Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109971 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutabarat, Rika Febriyanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran resiliensi keluarga yang terbentuk pada keluarga miskin dengan anak berstatus mahasiswa. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang diawali dengan pendekatan kuantitatif pada 247 mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin. Desain penelitian ini adalah Studi lapangan dengan menggunakan teknik convenient sampling sebagai metode pengambilan sampel. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan mewawancarai satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dua orang anak dan satu orang kak dari ibu yang memiliki skor total resiliensi keluarga tinggi untuk melihat gambaran resiliensi keluarga secara mendalam. Hasil dari penelitian ini menggambarkan pola organisasi keluarga menjadi komponen yang dominan dalam pembentukan resiliensi keluarga.

This study aims to determine the description of family resilience on the children of poor families with a student child. The research was conducted using qualitative approach that begins with quantitative approach to the 247 student who come from poor families. The design of this research is a field study using convenient sampling technique as a method of sampling. The qualitative approach conducted by interviewing a family which consists of father, mother, their children and a mothers?s sister that has a higher total score of family resilience to see a description of family resilience in depth. The results of this study describes the patterns of family organization becomes the dominant component in the formation of family resilience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Andini Rosaria C.
"Kohesivitas keluarga merupakan salah satu sub-komponen dari resiliensi keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kontribusi kohesivitas keluarga terhadap resiliensi keluarga pada mahasiswa dengan latar belakang keluarga miskin. Penelitian dilakukan pada 373 mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi 2012. Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Walsh Family Resilience Questionnaire (WRFQ) dan Balanced Cohesion dari Family Adaptability and Cohesion Evaluation Scale IV (FACES IV).
Kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat kontribusi yang signifikan dari kohesivitas keluarga terhadap resiliensi keluarga. Sebanyak 44,7% variasi skor resiliensi keluarga dapat dijelaskan oleh variasi skor kohesivitas keluarga. Selain itu, ditemukan korelasi yang signifikan antara resiliensi keluarga dengan keutuhan orangtua, kualitas interaksi dengan orangtua, serta antara kohesivitas keluarga dengan keutuhan orangtua, kualitas interaksi dengan orangtua, dan kualitas interaksi dengan saudara kandung.

Family cohesion is a sub-component of family resilience. This research aims to know family cohesion’s contribution on family resilience in college students who lives in poverty. Total participants is 373 college students who receive Bidikmisi 2012 scholarship. There are two scales that used in this research, Walsh Family Resilience Questionnaire (WRFQ) and Balanced Cohesion from Family Adaptability and Cohesion Evaluation Scale IV (FACES IV).
This research concludes that there is significant contribution of family cohesion on family resilience, where 44.7% of family resilience’s variation score can be explained by family cohesion’s variation score. Moreover, there is significant correlation between family resilience and marital condition, quality of interaction with parents, also between family cohesion and marital condition, quality of interaction with parents, quality interaction with siblings.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichwan Rizal
"Nilai memegang peranan penting dalam keseharian karena menjadi kriteria bagi individu dalam memilih dan membenarkan tingkah laku serta mengevaluasi tindakan orang lain, termasuk diri sendiri dan peristiwa (Schwartz, 1992). Selain itu, nilai juga sangat berhubungan dengan salah satu komponen resiliensi keluarga, yakni sistem keyakinan keluarga. Penelitian ini dilakukan untuk melihat kontribusi nilai terhadap resiliensi keluarga pada mahasiswa dengan latar belakang keluarga miskin. Penelitian dilakukan pada 315 mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi. Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Potrait Values Questionnaire (PVQ) untuk mengukur nilai dan Walsh Family Resilience Questionnaire (WRFQ) untuk mengukur resiliensi keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan adanya kontribusi nilai tradition dan achievement terhadap resiliensi keluarga. Berdasarkan analisis tambahan ditemukan beberapa hasil, yakni (a) adanya pengaruh jenis kelamin terhadap nilai conformity, benevolence, universalism, dan power, (b) adanya pengaruh pendidikan Ayah terhadap nilai security dan hedonism, (c) adanya pengaruh usia terhadap nilai hedonism, dan (d) adanya pengaruh pendapatan terhadap nilai conformity dan hedonism.

