Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46308 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Gery Adlan
"ABSTRAK
Salah satu kebutuhan masyarakat Indonesia, khususnya bagi yang beragama Islam, adalah beribadah umrah bagi yang mampu. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka Bank Syariah X mempunyai produk Pembiayaan Umrah Bank Syariah X. Pembiayaan Umrah Bank Syariah X ini adalah salah satu produk pembiayaan multijasa. Permasalahan yang ada adalah mengenai pengaturan pembiayaan multijasa menurut ketentuan perbankan syariah di Indonesia dan kesesuaian pelaksanaan Pembiayaan Umrah Bank Syariah X dengan akad Ijarah dengan ketentuan perbankan syariah di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk deskritif analitis, studi dokumen yang ditunjang dengan wawancara. Pembiayaan multijasa dapat dilakukan oleh bank syariah berdasarkan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa dan ketentuan dari Bank Indonesia yang mengacu kepada Kodifikasi Produk Perbankan Syariah 2008 dan juga Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Akad Pembiayaan Umrah Bank Syariah X secara umum telah sesuai dengan Fatwa DSN dan ketentuan Bank Indonesia, akan tetapi secara khusus masih terdapat kesalahan, contohnya adalah tidak terdapat penyebutan nominal imbalan jasa yang jelas bagi bank, sehingga tidak sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa. Hasil penelitian menyarankan penulisan Akad Pembiayaan Umrah Bank Syariah X harus sesuai dengan ketentuan perbankan syariah di Indonesia.

ABSTRACT
One of Indonesian people?s need, especially for Muslims, are the worship called Umrah (minor hajj pilgrimage) for those who can afford. To meet this need, Bank Syariah X has a Bank Syariah X Financing Umrah product. Bank Syariah X Financing Umrah is the product of multiservice financing. The existing problems are on multiservice financing arrangement based on the provision of sharia banking in Indonesia and the suitability of the implementation of Bank Syariah X Financing Umrah with Ijarah statement with the provisions of sharia banking in Indonesia. This research was conducted in the form of descriptive analysis, the study of documents were supported by interviews. Multiservice financing may be conducted by the Sharia banks based on the provisions of National Sharia Board (DSN) Fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004 on Multiservice Financing and the provision of Bank Indonesia, which referred to the codification of Sharia Banking Product of 2008 and also the regulation of Bank Indonesia (PBI) No. 9/19/PBI/2007 on the implementation of Sharia principles in fundraising and fund distributing and Sharia banking services. The statement of Bank Syariah X Financing Umrah is generally in accordance with DSN Fatwa and the provision of Bank Indonesia, but particularly there is still an error, for example, there is no clear mention of nominal charges for the banks, so it is not in compliance with the provisions of National Sharia Board (DSN) Fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004 on Multiservice Financing. The result of this research suggests that the writing of Financing Umrah statement of Bank Syariah X should be in accordance with the provisions of sharia banking in Indonesia."
Depok: 2011
S24761
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Itah Sri Utami
"Latar belakang: Jemaah haji yang berangkat ke tanah suci harus melalui pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan istithaah kesehatan. Namun tingginya jemaah berusia lanjut ikut berpengaruh pada tingginya angka morbiditas dan mortalitas jemaah haji Indonesia di tahun 2017. Studi ini merupakan suatu penelitian untuk mengetahui penyebab kematian jemaah haji dalam penerbangan tahun 2017.
Metode: Desain penelitian ini adalah kualitatif, secara khusus metode ini mengikuti langkah-langkah verbal auotopsy dengan narasumber dokter tenaga kesehatan haji yang menangani kasus kematian di penerbangan, serta data-data pemeriksaan yang ada, serta wawancara dengan pusat kesehatan haji.
