Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10256 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sormin, Ida P.
"Tujuan Mempelajari keterkaitan antara inflamasi dan resistensi insulin dengan gangguan biogenesis HDL yang menyebabkan rendahnya konsentrasi HDL. Metode Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan jumlah subyek 163 pria dewasa berusia 25-60 tahun dengan sindroma metabolik (kriteria IDF, 2005), tanpa gangguan fungsi hati dan ginjal. Penelitian ini dilakukan di Jakarta pada tahun 2007-2009. Indikator-indikator yang diukur adalah apolipoprotein A-1 (apoA-1), prebeta-1 HDL, cholesteryl ester transfer protein (CETP), kolesterol HD L, berat badan, tinggi badan, lingkar perut (LP), tekanan darah sistolik (TDS), tekanan darah diastolik (TDD), glukosa darah puasa (GDP), dan trigliserida serum. Rasio apoA-1/HDL-c diambil sebagai indikator maturasi HDL, sedangkan rasio CETP/HDL-c dan CETP/TG menunjukkan katabolisme HDL. high sensitivity-CRP (hsCRP), HOMA-IR digunakan sebagai indikator inflamasi dan resistensi insulin. Data dianalisis dengan menggunakan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa hsCRP berkorelasi positif dengan CETP (rs= 0,200, p= 0,042), dan rasio CETP/HDL-c (rs=0,188, p=0,013); HOMA-IR berkorelasi positif dengan rasio apoA-1/HDL-c (rs=0,190, p=0,016) dan berkorelasi negatif dengan rasio CETP/TG (rs= -0,162, p=0,04). Hasil analisis general linear model (GLM) menunjukkan hsCRP memiliki kontribusi terbesar terhadap rasio CETP/HDL-c, apoA-1, dan CETP (berturut-turut p= 0,009; 0,016; 0,054). Kesimpulan Penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan antara inflamasi dan resistensi insulin dengan gangguan biogenesis HDL pada pria dengan SM. Inflamasi berkaitan dengan peningkatan katabolisme kolesterol HDL, sedangkan resistensi insulin berkaitan dengan penurunan maturasi dan peningkatan katabolisme kolesterol HDL, yang akhirnya berkontribusi terhadap rendahnya konsentrasi kolesterol HDL. Inflamasi memiliki kontribusi yang lebih bermakna terhadap faktor biogenesis HDL daripada resistensi insulin.

Aim To find out the relationship between inflammation and insulin resistance with impaired HDL biogenesis that cause low HDL-c concentration Methods Using a cross-sectional design, this study involved 163 adult men, aged 25-60 years old with metabolic syndrome (IDF criteria, 2005), without liver and kidney dysfunction. This study was undertaken in Jakarta in the year 2007-2009. Measured indicators were serum apolipoprotein A-1 (apoA-1), prebeta-1 HDL, cholesteryl ester transfer protein (CETP), HDL cholesterol (HDL-c), body weight, height, waist circumference (WC), systolic blood pressure (SBP), diastolic blood pressure (DBP), fasting blood glucose (FBG), and triglyceride. The apoA-1/HDL-c ratios were taken as indicator of HDL maturation, whereas CETP/HDL-c and CETP/TG ratios were indicated HDL catabolism. high-sensitivity CRP (hsCRP) and HOMA-IR were taken as indicator of inflammation and insulin resistance, respectively. Data were analyzed by using univariate, bivariate, and multivariate analysis. Results Positive correlations were found between hsCRP and CETP (rs= 0.200, p= 0.042), and CETP/HDL-c ratios (rs= 0.188, p= 0.013). HOMA-IR positively correlated with apoA-1/HDL-c ratios (rs= 0.190, p= 0.016) and negatively correlated with the CETP/TG ratios (rs= -0.162, p= 0.04). Results of general linear model analysis showed that serum hsCRP concentration had the highest contribution to CETP/HDL-c ratios, apoA-1, dan CETP (p= 0.009; 0.016; 0.054, respectively). Conclusions Inflammation and insulin resistance related to dysfunction of HDL biogenesis in men with metabolic syndrome. The inflammation correlated with increased HDL catabolism, whereas the insulin resistance correlated with decreased HDL maturation and increased HDL catabolism. These may lead to low HDL-c concentration. Inflammation had higher contribution to HDL biogenesis factors than insulin resistance."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pietradewi Hartrianti