Values are important in people live because values can be criterion for choosing, judging, and evaluating behavior or event (Schwartz, 1992). Moreover, values are also highly correlated with one of family resilience’s component’s that is family belief system. This research aims to know the contribution of values toward family resilience of college students who lives in poverty. Total participant are 315 college students who receive Bidikmisi scholarship. Portrait Values Questionnaire (PVQ) is used to measure values and Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) to measure family resilience.
The results showed that values related to tradition and achievements are contributed to family resilience.Moreover, the additional analysis upon demographic data showed several results: (a) gender has a significantly influence values related to conformity, benevolence,universalism, and power, (b) father’s educational background significantly influence values related to security and hedonism, (c) age significantly influence values related to hedonism, and (d) family income also significantly influence values related to conformity and hedonism.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46776
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Ivana Samanhudi
"Resiliensi keluarga menjelaskan mengenai proses keluarga dalam menyelesaikan masalah dan beradaptasi sebagai satu kesatuan yang fungsional. Walsh (2003) membuat suatu model bagi resiliensi keluarga yang di dalamnya dijelaskan mengenai tiga proses kunci yang dianggap berkontribusi terhadap resiliensi keluarga: sistem kepercayaan keluarga, pola organisasi keluarga, dan proses komunikasi di dalam keluarga. Penelitian ini ingin melihat pengaruh mindset yang merupakan bagian dari sistem kepercayaan keluarga terhadap resiliensi keluarga pada mahasiswa dengan latar belakang keluarga miskin.
Penelitian dilakukan pada 330 mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi. Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Walsh Family Resilience Questionnaire (WRFQ) untuk mengukur resiliensi keluarga, dan Theory of Intelligence Scale (TIS) untuk mengukur mindset. Kesimpulan yang diperoleh adalah tidak terdapat pengaruh mindset yang signifikan terhadap resiliensi keluarga.

Family resilience refers to coping and adaptation processes in the family as a functional unit (Walsh, 2006). There is a model of family resilience based on Walsh (2003) which consists of three key processes: family belief system, organizational pattern, and communication processes. This research aims to know the effect of mindset as part of family belief system, in family resilience of college students with poor family background.
Total participant are 330 college students who receive Bidikmisi scholarship. There are two scales used in this research, Walsh Family Resilience Questionnaire (WRFQ) to measure family resilience and Theory of Intelligence Scale (TIS) to measure mindset. This research concludes that there is no significant effect of mindset in family resilience.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52560
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mely Putri Kurniati Rosalina
"Resiliensi keluarga menjelaskan mengenai proses keluarga dalam menyelesaikan masalah dan beradaptasi sebagai satu kesatuan yang fungsional.Walsh (2003) membuat suatu model bagi resiliensi keluarga yang di dalamnya dijelaskan mengenai tiga proses kunci yang dianggap berkontribusi terdap resiliensi keluarga : sistem kepercayaan keluarga, pola organisasi keluarga, dan proses komunikasi di dalam keluarga.
Penelitian ini ingin melihat kontribusi spiritualitas dan religiusitas yang merupakan bagian dari sistem kepercayaan keluarga terhadap resiliensi keluarga pada mahasiswa dengan latar belakang keluarga miskin. Penelitian dilakukan pada 356 mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi. Terdapat tiga alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Walsh Family Resilience Questionnaire (WRFQ), Spirituality Attitude and Involvement List (SAIL) dan Religious Commitment Inventory-10 (RCI-10).
Kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat pengaruh spiritualitas dan religiusitas terhadap resiliensi keluarga. Selain itu ditemukan korelasi yang signifikan antara resiliensi keluarga dengan besar keluarga dan keutuhan orangtua. Selain itu resiliensi, spiritualitas dan religiusitas berkorelasi secara signifikan dengan keikutsertaan anggota keluarga dalam kelompok agama. Penelitian ini juga membuktikan bahwa spiritualitas memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan religiusitas dalam pengembangan resiliensi keluarga.

Family resilience refers to coping and adaptation processes in the family as a functional unit (Walsh, 2006). There is a model of family resilience based on Walsh (2003) consist three key processes: family believe system, organizational pattern, communication processes.
This research aims to know spirituality and religiosity?s contribution, part of family belief system, on family resilience of college students with poor family background. Total participant are 356 college students who receive Bidikmisi scholarship. There are three scales, Walsh Family Resilience Questionnaire (WRFQ), Spirituality Attitude and Involvement List (SAIL) and Religious Commitment Inventory-10 (RCI-10).
This research concludes that there is effect of spirituality and religiosity in family resilience.There is significant correlation between family resilience and family structure and marital condition. Family resilience, spirituality and religiosity also has significant correlation with family member?s participation in a religious group. This research shows that spirituality has a bigger effect than religiosity in family resilience.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Priska Novia Shabhati
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran hubungan antara resiliensi keluarga dan harapan pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin. Pengukuran resiliensi keluarga menggunakan alat ukur Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) yang disusun oleh Walsh (personal communication, 1 April, 2012) dan pengukuran harapan menggunakan alat ukur State Hope Scale (SHS) yang disusun oleh Snyder (1994). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 247 mahasiswa S1 Reguler yang berasal dari keluarga miskin.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara resiliensi keluarga dan harapan pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin (r = 0.388; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi resiliensi keluarga yang dimiliki suatu keluarga, semakin tinggi harapan yang dimiliki. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 15.1% skor resiliensi keluarga dapat dijelaskan oleh skor harapan. Berdasarkan hasil tersebut, penting dilakukan intervensi pengembangan harapan, sebagai faktor pendorong terbentuknya resiliensi keluarga.

This research was conducted to find the correlation between family resilience and hope among college students from poor families. Family resilience was measured using Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) that originally constructed by Walsh (personal communication, April 1, 2012) and hope was measured using the original version of State Hope Scale (SHS) by Snyder (1994). The participants of this research are 247 college students who come from poor families.
The main results of this research show that family resilience positive significantly correlated with hope (r = 0.388; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher family resilience, the higher showing hopes. In addition, the result shows that 15.1% of family resilience score can be explained by the score of hope. Based on these results, it is important to develop hope intervention, as one of protective factor of family resilience.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amatul Firdausa Nasa
"Keyakinan memengaruhi pemahaman dan reaksi keluarga terhadap kesulitan yang dihadapi dan kemampuan mereka untuk mengatasinya (Patterson, 2002). Salah satu keyakinan yang ada dalam keluarga adalah optimisme (Warter, 2009). Menurut Taylor dkk (2010), optimisme merupakan sumber psikologis bagi keluarga dalam menghadapi kesulitan, terutama keluarga yang menghadapi kemiskinan. Optimisme dipandang sebagai karakteristik yang dapat meningkatkan fungsi resiliensi (Taylor dkk, 2010). Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara resiliensi keluarga dan optimisme pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin. Penelitian ini melibatkan sebanyak 247 mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi dengan mengisi kuesioner resiliensi keluarga dan optimisme. Resiliensi keluarga diukur dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Walsh (2012) yaitu Walsh Family Resiliensce-Questionnaire (WFRQ). Sedangkan optimisme diukur dengan menggunakan alat ukur Life Orientation Test-Revised (LOT-R) yang dikembangkan oleh Scheier, Carver dan Bridges (1994). Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiliensi keluarga dan optimisme mempunyai korelasi positif yang signifikan (r = 0.331, p = 0.000). Selain itu, melalui hasil analisis tambahan juga ditemukan perbedaan mean resiliensi keluarga yang signifikan pada struktur keluarga (orangtua lengkap dan orangtua tunggal) dan juga perbedaan mean optimisme yang signifikan pada aspek pekerjaan ibu.