Hasil: Sepuluh kematian dalam penerbangan dilaporkan dalam laporan haji 2017, dimana sembilan kematian terjadi saat kembali ke tanah air. Sepuluh kasus kematian penerbangan dilaporkan pada tahun 2017, di mana sembilan kasus terjadi selama penerbangan kembali ke Indonesia. Berdasarkan wawancara dengan narasumber penyebab kematian terjadi hipoksia sebagai akibat dari (1) anemia, yang tidak diobati, (2) penyakit jantung; (3) Penyakit paru obstruktif kronik. Ada kemungkinan satu emboli paru karena trombosis vena dalam yang melepaskan ke aliran darah. Hipoksia sebagai faktor aerofisiologis, terjadi pada jemaah haji dengan risiko tinggi jantung, paru, SSP, DVT. Kurangnya pemahaman terhadap hipoksia dan risikonya termasuk penanganan yang adekuat berkontribusi terhadap terjadinya kematian pada jemaah dipenerbangan haji. Skrining yang dilakukan dalam pemeriksaan I dan II masih belum memperhatikan hal-hal yang terkait tentang penerbangan. Padahal jemaah haji akan terpapar lama dikondisi yang pada dasarnya tidak fisiologis di dalam lingkungan pesawat. Secara khusus pengetahuan petugas kesehatan terhadap risiko dalam penerbangan perlu ditingkatkan.

Background: Pilgrims who went to holy land had to undergo health examination and stated "istitaah". However because of the high number of the elderly that contributed to the morbidity dan mortality of the pilgrims from Indonesia in 2017. This purpose of this study was describe the cause of in flight mortality in 2017.
Method: The study design was qualitative, specifically following the method of verbal autopsy with medical doctor who handle that cases as the resource persons, we assessed the available data of the cases and also interviewed the pilgrim health center at the ministry of health.
Result: Ten cases in flight mortality were reported in 2017, where nine cases occurred during return flight to Indonesia. Based on the interview with the resource person cause of death was hypoxia happened as a result of (1) anemia, which was untreated; (2) heart diseases; (3) Chronic obstructive pulmonary diseases. There was a possibility of one pulmonary embolism due to deep vein thrombosis that release to the blood stream. Hypoxia as an aerophysiological factor, occurs in pilgrims with a high risk of heart, lung, CNS, DVT. Lack of understanding about hypoxia, the risk and adequate treatment, contributed to the in flight mortality among the pilgrims. The first and the second screening had not yet put attention to identify the risk of flying.In fact, the pilgrims were exposed quite long in an nonphysiologic environment inside the cabin. In particular there was a need to improve the knowledge on risks in aviation.
Conclusion: Aerophysiologyc factor that to inflight mortality of pilgrims in 2017 where hypoxia dan pulmonary embolism. The health system was not optimal, The health service system has not been implemented optimally, special training and assistance in aviation medicine is required."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachry Ganiardi Danuwijaya
"Tesis ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi intensi masyarakat muslim Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (Jabodetabek) untuk melakukan ibadah umrah di masa pandemi Covid-19. Kerangka penelitian disusun dengan memodifikasi model Theory of Planned Behavior (TPB) dengan menambahkan konstruk Health Belief Model (HBM) yaitu cognitive risk perception dan affective risk perception ke dalam model untuk menyesuaikan konteks pelaksanaan ibadah umrah di masa pandemi. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei melalui kuesioner dan melibatkan 203 responden penelitian. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) yang sebelumnya telah dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel attitude dan perceived behavioral control berpengaruh signifikan dengan hubungan positif terhadap intensi masyarakat Muslim Jabodetabek untuk melakukan ibadah umrah di masa pandemi Covid-19. Sedangkan variabel affective risk perception dengan mediasi perceived behavioral control berpengaruh signifikan dengan hubungan negatif terhadap intensi masyarakat Muslim Jabodetabek untuk melakukan ibadah umrah di masa pandemi Covid-19.

