemukan ada hubungan bermakna antara SPH dengan intensitas aktivitas fisik.

Premenstrual Syndrome (PMS) is one of women?s health problem with an increasing of its prevalence in recent decades. PMS has a high chance to reduce the quality of life for many women in their reproductive age. Variation of therapies has been used to eliminate the symptomps. Physical activity has been recommended as one of the treatments to reduce the severity of the symptoms. However, no clear evidence to support a relationship between PMS and physical activity, including in Indonesia. Therefore, specific data that gives picture of relationship between those variables is needed.
Using a cross-sectional design, we evaluated PMS?s distribution in 106 college students between 15-24 years old in Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia and its relationship to physical activity. Datas from respondents were assessed by validated questionnaire. Diagnostic of PMS based on The American College of Obstetrics and Gynecology criteria of PMS and Rapid Assessment of Physical Activity were used to classified the intensity of physical activity.
Distribution test shows that 62.3% women met established criteria of PMS, 19.8% with mild symptom, 29.2% moderate, and 13.2% severe. Value of p=0.804 were obtained from Chi-Square test between PMS and physical activity (p<0.050). Integration of several categories of physical activity were calculated (active, non-active) and results in p=1.000 from Kolmogorov-Smirnov test. As a conclusion, the results do not support a significant relationship between prevalent of PMS and intensity of physical activity."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Setiawati Rahayu
"[ABSTRAK
Sindrom pramenstruasi merupakan sekumpulan gejala yang dirasakan 7-10 hari sebelum siklus
menstruasi, gejala yang sering dirasakan adalah perubahan mood, nyeri sendi atau otot, food
carving. Desain studi dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan teknik sampling yang
digunakan adalah sensus, sehingga responden dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswi yang
terdaftar di program studi gizi dari angkatan 2011?2013. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa
sebagian besar mahasiswi Gizi FKM UI mengalami defisiensi zat gizi mikro, sedangkan hasil uji
hubungan antara asupan zat gizi dengan sindrom pramenstruasi menyatakan beberapa asupan zat
gizi memiliki hasil yang signifikan dengan sindrom pramenstruasi yaitu, Protein (0.047),
Vitamin A (0.014), Vitamin B1 (0.000), Vitamin B2 (0.002), Vitamin B6 (0.000), Magnesium
(0.000) dan Kalsium (0.000). adapun asupan zat gizi yang paling dominan memengaruhi sindrom
pramenstruasi adalah vitamin B1, mahasiswi yang memiliki asupan vitamin B1 yang cukup
memiliki resiko 61 kali lebih kecil mengalami sindrom pramenstruasi dibandingkan dengan
mahasiswi yang mengalami defisiensi.

ABSTRACT
Premenstrual syndrome is a group of symptoms that is felt 7-10 days before the menstrual cycle,
which is often perceived symptoms are changes in mood, muscle pain, food carving and many
more. Design study in this research used cross-sectional with sampling technique used is the
census, so the respondents of this study are all female students enrolled in the course nutrition of
force from 2011 to 2013. From this study it can be seen that most of the FKM UI student
Nutritional deficiency of micronutrients, while the test results the relationship between nutrient
intake with premenstrual syndrome reveals some nutrient intake had significant results with
premenstrual syndrome, namely, Proteins (0047), Vitamin A (0014), Vitamin B1 (0.000),
Vitamin B2 (0002), Vitamin B6 (0.000), Magnesium (0000) and Calcium (0000). As for the
nutrient intake of the most dominant influence of premenstrual syndrome is vitamin B1, a student
who has a sufficient intake of vitamin B1 has a 61 times lower risk of experiencing premenstrual
syndrome compared with students who are deficient;Premenstrual syndrome is a group of symptoms that is felt 7-10 days before the menstrual cycle,
which is often perceived symptoms are changes in mood, muscle pain, food carving and many
more. Design study in this research used cross-sectional with sampling technique used is the
census, so the respondents of this study are all female students enrolled in the course nutrition of
force from 2011 to 2013. From this study it can be seen that most of the FKM UI student
Nutritional deficiency of micronutrients, while the test results the relationship between nutrient
intake with premenstrual syndrome reveals some nutrient intake had significant results with
premenstrual syndrome, namely, Proteins (0047), Vitamin A (0014), Vitamin B1 (0.000),
Vitamin B2 (0002), Vitamin B6 (0.000), Magnesium (0000) and Calcium (0000). As for the
nutrient intake of the most dominant influence of premenstrual syndrome is vitamin B1, a student
who has a sufficient intake of vitamin B1 has a 61 times lower risk of experiencing premenstrual
syndrome compared with students who are deficient, Premenstrual syndrome is a group of symptoms that is felt 7-10 days before the menstrual cycle,
