Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126179 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ida Rosida, supervisor
"Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia di samping sandang dan pangan, sehingga rumah harus sehat agar penghuninya dapat bekerja secara produktif. Konstruksi rumah dan lingkungannya yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko terjadinya penularan berbagai penyakit, khususnya penyakit yang berbasis lingkungan. Penularan tuberkulosis dalarn rumah dipengaruhi oleh kepadatan hunian, kualitas udara yang terkait dengan sistim perhawaan dan pencahayaan, perilaku dan higiene perorangan dan masuknya sinar matahari pagi. Mengingat sebagian besar penduduk di Indonesia termasuk golongan ekonomi menengah ke bawah yang kurang mampu membuat/membeli rumah yang memenuhi syarat kesehatan, maka penularan penyakit pernapasan mudah terjadi dalam rumah yang terlalu padat penghuninya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lingkungan fisik rumah terhadap terjadinya penularan tuberkulosis serumah di Kelurahan Petamburan Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat setelah dikontrol dengan pengaruh faktor-faktor lain seperti karakteristik individu penular dan karakteristik individu tertulariberpotensi tertular. Desain penelitian adalah kasus kontrol. Yang menjadi sampel kasus adalah semua anggota populasi kasus sebesar 75 rumah tangga. Sampel kontrol dipilih secara acak dari daftar rumah tangga yang tidak mengalami penularan tuberkulosis serumah sebesar 75 nunah tangga. Daftar dibuat berdasarkan data dari register TB 01 dan 03. Uji statistik yang digunakan adalah chi square.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada 8 variabel yang berhubungan dengan kejadian penularan tuberkulosis serumah yaitu pencahayaan kamar dengan OR sebesar 40,040, pengetahuan penular OR sebesar 9,318, status gizi penular OR sebesar 5,413, umur tertular OR sebesar 4,946, kepadatan hunian OR sebesar 4,781, lama kontak dengan penular OR sebesar 4,743, pendidikan tertular OR sebesar 4,655 dan umur penular dengan OR sebesar 3,966, Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel lingkungan fisik rumah yang paling berpengaruh terhadap kejadian penularan tuberkulosis serumah setelah dikontrol karakteristik individu penular tuberkulosis dan karakteristik individu tertulariberpotemi tertular tuberkulosis adalah pencahayaan kamar, pengetahuan penular, status gizi penular, umur tertular, kepadatan hunian, lama kontak dengan penular, pendidikan tertular dan umur penular. Adapun probabilitas untuk terjadinya penularan tuberkulosis serumah sebesar 99,8%.
Mencermati kondisi tersebut di atas disarankan kepada pemerintah agar meningkatkan program perbaikan perumahan dengan mengerahkan swadaya masyarakat .melalui pendekatan-pendekatan kepada tokoh masyarakat atau orang yang disegani/dipercaya dapat mempengaruhi masyarakat, penggunaan atap kaca sehingga cahaya matahari dapat langsung masuk ke dalam rumah, peningkatan status gizi masyarakat meliputi program PMT-ASI bagi ibu hamil/menyusui, PMT-AS bagi anak sekolah dan pemberian vitamin A path anak balita. Bagi masyarakat diharapkan untuk lebih ditingkatkan lagi kesadaran tentang pentingriya peningkatan gin keluarga, perilaku hidup bersih dan sehat serta berperilaku tidak merokok, tidak tidur sekamar dengan penderita tuberkulosis, membiasakan din untuk tidak meludah di sembarang tempat, membiasakan untuk menutup mulut bila battik atau bersin dalam rangka mencegah penularan tuberkulosis senimah dan menurunkan kasus tuberkulosis.

House is one of fundamental human need beside clothing and food, so house must be healthy in order family member can work productively. House and environment construction which do not fulfill a health requirement are risk factors of happening infection of various illness, especially illness based on environment. Tuberculosis infection at house is effected of dwelling density, air quality related to atmosphere system and illumination, behavior and individual hygiene and coming of morning sunshine. Regarding most of population in Indonesia are at middle economics to lower level which do not have much money to build a health standard house, hence infection of respiration illness is easy to happen at house which many dwellers.
This research purpose to know the effect of house physic environment by happening of tuberculosis infection at the same house of Petamburan, Tanah Abang in Center of Jakarta after it is controlled by effect of other factors such as contagion individual characteristic and contagious individual characteristic or infected potentially. This research used control case design. Case samples are all case population of 75 households. Control sample is selected by random sampling of household list which does not experience of tuberculosis infection at the same house of 75 households. List is made based on data of register TB 01 and 03. Statistic test which is used is chi square test.
Bivariate analysis result indicated that there were 8 variables related to tuberculosis infection case at the same house including room illumination OR = 40,040, contagion knowledge OR = 9,318, nutrition status of contagion OR = 5,413, contagion age OR= 4,946, dwelling density OR = 4,781, contact period of contagion OR = 4,743, contagion education OR = 4,655 and contagion age OR =3,966. Multivariate analysis result indicated variable of house physic environment which is most effect of tuberculosis contagious occurrence at the same house after controlling individual characteristic of contagion tuberculosis and individual characteristic of tuberculosis contagious or potential infected including room illumination, dwelling density, contagion age, nutrition status of contagion, contact period of contagion, contagion education, contagion age and contagion knowledge. Probability of happening tuberculosis infection at the same house was 99,8%.
Observing condition above, it was suggested to government to improve house repair program including giving self-supporting of public through approach to elite figure for repairing house, usage of glass roof so sunlight can come into house directly, improvement of public nutrition status including PMT-ASI program for suckle mother or mother, PMT-AS for schoolchild and giving of vitellarium at child of balita. For public is expected to be more is improved again awareness about the importance of improvement of gizi family, behavior of healthy and clean life and per me doesn't smoke, doesn't sleep as of room with tuberculosis patient, familiarizes not to spit on any place, accustoms to shut mouth if coughing or sneezing for the agenda of preventing infection of tuberculosis in the same house and reduces tuberculosis case.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34348
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Carla K.