"Penggunaan film mukoadhesif dengan sifat fleksibel dan berpori yang diproduksi dari kitosan-N-asetil sistein sebagai sistem penghantaran insulin melalui rute bukal telah diteliti. Kitosan-N-asetil sistein (KNAC) didapatkan melalui reaksi antara kitosan dengan N-asetil sistein yang dimediasi karbodiimida. Hasil sintesis KNAC kemudian dikarakterisasi dalam hal jumlah gugus tiol, spektrum IR, serta kemampuan mengembang. KNAC tersebut kemudian dibuat menjadi sediaan film dengan metode solvent casting yang dilanjutkan dengan pengeringan beku. Film yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi morfologi permukaan film serta kekuatan dan waktu mukoadhesinya. Selain itu, pelepasan dan difusi insulin dari film kNAC juga dilaksanakan pada penelitian ini. Untuk membandingkan efek hipoglikemik in vivo, sejumlah tikus sehat diberikan film insulin KNAC secara bukal dengan injeksi insulin subkutan sebagai pembandingnya. Hasil dari sintesis KNAC menunjukkan kandungan gugus tiol bebas yang tinggi (423,28 ± 12,99 µmol per gram polimer) dengan kemampuan mengembang hingga 1,5 kali berat awalnya. Film dari KNAC yg disintesis menunjukkan gaya mukoadhesi dan waktu mukoadhesi secara berturut-turut hingga mencapai 1,25 kali dan 2,4 kali dibandingkan film kitosan yang tidak dimodifikasi (p<0.05, t-test). Hasil uji juga menunjukkan bahwa film KNAC dapat memberikan pelepasan dan difusi obat secara berturut-turut hingga 95 % dalam 30 menit dan 70 % dalam 3 jam. Film insulin KNAC yang diberikan melalui rute bukal mampu memberikan efek hipoglikemik hingga 65,46 % dari kadar gula darah awal. Selain itu, hasil availabilitas farmakologi dari film insulin KNAC terhadap injeksi insulin subkutan mencapai 18,91%. Sebagai kesimpulan, penelitian ini memberikan gambaran bahwa film kitosan-NAC memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pembawa dalam penghantaran bukal insulin dan makromolekul lainnya.

The development of a new porous and flexible mucoadhesive films based on chitosan-N-acetyl cysteine (Ch-NAC) for potential buccal delivery system of insulin was carried out in this study. Ch-NAC was synthesized from carbodiimide-mediated reaction between chitosan and N-acetyl cysteine. The obtained Ch-NAC was then characterized by determining the thiol group content, FT-IR spectra and swelling ability. The Ch-NAC was then prepared into insulincontaining film by a simple solvent casting method followed with subsequent freeze drying. The resulting film was then observed in terms of morphology and mucoadhesion properties. Moreover, the diffusion and release study of insulin from the Ch-NAC film was also studied. The hypoglycaemic effect of buccally administered insulin containing Ch-NAC film compared to subcutaneous insulin injection was then observed using healthy rats. The obtained Ch-NAC showed high free thiol group content (423,28 ± 12,99 µmol per gram polymer) and swelling ability up to 1.5 times its initial weight. The insulin-containing Ch-NAC films showed up to 1.25 and 2.4 times mucoadhesion force and mucoadhesion time compared to chitosan film as blanks, respectively (p<0.05, t-test). The Ch-NAC films were able to show sufficient diffusion of insulin up to 70 % within 3 hours and provide 95 % release of insulin within 30 minutes. The insulin-containg Ch-NAC films which were buccally administered reached hypoglycemic effect up to 65,46 % of initial blood glucose level. The insulin pharmacological availability of the buccally administered Ch-NAC films compared to subcutaneous injection were 18.91 %. These results suggested that Ch-NAC films were a promising carrier for buccal delivery of insulin and other macromolecules."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T29846
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aprivita Gayatri
"ABSTRAK
Latar Belakang. Disfungsi miokardiak subklinis merupakan salah satu konsekuensi berbahaya dari sindrom metabolik, dimana diduga disebabkan oleh resistensi insulin. Kelainan tersebut merupakan kondisi patologis awal, yang berisiko menimbulkan gagal jantung ke depannya. Melalui Two Dimensional-Speckle Tracking Echocardiography 2D-STE dengan parameter Global Longitudinal Strain GLS yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi, disfungsi miokardiak tersebut dapat dideteksi lebih dini. Tujuan Mengetahui hubungan antara resistensi insulin pada sindrom metabolik terhadap disfungsi sistolik VKi subklinis.Metode. Studi ini merupakan studi