Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87029 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Titis Ciptaningtyas
"Dalam olahraga, kecemasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi performa atlet dalam menghadapi pertandingan. Menurut Martens, Vealey, and Burton (1990), kecemasan terdiri dari aspek kognitif dan somatik yang mempengaruhi kondisi fisik dan pikiran ketika atlet mengalami kecemasan. kondisi tersebut dapat mengganggu atlet dalam menampilkan performa terbaiknya yang akhirnya dapat menyebabkan kekalahan. Tujuan dari penelitian adalah untuk menunjukkan bahwa program intervensi imagery, yang merupakan bentuk dari terapi kognitif dapat membantu atlet untuk mengatasi kecemasan kompetitifnya. Partisipan penelitian adalah dua orang atlet bulutangkis dewasa. Penelitian ini menggunakan metode wawancara dan kuesioner CSAI-2 untuk mengumpulkan data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu partisipan mengalami penurunan kecemasan kognitif dan somatik, sedangkan partisipan lainnya, kecemasan kognitif meningkat namun kecemasan somatik tidak berubah. Selain itu ditemukan juga bahwa kedua partisipan mengalami penurunan kepercayaan diri pada alat ukur yang sama. Lebih lanjut peneliti melihat bahwa setelah mengikuti program, peserta lebih mudah menyadari pikiran yang membuatnya cemas ketika pertandingan berlangsung dan lebih mudah untuk mengontrol pikiran tersebut.

Anxiety is a factor influencing an athlete?s performance when facing a competition in sports. According to Martens, Vealey, and Burton (1990), anxiety consisted of cognitive and somatic aspects which would affect the physical and mind condition when an athlete is anxious. Such condition would retain the athlete from showing his/her best performance in a competition and might lead to a loss. This research aimed at showing that an intervention program could help athletes in overcoming their competitive anxiety using imagery technique, which is a form of cognitive therapy. The participants of the research were two adult badminton athletes. This research used interview and CSAI-2 questionaire to collect the data.
The study result indicated that one participant had lower cognitive and somatic anxiety after the program an the other showed higher cognitive anxiety and unchanged somatic anxiety. The research found that both participant had lower self confidence in a same measurement. Furthermore, the research found that after completing the program, the participants were more aware of their thoughts that made them anxious during the competition and they could control their thought better.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T30918
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Ramdhani
"ABSTRAK
Dalam olahraga, tuntutan yang besar dari lingkungan kompetitif akan menimbulkan kecemasan pada atlet. Kecemasan yang muncul sebagai respon dari tekanan kompetitif biasa disebut dengan kecemasan kompetitif (Mellalieu, Hanton & Fletcher, 2009). Satiadarma (2000) menjelaskan kecemasan pada atlet akan mengganggu performanya dalam sebuah pertandingan. Tujuan dari penelitian adalah untuk melihat penerapan imagery dan relaksasi progresif dapat mengatasi kecemasan kompetitif pada atlet sepak bola tingkat perguruan tinggi. Penelitian ini dilakukan pada tiga partisipan yang bertanding mewakili universitasnya dalam Liga ASMAJA. Peneliti menggunakan metode wawancara dan kuesioner CSAI-2R untuk mengetahui efektifitas penelitian.
Hasil kuesioner CSAI-2R menunjukkan dua partisipan mengalami penurunan pada skor kecemasan somatik dan kognitifnya, sedangkan satu partisipan tidak mengalami perubahan pada skor kecemasan somatik dan meningkat pada skor kecemasan kognitifnya. Selain itu, ditemukan dua partisipan mengalami peningkatan pada skor kepercayaan dirinya dan satu partisipan memiliki skor kepercayaan diri yang tetap. Meskipun begitu, berdasarkan hasil wawancara ketiga partisipan merasa imagery yang mereka lakukan membantu mereka menjadi lebih tenang, fokus dan percaya diri selama bermain.