"Latar belakang masalah adalah sesuai dengan tujuan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan yaitu Perbaikan mutu Lingkungan Hidup untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian, sedangkan kondisi perumahan di Jakarta masih banyak yang belum memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit antara lain penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang penularannya terjadi melalui udara.
Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya pengetahuan mengenai pengaruh lingkungan rumah terhadap terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut, khususnya mengenai pengaruh daripada: kepadatan penghuni, suhu, kelembaban, ventilasi, adanyan sumber penularan dalam rumah dan adanya sinar matahari dengan tidak lupa memperhatikan adanya pengaruh daripada lingkungan sosio-kultural yaitu tingkat pendidikan ibu dan tingkat sosio-ekonomi keluarga.
Adapun penelitian ini merupakan survei analitik, "Cross sectional study" yang didahului dengan survei pendahuluan untuk mengetahui jumlah populasi. Pemilihan sampel secara "cluster sampling" dan "simple random sampling". Penelitian di lapangan dilakukan dengan wawancara, pengamatan dan pengukuran-pengukuran. Analisa data dilakukan dengan komputer mempergunakan program statistik "Stat Pao" dan "SPSS/PC".
Kesimpulan yang diperoleh ialah dari faktor-faktor lingkungan fisik rumah berupa : kepadatan penghuni, suhu, kelembaban, ventilasi, sumber penularan dalam rumah dan adanya sinar matahari, yang jelas memperlihatkan pengaruh yang bermakna secara statistik terhadap kejadian ISPA pada balita ialah kelembaban, disamping faktor suhu dan tingkat sosio-ekonomi keluarga yang juga memperlihatkan adanya pengaruh yang bermakna secara statistik. Untuk penelitian yang akan datang konsep mengenai ventilasi, sumber penularan dalam rumah dan adanya sinar matahari sebaiknya dipertajam lagi. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tubagus Nabhan Zaki
"Penyediaan fasilitas pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah agar pelayanan pendidikan kepada warga kota dapat terpenuhi. Fasilitas tersebut terutama sekolah dasar dibangun pada area yang dekat dengan perumahan dan permukiman. Keberadaannya dirasakan tidak dimanfaatkan secara optimal jika ditinjau dari aspek lokasi, fasilitas dan kualitas. Penelitian ini bertujuan untuk enganalisis pengaruh lokasi, fasilitas dan kualitas sekolah terhadap minat masyarakat memanfaatkan sekolah dasar negeri di Kecamatan Tanah Abang Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode statistic dengan analisis regresi logistic biner. Analisis statistic digunakan untuk menganalisis pengaruh lokasi, fasilitas dan kualitas sekolah terhadap minat masyarakat memanfaatkan sekolah dasar negeri di Kecamatan Tanah Abang. Tehnik pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi yaitu melakukan peninjauan langsung ke lokasi penelitian, studi kepustakaan dilakukan guna memahami sejumlah teori yang berhubungan dengan tekhnis penelitian dan kuesioner penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data primer dari beberapa responden. Tekhnik analisis dan pengolahan data menggunakan perhitungan uji asosiasi antar variable kategorik, yang kemudian dilakukan analisis regresi logistic biner. Semua uji telah dilakukan dan memenuhi semua persyaratan. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi (jarak, keamanan), fasilitas (ruang perpustakaan dan fasilitas lapangan olah raga) dan kualitas sekolah (prestasi siswa) berpengaruh pada minat masyarakat untuk memanfaatkan sekolah dasar negeri di Kecamatan Tanah Abang.Implikasi dari penelitian ini adalah sekolah dasar negeri di wilayah Kecamatan Tanah Abang seharusnya diperbaiki dari segi lokasi, fasilitas dan kualitasnya. Dari sisi lokasi mungkin sulit dirubah karena sudah given, akan tetapi dari faktor pendukung lokasi seperti sarana jalan, trotoar, dan sebagainya diperlukan perbaikan agar siswa siswa memperoleh akses kemudahan menuju sekolah tersebut. Kemudian dari sisi fasilitas perlu dilengkapi sesuai kebutuhan masa kini, dan kualitas sekolah bisa ditingkatkan melalui perbaikan kualitas guru, sistem pengajaran, dan lain-lain. Sehingga keberadaan sekolah dasar negeri di wilayah ini perlu dipertahankan.

Organisation of educational facility is a responsibility of government to fulfill the educational service for urban people. The facility is mainly construction of elementary school in the area closes to housing and residential area. Its existence is not optimally used if observed from location, facility and quality aspects. This study is aimed at analyzing the influence of location, facility and quality of school in regard to interest of people to utilize the State Elementary School in the Sub-district of Tanah Abang In this study, the writer adopts statistic method by using binary logistic regression analysis. Statistic analysis is used to analyze impact of location, facility and quality of school in regard to interest of people to utilize the State Elementary School in the Sub-district of Tanah Abang. Data collection is made through observation namely performing direct observation to study location, literature study is made to understand a number of theories in relation to study technique and questionnaire of study in use to obtain primary data from some respondents. Analysis and data processing technique adopts calculation of categorical intervariable association test, and further binary logistic regression analysis is made. All tests are already made and fulfill all requirements. Analysis finding indicates that location (distance, safety), facilities (library room and sports hall facilities) and quality of school (student achievement) have a significant influence in regard to interest of people to utilize the State Elementary School in the Sub-district of Tanah Abang. Implication of this study is that the location, facility and quality aspects of the Elementary School in the Sub-district of Tanah Abang should be repaired. The location is probably difficult to change since it is already given, however the location supporting factors such as road facility, pavement, and so on need to be repaired for easy access of students to the school location. Meanwhile, the school facility needs to be completed according to current condition, and school quality could be improved through teachers' quality improvement, teaching system, and so forth. So that, the existence of the State Elementary School should be maintained."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 307.76 / 2008 (24)
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratry Chairunnisa
"Perkotaan seringkali menjadi tujuan migrasi, salah satu nya adalah DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Peningkatan jumlah penduduk seringkali tidak dapat terakomodasi dengan baik oleh kemampuan menyerap tenaga kerja sehingga banyak terdapat sektor informal yang tumbuh di Jakarta. Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat adalah salah satu pusat perkonomian terbesar di Jakarta, banyak sektor informal yang tumbuh disekitarnya termasuk pedagang kaki lima. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui migrasi pedagang kaki lima yang terkait daerah asalnya serta faktor-faktor dalam migrasi. Faktor tersebut adalah faktor pendorong dan faktor penarik yang menjadi alasan migran untuk bermigrasi dan berdagang ke Jakarta serta cara mengatasi hambatan dalam migrasi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial dan deskriptif.