which is often perceived symptoms are changes in mood, muscle pain, food carving and many
more. Design study in this research used cross-sectional with sampling technique used is the
census, so the respondents of this study are all female students enrolled in the course nutrition of
force from 2011 to 2013. From this study it can be seen that most of the FKM UI student
Nutritional deficiency of micronutrients, while the test results the relationship between nutrient
intake with premenstrual syndrome reveals some nutrient intake had significant results with
premenstrual syndrome, namely, Proteins (0047), Vitamin A (0014), Vitamin B1 (0.000),
Vitamin B2 (0002), Vitamin B6 (0.000), Magnesium (0000) and Calcium (0000). As for the
nutrient intake of the most dominant influence of premenstrual syndrome is vitamin B1, a student
who has a sufficient intake of vitamin B1 has a 61 times lower risk of experiencing premenstrual
syndrome compared with students who are deficient]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destyana
"Siswa perempuan cenderung memiliki tingkat stres yang tinggi, selain itu sebagian besar siswa perempuan juga mengalami gejala premenstrual syndrome (PMS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan hubungan antara stres akademik dan PMS pada mahasiswa tingkat akhir di Universitas Indonesia. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan sampel 356 mahasiswi melalui pengumpulan data online dengan angket Student-life Stress Inventory (SSI) dan Premenstrual Syndrome Scales (PMSS) serta analisis data kategorik. Stres akademik pada mahasiswi pada tahun terakhir cenderung memiliki tingkat stres atau derajat berat yang tinggi. Selain itu, sebagian besar siswi mengalami PMS sedang dan berat. Ada hubungan positif yang kuat antara stres akademik dan sindrom pramenstruasi pada mahasiswa program sarjana reguler di Universitas Indonesia (r = 0,765) (p <0,05). Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang stres akademik dan gejala sindrom pramenstruasi serta cara menanganinya. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengukur faktor-faktor lain yang mempengaruhi stres dan PMS seperti latar belakang keluarga, tingkat ekonomi, religiusitas, dan koping pada mahasiswi.

Female students tend to have high stress levels, besides that most female students also experience symptoms of premenstrual syndrome (PMS). This study aims to determine the prevalence and relationship between academic stress and PMS in final year students at the University of Indonesia. The research design was cross sectional with a sample of 356 female students through online data collection using a Student-life Stress Inventory (SSI) questionnaire and Premenstrual Syndrome Scales (PMSS) and categorical data analysis. Academic stress in female students in the last year tends to have a high level of stress or degree of weight. In addition, most of the students experienced moderate and severe PMS. There is a strong positive relationship between academic stress and premenstrual syndrome in regular undergraduate students at the University of Indonesia (r = 0.765) (p <0.05). Students can increase knowledge about academic stress and symptoms of premenstrual syndrome and how to deal with it. Future research is expected to measure other factors that influence stress and PMS such as family background, economic level, religiosity, and coping in female students."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rahmah Safitri
"ABSTRAK
Seiring perkembangan zaman, tuntutan terhadap mahasiswi semakin besar seperti nilai dan kegiatan perkuliahan yang menyita waktu serta tuntutan beradaptasi dengan lingkungan pergaulan menyebabkan mahasiswi rentan mengalami stres, gangguan asupan makanan, ataupun kelelahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga keseimbangan hormon dalam tubuh terganggu yang akibatnya mengganggu kerja tubuh seperti sistem reproduksi. Gangguan pada sistem reproduksi yang sering dirasakan oleh mahasiswi salah satunya siklus menstruasi yang tidak teratur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan siklus menstruasi pada mahasiswi tiga fakultas terpilih di Universitas Indonesia.Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain crosssectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2015 di Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia, dengan jumlah sampel sebanyak 155 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner dan pengukuran antropometri serta analisisnya menggunakan uji chi-squareuntuk melihat hubungan antar variabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 58,7% responden memiliki siklus menstruasi tidak teratur. Uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara persen lemak tubuh danstres dengan siklus menstruasi.Mahasiswi yang mengalami siklus menstruasi tidak teratur diharapkan dapat segera berkonsultasi ke pelayanan kesehatan agar dapat segera diketahui penyebabnya serta jika ada masalah kesehatan reproduksi dapat segera terdeteksi dan ditanggulangi.