ABSTRACT
In sport situation, competitive environment places many demands on participating athletes. This condition will cause anxiety on athletes. Anxiety that comes as a response to competitive demands called competitive anxiety (Mellalieu, Hanton & Fletcher, 2009). Anxiety would interfere athletes performance in a match (Satiadarma, 2000). This research aimed to showing that imagery and progresive relaxation intervention program could help college soccer athletes overcoming their competitive anxiety. The participants are three college athletes who were representing their university in Liga ASMAJA. This research used interviewing method and CSAI-2R questionaire to find effectiveness in intervention program.
Result from CSAI-2R indicated that two participant?s somatic and cognitive anxiety score decreased. Whereas one participant have same somatic anxiety score and increased cognitive anxiety score. Moreover, this study found that two participant?s self-confidence score increased and one participant have same score. Nevertheless, based on interviewing, three participants agreed that imagery intervention helped them to be more calm, focus and confidence in a match.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T34595
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Luvena Pietra
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas program intervensi guided imagery untuk mengurangi kecemasan performa musikal kepada siswa-siswi musik yang mengalami kecemasan performa musikal dan akan menghadapi resital akhir. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 3 orang (2 perempuan dan 1 laki-laki) serta berada pada rentang usia antara 18-27 tahun. Kecemasan performa musikal diukur dengan menggunakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti. Dalam penelitian ini akan dilangsungkan sebanyak 6 sesi, dimana 2 diantaranya digunakan sebagai pengukuran pra-intervensi dan paska-intervensi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat penurunan kecemasan diantara 3 partisipan yang diukur melalui kuesioner serta wawancara.

This study aimed to examine the effectiveness of guided imagery intervention program to reduce musical performance anxiety among music students, who has musical performance anxiety and will face the final recital. Participants in this study were 3 students (2 women and 1 man) and are in the age range between 18-27 years. Musical performance anxiety was measured using a questionnaire made by the researcher. In this study will be conducted as much as 6 sessions, where 2 of them are used as a measure of pre-intervention and postintervention. The results indicate that there is a decrease in anxiety among 3 participants, and were measured through questionnaires and interviews."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35530
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bianka Adya Aurelia
"Seperti atlet olahraga tradisional, atlet Esports mampu mengalami kecemasan kompetitif yang dapat menganggu performa mereka dalam bermain saat menjalani pertandingan. Kecemasan tersebut merupakan hasil interpretasi terhadap situasi kompetitif yang dianggap sebagai ancaman. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kontrol seperti self-efficacy untuk mencegah meningkatnya tingkat kecemasan kompetitif pada seorang atlet Esports. Namun terdapat dugaan bahwa terdapat peran kepribadian neuroticism yang mengakibatkan atlet memiliki kecenderungan untuk mengalami kecemasan kompetitif. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran neuroticism sebagai moderator dari hubungan self-efficacy dan kecemasan kompetitif pada atlet Esports Valorant. Kecemasan kompetitif diukur menggunakan Competitive State Anxiety Inventory-2R ID (CSAI-2RID), self-efficacy diukur menggunakan Athlete Self-Efficacy Scale (ASES), dan neuroticism diukur menggunakan International Personality Item Pool-Big FiveMarkers-25 (IPIP-BFM-25). Penelitian ini memperoleh 150 partisipan yang merupakan pemain gim Valorant (usia 18-25 tahun, 64.7% laki-laki). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat efek moderasi neuroticism yang signifikan pada hubungan self-efficacy dan kecemasan kompetitif. Dalam arti lain, baik tinggi atau rendah skor neuroticism tidak dapat memperkuat atau memperlemah self-efficacy terhadap kecemasan kompetitif secara signifikan.

