Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190976 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tetengean, Bobby Joshia
"Prestasi atlet tidak hanya ditentukan oleh faktor fisik dan faktor teknis, tetapi juga faktor psikologis. Faktor psikologis mempunyai pengaruh yang besar terhadap pencapaian prestasi atlet tingkat internasional. Kemenangan yang diraih oleh atlet pada kejuaraan tingkat dunia terkadang ditentukan oleh beberapa faktor psikologis tertentu. Gunarsa menyatakan bahwa sedikitnya ada dua faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi yang dicapai oleh atlet yaitu 1 tingkat kecemasan dasar yang dirasakan oleh atlet dan motivasi yang ditunjukkannya dalam bentuk achievement goal yang dipersepsikan oleh atlet.
Kecemasan dasar adalah kecemasan yang berhubungan dengan karakter atlet dalam menanggapi situasi kompetisi yang ketat. Semakin tinggi tingkat kecemasan dasar atlet semakin rendah prestasi yang dicapainya, sebaliknya semakin rendah tingkat kecemasan dasar atlet semakin tinggi prestasinya. Tingkat kecemasan dasar yang tinggi mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan faktor fisik dan faktor teknis yang ditampilkan oleh atlet.
Achievement goal adalah persepsi atlet mengenai tujuan pencapaian prestasinya. Ada dua bentuk umum achievement goal yaitu 1 orientasi ego (ego orientation) dan orientasi tugas (task orientation). Atlet yang memiliki kecenderungan persepsi orientasi ego akan mengembangkan tujuan prestasi yang selalu ingin menampilkan kemampuannya dihadapan lawan-lawannya. Atlet yang memiliki kecenderungan persepsi orientasi tugas akan mengembangkan tujuan prestasi yang menekankan pada usaha untuk menguasai suatu teknik bermain atau tugas tertentu. Atlet yang dominan dalam salah satu kecenderungan orientasi achievement goal akan mengembangkan persepsi yang berbeda mengenai tujuan pencapaian prestasinya.
Sehubungan dengan pengaruh yang dimiliki oleh kecemasan dasar dan achievement goal terhadap prestasi atlet, maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah prestasi atlet bulutangkis Indonesia berhubungan secara signifikan dengan kecemasan dasar dan achievement goal. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui variabel yang merupakan peramal terbaik bagi prestasi atlet bulutangkis Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi kemajuan prestasi atlet bulutangkis Indonesia dan mengetahui secara spesifik masalah yang berkaitan dengan tingkat kecemasan dasar dan achievement goal yang dapat mempengaruhi kemajuan prestasi atlet. Penelitian dilakukan terhadap 40 atlet (25 putra dan 15 putri) Pelatnas bulutangkis di Cipayung, Jakarta. Teknik pengambilan subyek penelitian adalah populasi. Alat ukur yang digunakan adalah Sport Competitive Anxiety Test (SCAT) untuk mengukur kecemasan dasar, Task and Ego Orientation Sport Quesxionnaire (YEOSQ) untuk mengukur achievement goal, dan data mengenai prestasi yang diraih oleh atlet Pelatnas bulutangkis Indonesia selama satu tahun (1997) mengikuti kejuaraan nasional dan intemasional. Sebelum data diolah lebih lanjut, peneliti melakukan penyaringan (Screening) data.
Pengolahan data dengan menggunakan teknik Pearson product moment menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dasar dengan prestasi atlet bulutangkis Indonesia dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara achievement goal dengan prestasi atlet bulutangkis Indonesia. Selain itu dengan menggunakan teknik multiple regression diperoleh hasil bahwa variabel yang memberi kontribusi terbesar bagi peramalan prestasi atlet bulutangkis Indonesia adalah kecemasan dasar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi skor kecemasan dasar atlet semakin rendah prestasi yang diraihnya, sebaliknya semakin rendah skor kecemasan dasar atlet semakin tinggi prestasi yang diraihnya. Kesimpulan lainnya adalah kecenderungan achievement goal yang dipilih atlet tidak berkaitan dengan prestasi yang diraihnya.
