Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55071 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hartanto Budiman
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S22213
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Electronic information is the core for electronic online transaction comprising electronic data, electronic message and electronic record, so that its protection is absolutely admitted as information which has the same status as paper based and signed document. Legal protection for electronic information will give legal certainly in the evidence framework if that electronic information fulfills requirements of validity, reliability and security. Electronic document gets security through the language of machine signature that is electronic siganture. Electronic signature appears because there is no standard method to sign a paper document containing certain writing, whether to use hand paper by using ink or other means. However, the authenticity of electronic document becomes an absolute thing to prevent conflicts in the future. In this online transaction, the authenticity becomes an absolute thing because although the transaction uses electronic documents, but the key concept or the core of evidence admission and the evidence value of electronic documents, which becomes the center of law is still the same as paper based documents."
2006
340 JEPX 26:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Abraham BM
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yahya Ahmad Zein
Bandung: Mandar Maju, 2009
381.142 YAH k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
E.F. Veniantoro
"Tugas dan kewenangan Notaris di Indonesia telah diatur secara rinci dalam Peraturan Jabatan Notaris (PJN). Sesuai dengan PJN, Notaris adalah pejabat umum satu-satunya yang berwenang untuk membuat akta otentik. Dengan berkembangnya teknologi informasi, saat ini komunikasi dan transaksi antar para pihak dapat diwujudkan lewat media elektronik. Transaksi melalui media elektronik telah mencapai nilai (nominal) yang cukup tinggi baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Namun demikian saat ini transaksi elektronik masih dihantui oleh berbagai permasalahan keamanan (security) yang mengganggu kenyamanan para pihak. Untuk itu, diperlukan pihak ketiga yang handal dan dapat dipercaya sebagai salah satu lembaga pengaman transaksi elektronik. Profesi Notaris merupakan profesi yang dapat mengisi fungsi pengaman transaksi elektronik tersebut.
Tulisan ini bermaksud menganalisa peranan Notaris dalam transaksi elektronik tersebut dan bagaimana prosedur pengamanan yang dapat dilakukan oleh seorang Notaris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Sejalan dengan penelitian hukum normatif, bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, yaitu peraturan p e rundang-undangan dan bahan hukum sekunder yaitu buku-buku, makalah-makalah, tulisan-tulisan yang menjelaskan bahan hukum primer tersebut. Hasil penelitian penulis melahirkan wacana bahwa seorang Notaris mampu mengemban fungsi untuk menjaga otentisitas transaksi elektronik. Untuk ketajaman dalam pelaksanaan tugasnya dalam transaksi elektronik, seorang Notaris harus memiliki pengetahuan tentang teknologi informasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36723
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feri Priatna
"Baru-baru ini muncul istilah cyber law. Cyber hukum muncul dalam merespon perkembangan pesat yang dinamis, khususnya di bidang teknologi informasi. Pada 21 April 2008, pemerintah Indonesia melalui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) telah menetapkan undang-undang tentang internet dan perdagangan elektronik (Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang internet dan transaksi elektronik). Perkembang teknologi informasi membawan cara transaksi yang sangat berbeda dari yang konvensional (tatap muka transaksi). Dalam era baru, transaksi dalam perdagangan terjadi melalui situs Web yang ditawarkan oleh beberapa penyedia layanan internet dan dikenal sebagai perdagangan elektronik atau e-commerce. Jenis transaksi ini tentu saja sedikit berisiko bagi konsumen. Dan hukum di internet dan perdagangan elektronik akan melindungi mereka."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
JHUSR 6:2 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andina Lathifah
"Selama bertahun-tahun, kita telah melihat bagaimana internet telah merevolusi cara orang berkomunikasi. Oleh karena itu, tidak heran jika cara orang berbisnis juga berubah. Dikarenakan oleh kemajuan internet yang pesat, bisnis kini dilakukan melalui pemrosesan transaksi elektronik yang efisien dan akses cepat terhadap informasi, yang menghasilkan jenis perdagangan baru bernama e-commerce. Dengan kemunculan jenis perdagangan baru ini, struktur hukum harus terus bergerak seiring dengan perubahan-perubahan baru. E-commerce telah menciptakan cara kontrak baru dalam berbisnis, yaitu kontrak elektronik. Pertanyaan-pertanyaan dan isu mengenai e-contract telah cukup lama menjadi topik pembahasan dan menyebabkan pro kontra. Oleh karena itu, tujuan utama studi ini adalah untuk meningkatkan kesadaran akan keberadaan kontrak e-commerce, untuk mengidentifikasi perspektif teoritis dari kontrak bentuk standar elektronik dan bagaimana kontrak bentuk standar elektronik dapat dinyatakan absah.