Like traditional sports athletes, Esports athletes can experience competitive anxiety that can interfere with their performance in a competition. This anxiety is the result of interpreting competitive situations as threatening. Therefore, a type of control such as self-efficacy is needed to prevent competitive anxiety levels from rising in an Esports athlete. However, it is suspected that there is a role of neuroticism that results in athletes tending to experience competitive anxiety. This study aims to examine the role of neuroticism as a moderator of the relationship between self-efficacy and competitive anxiety in Esports athletes. Competitive anxiety was measured using the Competitive State Anxiety Inventory-2R ID (CSAI-2Rid), self-efficacy was measured using the Athlete Self-Efficacy Scale (ASES), and neuroticism was measured using the International Personality Item Pool-Big FiveMarkers-25 (IPIP-BFM-25). This study obtained 150 participants who were Valorant players (18-25 years old, 64.7% male). The results showed that there was no significant moderating effect of neuroticism on the relationship between self-efficacy and competitive anxiety. In other words, either high or low neuroticism scores could not significantly strengthen or weaken self-efficacy against competitive anxiety."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara sport-confidence dan coping pada atlet bulutangkis. Partisipan penelitian sebanyak 92 atlet bulutangkis yang mengisi kuesioner sport-confidence (SC) dan coping. Pengukuran sport-confidence menggunakan kuesioner Sport-Confidence Inventory-4 (SCI-4) yang disusun oleh Vealey & Knight (2002) dan untuk coping digunakan kuesioner Inventaire des Stratégies de Coping en Compétition Sportive (ISCCS) atau Coping Inventory for Competitive Sport (CICS) yang disusun oleh Gaudreau & Blondin (2002).
Hasil penelitian ini menujukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara ketiga jenis sport-confidence (physical skills and training, cognitive efficiency, dan resilience) dengan jenis task-oriented coping. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa terdapat hubungan signifikan yang negatif antara SC-physical skills and training dengan disengagement-oriented coping dan juga hubungan negatif yang signifikan antara SC-cognitive efficiency dengan disengagement-oriented coping. Hasil lain ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketiga jenis sport-confidence dengan distraction-oriented coping dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara SC-resilience dengan disengagement-oriented coping.

This research was conducted to find the correlation between sport-confidence and coping in badminton athletes. 92 badminton athletes participated in this study by completing the questionnaire of sport-confidence and coping. Sport-confidence was measured by Sport-confidence Inventory-4 (SCI-4), measurement created by Vealey & Knight (2002) and for coping was measured by Inventaire des Stratégies de Coping en Compétition Sportive (ISCCS) or Coping Inventory for Competitive Sport (CICS), measurement created by Gaudreau & Blondin (2002).
The result of this research show the existence of positive & significant correlation between the three types of sport-confidence (physical skills and training, cognitive efficiency, dan resilience) and task-oriented coping. This research also found that SC-physical skills and training negative correlated significantly with disengagement-oriented coping and also existence of negative and significant correlation between SC-cognitive efficiency and disengagement-oriented coping. But there is no significant correlation between the three types sport-confidence with distraction?oriented coping and no existence of significant correlation between SC-resilience and disengagement-oriented coping.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59055
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Nadya Widyanti
"Sales (2003) mengatakan merawat anggota keluarga yang menderita penyakit kronis, misalnya skizofrenia, dapat menimbulkan perasaan terbebani dan ketegangan sehingga mengurangi kualitas hidup caregiver. Stanley dan Shwetha (2006) menjelaskan skizofrenia mengakibatkan stres tidak hanya bagi penderitanya tetapi juga bagi anggota keluarganya. Secara umum, hal ini dikenal sebagai beban caregiver yang terbagi dua, yaitu beban obyektif dan beban subyektif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemberian intervensi psikologis pada caregiver penderita skizofrenia. Intervensi psikologis yang diberikan berdasarkan manual intervensi yang dibuat oleh National Institute of Mental Health and Neuroscience Bangalore (Varghese, Shah, Kumar, Murali, & Paul, 2002).
Penyampaian materi dan tujuan yang tertuang dalam modul tersebut akan dilakukan dengan pendekatan konseling. Penelitian ini bertujuan untuk melihat penurunan beban caregiving yang dialami oleh caregiver penderita skizofrenia. Penelitian melibatkan dua orang partisipan yang menjalani rangkaian intervensi sebanyak lima kali pertemuan. Penurunan beban caregiving dilihat berdasarkan perbedaan skor pada alat ukur Zarit Burden Interview (ZBI) yang terdiri dari 22 item dan wawancara secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi yang dijalankan dapat menurunkan beban pada caregiver penderita skizofrenia,yang dilihat dari penurunan skor pada alat ukur ZBI dan perubahan positif yang dirasakan caregiver.