Hasil yang di dapat adalah migran berasal dari 41 Kabupaten/Kota, sebagian besar dari Pulau Jawa. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa sebagian besar motif ekonomi yang menjadi faktor negatif di daerah asal yang mendorong untuk pindah, yaitu minimnya lapangan pekerjaan. Faktor positif paling dominan dari daerah tujuan yang menarik migran untuk pindah adalah motif sosial, yaitu adanya kerabat. Adapun faktor penghambat bagi pedagang dalam bermigrasi yaitu jarak, pertalian keluarga dan keinginan kembali ke daerah asal. Penghambat tersebut di atasi migran dengan mengirimkan uang ke daerah asal dan pulang ke daerah asal secara rutin.

Urban often to be a migration objectives, one of which is DKI Jakarta as a capital of country, Indonesia. Sometime, increasing number of people is not able to be accommodated well by the carrying capacity of labor force opportunities, so that many informal sectors are growing in Jakarta. Tanah Abang Market in Central Jakarta is one of the largest economic center in Jakarta, many informal sectors growing around, including sidewalk vendors. This study aims to identify activity of sidewalk vendor’s migration related with region of origin and the factors in doing migration as well. Those factors are the push and pull factors that could be the reason for migrants to do migration, become sidewalk vendors in Jakarta and how to overcome the barriers in migration. The analysis in this study is using spatial and descriptive analysis.
The result of this study mentions that migrants come from 41 districts or city, most of them from Java Island. In this study, the economic motives become a negative factor from region of origin to push migrant to move, there is no job in the origin. Social motives become positive factors in the destination to pull migrant to move, there is migrant's relatives in the destination. The barriers for the sidewalk vendor while migration, that is distance, family bonds, and the desire to return to their hometown. The barriers can be overcome by sending money home and going back hometown regularly.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55289
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Kusmawati
"ABSTRAK
Masalah perumahan merupakan salah satu fenomena kemiskinan yang paling menonjol di wilayah perkotaan. Untuk mengatasi masalah ini, Departemen Sosial menetapkan kebijakan sosial melalui Program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh (RSDK). Program RSDK ditujukan bagi keluarga berumah tidak layak huni di daerah kumuh. Permasalahan yang diungkap dalam tesis ini adalah (1) bagaimanakah kondisi perumahan dan lingkungan pemukiman KBS termasuk di dalamnya sarana dan prasarana sosial yang ada, (2) bagaimanakah pemahaman KBS tentang pola hidup sehat, (3) bagaimanakah kemampuan KBS dalam memanfaatkan sarana sosial tersebut. Untuk mengetahui hal ini, maka dilakukan penelitian evaluatif terhadap pelaksanaan program RSDK. Program RSDK dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis program dalam pengembangan masyarakat. Selanjutnya program RSDK diterapkan melalui proses yang berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya, dengan mempergunakan teknik-teknik pekerjaan sosial, karena diterapkan pada 5 RW yang merupakan satu kesatuan geografis.
Mengacu pada pemikiran Lippit (1958) tentang proses pengembangan masyarakat, maka pelaksanaan program RSDK dapat digambarkan sebagai berikut (a) tahap kontak antara warga masyarakat dengan lembaga/agen perubahan. Dalam program RSDK kontak yang terjadi adalah petugas pengembangan masyarakat mendatangi komunitas pada daerah yang menjadi sasarannya (b) tahap membentuk relasi perubahan, yaitu kegiatan Bimbingan Pengembangan Swadaya Sosial Masyarakat, yang berupa penyuluhan pengembangan motivasi perubahan (c) kegiatan kearah perubahan, yaitu proses pelaksanaan perbaikan perumahan dan lingkungan pemikiman (d) generalisasi dan stabilitasi perubahan. Generalisasi baru terlihat pada area dimana 24 KBS tinggal. Stabilisasi perubahan, yaitu perubahan tingkah laku/sikap hidup sehat, baru pada tahap awal (e) terminasi yang terjadi adalah terminasi program, sedangkan bimbingan perubahan nilai dan sikap diteruskan. Pelaksanaan program RSDK telah berhasil membantu perbaikan rumah sebanyak 23 orang dari 24 yang menjadi sasaran program. Peran petugas pengembangan masyarakat (PSK) adalah sebagai enabler yaitu petugas yang menerapkan alur pemikiran pelayanan sosial. Dalam mengadakan pendekatan dan bimbingan sosial PSK dibantu oleh kader sebagai PSM (Pekerja Sosial Masyarakat).