potong lintang, dengan menggunakan 483 datasekunder dari pegawai RS Jantung Harapan Kita. Dari total data, 119 subjek masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi, yang kemudian dilakukan pemeriksaan GLS.Subjek tersebut terbagi menjadi dua kelompok non resistensi insulin dan resistensi insulin berdasarkan nilai Homeostasis Model Assessment of Insulin Resistance HOMA-IR dengan nilai cut-off 2.0.Hasil. Terdapat perbedaan nilai GLS yang bermakna antara kelompok resistensi insulin dan non resistensi insulin rerata -18.3 SD 3.05 vs -19.7 2.2 , 95 IK -2.39 ndash; -0.37 , p=0.008 . Variabel resistensi insulin memiliki risiko terbesar diikuti variabel trigliserida adjusted OR 2.8, p=0.009 dan 2.4, p=0.03 secara berurutan terhadap disfungsi sistolik VKi subklinis pada sindrom metabolik. Kesimpulan. Resistensi insulin menunjukkan fungsi sistolik VKi yang lebihrendah secara signifikan yang dinyatakan dengan nilai GLS dibandingkan nonresistensi insulin pada sindrom metabolik. Resistensi insulin dan trigliserida adalah petanda independen disfungsi sistolik VKi subklinis diantara komponen sindrom metabolik lain.Kata kunci. resistensi insulin, HOMA-IR, disfungsi sistolik VKi subklinis, GLS,sindrom metabolik, trigliseridaABSTRACT
Background. Subclinical myocardial dysfunction is a dangerous consequence ofthe metabolic syndrome, which is thought to be caused by insulin resistance. Thedisorder is an early pathological condition, which poses a risk of heart failure in thefuture. Through Two Dimensional Speckle Tracking Echocardiography 2D STE with the Global Longitudinal Strain GLS parameters that have high sensitivityand specificity, these myocardial dysfunctions can be detected earlier.Objective. To determine the relationship between insulin resistance in metabolicsyndrome to subclinical left ventricle systolic dysfunction.Methods. A cross sectional study, using 483 secondary data from employees of theNational Heart Center of Harapan Kita. 119 subjects were included in the inclusionand exclusion criteria, which were performed 2D STE with GLS parameter. Thesubjects were divided into two groups of non insulin resistance and insulinresistance based on the value of Homeostasis Model Assessment of InsulinResistance HOMA IR with a cut off value of 2.0.Results. There were significant differences in GLS values between the insulinresistance group and non insulin resistance mean 18.3 SD 3.05 vs 19.7 2.2 ,95 CI 2.39 0.37 , p 0.008 . Insulin resistance have the greatest risk followedby triglyceride levels adjusted OR 2.8, p 0.009 and 2.4, p 0.03 respectively tosubclinical left ventricle systolic dysfunction in the metabolic syndrome.Conclusion. Insulin resistance showed a lower left ventricle systolic function asexpressed by GLS score significantly than non insulin resistance in the metabolicsyndrome. Insulin resistance and triglycerides are an independent marker ofsubclinical left ventricle systolic dysfunction among other components of themetabolic syndrome. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Callista Qonita Putri Nabila
"Latar belakang: Sindrom metabolik merupakan kumpulan gejala abnormalitas metabolik tubuh yang meliputi hipertensi, obesitas sentral, hiperglikemia, resistensi insulin, dan dislipidemia. Hal ini menurunkan kualitas hidup seseorang dan berdampak meningkatnya biaya pengobatan. Salah satu faktor risikonya adalah kebiasaan konsumsi produk instan tinggi fruktosa. Penelitian ini bertujuan membuktikan hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan dan/atau minuman yang mengandung fruktosa dengan terjadinya resistensi insulin yang bermanifestasi sindrom metabolik pada subjek di Posyandu Lansia Monjok Kota Mataram.
Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Pengambilan sampel ditetapkan secara consecutive sampling. Subjek penelitian sebanyak 48 orang berusia 45-90 tahun dari Posyandu Lansia Monjok. Data diperoleh dari wawancara subjek, Puskesmas Mataram, dan Posyandu Monjok. Asupan fruktosa dikumpulkan dengan metode food recall 24hour dan dinilai dengan software nutrisurvey. Resistensi insulin ditetapkan dengan metode TyG Index. Sindrom metabolik ditetapkan berdasarkan parameter National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP ATP III).