Hal lain yang periu disempurnakan lebih lanjut adalah proses pengujian reliabilitas dan validitas alat ukur. Peneliti menyarankan untuk rnemperbanyak item item SCAT dan TEOSQ sebelum dilakukan pengujian reliabilitas dan validitas alat ukur dan menguji-cobakannya pada sampel atau popuiasi yang berbeda dengan sampel atau populasi yang diambil. Saran lainnya adalah meneliti variabel Iain yang mempunyai pengaruh terhadap peningkatan dan penurunan prestasi atlet bulutangkis Indonesia, khususnya pada atlet putri yang memiliki masalah regenerasi pemain yang tidak lancar. Di samping itu peneliti menyarankan agar atlet yang tinggi tingkat kecemasan dasarnya diberi terapi relaksasi otot untuk menurunkan tingkat kecemasannya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Tapi Juliana
"Manusia dilahirkan dengan dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Setiap' jenis kelamin memiliki ciri-ciri fisik dan karakteristiknya tersendiri. Ciri-ciri fisik adalah ciri-ciri yang terlihat pada tubuh, sedangkan karakteristik adalah ciri-ciri secara psikologis yang memunculkan sifat yang berbeda. Pada orang laki-laki sifat tersebut dikenal dengan maskulin dan pada orang perempuan dikenal dengan feminin, kedua karakteristik tersebut lebih dikenal dengan istilah sex-role orientation. Setiap manusia memiliki persepsi sendiri terhadap sex-role-nya masing-masing dan persepsi inilah yang akan mengarahkan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Dunia olahraga adalah salah satu dunia kaum laki-laki, yang identik dengan unsur kompetisi dan aktivitas fisik di dalamnya. Menurut teori, hanya sex-role maskulin dan androgin yang dapat bertahan dalam aktivitas olahraga. Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa mereka yang sukses di dunia olahraga adalah mereka yang menunjukkan karakter maskulin atau androgin, baik ia seorang lakilaki ataupun seorang perempuan. Jadi perempuan-perempuan yang berkecimpung di dunia olahraga biasanya memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan menampilkan karakteristik maskulin dan androgin.
Selain kemampuan berkompetisi dan aktivitas fisik, olahraga juga membutuhkan perilaku achievement untuk berprestasi. Perilaku achievement tersebut mendasari sang atlet untuk melakukan usaha-usaha berlatih menuju ke prestasi yang ingin dicapai. Orientasi apa yang dipilih oleh sang atlet menentukan keberhasilannya dalam mencapai prestasi terbaiknya.
Achievement goal orientation merupakan alasan atau tujuan mendasar seseorang untuk menunjukkan kemampuannya dalam suatu kegiatan pencapaian prestasi. Ames & Archer (1988) mengemukakan dua jenis goal orientation, yaitu taskoriented dan ego-oriented. Atlet yang cenderung mengarah pada task-oriented lebih mementingkan proses berlatih, peningkatan pemahaman dan keterampilan, dan fokus pada pengembangan kemampuan yang berhubungan dengan performa masa lalu. Sedangkan atlet yang cenderung mengarah pada ego-oriented hanya memfokuskan pada hasilnya saja dan menggunakan perbandingan dengan individu lain di lingkungannya.
Dari penelitian-penelitian terdahulu, diketahui bahwa task-oriented adalah orientasi yang paling ideal untuk menghasilkan perilaku dan motivasi yang adaptif dalam belajar. Demikian juga di dunia olahraga, pemantapan task-oriented atletatlet penting untuk menghasilkan motivasi untuk berlatih dan perilaku berprestasi.