ABSTRACT
College student has greater demands such as scores and activities in campus as well as adapting to the demands of the social environment cause the female college student susceptible to stress, food intake disorders, or fatigue in performing daily activities, so that the balance of hormones in the body which consequently disrupted, so can disrupt the body workingsuch as the reproductive system. Disorders of the reproductive system is often perceived by the female college student with irregular menstrual cycle.
This study aims to determine factors related to the menstrual cycle in female college student at three facultiesof Universitas Indonesia. The design used in this study is quantitative research with cross sectional design. The research was conducted in April-May 2015 in Clusterof Health Science Building, Universitas Indonesia, with a total sample of 155 people. Data collected through questionnaires and anthropometric measurements and analysis using the chi-square test to find out the relationship between variables.
The results showed that 58.7% of respondents have irregular menstrual cycles. Statistical test showed a significant relationship between percent body fat and stress with the menstrual cycle. Female college student with irregular menstrual cycles are expected to immediately consult with doctors so that can be addressed and if there is a problem of reproductive health can be immediately detected.
"
2015
S60237
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sella Devita
"Sindrom pramenstruasi merupakan kumpulan gejala yang muncul pada fase luteal yang menyebabkan ketidaknyamanan serta penurunan kualitas hidup. Salah satu faktor yang mempengaruhi keluhan sindrom pramenstruasi adalah aktivitas fisik. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan skor aktivitas fisik dengan keluhan sindrom pramenstruasi. Sampel penelitian adalah 104 anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Indonesia. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik Baecke dan Shortened Premenstrual Assessment Form. Hasil penelitian menunjukkan sebagian kecil mahasiswi mengalami sindrom pramenstruasi serta tidak ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik total dan sindrom pramenstruasi, namun terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik olahraga dan sindrom pramenstruasi (r=- 0,230, p=0,019). Mahasiswi disarankan untuk melakukan aktivitas olahraga yang cukup dan teratur untuk mengurangi keluhan sindrom pramenstruasi.

Premenstrual syndrome is the symptom which occurs in the luteal phase and cause discomfort and decrease life quality. One of the factors which contribute to premenstrual syndrome is physical activity. The purpose of this study was to determine the correlation between physical activities score and premenstrual syndrome. A sample of this study was 104 members of Unit of Student Activities. Data were collected using Shortened Premenstrual Assessment Form and Baecke physical activity questionnaire. The result showed a small number of students had premenstrual syndrome and there were no significant correlation between total physical activities and premenstrual syndrome, but there was a significant correlation between sport and premenstrual syndrome (r=-0,230; p=0,019). This study encourages students to do sport regularly and sufficiently to decrease premenstrual syndrome.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
S61126
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auliya Nanda Susmita
"Kualitas tidur dan tingkat stres merupakan aspek penting kesehatan mahasiswa, yang berpotensi dipengaruhi salah satunya oleh siklus menstruasi. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara tingkat stres dan siklus menstruasi  dengan kualitas tidur pada mahasiswa S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia tahun 2024 menggunakan desain cross-sectional dengan sampel 167 mahasiswa yang dipilih secara simple random sampling dari populasi 1070 mahasiswi. Data dikumpulkan melalui kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk kualitas tidur, Perceived Stress Scale (PSS-10) untuk tingkat stres, dan kuesioner menstruasi  secara online, kemudian dianalisis dengan uji Chi-Square dan korelasi Spearman menggunakan SPSS. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswi memiliki kualitas tidur buruk (81,2%) dan tingkat stres sedang (88,6%). Dengan siklus menstruasi yang normal pada seluruh responden. Analisis Chi-square menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara tingkat stres dengan kualitas tidur (p-value = 0,347), antara tingkat stres dengan siklus menstruasi (p-value = 0,206), dan juga kualitas tidur dengan siklus menstruasi (p-value = 0,423). Namun, uji korelasi Spearman menunjukkan hubungan negatif yang lemah namun signifikan secara statistik antara tingkat stres dan siklus menstruasi (korelasi = -0,170, p = 0,028), serta antara kualitas tidur dan siklus menstruasi (korelasi = -0,155, p = 0,04). Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan tingkat stres dan penurunan kualitas tidur berhubungan dengan perubahan pada siklus menstruasi, meskipun kekuatan hubungan tergolong lemah. Penelitian ini memberikan gambaran awal mengenai interaksi antara stres, kualitas tidur, dan siklus menstruasi, yang menekankan pentingnya menjaga kesehatan mental dan pola tidur untuk mendukung kesehatan reproduksi mahasiswi, meskipun keterbatasan jumlah sampel dan metode survei online dapat memengaruhi hasil.  Penelitian lanjutan dengan desain yang lebih komprehensif disarankan untuk memvalidasi temuan ini.