This study discusses the factors that influence the intention of muslim society in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (Jabodetabek) to perform umrah during the Covid-19 pandemic. The research framework was prepared by modifying the Theory of Planned Behavior (TPB) model by adding the constructs of the Health Belief Model (HBM) namely cognitive risk perception and affective risk perception into the model to adjust the context of the implementation of umrah during the pandemic. This research was conducted using a survey method through questionnaire and involved 203 research respondents. Data analysis in this study used Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) which had previously been tested for validity and reliability. The results showed that the attitude variable and perceived behavioral control had a significant effect with positive relation with the intention of Muslim society in Jabodetabek to perform umrah during the Covid-19 pandemic. Meanwhile, the affective risk perception variable with the mediation of perceived behavioral control had a significant and negative relation with the intentions of the Jabodetabek muslim society to perform umrah during the Covid-19 pandemic."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salman Mauluddin Idris
"Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia dan pengirim jemaah haji terbanyak ke Arab Saudi. Minat penduduk muslim Indonesia berhaji sangat tinggi mengakibatkan masa tunggu keberangkatan yang sangat panjang. Lamanya masa tunggu mempengaruhi kesiapan dan kemampuan jemaah haji, termasuk status kesehatannya. Jemaah haji yang berangkat ke Arab Saudi dengan risti penyakit dan usia lanjut berpotensi menimbulkan permasalahan kesehatan selama menunaikan ibadah haji. Kebijakan Istithaah Kesehatan Haji merupakan upaya untuk melakukan filterisasi kesehatan bagi Jemaah sebelum berangkat agar dapat menunaikan ibadah haji dalam keadaan sehat dan mandiri. Istithaah kesehatan ditetapkan saat pemeriksaan kesehatan tahap kedua, satu tahun sampai tiga bulan sebelum keberangkatan ke Arab Saudi. Implementasi kebijakan tidak terlepas dari tantangan dan kendala di lapangan, sehingga perlu dilakukan revisi dan simplifikasi agar tujuan kebijakan menjaga kesehatan jemaah haji sebelum berhaji dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu menarik untuk dilakukan Policy Review terhadap kebijakan istithaah kesehatan haji yang ada, untuk menghasilkan rekomendasi terhadap kebijakan istithaah kesehatan haji yang sedang direvisi dan disimplifikasi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualititatif dengan metode wawancara mendalam terhadap informan kunci serta telaah dokumen. Segitiga kebijakan Walt dan Gilson digunakan untuk melakukan review terhadap kebijakan istithaah kesehatan haji dengan melihat dimensi aktor, konten, konteks dan proses dalam penyusunan sampai implementasi kebijakan ini. Kesimpulan hasil review menunjukkan kebijakan telah dilaksanakan dengan baik dari pusat sampai ke daerah, tetapi perlu pengembangan dan revisi terkait pemeriksaan kesehatan dan penentuan status Istihaah Kesehatan. Keterlibatan aktor Pusat dan Daerah dengan kewenangan/perannya berjalan sinergis dan responsif terhadap permasalahan yang ada. Harmonisasi kebijakan selaras dengan peraturan yang lebih tinggi dan sinergis dengan kebijakan dari Kementerian Agama terkait penyelenggaraan haji. Revisi dan simplifikasi terhadap substansi kebijakan berdasarkan hasil diskusi dan saran dari stakeholder digunakan sebagai masukan dalam membuat penyempurnaan konten kebijakan istithaah kesehatan haji. Secara konteks, faktor yang mempengaruhi pengembangan dan implementasi kebijakan istithaah kesehatan adalah faktor situasional terkait kondisi internal Jemaah, yaitu tingginya angka risti kesehatan dan usia lanjut pada jemaah haji, serta kondisi eksternal yaitu kebijakan pelaksanaan ibadah haji Arab Saudi sebagai respon dari kondisi kesehatan masyarakat internasional yang berpengaruh terhadap pelaksanaan ibadah haji. Faktor struktural yaitu belum adanya struktur organisasi yang menangani program kesehatan haji di Dinkes Provinsi dan Kab/Kota, sehingga penyelenggaraan kesehatan haji belum terkelola dengan baik. Proses Birokratisasi melibatkan stakeholder terkait dalam penyusunan sampai penerapan kebijakan, tidak terbatas pada pemerintah tetapi juga masyarakat dan keagamaan agar kebijakan yang disusun sesuai dengan syariat Islam. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan untuk menganalisis apakah kebijakan berjalan dengan baik serta kepentingan pengembangan kebijakan selanjutnya. Penelitian merekomendasikan untuk melakukan revisi dan simplifikasi terhadap substansi Kebijakan Istithaah Kesehatan Haji, kemudian perlu pembahasan untuk mitigasi kondisi kesehatan khusus yang mempengaruhi penyelenggaraan haji. Selain itu perlu peningkatan kerjasama terkait pertukaran dan pemanfaatan data jemaah antara Kemenag dengan Kemenkes serta Dinkes Provinsi dan Kab/Kota, sosialisasi Istithaah kesehatan haji dalam materi edukasi kesehatan pada manasik haji di Kabupaten/Kota, serta diperlukan struktur organisasi untuk menjalankan program kesehatan haji di Dinkes Provinsi dan Kab/Kota, sehingga jemaah haji dapat mencapai kondisi istithaah kesehatan sebelum berangkat menunaikan ibadah haji di Arab Saudi.