Belief are thougt to impact how family understands and respond to exposure the risk of adversity and ability to protect themselves (Patterson, 2002). Optimism is one of belief in family (Warter, 2009). According to Taylor et al (2010), optimism is a psychological resource for families faced adversity, especially families living in poverty. Optimism is a characteristic that may promote resilient functioning (Taylor dkk, 2010). This research was conducted to investigate the correlation between family resilience and optimism among college students from families living in poverty. This study involved 247 Bidikmisi scholarship students by filling out the questionnaire family resilience and optimism. Family resilience was measured by Walsh Family Resilience-Questionnaire (WFRQ) constructed by Walsh (2012). While optimism was measured by Life Orientation Test-Revised (LOT-R) constructed by Scheier, Carver and Bridges (1994). The results showed that family resilience and optimism has a significant positive correlation (r = 0.331, p = 0.000). In addition, through the results of additional analysis also found that were significant mean differences of family resilience on family structure (two parents and single parents) and also significant mean differences of optimism on maternal occupation aspect."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Wandasari
"Penelitian ini dirancang untuk mengetahui hubungan antara resiliensi keluarga dan family sense of coherence pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin serta sumbangan komponen family sense of coherence terhadap resiliensi keluarga. Resiliensi keluarga diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Walsh (2012). Family Sense of coherence diukur dengan rnenggunakan instrumen yang dikembangkan Antonovsky dan Sourani (1988). Partisipan penelitian adalah 238 mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin.
Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif dan signifikan antara resiliensi keluarga dan family sense of coherence (r = 0,621, p < 0.01). Komponen comprehensibility pada family sense of coherence memberi sumbangan paling besar terhadap resiliensi keluarga. Di samping itu, dari hasil analisis tambahan diperoleh bahwa resiliensi keluarga dipengaruhi oleh struktur keluarga.

This study was designed to investigate correlation between family resilience and family sense of coherence among college students from poor families and also the contribution of family sense of coherence?s components to family resilience. Family resilience was measured by Walsh?s family resilience instrument (2012) and family sense of coherence was measured by Antonovsky and Sourani's instrument (1988). A sample of 238 college students from poor families
participated in this study.
The results show positive and significant correlation between family resilience and family sense of coherence (r = 0,621, p < 0,01). Comprehensibility is the family sense of coherence?s component contributes the most to family resilience. Furthermore, family resilience was influenced by family structure.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa
"Hidup miskin di Jakarta bukanlah suatu pilihan, atau cita-cita, melainkan lebih tepat sebagai keterpaksaan atau nasib buruk. Apalagi terpaksa harus tinggal bersama keluarga di rumah plastik yang mirip gubuk dan sewaktu-waktu terancam penggusuran. Hal yang memprihatinkan seperti itu tidak pemah terbayangkan sebelumnya ketika para pendatang memutuskan untuk meninggalkan desa atau daerahnya karena sulitnya memperoleh lapangan pekerjaan di daerah sendiri, lebih-lebih dengan modal pengetahuan dan ketrampilan yang terbatas.
Salah satu lokasi yang dijadikan tempat tinggal mereka adalah di dalam komplek pasar induk, karena di pasar itulah mereka dapat mengais rejeki antara lain dari buah-buahan atau sayuran yang jatuh berceceran akibat dari kegiatan bongkarmuat dari dan ke kendaraan truk pengangkutnya. Selain itu juga dari sampah atau limbah yang terbuang di dalam komplek pasar induk yang ternyata hasilnya dapat menghidupi keluarganya.