Sleep quality and stress levels are essential aspects of student health, potentially influenced by the menstrual cycle. This study aims to analyze the relationship between stress levels and sleep quality based on the menstrual cycle in undergraduate students of the Faculty of Public Health, University of Indonesia in 2024. The study used a cross-sectional design with a sample of 167 students selected by simple random sampling from a population of 1070 female students. Data were collected through the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire for sleep quality, the Perceived Stress Scale (PSS-10) for stress levels, and an online menstrual questionnaire, then analyzed using the Chi-Square test and Spearman correlation using SPSS. The results of the descriptive analysis showed that the majority of female students had poor sleep quality (81.2%) and moderate stress levels (88.6%). With a normal menstrual cycle in all respondents. Chi-square analysis showed no significant relationship between stress levels and sleep quality (p-value = 0.347), between stress levels and the menstrual cycle (p-value = 0.206), and also sleep quality with the menstrual cycle (p-value = 0.423). However, Spearman's correlation test showed a weak but statistically significant negative relationship between stress level and menstrual cycle (correlation = -0.170, p = 0.028), and between sleep quality and menstrual cycle (correlation = -0.155, p = 0.04). These results indicate that increased stress level and decreased sleep quality are associated with changes in menstrual cycle, although the strength of the relationship is relatively weak. This study provides an initial overview of the interaction between stress, sleep quality, and menstrual cycle, emphasizing the importance of maintaining mental health and sleep patterns to support female students' reproductive health, although the limited number of samples and online survey method may affect the results. Further research with a more comprehensive design is recommended to validate these findings."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indinesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auliya Nanda Susmita
"Kualitas tidur dan tingkat stres merupakan aspek penting kesehatan mahasiswa, yang berpotensi dipengaruhi salah satunya oleh siklus menstruasi. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara tingkat stres dan siklus menstruasi  dengan kualitas tidur pada mahasiswa S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia tahun 2024 menggunakan desain cross-sectional dengan sampel 167 mahasiswa yang dipilih secara simple random sampling dari populasi 1070 mahasiswi. Data dikumpulkan melalui kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk kualitas tidur, Perceived Stress Scale (PSS-10) untuk tingkat stres, dan kuesioner menstruasi  secara online, kemudian dianalisis dengan uji Chi-Square dan korelasi Spearman menggunakan SPSS. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswi memiliki kualitas tidur buruk (81,2%) dan tingkat stres sedang (88,6%). Dengan siklus menstruasi yang normal pada seluruh responden. Analisis Chi-square menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara tingkat stres dengan kualitas tidur (p-value = 0,347), antara tingkat stres dengan siklus menstruasi (p-value = 0,206), dan juga kualitas tidur dengan siklus menstruasi (p-value = 0,423). Namun, uji korelasi Spearman menunjukkan hubungan negatif yang lemah namun signifikan secara statistik antara tingkat stres dan siklus menstruasi (korelasi = -0,170, p = 0,028), serta antara kualitas tidur dan siklus menstruasi (korelasi = -0,155, p = 0,04). Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan tingkat stres dan penurunan kualitas tidur berhubungan dengan perubahan pada siklus menstruasi, meskipun kekuatan hubungan tergolong lemah. Penelitian ini memberikan gambaran awal mengenai interaksi antara stres, kualitas tidur, dan siklus menstruasi, yang menekankan pentingnya menjaga kesehatan mental dan pola tidur untuk mendukung kesehatan reproduksi mahasiswi, meskipun keterbatasan jumlah sampel dan metode survei online dapat memengaruhi hasil.  Penelitian lanjutan dengan desain yang lebih komprehensif disarankan untuk memvalidasi temuan ini.