Hasil penelitian menggambarkan bahwa terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanaan program RSDK, yaitu : (1) persiapan sosial (social preparation) kurang menyentuh kelompok sasaran. (2) kurang efektifnya kelompok kerja dalam proses perbaikan rumah. Untuk mengatasinya disarankan (a) penyampaian materi pada kegiatan penyuluhan, baik mengenai kebijakan sosial sebagai salah satu bentuk teknologi sosial maupun materi lainnya yang berkaitan dengan permasalahan daerah kumuh, perlu disampaikan kedalam bahasa yang lebih sederhana, tidak menggunakan istilah-istilah yang masih asing dan sulit dipahami oleh Keluarga Bina Sosial (b) untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas pengembangan masyarakat(PSK) dalam pelaksanaan kegiatan, perlu memperoleh informasi yang mutakhir tentang kebijakan sosial dan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keterampilan yang dapat menunjang pelaksanaan tugas di lapangan."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Yulia Maritasari
"Obesitas merupakan keadaan kelebihan lemak tubuh yang abnormal dimana obesitas yang terjadi pada masa remaja meningkatkan risiko obesitas saat dewasa dan menimbulkan beberapa masalah kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan kejadian obesitas pada siswa di 2 SLTA Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat tahun 2015. Desain penelitian adalah cross sectional, pengambilan sampel menggunakan metode systematic random sampling, dan total sampel sebanyak 128 siswa. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan proporsi kejadian obesitas berdasarkan riwayat genetik (pvalue = 0,0001), durasi tidur (pvalue = 0,017), asupan energi (pvalue = 0,0001), asupan karbohidrat (pvalue = 0,001) dengan kejadian obesitas. Ada perbedaan proporsi kejadian obesitas berdasarkan asupan energi (pvalue = 0,006, OR = 9,64), riwayat genetik (pvalue = 0,001, OR = 5,83), asupan karbohidrat (pvalue=0,018, OR = 3,86), jenis kelamin (pvalue = 0,011, OR = 0,213) setelah dikontrol oleh variabel sarapan pagi, asupan protein, asupan lemak, sedentary behavior, dan stress, dimana asupan energi merupakan faktor dominan. Sebaiknya siswa harus mulai menerapkan pola makan gizi seimbang, dan pola tidur dengan durasi tidur 7 – 8 jam/hari, serta melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan secara berkala yaitu sebulan sekali.

Obesity is an occurrence of abnormal excessive body fat where obesity in adolescence age increases the risk of obesity in adult age and it could cause some health issues. This study aims to find the dominant factorof obesity occurrence to students in 2 High Schools in Sub-District Tanah Abang Central Jakarta in the year of 2015. The study design used is cross sectional, samples achieved by using the systematic random sampling with 128 students as total samples. Analysis of data includes univarate, bivariate, and multi variate analysis. The result of this study shows that there is a difference of obesity occurrence proportion based on genetic history (pvalue = 0,0001), sleep duration (pvalue = 0,017), energy intake (pvalue = 0,0001), carbohydrate intake (pvalue = 0,0001). There is a difference in obesity occurrence proportion based on energy intake (pvalue = 0,006, OR = 9,64), genetic history (pvalue = 0,001, OR = 5,83), carbohydrate intake (pvalue=0,018, OR = 3,86), gender (pvalue = 0,011, OR = 0,213) after control of variables of breakfast, protein intake, fat intake, sedentary behaviour and stress, where energy intake is a dominant factor. Students advised to start following the balanced diet and sleep of 7-8 hours/ day, and doing monthly body mass and height measurements."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muti Rowahani
"Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh penyuluhan gizi seimbang terhadap status gizi lansia. Desain penelitian menggunakan Pre Eksperimental One Group Pre Post-test. Responden dalam penelitian ini berjumlah 24 orang yang pemilihannya sesuai dengan kriteria pemilihan responden, yaitu berusia >60 tahun, mampu berdiri tegak, memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) >25,00 kg/m2, merupakan peserta aktif posyandu lansia, serta tidak tinggal di panti wredha. Responden diberikan penyuluhan dengan materi gizi seimbang oleh kader di posyandu lansia sebanyak 2 kali. Data karakteristik individu, pengetahuan, sikap, perilaku, dan asupan makan didapatkan melalui wawancara dengan responden menggunakan kuesioner dan formulir FFQ semi kuantitatif sedangkan data antropometri didapatkan melalui pengukuran secara langsung. Pengumpulan data dilakukan pada saat sebelum dan sesudah penyuluhan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan status gizi menjadi normal pada 20,8% responden dari gizi lebih sebanyak 100% pada saat sebelum penyuluhan. Untuk penelitian selanjutnya, diperlukan metode penyuluhan yang lebih baik untuk menilai pengaruh penyuluhan gizi seimbang terhadap status gizi lansia secara lebih mendalam.

The focus of this research was to assess the effect of balance nutrition counseling to elderly nutritional status. The research used Pre Experimental One Group Pre Post-test design. Total respondent was 24 persons who fulfilled the criteria such as age above 60 years, able to stand upright, has Body Mass Index (BMI) >25,00 kg/m2, an active participant in Posyandu Lansia, and not living in institutionalized elderly. Respondents were given counseling twice during research. Data of subject?s characteristics, knowledge, attitudes, practices, and nutrient intakes were collected through interview using questionnaire and FFQ semi quantitative form while data of body mass index were collected with anthropometry measurement. Data were collected before and after counseling.