Indonesia is a country with the largest Muslim population in the world and sends the most pilgrims to Saudi Arabia. The interest of the Indonesian Muslim population for hajj is very high resulting in a very long waiting period for departure. The length of the waiting period affects the readiness and ability of the pilgrims, including their health status. Pilgrims who leave for Saudi Arabia with a history of illness and old age have the potential to cause health problems during the pilgrimage. The Istithaah Hajj Health Policy is an effort to carry out health screening for pilgrims before departure so that they can perform the Hajj in a healthy and independent condition. Health istithaah is determined during the second phase of the medical examination, one year to three months before departure to Saudi Arabia. Policy implementation is inseparable from challenges and obstacles in the field, so it is necessary to revise and simplify the policy, so that the policy objectives of maintaining the health of pilgrims before pilgrimage can be achieved properly. Therefore, it is interesting to carry out a Policy Review of the existing Hajj health istithaah policies, to produce recommendations for the Hajj health istithaah policies which are being revised and simplified. This research was conducted using a qualitative approach using in-depth interviews with key informants and document analysis. Walt and Gilson's policy triangle is used to review the Hajj health istithaah policy by looking at the dimensions of actors, content, context, and process in the preparation to implementation of this policy. The conclusion of the review results shows that the policy has been implemented well from the center to the regions government, but it needs development and revision related to medical examination and determining the status of Health Istihaah. The involvement of central and regional actors with their authority/role is synergistic and responsive to existing problems. Policy harmonization is in line with higher regulations and synergistic with policies from the Ministry of Religion regarding the implementation of Hajj. Revision and simplification of the substance of the policy based on the results of discussions and suggestions from stakeholders are used as input in making improvements to the content of the Hajj health istithaah policy. In context, the factors that influence the development and implementation of health istithaah policies are situational factors related to the internal conditions of the pilgrims, like the high number of health high risk and old age among pilgrims, as well as external conditions, specifically the policy of pilgrimage by Saudi Arabia Kingdom, as a response to the health situation of the international community that influence for the pilgrimage. Structural factors such as the absence of an organizational structure that handles the Hajj health program at the Provincial and District/City Health Offices, that impact the implementation of Hajj health is not well managed. The bureaucratization process involves relevant stakeholders in the formulation and implementation of policies, not limited to the government but also the community and religion so that the policies prepared are in accordance with Islamic law. Monitoring and evaluation is carried out to analyze whether the policy is running well and the interests of further policy development. The research recommends revising and simplifying the substance of the Hajj Health Istithaah Policy, then discussing the mitigation of special health conditions that affect the implementation of the Hajj. In addition, it is necessary to increase cooperation regarding the exchange and utilization of pilgrims data between the Ministry of Religion and the Ministry of Health as well as Provincial and District/City Health Offices, socialization of Hajj health Istithaah in health education materials on Hajj rituals in Regencies/Cities, and an organizational structure is needed to run the Hajj health program at the Health Office Provinces and Regencies/Cities, so that pilgrims can reach a state of health istithaah before leaving to perform the pilgrimage in Saudi Arabia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsimin
Jakarta: Yayasan Bina Fithrah, [Year of publication not identified]
297 SYA m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Anggiasih Sakanti
"Usia keberangkatan jemaah haji yang makin tua menempatkan mayoritas jemaah haji Indonesia dalam kelompok risiko tinggi kesehatan sebelum keberangkatan haji. Salah satu kondisi kesehatan yang memicu penyakit infeksi adalah malnutrisi (status gizi kurang atau gizi lebih). Malnutrisi dapat menurunkan imunitas dan mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit infeksi seperti pneumonia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian penumonia di Arab Saudi. Desain penelitian kohort retrospektif dengan populasi jemaah haji Indonesia tahun 2023. Sumber data berasal dari Siskohatkes Shar’i Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan. Analisis multivariat menggunakan cox regression. Dari 173.599 jemaah haji proporsi pneumonia di Arab Saudi adalah 2,1%. Setelah dikontrol oleh jenis kelamin dan memperhitungkan variabel interaksi status gizi dan usia serta status gizi dan merokok, risiko jemaah haji dengan status gizi kurang, berusia > 60 tahun dan perokok adalah 6,89 kali (95% CI 4,91 – 8,86) untuk mengalami kejadian pneumonia di Arab Saudi dibandingkan jemaah haji dengan status gizi normal, berusia < 60 tahun dan bukan perokok. Risiko jemaah haji dengan status gizi lebih, berusia > 60 tahun dan perokok adalah 3,94 kali (95% CI 3,03-4,85) untuk mengalami kejadian pneumonia di Arab Saudi dibandingkan jemaah haji dengan status gizi normal, berusia < 60 tahun dan bukan perokok.