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 52.1% subjek di Posyandu Lansia Monjok Kota Mataram mengalami resistensi insulin dan 62.5% sindrom metabolik. Uji Chi-Square menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara kebiasaan konsumsi fruktosa dengan terjadinya resistensi insulin (p=0.000) dan sindrom metabolik (p=0.001).
Kesimpulan: Sebagian subjek di Posyandu Lansia Monjok Kota Mataram memiliki kebiasaan konsumsi tinggi fruktosa sehingga menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang bermanifestasi menjadi sindrom metabolik.

Introduction: Metabolic syndrome is a collection of symptoms of metabolic abnormalities, including hypertension, central obesity, hyperglycemia, insulin resistance, and dyslipidemia. This matter reduce a person’s quality of life and impact financially due to high treatment costs. One of the risk factors that trigger metabolic syndrome is the habit of consuming instant food or beverages that contain high fructose. This study aims to prove the relationship between the habit of consuming food and/or drinks containing fructose and the occurrence of insulin resistance manifesting metabolic syndrome among subjects at Monjok Elderly Integrated Healthcare Center Mataram.
Method: This study was cross-sectional. Sampling was determined using consecutive sampling. Subjects, as many as 48 people, aged 45-90 years form Monjok Elderly Integrated Healthcare Center Mataram. Data were obtained from subject interviews and data from Mataram Public Health Center and Monjok Integrated Healthcare Center. Fructose intake was collected using a 24-hour food recall method and assessed using NutriSurvey software. Insulin resistance was determined by the TyG Index method. Metabolic syndrome was determined based on the Adult Care Panel of the National Cholesterol Education Program III (NCEP ATP III).
Result: The results showed that 52.1% subjects at Monjok Elderly Integrated Healthcare Center experienced insulin resistance and 62.5% metabolic syndrome. The Chi-Square test showed a significant correlation between fructose consumption habits and the occurrence of insulin resistance (p=0.000) and metabolic syndrome (p=0.001).
Conclusion: Half of the subjects at Monjok Elderly Integrated Healthcare Center had a high fructose consumption habit that cause to insulin resistance manifesting metabolic syndrome.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Araminta Ramadhania
"ABSTRAK
Resistensi insulin adalah kondisi yang mendasari terjadinya diabetes melitus. Prevalensi diabetes melitus kian meningkat dari tahun ke tahun, termasuk di Indonesia. Proporsi penderita diabetes melitus ditemukan lebih tinggi pada perempuan. Perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan merupakan salah satu penyebab terjadinya resistensi insulin dan resistensi insulin ini dapat bertahan hingga masa postpartum. Laktasi serta nutrien salah satunya seng, dapat memengaruhi resistensi insulin. Penelitian dengan desain potong lintang ini bertujuan menilai kadar seng serum dan korelasinya dengan resistensi insulin pada ibu laktasi di Jakarta. Pengambilan subjek dilakukan di Puskesmas Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara dan Grogol Petamburan, Jakarta Barat pada bulan Februari-April 2019. Sebanyak 75 orang ibu laktasi pada 3-6 bulan postpartum yang berusia 20-40 tahun direkrut menjadi subjek penelitian ini. Sekitar 76% (n=57) subjek memiliki kadar seng rendah dengan rerata sebesar 62,33±11,89 µg/dL. Resistensi insulin dinilai dengan menggunakan HOMA-IR (homeostasis model assessment-insulin resistance). Median HOMA-IR adalah 0,54 (0,22-2,21). Sebanyak 13,3% (n=10) subjek diprediksi mengalami resistensi insulin. Dilakukan uji korelasi antara kadar seng serum dengan HOMA-IR. Tidak ditemukan adanya korelasi bermakna antara kadar seng serum dengan HOMA-IR (r=0,003, p=0,977).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Eka Prasetya
"Objektif : Untuk mengetahui asosiasi antara profil antropometri,
dan lipid dengan kejadian resistensi insulin pada subjek SOPK.
Latar belakang: Patofisiologi Hiperandrogen dan gangguan ovulasi pada SOPK
adalah resistensi insulin (RI) dan kondisi hiperinsulinemia. kondisi tersebut dapat
terjadi di ovarium dan kelenjar adrenal, kondisi ini dilaporkan terjadi pada 40%-
70% pada subjek SOPK, SOPK pengukuran golden standar dengan
Hyperinsulinaemic euglycaemic clamp technique,tehnik untuk menilai sekresi dan
resistensi insulin, namun tehnik tersebut kompleks serta membutuhkan
kemampuan ahli dan kurang tepat untuk praktik klinis. Penilaian Pengukuran
resistensi insulin pengganti dengan homeostatik model assessment insulin
resistance (HOMA-IR), disini digunakan titik potong 2,69. Subjek SOPK
sebagian besar memiliki profil antropometri yang abnormal lebih dari delapan
puluh persen (> 80%), dan dengan kondisi dislipidemia (> 70%), peneliti ingin
mengetahui asosiasi profil antropometri, lipid terhadap resistensi Insulin pada
SOPK.