The result showed a change in nutritional status from overweight and obesity into normal in 20,8% respondents. For the next research, better counseling methods are needed to assess the effect of balance nutrition counseling to elderly nutritional status more deeply.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Darwel
"TB paru masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia termasuk di Indonesia sebagai salah satu negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi. Menurut hasil Riskesdas 2007 prevalensi TB paru di Indonesia sebesar 400/100.000 penduduk sedangkan hasil Riskesdas 2010 sebesar 725/100.000 penduduk begitupun di Sumatera. Selain adanya sumber penular, kejadian TB paru juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan rumah (ventilasi, pencahayaan, lantai serta kepadatan hunian rumah). Rendahnya persentase rumah sehat diduga ikut memperbesar penularan TB paru di Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dengan kejadian TB paru di Sumatera berbeda berdasarkan faktor umur, jenis kelamin dan daerah tempat tinggal. Penelitian ini menggunakan disain studi potong lintang dengan sampel penelitian penduduk yang berumur diatas 15 tahun di Sumatera yang berjumlah 38.419 responden. Penderita TB paru didapatkan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan melalui pemeriksaan dahak atau rongten paru.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa faktor lingkungan fisik rumah yang berisiko terhadap kejadian TB paru di Sumatera adalah ventilasi rumah PR 1,314 (90% CI:1,034-1,670), pencahayaan PR 1,564 (90% CI:1,223-2,000) dan kepadatan hunian PR 1,029 (90% CI:0,798-1,327). Dari model akhir didapatkan bahwa hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian TB paru di Sumatera berbeda signifikan berdasarkan faktor umur dan jenis kelamin.

Pulmonary tuberculosis is still a major health problem in the world, including in Indonesia as a country with a high prevalence of pulmonary tuberculosis. According to the basic medical research in 2007 obtained prevalence of pulmonary tuberculosis in Indonesia for 400/100.000 population while the results in 2010 for 725/100.000 population as did the population in Sumatera. In addition to the transmitting source, the occurence of pulmonary tuberculosis is also influenced by house environmental factors (ventilation, lighting, flooring and density of residential houses). The low percentage of healthy homes contribute to the transmission of suspected pulmonary tuberculosis in Indonesia.
The purpose of this study was to determine whether the association of physical environmental conditions of the house with the occurence of pulmonary tuberculosis different by factors age, sex and area of residence in Sumatera. This study uses a cross-sectional study design with a sample of the study population over the age of 15 years in Sumatera, which amounted to 38,419 respondents. Patients with pulmonary tuberculosis diagnosis obtained by health professionals through the examination of sputum or lung rongten.
From the research found that the factor of the physical environment the home is at risk on the occurence of pulmonary tuberculosis in Sumatera is ventilated house PR 1.314 (90% CI :1.034,1.670), lighting PR 1.564 (90% CI :1.223,2.000) and the density of residential PR 1.029 (90% CI :0.798,1.327). From the final model was found that the relationship of the physical environment house with pulmonary tuberculosis occurence in Sumatera different significantly by age and gender.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2012
T30431
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Soenarto
"ABSTRAK
Arus urbanisasi yang masuk ke kota Jakarta dalam tiga dasawarsa terakhir ini dirasakan meningkat dengan pesat.. Sedangkan perencanaan kota Jakarta belum secara rinci tertata, di samping itu perangkat pengawasan pembangunan kota juga masih dirasakan kurang memadai. Ketiga hal tadi mengakibatkan tumbuhnya banyak kawasan tak terencana (unplanned area). Kawasan ini kekurangan fasilitas umum namun padat penduduknya, sehingga menjadi kawasan kumuh dan telah melampaui batas daya dukung lingkungannya.
Program perbaikan Kampung Proyek Muhamad Husni Thamrin merupakan upaya Pemerintah dalam menaikkan kualitas lingkungan yang telah cenderung menurun akhir-akhir ini serta meningkatkan pembangunan manusia seutuhnya. Dalam bidang sanitasi lingkungan, Pemerintah telah banyak membangun MCK.
Tujuannya adalah untuk mengkomunalkan sarana mandi, cuci, dan kakus agar limbahnya mudah dikendalikan dan pencemaran lingkungan dapat dibatasi, serta memudahkan pengadaan air bersih (PAM).Di samping itu juga untuk melestarikan budaya mandi bersama, seperti di daerah asal mereka.
Kawasan yang padat penduduknya, umumnya luas rumah di bawah luas hunian baku per jiwa. Hal ini mengakibatkan sulitnya mencari ruang untuk lokasi sumur maupun kakus. Kawasan itu terutama dihuni oleh warga masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang cenderung tidak dapat menyisihkan sebagian pendapatannya untuk membangun kakus atau kamar mandi sendiri. Apalagi mereka belum mendapatkan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan, yang mempunyai kaitan erat dengan kualitas air tanah.
Penelitian ini bersifat deskriptif, dilakukan pengamatan dan wawancara yang terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seberapa jauh pemanfaatan sarana komunal pembuangan tinja dan kaitannya dengan kepadatan, pendapatan, pembuangan limbah sabun serta pola penggunaan air.
Masalah pokok dalam penelitian ini adalah :
(i) Bagaimana warga masyarakat mengelola MCK untuk mencapai sasaran pembangunannya ? (ii) Apakah MCK yang dimaksud telah sesuai dengan upaya untuk peningkatan kesejahteraan warga masyarakat ?
Untuk itu dirumuskan suatu hipotesis bahwa
1. Pola pemanfaatan sarana komunal pembuangan tinja akan bermanfaat apabila berada di tengah lingkungan permukiman yang padat dan masyarakat berpenghasilan rendah.