Due to their advanced age at the time of departure, most Indonesian pilgrims are at high risk for health problems before to the hajj. Malnutrition (under- or over-nourishment) is one of the health disorders that can lead to infectious disease. The body's defenses against infectious diseases like pneumonia might be weakened by malnutrition. Aims to ascertain the correlation between pneumonia incidence and nutritional status. Methods of this study is retrospective cohort with Indonesian hajj pilgrims’ population in 2023. The Ministry of Health's Siskohatkes Shar'i Hajj Health Center is the source of the data. Cox regression is used in analysis. Pneumonia affects 2.1% of the 173,599 pilgrims in Saudi Arabia. The risk of pneumonia incidence in Saudi Arabia is 6.89 times (95% CI 4.91 – 8.86) higher for undernourished pilgrims aged > 60 and smokers than for pilgrims with normal nutritional status, aged < 60, and non-smokers, after adjusting for sex and considering the interaction variables of nutritional status and age as well as nutritional status and smoking. Compared to pilgrims with normal nutritional status, under 60 years of age, and no smoking, the incidence of pneumonia in Saudi Arabia was 3.94 times (95% CI 3.03-4.85) higher for overweight, smokers, and older pilgrims."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfridaningrum
"Penduduk Muslim Indonesia adalah 87 dari total populasi, sehingga Indonesia menjadi salah satu negara yang menyumbangkan jumlah jemaah haji terbanyak di dunia. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah khususnya Puskeshaji, yaitu masalah kesehatan dan kematian jemaah. Angka kematian jemaah haji dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kondisi kesehatan jemaah sebelum berangkat menunaikan ibadah serta insiden dan penyebab kematiannya pada tahun 2015, 2016, dan 2017. Penelitian ini memiliki rancangan observasional deskriptif menggunakan desain Cross Sectional. Proporsi jemaah haji reguler lansia yang wafat menurun dari tahun 2015 0,40 ke 2016 0,22 dan meningkat pada tahun 2017 0,32 dengan didominasi kelompok usia >=65 tahun sebanyak 49,6 - 62,5.
Tren penyebab utama kematian adalah penyakit kardiovaskular 42,4-52,9 dan penyakit saluran pernapasan 28,2-40,1. Terdapat 52,5-74,0 jemaah haji lansia yang wafat dengan status risiko tinggi MERAH, 35,6-83,3 melakukan vaksinasi meningitis meningokokkus, 18,3-53,4 melakukan vaksinasi influenza, dan hanya 0,6-3,1 yang melakukan vaksinasi pneumokokus. Diperlukan upaya dari pemerintah untuk menegaskan penerapan peraturan yang berlaku, sedangkan masyarakat perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kondisi kesehatan prima untuk melaksanakan ibadah. Dengan demikian diharapkan angka kematian jemaah haji dapat ditekan.

Indonesia 39s Muslim population constitutes 87 of the total population, which make it is being one of country that give largest number of pilgrims in the world. It becomes a challenge for the government, especially Puskeshaji, which are health problems and mortality of the pilgrims. The death rate of pilgrims in the last 3 years has increased.
The purpose of this study is to know the health condition of pilgrims before leaving for pilgrimage, incidents, and causes of death in 2015, 2016, and 2017. This research is a descriptive observational using Cross Sectional design. The proportion of regular elderly Hajj pilgrims declined from 2015 0.40 to 2016 0.22 and increased in 2017 0.32 with a predominantly 49,6 62,5 age group 65 years.