Metodologi: Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari uji klinis DLBS
3233 yang selesai pada bulan juni 2019, analisis data tambahan dilakukan sejak
Juli-Desember 2019. Tempat pelaksanaan pengambilan sampel penelitian ini
adalah di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan Klinik Yasmin RSCM Kencana.
Dilakukan analisis asosiasi antaraprofil antropometri dan profil lipid terhadap
resistensi insulin.
Hasil : Didapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian resistensi
insulin pada subjek SOPK, pada profil antropometri didapatkan variabel lingkar
pinggang dan index masa tubuh berhubungan dengan kejadian resistensi insulin,
pada metabolik didapatkan variabel GD2PP, insulin puasa, LDL, Tigliserida
berhubungan dengan.Didapatkan bahwa variabel Trigliserida memiliki pengaruh
kuat pada resistensi insulin, dengan confounding faktor variabel IMT.
Kesimpulan : didapatkan profil antropometri IMT dan dan profil lipid
Trigliserida berhubungan dengan kejadian resistensi insulin di RSCM berdasarkan
gambaran profil pasien di RSCM.

Objective: To determine the association between anthropometric and lipid
profiles with the incidence of insulin resistance among PCOS subjects.
Background: Insulin resistance (IR) and hyperinsulinemia conditions is the
key of pathophysiology and ovulation disorders in PCOS. These conditions can
occur in the ovaries and adrenal glands, reported occur in 40%-70% among
PCOS subjects, golden standard measurement IR with hyperinsulinaemic
euglycaemic clamp technique, a technique to assess insulin secretion and
resistance, but the technique is complex and requires expert ability and not
appropriate for clinical practice. Assessment Measuring substitute insulin
resistance with a homeostatic insulin resistance assessment model (HOMA-IR),
we use cutoff point of 2.69. PCOS subjects mostly had an abnormal
anthropometric profile (> 80%), and with dyslipidemia (>70%), researchers
wanted to know the association of anthropometric profiles, lipids to Insulin
resistance in PCOS
Methodology: This study is a follow-up study of DLBS 3233 clinical trial
completed in June 2019, additional data analysis was carried out since July-December 2019. The place for conducting the sample collection was at
Dr.Cipto Mangunkusumo Hospital and Yasmin Clinic RSCM Kencana. An
association analysis was performed between anthropometric profiles and lipid
profiles on insulin resistance.
Result: Waist circumference and body mass index as antropometric factor
associated with insulin resistanc, 2 hour fasting glucose, fasting insulin, LDL,
triglycerida as lipid factor associated with insulin resistance in PCOS. It was
found that the triglyceride had a strong influence on insulin resistance, and
body mass index as confounding factor of insulin resistance in PCOS
Conclusions : Triglyceride and body mass index related to the incidence of
insulin resistance in RSCM based on the profile of patients in RSCM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Kevin Kyle
"Latar Belakang: Resistensi insulin adalah ketidaknormalan sel yang ada pada banyak gangguan metabolic, terutama diabetes tipe-2. Kondisi ini berkaitan erat dengan penurunan Insulin receptor substrate 1 (IRS-1.). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek dari alfa-mangostin (α-MG), senyawa aktif yang ada di kulit buah manggis, pada kemampuannya meningkatkan konsenstrasi IRS-1 pada jaringan hati tikus model resistensi insulin Metode: 36 tikus Sprague-Dawley dibagi ke dalam 6 kelompok; kelompok 1: control (diberikan diet normal selama 8 minggu), kelompok 2; control + alfa-mangostin 200 (200 mg/kg/hari), kelompok 3; resisten insulin (diberikan diet tinggi lemak dan gula selama 3 minggu dan diinjeksi dengan streptozotocin intra peritoneal dosis rendah pada minggu ke 3), kelompok 4: resisten insulin + metformin, kelompok 5: resisten insulin + alfa-mangostin 100, kelompok 6: resisten insulin + alfa-mangostin 200. Pada masing-masing kelompok dipilih 4 sampel secara acak yang kemudian dikorbankan setelah 8 minggu. Kemudian jaringan hati diambil, diisoloasi, dan di ukur konsentrasi IRS-1 menggunakan ELISA. Data yang didapat kemudian dianalisa menggunakan SPSS versi 26. Hasil: Analisis dilakukan dengan uji Welch’s ANOVA dan Games-Howell post hoc. Tidak ditemukan adanya perbedaan signifikan antara perbedaan konsentrasi IRS-1 hati pada kelompok 3 (resisten insulin) dan kelompok 5 dan 6 (α-ΜG 100, p = 1 (>0.05) dan α-MG 200, p = 0.677 (>0.05)). Kelompok 6 memiliki konsenstrasi IRS-1 lebih tinggi dari kelompok 5, meskipun tidak secara signifikan (p = 0.558, (>0.05)). Kesimpulan: Pemberian alpha-mangostin 100 mg dan 200 mg tidak dapat meningkatkan konsentrasi IRS-1 pada hati.