Sleep quality and stress levels are essential aspects of student health, potentially influenced by the menstrual cycle. This study aims to analyze the relationship between stress levels and sleep quality based on the menstrual cycle in undergraduate students of the Faculty of Public Health, University of Indonesia in 2024. The study used a cross-sectional design with a sample of 167 students selected by simple random sampling from a population of 1070 female students. Data were collected through the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire for sleep quality, the Perceived Stress Scale (PSS-10) for stress levels, and an online menstrual questionnaire, then analyzed using the Chi-Square test and Spearman correlation using SPSS. The results of the descriptive analysis showed that the majority of female students had poor sleep quality (81.2%) and moderate stress levels (88.6%). With a normal menstrual cycle in all respondents. Chi-square analysis showed no significant relationship between stress levels and sleep quality (p-value = 0.347), between stress levels and the menstrual cycle (p-value = 0.206), and also sleep quality with the menstrual cycle (p-value = 0.423). However, Spearman's correlation test showed a weak but statistically significant negative relationship between stress level and menstrual cycle (correlation = -0.170, p = 0.028), and between sleep quality and menstrual cycle (correlation = -0.155, p = 0.04). These results indicate that increased stress level and decreased sleep quality are associated with changes in menstrual cycle, although the strength of the relationship is relatively weak. This study provides an initial overview of the interaction between stress, sleep quality, and menstrual cycle, emphasizing the importance of maintaining mental health and sleep patterns to support female students' reproductive health, although the limited number of samples and online survey method may affect the results. Further research with a more comprehensive design is recommended to validate these findings."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indinesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Egi Priyenti Andreani
"ABSTRAK
Angka kejadian sindrom pramenstruasi pada perempuan usia reproduksi cukup tinggi. Namun, penyebab pasti dari sindrom pramenstruasi masih belum diketahui secara pasti. Salah satu faktor yang dikatakan berpengaruh terhadap sindrom pramenstruasi adalah diet. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan pola diet dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Desain penelitian adalah cross sectional dengan 101 sampel yang merupakan mahasiswi program sarjana reguler perwakilan dari setiap rumpun keilmuan di UI. Teknik pengambilan sampel adalah consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas mahasiswi memiliki pola diet kurang dan tidak ada hubungan antara pola diet dengan kejadian sindrom pramenstruasi (p=0,320). Diharapkan perawat dapat memberikan edukasi tentang pola diet sehat dan mahasiswi dapat meningkatkan derajat kesehatan dengan menerapkan pola diet sehat.

ABSTRAK
Prevalence of premenstrual syndrome (PMS) in women of reproductive age is quite high. The exact aetiology of PMS is not known precisely. One of the factors that may contribute to PMS is dietary pattern. This study aims to determine the correlation between dietary pattern and PMS incident. The study design was cross sectional with 101 regular undergraduate program students that representing each group of science in UI, using consecutive sampling method. The result showed that most of the students have poor diet and no relationship between dietary pattern and PMS incident (p=0,320). Hopely, nurses can provide education about healthy diet and student can improve health status by applying a healthy diet"
2016
S64995
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>