The main causes of death are cardiovascular disease 42,4-52,9 and respiratory disease 28,2 40,1. There were 52,5 74,0 of elderly pilgrims who died with high risk status of RED, 35,6-83,3 get meningococcal meningitis vaccination, 18,3-53,4 get influenza vaccination, and only 0,6-3,1 who get pneumococcal vaccination. It takes effort from the government to affirm the applicability of the prevailing regulations, while the public needs to raise awareness of the importance of excellent health conditions to perform pilgrimage. Thus it is expected that the mortality rate can be suppressed.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Syafira Fauzia
"ABSTRAK
Peningkatan jumlah jemaah haji tunggu di Indonesia mengakibatkan terjadinya penumpukan akumulasi dana haji, dimana dana tersebut berpotensi ditingkatkan nilai manfaatnya guna mendukung penyelenggaraan ibadah haji yang lebih berkualitas melalui pengelolaan dana haji. Terhitung per 31 Desember 2016, dana haji yang dikelola oleh Kementerian Agama senilai lebih dari 90 triliun rupiah yang terdiri dari setoran awal jamaah haji mengantre dan setoran BPIH lunas namun masih mengantre. Pengelolaan dana umat dengan nominal yang sangat besar tersebut membutuhkan sebuah pengukuran kinerja yang tidak hanya berfokus pada penilaian keuangan saja, namun harus sesuai dengan ketentuan syariah serta regulasi yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah alat ukur kinerja melalui indeks pengelolaan dana haji yang diformulasikan dari Undang-Undang dan Maqashid Syariah. Metode SAW Simple Additive Weighted digunakan untuk mengukur pencapaian Maqasid Syariah dan Undang-Undang ke dalam indikator kinerja pengelolaan dana haji yang dapat diukur. Pengelolaan dana haji pada penelitian ini pun dievaluasi per tahun dari tahun 2011-2015 dengan hasil Indeks Pengelolaan Dana Haji IPDH tertinggi pada tahun 2015 kemudian secara berurutan tahun 2014,2012,2013 dan terendah pada tahun 2011.

ABSTRACT
The numerous amount of waiting listed pilgrims in Indonesia causing the accumulation of hajj fund, in which the value of its benefits can be potentially increased in supporting a better implementation pilgrimage through hajj fund management. In 31th Desember 2016, hajj fund managed by the Ministry of Religion worth more than 90 million rupiah, consist of waiting listed pilgrim rsquo s initial deposit and pilgrim rsquo s BPIH payments, yet still in line. The management for such huge nominal requires a measurement that not only focuses on the financial aspects but also accordance with sharia and regulation. This study aims to construct an instrument to evaluate hajj fund management using an index established from Constitution and Maqashid Sharia. The SAW Simple Additive Weighted method used to measure the accomplishment of Maqashid Sharia and Constitution into the performance indicators of hajj fund management. In this study, the hajj fund management is evaluated annually from 2011 2015, it shows the highest value of Hajj Fund Management Index IPDH in 2015, sequentially in 2014, 2012, 2013 and the lowest result is in 2011. "
2017
S69712
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryani Dwi Hartanti
"Penelitian ini ini bertujuan untuk melakukan analisis dan strategi mitigasi risiko, sampai dengan memberikan alternatif kebijakan dalam penyelenggaraan kesehatan haji terhadap obat dan perbekalan kesehatan. Dinamika penyelenggaraan kesehatan haji mempengaruhi rangkaian penyelenggaraan mulai dari di Indonesia (pra operasional), di Arab Saudi (operasional), dan kembali ke Indonesia (pasca operasional). Hasil mitigasi risiko dilakukan analisis untuk mendapatkan alternatif kebijakan terhadap faktor risiko penyelenggaraan kesehatan haji terhadap jemaah serta obat dan perbekalan kesehatan. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian kualitatif berdasarkan makna. Desain penelitian menggunakan metode mitigasi risiko Gray and Larson yang terbagi ke dalam 4 tahapan yaitu tahap identifikasi risiko, penilaian risiko, pengembangan risiko, dan mengontrol respon risiko. Hasil penelitian menggunakan metode Risk Breakdown Structur (RBS) diperoleh 20 faktor risiko yang dikelompokkan ke dalam masa pra operasional, operasional, dan pasca operasional. Dari risiko yang diidentifikasi dilakukan analisis dan matriks yang mengkategorikan status risiko yaitu level 5 (sangat tinggi) sebanyak 8 risiko, level 4 (tinggi) 5 risiko, level 3 (sedang) 6 risiko, dan level 2 (rendah) 1 risiko. Masing-masing risiko dilakukan mitigasi sampai dengan alternatif penanganan risiko. Beberapa masukan dan saran diberikan kepada Kementerian Kesehatan (Pusat Kesehatan Haji, Direktorat Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian), dan Kementerian Agama sebagai alternatif kebijakan di masa mendatang.