Background: Insulin resistance (IR) is an abnormal cellular mechanism that is present in various metabolic disorder, particularly type-2 diabetes mellitus. This condition is closely related to downregulation of Insulin Receptor Substrate-1 (IRS-1). T2DM ranks seventh highest cause of disability and ninth in mortality worldwide. This research project was conducted to provide further understanding on the effects of alpha- mangostin, a bioactive compound found in pericarp of mangosteen fruit, on its therapeutic effect by increasing hepatic IRS-1 concentration. Method: This experiment is done by analyzing hepatic IRS-1 concentration of 36 Sprague-Dawley rats that were divided into 6 groups; group 1: control (given 8 weeks of standard diet), group 2: control + α-ΜG 200 (200 mg/kg/day), group 3: IR (given high fat and high glucose diet for 3 weeks and injected by streptozotocin i.p at fourth week), group 4: IR + metformin 200, group 5: IR + α-ΜG 100, group 6: IR + α-ΜG 200. Through random sampling, 4 samples from each group are chosen and each sample’s hepatic IRS-1 are measured using ELISA method. Data analysis were done using SPSS software version 26. Result: The analysis done utilizing Welch’s ANOVA test with Games-Howell post hoc. No significant difference of IRS-1 concentration found between group 3 (IR) and group 5 (IR + α-MG 100, p = 1 (>0.05)) and group 6 (IR + α-MG 200, p = 0.558)). Group 6 (IR + α-MG 200, p = 0.558) shown to have a higher IRS-1 compared to group 5 (IR + α-MG 100) although not significant. Conclusion: Alpha-mangsotin administration unable to increase IRS-1 concentration in insulin resistant mouse."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny
"Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek suplementasi probiotik pada masa kanak-kanak terhadap indeks resistensi insulin pada masa remaja. Studi ini merupakan studi tindak lanjut tahun ke-10 dari uji klinis pemberian probiotik dan kalsium pada anak-anak yang tinggal di daerah sosioekonomi rendah di Jakarta Timur, yang diadakan pada bulan Januari hingga Maret 2019. Studi ini melibatkan 154 remaja berusia 11-17 tahun, yang terbagi menjadi 3 kelompok berdasarkan intervensi terdahulu (kalsium regular (KR) sebagai kelompok kontrol, kelompok reuteri, dan kelompok casei). Luaran utama berupa perbedaan resistensi insulin yang dinilai dengan homeostatic model assessment for insulin resistance (indeks HOMA-IR) diantara ketiga kelompok sesudah dilakukan penyesuaian terhadap faktor perancu, seperti usia, jenis kelamin, status pubertas, status nutrisi, aktivtas fisik, dan pola asupan makanan. Studi ini memperoleh karakteristik subjek tidak berbeda bermakna diantara kelompok KR, casei, dan reuteri. Pola asupan makanan subjek juga tidak berbeda bermakna diantara kelompok RC, casei, dan reuteri. Rerata indeks HOMA-IR pada kelompok casei, reuteri, dan KR berturut-turut adalah 3,5 ± 1,9; 3,2 ± 1,7; 3,2 ± 1,6. Rerata indeks HOMA-IR tidak berbeda bermakna diantara kelompok casei dan RC (mean differences (MD): 1,10 [95% CI: 0.9-1.33]), diantara kelompok reuteri dan RC (MD:0.99 [95% CI: 0.82-1.22]) sesudah penyesuaian terhadap usia, jenis kelamin, status gizi, asupan serat, dana asupan lemak. Suplementasi probiotik selama 6 bulan pada masa kanak-kanak diduga tidak memengaruhi indeks resistensi insulin pada masa remaja.