2. Pola pembuangan limbah sabun tidak akan berbeda antara sebelum dengan setelah pembangunan MCK.
3. Pola pengambilan air tanah dangkal oleh penduduk akan berbeda antara sebelum dengan setelah pembangunan MCK. Hipotesis dimaksud perlu diuji dan dianalisis secara statistik.dengan menggunakan Chi-square, guna membuktikan kebenaran hipotesis dimaksud.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (i) dari 19 MCK yang diteliti telah dapat dimanfaatkan oleh warga masyarakat; (ii) tingkat kepadatan, tingkat pendapatan serta tingkat pendidikan warga masyarakat di sekeliling MCK mempengaruhi pemanfaatan aarana komunal pembuangan tinja; (iii) tingkat pendidikan dan penghasilan warga masyarakat mempengaruhi pengambilan air tanah dangkal, tetapi tidak berpengaruh terhadap kebutuhan akan kakus perorangan; (iv) adanya MCK tidak mempengaruhi pengadaan sumur pampa disekelilingnya serta tidak mengurangi pencemaran air permukaan akibat pembuangan limbah sabun.
Hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pembuatan MCK telah menunjukkan hasilguna walaupun belum berdayaguna secara optimal. Untuk mendapatkan dayaguna yang optimal dirasakan perlu untuk meninjau kembali rancang bangun MCK dan mengajak masyarakat ikut berperan serta dalam rekayasanya. Selain itu perlu dilakukan penelitian tentang rekayasa tangki terpadu untuk menampung limbah sabun dan tinja. Upaya ini bertujuan mencari alternatif mengurangi dan menghilangkan pencemarannya terhadap air permukaan dan lingkungan hidup.

ABSTRACT
The very rapid growth of the Jakarta population within the last three decades necessitates solutions to accommodate them in the form of decent settlement including infrastructure and new employments. However, appropriate detailed city planning is not yet available. Those factors led to unplanned accommodations in areas lacking in public facilities. Hence, it became densely populated areas and finally degraded into slum area that had exceeded its carrying capacity.
The Jakarta city government had introduced Kampung Improvement Program (KIP), as one of a number of activities for improving the deteriorating environmental quality in the slum areas and for the improvement of total human development. In the sector of environmental sanitation, a lot of public latrines (MCK's) have already been built, both by the Municipal Government of DKI Jakarta and by self-help of the community.
The objectives of these MCKs is to communalize public bathing, washing and toilet facilities under one roof and also localizing human and detergent waste disposal to mini mite ground water and soil pollution. The MCK's have been provided with treated water and also used as a place for communication with one another by all users of the facility.
At the densely populated slum area, the floors of most of the houses are below the standard. That is why it is hard to find an open space to build a sanitary latrine and to install a shallow well pump. This slum area is inhabited by the low-income people, so they are not able to save part of their income to build a toilet, and also unable to install a private shallow well pump. They have not got any health education concerning environmental sanitation including ground water quality.
This research was done to gather information on the correlation between usage of communal human waste disposal and the population characteristics, level of spatial density, income and formal education, detergent waste and pattern of water usage by the people_
Main research problems investigated are: (i) how the slum dwellers manage the MCKs in order to achieve the objective? (ii) Whether the MCK are appropriate for the improvement welfare of the slum dwellers ?
Based on those problems, the research hypotheses were formulated as follows:
1. Usage of the MCKs can be obtained and optimal zed, if the MCKs were placed around houses of those with low income.
2. There is no difference in the condition of deter-gent waste, before and after the MCKs were built.
3. There were differences concerning the pattern of surface water use by the slum dwellers before and after the MCKs were built.
This research is designed as a descriptive research. Primary data were gathered using structured questionnaire from those people who are using the 19 MCKs located in Kelurahan Petamburan, the administrative area of Central Jakarta. Analysis were done statistically using the Chi-square methods to test the above mentioned hypotheses.
Several important results of the analysis, were as follows:
1. The 19 MCKs had fulfilled their objective, based on the answers from the majority of respondents, who had expressed satisfaction in using the MCKs.
2. The level of MCK's usage was affect by the spatial density and their level of formal education and in-come.
3. Exploitation of groundwater was affect by the level of income and formal education of the slum dwellers.
4. Needs for private toilets were not affect by the level of income and formal education of the dwellers.
5. The existence of the MCKs had not affected the building of the well around the MCKs.
6. The existence of the MCKs didn't affect groundwater pollution caused by detergent waste.
In general, the results of the research analysis indicated that the MCK was very useful for the slum dweller. To obtain the optimum results, the MCK still needs improvement in its design. In this matter, more involvement of the slum dwellers as MCK`s users is required in the design phase which would be a helpful input. To seek other alternatives in order to eliminate the groundwater pollution, further research is needed in the future on the design of tanks for both the detergent waste and human feces container.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utami Andayani
"Sungai sejak bertahun-tahun Iamanya telah menjadi tempat penampungan berbagai bahan buangan, yang paling berbahaya adalah bahan buangan anorganik, karena umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila limbah ini dapat masuk ke dalam perairan, maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam dalam air. Air yang mengandung ion-ion logam tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia dan tidak dapat dimanfaatkan bagi peruntukan apapun, termasuk air rninum.
Sayuran merupakan salah satu bahan pangan yang relatif murah dan dikonsumsi secara Iuas. Dari beragam jenis sayuran yang dijual di wilayah DKI Jakarta, di antaranya berasal dari bantaran sungai yang telah tercemar. Kangkung merupakan tanaman sayur yang cukup banyak diminati masyarakat yang berdomisili di Jakarta Pusat, karena memiliki rata-rata produksi yang tinggi dibandingkan dengan komoditi sayur lain seperti bayam dan sawi. Sempadan Sungai Ciliwung bagian hilir di Kelurahan Kebon Kacang, Kecamatan Tanah Abang sering digunakan sebagai kawasan sungai untuk menanam kangkung dan daerah tersebut memiliki jumlah penduduk sangat padat.
Permasalahan mengenai lingkungan semakin terasa seiring dengan dirubahnya kawasan hutan lindung menjadi kawasan permukiman dan persawahan atau penyedia pangan lainnya. Permasalahan akan menjadi lebih kompleks dengan terjadinya pencemaran air oleh limbah domestik maupun industri.