Mereka berjuang untuk bisa tetap hidup (survive) berusaha mendidik anak-anaknya di lingkungan rumahnya ataupun di sekolah. Kadang-kadang mereka dihadapkan pada pilihan yang pelik, antara anak tetap bersekolah untuk bekal masa depannya, atau terpaksa meninggalkan bangku sekolah untuk turut bekerja mencari tambahan penghasilan keluarga.
Kondisi yang demikian menarik untuk dilakukan penelitan yang bertujuan untuk menyelami kehidupan keluarga miskin memenuhi kebutuhannya, dan pola keluarga miskin itu menangani pendidikan anak-anaknya di tengah-tengah kondisi kemiskinannya. Pendidikan anak pada keluarga miskin di sini dimaksudkan : mulai di dalam rumah atau keluarga, sampai di luar rumah keluarga itu. Di sini ingin diketahui bagaimana konsep keluarga miskin itu di dalam penanaman nilai-nilai dan ketrampilan termasuk dorongan dan pemberian kesempatan kepada anaknya mengikuti pendidikan dasar.
Penelitian ini merupakan suatu studi yang menggunakan pendekatan kualitatif terhadap lima keluarga miskin yang hidup bersama anak-anaknya di rumah sangat tidak layak di dalam lingkungan pasar Induk. Hasil analisis atas temuan di lapangan menunjukkan beberapa kekurangan, yaitu : bahwa anak belajar di sekolah tingkat SD masih belum menjadi kebutuhan, karena sangat rendahnya kesadaran orang tua tentang nilai-nilai pentingnya pendidikan anak pada keluarga. Motivasi orang tua untuk memenuhi kebutuhan agar anaknya bersekolah amat rendah, sehingga akses terhadap sistem pendidikan formal yang tersedia di sekitarnya menjadi terhambat.
Adapun jalur pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal, dalam hal ini pendidikan kesetaraan SD dan SLTP (Paket A dan Paket B) yang digratiskan bagi anak yang putus sekolah pun mengalami hal yang serupa. Apalagi berbagai bentuk kursus ketrampilan yang diselenggarakan oleh masyarakat / swasta dengan memungut biaya kursus, makin tidak terjangkau walaupun dengan ketrampilan yang diperoleh lebih berpeluang mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Melihat beberapa kelebihan yang ada pada pendidikan non formal (seperti antara lain keluwesan, aneka ragam ketrampilan yang berorientasi pada kebutuhan, murah dan bermanfaat), suatu model program yang disebut sebagai "pendidikan non formal keliiing? diajukan dalam perencanaan sosial untuk dijadikan altematif solusi terhadap masalah yang dihadapi. Pada intinya, pendidikan tersebut berupa pengembangan terhadap model pendidikan (formal ataupun non formal) yang berjalan selama ini. Model yang diajukan di sini melalui penyelenggaraan kelompok belajar atau kursus ketrampilan secara gratis dan bersifat khusus dan terbatas di lingkungan pemukiman tempat tinggal keluarga-keluarga sangat miskin, sepanjang lokasinya memiliki sumber dukungan teknis. Bahkan hal itu masih ditambah iagi dengan beberapa bentuk perangsang atau stimulasi agar lebih menarik bagi anak-anak putus sekolah sehingga hasilnya dapat menjangkau sasaran secara lebih optimal.
Kesemuanya itu dengan menyediakan dukungan biaya yang diperlukan sebagai konsekuensi dari penyelenggaraan model program itu. Dukungan itu diharapkan dapat diperoleh dari pihak Pemerintah / Pemda sebagai bentuk respons dari tanggung jawab negara terhadap pendidikan anak-anak terlantar dan perbaikan nasib keluarga miskin sesuai yang diamanatkan di dalam UUD 1945, serta diharapkan pula dengan mengundang peran aktif masyarakat, terutama melalui organisasi sosial dan LSM yang memiliki kepedulian serta sumber daya untuk mendukung program dimaksud."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13810
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>