Objective: To investigate the effect of probiotic supplementation in the childhood toward insulin resistance index in adolescence.
Methods: This study was a 10-year follow-up study on probiotic and calcium trial in children living in low-socioeconomic urban area of East Jakarta between January and March 2019. This study involved 154 adolescents aged 11-17 years, divided into 3 groups based on previous intervention (regular calcium as a control group, reuteri group, and casei group). Primary outcome was differences in insulin resistance that measured by homeostatic model assessment for insulin resistance (HOMA-IR index) between the three groups after adjustment of the confounding factor, such as age, gender, pubertal status, nutritional status, physical activity, and dietary intake patterns.
Results: Subjects' characteristics were not significantly different among casei, reuteri, and RC. Subjects' dietary intake patterns also were not significantly different among casei, reuteri, and RC. The mean HOMA-IR in casei, reuteri, and RC were 3.5 ± 1.9, 3.2 ± 1.7, 3.2 ± 1.6, irrespectively. The mean HOMA-IR index were no significantly different between casei and RC (mean differences (MD): 1,10 [95% CI: 0.9-1.33]), between reuteri and RC (MD:0.99 [95% CI: 0.82-1.22]) after adjusted with age, gender, nutritional status, fiber intake, and fat intake.
Conclusion: Probiotic supplementation for 6 months in childhood may not affect insulin resistance index in adolescence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Bertha
"Latar belakang: Resistensi insulin dan obesitas sentral adalah keadaan yang sering ditemukan pada wanita PCOS dan ditandai dengan abnormalitas penanda biologi yang terkait dengan terjadinya gangguan metabolik. Hubungan antara adiponektin dan resistensi insulin telah banyak diteliti, namun penelitian terhadap pasien PCOS baru sedikit yang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kemungkinan hubungan polimorfisme T45G dengan penanda biologi PCOS dan pengaruhnya terhadap adiponektin serum pada populasi Indonesia.
Metode: Lima puluh dua pasien PCOS dan 52 subjek ovulasi normal tanpa hiperandrogenisme sebagai kontrol disertakan dalam penelitian ini. Sampel darah dikumpulkan antara hari ke 3 dan 5 siklus menstruasi spontan, jam 7 hingga 9 pagi, setelah menjalani puasa. Dilakukan pengukuran kadar serum FSH, LH, testosteron, SHBG, glukosa, insulin, profil lipid dan adiponektin. Resistensi insulin ditentukan dengan HOMA-IR, HOMA-β, dan SHBG. DNA genom dari darah perifer pasien dan subjek kontrol digunakan untuk memeriksa polimorfisme T45G menggunakan metode PCR.
Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok PCOS dan kontrol terhadap IMT, LH, testosteron, SHBG, dan FAI, tetapi tidak signifikan terhadap frekuensi distribusi polimorfisme gen T45G. Kadar adiponektin ditemukan lebih rendah pada kelompok PCOS daripada kontrol, dan terdapat hubungan antara resistensi insulin dengan PCOS. Pada pasien PCOS frekuensi polimorfisme T45G ditemukan lebih tinggi pada wanita dengan adiponektin kadar rendah dari pada kelompok adiponektin kadar tinggi, meskipun tidak bermakna secara statistik. Tidak ditemukan hubungan antara penanda biologi PCOS (LH, testosteron, SHBG, dan FAI) dengan polimorfisme gen T45G.
Kesimpulan: Polimorfisme gen adiponektin (T45G) tidak berhubungan langsung dengan penanda biologi PCOS, namun demikian hubungannya dengan adiponektin perlu penelitian lebih lanjut.

Background: Insulin resistance and central adiposity are frequent disorders in PCOS women, which are marked by biological marker dysregulation related to this metabolic abnormalities. Association between adiponectin and insulin resistance has been investigated in many studies, while only a few studies were done in PCOS patients. This study is to determine the association of T45G polymorphisms in Indonesian population with PCOS biological markers and their influence to adiponectin serum.
Methods: Fifty-two PCOS patients and 52 normal ovulatory women without hyperandrogenism as control subjects were included. Blood samples were collected between day 3 and 5 of a spontaneous menstrual cycle at 7 to 9 am, after overnight fasting. Serum levels of FSH, LH, testosterone, SHBG, glucose, insulin, lipid profile and adiponectin were measured. Insulin resistance was estimated by HOMA-IR, HOMA-β, and SHBG. T45G gene polymorphisms were determined by PCR after genomic DNA was obtained from peripheral blood of patients and control subjects.