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan melalui pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana kandungan timbal dalam kangkung di sempadan Sungai Ciliwung; dan bagaimana faktor sosial ekonomi petani penggarap mempengaruhi pengelolaan sayur kangkung di sempadan Sungai Ciliwung.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kandungan timbal (Pb) pada daun kangkung yang ditanam di sempadan Sungai Ciliwung, sebagai dampak penggunaannya menjadi lahan pertanian dan faktor sosial ekonomi petani penggarap. Hasi1 penelitian diharapkan berguna bagi petani penggarap, pedagang, dan konsumen sayur untuk memperoleh informasi mengenai umur tanaman yang dapat dipanen dan jarak lokasi tanaman kangkung dari tepi sungai yang paling sedikit mengandung timbal. Selain itu, bagi Pemerintah Daerah DKI Jakarta, khususnya Suku Dinas Pertanian Jakarta Pusat, dapat menggunakan informasi ini untuk mengelola kawasan tersebut.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah kandungan timbal tertinggi dalam daun kangkung yang ditanam pada jarak terdekat dari sempadan sungai dan makin tua umur tanaman kangkung, makin tinggi kandungan timbal.
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dan survei deskriptif. Penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui kandungan timbal dalam daun kangkung dan penelitian survei deskriptif untuk mengetahui kondisi sosial dan ekonomi petani penggarap tanaman kangkung.
Penelitian dilakukan di lokasi pertanian kangkung di kawasan sempadan Sungai Ciliwung bagian hilir yang secara administratif termasuk Kelurahan Kebon Kacang, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dilaksanakan selama tiga bulan, dari bulan Mei sampai Juli 2001 yang meliputi survei pendahuluan selama satu bulan, kegiatan penanaman dan pengambilan contoh selama satu bulan, dan analisis di laboratorium selama satu bulan.
Parameter yang diukur dalam penelitian eksperimen adalah kandungan timbal dalam daun kangkung. Tanaman kangkung yang dicabut untuk diukur kandungan timbal pada daun, adalah tanaman kangkung umur 7, 17 dan 25 had setelah tanam kemudian ditanam pada lokasi' berjarak 10 meter, 20 meter dan 30 meter dari tepi sungai. Sedangkan untuk pengambilan data sosial ekonomi dilakukan secara purposive dan berdasarkan kesediaan menjadi responden, sehingga hanya dilakukan pada lima (5) orang petani penggarap yang melakukan usahatani kangkung di sempadan sungai.
Jenis data yang dikumpulkan ada dua jenis, yaitu: data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan berpedoman pada suatu daftar pertanyaan (kuesioner) dan juga dilakukan pengamatan langsung (observasi) untuk melengkapi data primer. Analisis data yang digunakan adalah analisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Setelah dilakukan analisis contoh di laboratorium, maka dilakukan uji statistik terhadap data yang diperoleh untuk mengukur perbedaan tingkat kandungan timbal yang berasal dari ketiga petak yang berbeda jarak lokasi dan umur tanaman dengan menggunakan ANOVA dari program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 10.00.
Petani penggarap yang menjadi responden umumnya tidak mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI Jakarta dan berasal dari sekitar Bogor. Umur rata-rata responden adalah 40 tahun, dengan kisaran antara 30 sampai 60 tahun dan memiliki tingkat pendidikan umumnya tamat Sekolah Dasar. Alasan responden melakukan usahanya di kawasan sempadan sungai, karena tidak memiliki lahan untuk bercocok tanam dan tidak memiliki pekerjaan lain, yang sesuai. Sebagian responden tidak memiliki pekerjaan tambahan, namun ada juga yang mempunyai pekerjaan sambilan sebagai pedagang atau buruh.
Responden lebih memilih menanam kangkung karena panen lebih sering berhasil dibandingkan dengan menanam jenis sayuran lain, selain itu panen juga relatif pendek, hanya 25 hari. Komoditi kangkung paling mudah terjual dan dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat. Pendapatan yang diperoleh responden dari sekali panen, besarnya mencapai Rp 300.000,- sampai Rp 350.000,- dengan masa panen antara 25 sampai 27 hari.
Kandungan timbal dalam daun kangkung berumur 7 hari tidak diperhitungkan, karena jumlahnya sangat kecil yaitu < 0,2 ppm. Untuk kandungan timbal dalam daun kangkung yang berumur 17 hari setelah tanam (2,33 ppm) dengan daun kangkung yang berumur 25 had, setelah tanam (2,58 ppm) pada jarak tanam 10 meter dari tepi sungai menunjukkan adanya perbedaan yang berarti. Namun, tidak demikian halnya untuk kangkung berumur 17 hari setelah tanam (1,5 ppm) dengan kangkung berumur 25 hari setelah tanam pada jarak tanam 20 meter dari tepi sungai (0,93 ppm) dimana tidak ditemukan perbedaan yang cukup signifikan. Untuk kadar Pb antara kangkung berumur 17 hari setelah tanam (0,93 ppm) dengan kangkung berumur 25 hari setelah tanam (1,55 ppm) pada jarak 30 meter dari tepi sungai juga ditemukan tidak adanya perbedaan. Berard dapat disimpulkan, hanya untuk jarak 10 meter dari sempadan sungai, makin tua umur tanaman kangkung makin tinggi kandungan timbalnya.
Mengenai kadar Pb antara kangkung yang ditanam pada jarak 10 meter (2,33 ppm), 20meter (1,2 ppm) dan 30 meter (0,93 ppm) dari tepi sungai pada umur 17 hari setelah tanam terdapat adanya perbedaan. Demikian juga dengan kadar Pb pada umur 25 hari setelah tanam, untuk jarak 10 meter (2,58 ppm), 20 meter (0,93 ppm) dan 30 meter (1,55 ppm) ditemukan adanya perbedaan. Berarti dapat disimpulkan bahwa kandungan timbal tertinggi dimiliki oleh daun kangkung yang memiliki jarak terdekat dari sempadan sungai.