This research aims to carry out risk analysis and mitigation strategies, up to providing alternative policies in organizing Hajj health regarding medicines and health supplies. The dynamics of Hajj health management influence the series of activities starting from Indonesia (pre-operational), Saudi Arabia (operational) and returning to Indonesia (post-operational). The results of risk mitigation are analyzed to obtain alternative policies regarding the risk factors for organizing Hajj health care for pilgrims as well as medicines and health supplies. The research method used was a qualitative research method based on meaning. The research design uses the Gray and Larson risk mitigation method which is divided into 4 stages, namely risk identification, risk assessment, risk development and risk response control. The results of research using the Risk Breakdown Structure (RBS) method obtained 20 risk factors which were grouped into pre-operational, operational and post-operational periods. From the identified risks, an analysis and matrix is carried out which categorizes the risk status, namely level 5 (very high) with 8 risks, level 4 (high) with 5 risks, level 3 (medium) with 6 risks, and level 2 (low) with 1 risk. Each risk is mitigated through alternative risk management. Several inputs and suggestions were given to the Ministry of Health (Hajj Health Center, Directorate of Management and Pharmaceutical Services), and the Ministry of Religion as alternative policies in the future."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudiyanto
"Penelitian ini dilakukan pada 161.619 jemaah haji yang berangkat menunaikan ibadah haji dengan haji reguler pada tahun 2012 M. Metode penelitian yang digunakan adalah Cross-sectional studies. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sistem komputerisasi haji terpadu bidang kesehatan tahun 2012 M dan analisis dilakukan dengan metode analisis cox regression.
Faktor yang memberi pengaruh terhadap kematian jemaah haji tahun 2012 M adalah jenis kelamin, usia, jumlah penyakit terdiagnosis pada pemeriksaan kesehatan tahap akhir/embarkasi. Laki-laki memiliki risiko kematian sebesar 1,4 kali (95% CI: 1,12-1,66) p=0,00 dibandingkan dengan perempuan. Semakin tua usia jemaah semakin tinggi risiko untuk mengalami kematian, jemaah pada kelompok usia 50-59 tahun memiliki risiko 3,6 kali (95% CI: 2,26-5,77) p= 0,00, Jemaah pada kelompok usia 60-69 tahun memiliki risiko 6,3 kali (95% CI: 3,90-10,08) p= 0,00, Jemaah pada kelompok usia 50-59 tahun memiliki risiko 16,1 kali (95% CI: 10,03-25,82) p= 0,00 untuk mengalami kematian dibandingkan dengan kelompok usia kurang dari 50 tahun. Semakin banyak jumlah penyakit terdiagnosis pada pemeriksaan kesehatan ternyata akan semakin tinggi risiko untuk mengalami kematian. Jemaah dengan satu riwayat penyakit terdiagnosis akan memiliki risiko sebesar 1,2 kali (95% CI: 0,89-1,64) p= 0,22, jemaah dengan dua riwayat penyakit terdiagnosis akan memiliki risiko 1,55 kali (95% CI: 1,12-2,14) dan bermakna secara statistik dengan nilai p= 0,01, jemaah dengan tiga atau lebih riwayat penyakit terdiagnosis akan memiliki risiko 2,9 (95% CI: 7,1,80-4,54) p= 0,00 untuk mengalami kematian dibandingkan dengan jemaah tanpa memiliki penyakit terdiagnosis pada pemeriksaan kesehatan tahap akhir/embarkasi.