Over the years, we have seen how the internet has revolutionized people’s way of communicating. Hence, it is only natural that the way people are doing business has also changed. Businesses are now done through efficient electronic transaction processing and instant access to information, which resulted in a new kind of trade called e-commerce. As a result, legal structures often struggle to keep up and catch up. Such trade has created a new way of contracting, namely electronic contract. Many questions and issues regarding e-contracts have been raised for quite a long time. This study's primary aim is first to raise awareness of the existence of e-commerce contracts, to identify the theoretical perspective of the electronic standard form contracts and to how the electronic standard form contracts are enforceable."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Athira
"ABSTRAK
Permasalahan mengenai kedudukan hukum nota kesepahaman kerap kali muncul
mengingat sering digunakannya nota kesepahaman dalam berbagai kegiatan
terutama kegiatan bisnis. Nota kesepahaman digunakan sebagai dokumen
pendahuluan atau pra-kontrak yang berfungsi sebagai pengikat komitmen pada
masa negosiasi, sebelum dibentuknya kontrak kerja sama yang sebenarnya. Oleh
karena fungsinya yang hanya digunakan sebagai pendahuluan, seringkali
kedudukan hukumnya dan kekuatan mengikatnya menjadi permasalahan yang
akhirnya menyebabkan perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan
menjadi terabaikan. Terkait kedudukan hukum nota kesepahaman ini masih perlu
ditinjau lebih lanjut berdasarkan hukum perikatan yang terdapat dalam Buku III
KUHPerdata. Untuk dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan perlu dilakukan
perbandingan dengan suatu doktrin, yakni doktrin promissory estoppel yang pada
dasarnya melindungi kepentingan hukum pihak yang sudah terlibat janji terutama
janji-janji pra-kontrak. Setelah dilakukan penelitian maka diketahui bahwa di
Indonesia menurut KUHPerdata, kedudukan hukum nota kesepahaman
disetarakan dengan perjanjian sesuai dengan substansinya, sedangkan berdasarkan
promissory estoppel nota kesepahaman merupakan suatu dokumen pra kontrak
yang mengikat.
ABSTRACT
Issues regarding the legal standing of a memorandum of understanding (MoU)
often arise given the frequent use of a memorandum of understanding in various
activities, especially business activities. The MoU is used as a preliminary
document or pre-contract which serves as a binding commitment on the
negotiation period, prior to the establishment of real cooperation contract.
Therefore its function is only used as an introduction, often legal position and
strength of tying a problem that ultimately led to legal protection for the injured
party to be neglected. MoU’s legal standing still needs to be reviewed further by
the law of obligation contained in Book III of the Civil Code. To be able to know
advantages and disadvantages of the implementation in Indonesia, need to be
done a comparison with a doctrine, ie the doctrine of promissory estoppel which
is used basically to protect the legal interests of the parties that have been
involved promise especially promises a pre-contract. In conclusion, it is known
that in Indonesia, according to the Civil Code, the legal standing of memorandum
of understanding is comparable to the agreement in accordance with the
substance, while memorandum of understanding based on promissory estoppel is
a binding pre-contract documents."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59940
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Abigail
"Adanya transaksi perdagangan melalui sistem elektronik yang memiliki risiko kerugian konsumen, membutuhkan mekanisme pelaporan serta ganti rugi yang efektif serta menjamin pertanggungjawaban marketplace, maupun pedagang (merchant). Melalui ketentuan PP PMSE, disertakan sarana pelaporan kerugian konsumen melalui Kementerian Perdagangan dalam ketentuan Pasal 18 PP ini. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi alur serta mekanisme pelaporan konsumen atas kerugian yang diderita dalam transaksi di marketplace dan untuk mengidentifikasi bagaimana pertanggungjawaban marketplace juga merchant dalam hal terjadi kerugian konsumen setelah keberlakuan PP PMSE. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, di mana objek kajian dalam penelitian ini merupakan hukum positif yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam melaksanakan ketentuan Pasal 18 PP PMSE, Kementerian Perdagangan memproses pengaduan yang masuk dari konsumen yang dirugikan dalam transaksi e-commerce dan penyelesaian pengaduan dilakukan dengan cara mempertemukan konsumen dengan pelaku usaha sampai mencapai kesepakatan. Hal ini merupakan kewenangan yang dimilikinya melalui tugas pokok serta fungsi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan. Selanjutnya, pelaku usaha berkewajiban untuk menyelesaikan pelaporan tersebut agar tidak masuk ke dalam daftar prioritas pengawasan Kementerian Perdagangan. Dalam transaksi di marketplace, tanggung jawab yang dimiliki oleh marketplace adalah untuk menjamin bahwa penyelenggaraan sistem elektronik dalam pelantar yang ia sediakan aman, andal, serta bertanggung jawab dan dapat dipercaya oleh publik. Sedangkan merchant memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang benar, jelas, serta jujur kepada konsumen. Konsumen yang mengalami kerugian berhak atas penukaran atau pembatalan pembelian barang dan atau jasa dalam kurun waktu minimal 2 (dua) hari kerja setelah barang sampai di tempat konsumen.

The existence of trade transactions through electronic systems that have a risk of consumers’ loss, requires an effective reporting and redress mechanism that guarantees the accountability of the marketplace, as well as the merchants using the platform. Pursuant to Article 18 of PP PMSE, consumers may report or file a complaint regarding the losses suffered to the Ministry of Trade in the event of being harmed through e-commerce transactions. This study aims to identify the mechanism of consumer reporting for losses suffered in transactions in the marketplace and to identify how the marketplace and merchants are liable in the event of consumer losses after the PMSE PP comes into effect. The research method used in this thesis is normative legal research, where the object of study in this research is the applicable positive laws. The results of this study indicate that in implementing the provisions of Article 18 PP PMSE, the Ministry of Trade processes incoming complaints from consumers who are disadvantaged in e-commerce transactions and complaint resolution is carried out by bringing consumers together with business actors to reach an agreement. This authority is carried out by the Ministry of Trade through the main tasks and functions listed in the Regulation of the Minister of Trade Number 29 of 2022 concerning the Organization and Work Procedure of the Ministry of Trade. Furthermore, business actors are obligated to complete the report so that they are not included in the priority list of supervision of the Ministry of Trade. In transactions on the marketplace, the responsibility of the marketplace is to ensure that the implementation of the electronic system on the platform it provides is safe, reliable, responsible and can be trusted by the public. Meanwhile, merchants have the responsibility to provide correct, clear, and honest information to consumers. Consumers who suffer losses have the right to exchange or cancel purchases of goods and or services within a minimum period of 2 (two) workdays after the goods are received by the consumers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>