Sales (2003) said that caring for a family member suffering from a chronic disease, such as schizophrenia, can lead to feeling overwhelmed and tension thereby reducing caregiver quality of life. Stanley and Shwetha (2006) describe schizophrenia is stressful not only for the sufferer but also for family members. This is known as caregiver burden which can be divided into objective burden and subjective burden. Therefore, it is necessary to provide psychological intervention on caregiver of people with schizophrenia. Psychological intervention given is based on a manual intervention developed by National Institute of Mental Health and Neuroscience Bangalore (Varghese, Shah, Kumar, Murali, & Paul, 2002).
Delivery of content and objectives contained in the module will be done using counseling approach. This research was conducted to see whether the intervention with the caregiver of people with schizophrenia can ease the caregiver's burden. This research involved two participants who underwent a series of interventions consists of five sessions. The decrease in caregiver burden is seen by differences in scores using Zarit Burden Interview (ZBI), which consists of 22 items, and a qualitative interview. The result showed this psychological intervention have decreased caregiver burden, as seen from ZBI scores and positive changes which caregiver perceived.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debi Oktarini
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah program intervensi individual dengan pendekatan kognitif perilaku dapat menurunkan kecemasan sosial pada seorang remaja berusia 12 tahun. Program intervensi pada penelitian ini disusun berdasarkan pada tiga level tujuan intervensi dengan pendekatan kognitif perilaku yang diungkapkan oleh Stallard (2005), yang terdiri dari sesi psikoedukasi (hubungan antara pikiran, perasaan, dan perilaku), sesi identifikasi reaksi fisik yang menyertai emosi dan mempelajari keterampilan untuk mengatasi reaksi fisik tersebut, identifikasi pikiran disfungsional, menantang pikiran disfungsional, strategi mengatasi pikiran disfungsional, serta sesi praktik berbicara di depan kelas. Kecemasan sosial diukur sebelum dan sesudah pemberian program intervensi dengan menggunakan alat ukur Social Anxiety Scale for Adolescent yang dikembangkan oleh La Greca dan Lopez (1998). Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa program intervensi individual dengan pendekatan kognitif-perilaku efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan sosial pada subjek.

This study aims to know whether individual intervention program with cognitive behavioral approach can reduce social anxiety level for a 12 years old adolescent. This program was arranged based on three level purposes of cognitive behavioral intervention approach stated by Stallard (2005). It is consists of psychoeducational session (linkage between our thinking, feeling, and behavior), identification of body respons as a sign of emotion and practice the skill to cope with it, identification of dysfunctional thought, challenge it and practice the skill to cope with it, and last is perform in front of the class. The social anxiety were measured before and after the program was applied using Social Anxiety Scale for Adolescent developed by La Greca and Lopez (1998). Based on the data obtained, it can be concluded that individual intervention program with cognitive behavioral approach is effective to reduce the social anxiety on a subject."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T38902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aristya Puspita Adi Wardhani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari intervensi kognitif-perilaku dalam menurunkan kecemasan sosial pada siswa SMA di lingkungan akademik. Intervensi ini disusun berdasarkan tiga level tujuan intervensi kognitif-perilaku yang dikemukakan oleh Stallard (2005). Penelitian ini menggunakan mixed method design, yaitu dengan menggabungkan data secara kualitatif dan kuantitatif untuk melihat sejauhmana kecemasan sosial subjek penelitian sebelum dan setelah pemberian intervensi kognitif-perilaku. Data kualitatif diperoleh dengan wawancara terhadap subjek, guru dan teman sekolah dengan berpedoman pada tiga subskala kecemasan sosial dari La Greca dan Lopez (1998). Data kuantitatif diperoleh dengan mengukur tingkat kecemasan subjek menggunakan alat ukur Social Anxiety Scale for Adolescent (SAS-A) yang telah diadaptasi oleh Oktarani (2014).
Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa intervensi kognitif-perilaku ini dapat menurunkan tingkat kecemasan sosial subjek di lingkungan akademik. Agar mendapatkan hasil penelitian yang optimal, penting untuk membangun kepercayaan terhadap subjek penelitian dan melibatkan orang lain di sekitar subjek saat intervensi dilakukan.