For years river has been the reservoir of various kinds of waste, the most dangerous ones being non-organic materials that generally comprise non-decomposable Matters that are not easily degraded by microorganism. If such waste is allowed to enter waterways, it will increase the level of lead ions in the water, Water containing lead ions is highly dangerous for human body and cannot be utilised for whatever purposes, including for drinking water.
Vegetables are relatively inexpensive food stuff that are widely consumed. Some of the various types of vegetables popularly sold within the DKI Jakarta region, originate from polluted riversides. Kangkung (ipomoea reptans Poir) is a popular vegetable plant among the population of Central Jakarta as it has an average high production compared with other vegetable commodities such as local spinach (bayam) and mustard greens (saws). The downstream riverside areas of Ciliwung at the Kelurahan (town council) of Kebon Kacang, Kecamatan (sub-district administration) of Tanah Abang, are often used for kangkung farmland. This area is also densely populated.
Environmental problems are increasingly felt along with the changing of conservation forest zones into residential areas and rice fields or other food supply areas. Problems will complicate further with the water pollution caused by domestic and industrial wastes.
The problems covered in this research is defined into the following questions: How far is the impact of the lead content in kangkung planted by the riversides of Ciliwung; and how do the social-economic factors of the kangkung farm labours affect the production process of kangkung by the riversides of Ciliwung?
The objectives of this research are to find out the lead (Pb) content in kangkung leafs planted by the riversides of Ciliwung, as the impact of the use of the area as farmland, and the social-economic factors of the farm labours. The finding of this research is expected to render benefits for vegetable working farmer, traders and consumers by providing information on the harvesting age of the plant and the ideal distance for kangkung plant from the riverside with the minimum lead content. Furthermore, the information gathered in this research may also be made use of by the Municipal Government of DKI Jakarta, especially the Agricultural Sub Bureau of the Central Jakarta in managing the riverside areas.
The hypothesis of this research is that the highest lead content level is found in kangkung leafs planted at the closest distance from the riversides, and the older the age of the kangkung plant is, the higher is the lead content level.
The methods used in this research were by experimental study and by descriptive survey. Experimental study was conducted to find out the lead content in kangkung leaf, whereas the descriptive survey was applied to find out the social-economic condition of kangkung farm labours.
This research was performed at the location of kangkung farmland in the downstream area of Ciliwung riversides administratively belonging to the Kelurahan of Kebon Kacang, Kecamatan of Tanah Abang, Central Jakarta. The research lasted three months, from May up to July 2001, comprising one month preliminary survey, one month planting and sampling, and one month laboratory analysis.
The measuring parameter used in this experimental research was the lead content level in kangkung leaf. Kangkung plant picked for the measuring of lead content in the leafs comprising those of 7, 17 and 25 days old after planting, that were planted at the location of 10, 20 and 30 meters distance from the riverside. The social-economic data collection was performed by purposive method and was based on the willingness of the respondents. As such, it was only taken from 5 farm labours who lived by planting kangkung by the riversides.
There were two types of data collected, namely: primary data and secondary data. Primary data were collected through interviews using questionnaires as a guideline, and through direct observation in completing the primary data. Data analysis was made using qualitative and quantitative methods. After laboratory analysis was completed, statistic test was made on the obtained data in order to measure the different levels of lead content originating from three planting patches of different distances from the riverside, with different plant ages, using ANOVA method of version 10.00 of Statistical Product and Service Solutions (SPSS) program.
Farm labours among the respondents generally did not have any DKI Jakarta citizen identity card, and most of them came from Bogor. The average age of the respondents were 40 years, ranging from 30 to 60 years old, having a general educational level of finishing elementary school. The reason of the respondents for farming by the riverside was that they did not have any land for farming and they did not have any other suitable work alternatives. Part of the respondents did not have any other additional work, however some did have sideline work as traders or labourers.
The respondents preferred planting kangkung as the harvest was more often successful compared with other vegetable crops, and the harvest took relatively shorter period of only 25 days. Kangkung as commodity sells best and is consumed by all levels of people. The respondents' income from one harvesting amounted to Rp. 300,000,- up to Rp. 350,000,- with harvesting period ranging from 25 to 27 days.
The lead content in kangkung leaf of 7 days old was not included in this research, since the level is relatively small being only <0.2 ppm. Significant difference was found in the lead content of kangkung leafs of 17 days old after planting (2.33 ppm) and those of 25 days old after planting (2.58 ppm), planted at a location of 10 meters from the riverside. However, there was no significant difference found in kangkung leafs of 17 days old after planting (1.5 ppm) and those of 25 days old after planting (0.93 ppm) planted on a location of 20 meters from the riverside. No difference was found in the Pb levels in kangkung leaf of 17 days old after planting (0.93 ppm) and in those of 25 days old after planting on a location of 30 meters from the riverside. Therefore, it may be concluded that with the planting location of only 10 meters from the riverside, the older the kangkung planting age is, the higher is the lead content level.
There are differences in the Pb levels between kangkung being planted on a location of 10 meters from the riverside (2.33 ppm), and those planted on a location of 20 meters from the riverside (1.5 ppm), and those on a location of 30 meters from the riverside (0.93 ppm) of 17 days old from planting. Similarly with the Pb levels of the plant at the age of 25 days after planting for planting locations of 10 meters (2.58 ppm), 20 meters (0.93 ppm) and 30 meters (1.55 ppm) from the riverside. It may be concluded that the highest lead content level is found in kangkung leaf planted at a closest distance from the riverside.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>