Results: There were significant difference between PCOS and control group in term of BMI, LH, testosterone, SHBG, and FAI, but not significant to T45G gene polymorphisms frequency distribution. Adiponectin levels were lower in PCOS patients than control. There was an association between insulin resistance with PCOS. Among PCOS patients, no association between adiponectin LH, testosterone, SHBG, and FAI with T45G gene polymorphisms. T45G gene polymorphisms were more frequent in PCOS with low adiponectin levels compared to those with high adiponectin levels, although not significant statistically.
Conclusion: T45G gene polymorphisms has no direct association with PCOS biological markers, but its association with adiponectin needs further study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan: Untuk meneliti korelasi antara penanda biokimia Angptl3, FABP4 dan HOMA-IR pada populasi pria Indonesia dengan kondisi obesitas sentral non diabetes. Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang pada 133 individu pria dengan obesitas sentral non diabetes (dengan kriteria lingkar pinggang > 90 cm; konsentrasi glukosa darah puasa < 126 mg/dL; dan tidak adanya keluhan khas diabetes) usia 30-60 tahun yang dilakukan di Jakarta, Indonesia. Penanda biokimia yang ditentukan meliputi Angptl3, FABP4, FFA, insulin puasa, dan glukosa puasa. Di samping itu dilakukan penentuan berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang (LP), tekanan darah sistolik (TDS), dan tekanan darah diastolik (TDD). Hubungan antara berbagai penanda biokimia didapatkan melalui uji korelasi Pearson dan Spearman. Hasil: Hasil uji korelasi Pearson dan Spearman menunjukkan adanya korelasi positif yang bermakna antara Angptl3 dan FABP4 (r = 0,319; P = 0,000), Angptl3 dan FFA (r = 0,171; P = 0,049), FABP4 dan HOMA-IR (r = 0,202; P = 0,019), FFA dan FABP4 (r = 0,506; P = 0,000), LP dan HOMA-IR (r = 0,323; P = 0,000), LP dan FABP4 (r = 0,387; P = 0,000), Indeks Massa Tubuh (IMT) dan HOMA-IR (r = 0,270; P = 0,002), serta IMT dan FABP4 (r = 0,362; P = 0,000). Kesimpulan: Adanya korelasi positif yang bermakna antara Angptl3-FABP4, Angptl3-FFA, FFA-FABP4 serta FABP4-HOMA-IR menimbulkan dugaan bahwa Angptl3 memicu lipolisis dalam jaringan adiposa melalui hubungannya dengan FABP4 serta berhubungan dengan peningkatan resistensi insulin pada individu pria obes non diabetes.

Abstract
Aim: To reveal the correlation between Angptl3, FABP4 and HOMA-IR among Indonesian obese non diabetic males. Methods: This is a cross sectional study with 133 obese non diabetic males volunteers (characterized by waist circumference > 90 cm; fasting blood glucose < 126 mg/dL; and no diabetic specific symptoms) age between 30-60 years which was done in Jakarta, Indonesia. We measured biochemical markers such as Angptl3, FABP4, FFA, fasting insulin and fasting glucose. We also measured weight, height, waist circumference (WC), systolic blood pressure (SBP) and diastolic blood pressure (DBP). Correlation between each marker was measured using Pearson and Spearman?s analysis. Results: Pearson and Spearman?s correlation analysis showed significant positive correlation between Angptl3 and FABP4 (r = 0.319; P = 0.000), Angptl3 and FFA (r = 0.171; r = 0.049), FABP4 and HOMA-IR (r = 0.202; P = 0.019), FFA and FABP4 (r = 0.506; P = 0.000), WC and HOMA-IR (r = 0.323; P = 0.000), WC and FABP4 (r = 0.387; P = 0.000), Body Mass Index (BMI) and HOMA-IR (r = 0.270; P = 0.002), BMI and FABP4 (r = 0.362; P = 0.000). Conclusion: This study showed positive significant correlations between Angptl3-FABP4, Angptl3-FFA, FFA-FABP4 and FABP4-HOMA-IR. We suggest that Angptl3 can activate lipolysis in adipose tissue (through its correlation with FABP4), and Angptl3 concentration is related to insulin resistance risk among Indonesian obese non diabetic males."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Hasanuddin. Fakultas Kedokteran], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>