The intervention program based on three levels of cognitive-behavioral intervention objectives defined by Stallard (2005). This research study uses mixed method design, by combining data qualitatively and quantitatively to see the extent of social anxiety of the research participant before and after the cognitive-behavioral intervention is given. The qualitative data were obtained by interviewing the participant, participant's teachers, and participant's schoolmates. The interviewing guide is based on three social anxiety subscales defined by La Greca and Lopez (1998). Therefore, the quantitative data were obtained by measuring the level of anxiety of the participant using the Social Anxiety Scale for Adolescent (SAS-A) that had been adapted to Bahasa Indonesia by Oktarani (2014).
The result showed that cognitive-behavioral intervention can reduce the level of social anxiety of the participant in the academic environment. Building trust with the participant and involving other people around the participant-such as parents and teacher- are important in order to get the optimum research results.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didon Permadi
"ABSTRAK
Bagi atlet menembak TNI-AD, tergabung menjadi petembak tim AARM TNI-AD merupakan suatu kebanggaan dan prestasi yang luar biasa. Oleh karenanya, proses seleksi merupakan situasi yang penuh tekanan dan tuntutan yang sangat ketat dalam bersaing dengan petembak lain. Situasi ini dapat menimbulkan kecemasan kompetitif dalam diri petembak. Kecemasan kompetitif adalah salah satu reaksi emosi negatif atlet dalam menghadapi situasi pertandingan. Penelitian terdahulu membuktikan bahwa kecemasan kompetitif merupakan salah satu faktor psikologis yang sangat berpengaruh terhadap performa bertanding atlet. Kecemasan kompetitif terbagi atas kecemasan kognitif dan kecemasan somatik. Penelitian pendahuluan dilakukan terhadap 89 petembak TNI-AD untuk membandingkan mindfulness dan kemampuan coping sebagai prediktor terhadap kecemasan kompetitif. Hasil penelitian pendahuluan dengan menggunakan alat ukur AAQ-II (mindfulness), ACSI (kemampuan coping) dan CSAI-2R (kecemasan kompetitif), menunjukkan bahwa mindfulness dapat memprediksi kecemasan kompetitif secara signifikan dengan kontribusi sebesar 30,3%. Kemudian penelitian selanjutnya dilakukan untuk melihat efektivitas pendekatan MAC terhadap penurunan kecemasan kompetitif pada atlet menembak AARM TNI-AD. Penelitian ini dilakukan pada atlet menembak yang sedang mengikuti proses seleksi menembak kontingen AARM TNI-AD. Intervensi dalam kelompok diberikan selama 7 sesi terhadap 7 orang partisipan yang memenuhi kriteria yang ditentukan. Partisipan ini terdiri dari 5 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Pengukuran efektivitas intervensi dilakukan dengan menggunakan kuesioner CSAI-2R dan metode wawancara serta observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MAC dapat menurunkan tingkat kecemasan kompetitif dan membantu atlet mempertahankan serta meningkatkan performa bertanding. Berdasarkan hasil wawancara, partisipan mengaku lebih mudah mengenali pikiran dan perasaan negatif yang dapat mengganggu performa bertandingnya. Terhadap situasi kompetitif mereka lebih dapat menghayatinya sebagai bagian dari diri dan tidak berupaya melawannya. Hal ini membantu partisipan untuk lebih fokus pada tugas yang sedang dihadapi.

ABSTRACT
For Indonesian Army shooting athletes, joining the AARM TNI-AD team is a matter of pride and extraordinary achievement. Therefore, the selection process is a stressful situation and very strict demands in competing with other shooters. This situation can cause competitive anxiety in the shooter. Competitive anxiety is one of the athlete's negative emotional reactions in the face of a match situation. Previous research proves that competitive anxiety is one of the psychological factors that greatly influences the performance. Competitive anxiety is divided into cognitive anxiety and somatic anxiety. Preliminary research was conducted to 89 Indonesian Army shooters to compare mindfulness and coping skills as predictors of competitive anxiety. The results of preliminary research using AAQ-II (mindfulness), ACSI (coping ability) and CSAI-2R (competitive anxiety) measuring instruments showed that mindfulness can predict competitive anxiety significantly with a contribution of 30.3%. Then further research is conducted to see the effectiveness of the MAC approach to reducing competitive anxiety in AARM TNI-AD shooting athletes. This research was conducted on shooting athletes who were following the selection process of contingents of the Indonesian Army. Interventions in groups were given in 7 sessions on 7 participants who met the specified criteria. These participants consisted of 5 men and 2 women. Measurements of the effectiveness of the intervention were carried out using the CSAI-2R questionnaire, interview and observation methods. The results show that MAC can reduce competitive anxiety levels and help athletes maintain and improve competing performance. Based on the results of interviews, participants admitted that they were easier to recognize negative thoughts and feelings that could interfere with their competing performance. Against the competitive situation they are more able to appreciate it as part of themselves and not try to fight it. This helps participants to focus more on the task at hand"
2019
T51799
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>