Jemaah yang terdiagnosis penyakit sistem pernapasan akan memiliki risiko 1,54 kali (95% CI: 1,06-2,22) p=0,023 untuk mengalami kematian dibandingkan dengan jemaah yang tidak terdiagnosis penyakit sistem pernapasan, jemaah yang terdiagnosis penyakit infeksi dan parasit akan memiliki risiko 1,96 kali (95% CI: 1,10-3,50) p=0,02 untuk mengalami kematian dibandingkan dengan jemaah yang tidak terdiagnosis memiliki penyakit infeksi dan parasit.
Sebaiknya umat Islam menunaikan ibadah haji sebelum usia 50 tahun, dan petugas lebih memberikan perhatian kepada jemaah dengan usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin laki-laki, yang berangkat pada gelombang kedua dengan riwayat penyakit terdiagnosis pada pemeriksaan kesehatan tahap akhir/embarkasi dan terdiagnosis penyakit sistem pernapasan, penyakit infeksi dan parasit lain. Kelengkapan dan validitas data yang dihimpun oleh sistem komputerisasi haji terpadu bidang kesehatan tahun 2012 M sudah baik namun masih terdapat kelemahan diantaranya kemampuan penegakan diagnosis penyakit pada pemeriksaan kesehatan jemaah haji di setiap tingkat pelayanan, kemampuan penegakan diagnosis penyakit yang menjadi penyebab kematian oleh petugas kesehatan haji di setiap tingkat pelayanan, kemampuan menghimpun, melakukan rekapitulasi data yang lengkap serta akurat oleh petugas siskohatkes dan petugas surveilans pada setiap tingkat pelayanan kesehatan haji tahun 2012 M.

The mortality rate of ordinary Indonesian Hajj Pilgrims in 2012 AD is 2,13 ?. This research conducted to the 161.619 ordinary Indonesian Hajj Pilgrims in 2012 AD. Design of the studywas cross-sectional studies. The sources of basic data for analisis were integrated computerization data in 2012 AD. Analysis for done using cox regression.
Factor that contribute to the death of ordinary Indonesian Hajj Pilgrims are sex, age and diagnosis of deseases from the last diagnosis. The men have 1,4 time risk of death (95% CI: 1,12-1,66) p=0,00 compared to the women. The older pilgrims they have higher risk to die. The pilgrims of 50-59 years old have 3,6 time risk of death (95% CI: 2,26-5,77) p= 0,00, The pilgrims of 60-69 years old have 6,3 time risk of death (95% CI: 3,90-10,08) p= 0,00, The pilgrims of more then 69 years old have 16,1 time risk of death (95% CI: 10,03-25,82) p= 0,00 compared to those less then 50 years old. Pilgrims who have many diagnosis of disease they have higger risk for death. Pilgrims with one diagnosis of disease have 1,2 times risk of death (95% CI: 0,89-1,64) p= 0,22, pilgrims with two diagnosis of diseases have 1,5 times risk of death kali (95% CI: 1,12-2,14), pilgrims have more than two disease they have 2,9 times risk of death (95% CI: 7,1,80-4,54) p= 0,00 compared to healthy pilgrims or pilgrims without diagnosis of disease.
Hajj pilgrims who have lung diseases have 1,54 times risk of death (95% CI: 1,06-2,22) p=0,023 compared to those pilgrims who have lung disease, Hajj pilgrims who have lung diseases have 1,96 times risk of death kali (95% CI: 1,10- 3,50) p=0,02 compared to those pilgrims who have infection disease and other parasit. Muslims should perform the pilgrimage before the age of 50 years and officers pay more attention to the congregation with more than 50 years of age, male sex, which set off the second wave with a history of disease diagnosed at late stage medical examination/embarkation and disease diagnosis system respiratory, infectious disease and other parasites.
Completeness and validity of data collected by a computerized system of integrated health pilgrimage in 2012 AD was good but there are still weaknesses include the ability of the diagnosis of diseases in health examination pilgrims at every level of service, the ability to diagnosis the disease was the cause of death by health care workers in Hajj every level of service, the ability to collect, perform a complete data summary and accurately by siskohatkes officers and surveillance officers at every level of health care Hajj in 2012 AD."
2013
T39189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>