Dari hasil penelitian di luar negeri, pada atlet perempuan ditemukan bahwa mereka lebih termotivasi secara instrinsik {task-oriented) daripada atlet laki-laki. Mereka melakukan kegiatan olahraga untuk kepuasan diri sendiri bukan untuk membuktikan sesuatu kepada orang lain. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara sex-role orientation dengan achievement goal orientation pada atlet perempuan di Indonesia, dalam hal ini atlet sofbol. Pemilihan cabang olahraga sofbol dikarenakan sofbol adalah olahraga kompetitif berbentuk permainan dengan kelompok, yang merupakan ciriciri olahraga maskulin, namun biasa diperuntukkan bagi kaum perempuan.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa lebih dari setengah dari jumlah subyek (55,55%) memiliki orientasi androgin dan maskulin, sesuai dengan penelitian sebelumnya. Diketahui juga sex-role orientation atlet perempuan berhubungan dengan achievement goal orientation atlet tersebut. Atlet perempuan yang berorientasi feminin, maskulin dan androgin memiliki kecenderungan mengarah pada task-oriented pada performa berlatih ataupun bertandingnya. Hasil lain diketahui bahwa orientasi maskulin memberikan sumbangan terbesar terhadap varians task-oriented pada atlet perempuan tersebut. Hasil penelitian ini belum dapat dikatakan maksimal, karena masih banyak kelemahan-kelemahan di sana-sini. Walau begitu diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya, juga penerapan praktis di bidang olahraga, khususnya pada cabang sofbol."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.K. Rono J.
"Penelitian ini berusaha melihat hubungan antara goal orientation dengan prestasi akademis pada Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Goal orientation diukur dengan menggunakan alat ukur ?goal orientation? yang dikembangkan oleh Larasati (2010). Sedangkan untuk mengukur prestasi akademis dilihat dari IPK terakhir yang diraih oleh partisipan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara goal orientation dengan prestasi akademis. Lebih lanjut lagi, ditemukan adanya hubungan positif yang lemah antara learning goal orientation terhadap prestasi akademis, namun terdapat hubungan positif yang signifikan antara performance goal orientation terhadap prestasi akademis. Selain itu ditemukan bahwa mahasiswa yang menggunakan learning dan performance goal orientation yang tinggi secara bersamaan, mencapai prestasi akademis terbaik dibandingkan dengan mahasiswa yang hanya menggunakan salah satu goal orientation maupun kedua goal orientation secara rendah. Berdasarkan jenis kelamin, tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara goal orientation, learning goal orientation, maupun performance goal orientation antara laki-laki dan perempuan. Namun perempuan secara signifikan lebih tinggi dalam prestasi akademis dibandingkan dengan laki-laki.

This research is proposed to find the relationship of goal orientation and academic achievement in college student in Faculty of Psychology University of Indonesia. Goal orientation was measured by measurement tools constructed by Larasati (2010). And academic achievement was measured by Grade Point Average of the subject. The result from this study is there?s a positive and significant relationship between goal orientation and academic achievement. Furthermore, it was founded that learning goal orientation has a positive but weak relationship with academic achievement, whereas performance goal orientation has a positive and significant relationship with academic achievement. Beside that, it was founded that student with high on learning and performance goal orientation achieved the highest Grade Point Average than student with only using either learning or performance goal orientation alone or neither goal orientation. By sex, there is no significant differences on goal orientation, learning goal orientation nor performance goal orientation among male and female college student. But female is significantly higher on academic achievement than male college student.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Visi Mirani
"ABSTRAK
Situasi penonton dalam suatu pertandingan olahraga dipandang sebagai situasi yang berkaitan erat dengan timbulnya kecemasan pada diri atlet (Singer, Murphey, dan Tennant, 1993). Selanjutnya, situasi hadirnya penonton ini dapat menimbulkan hasrat pamer (self-presentation) pada diri atlet, terutama jika di antara penonton hadir orang yang berarti bagi atlet (significant other). Bagi atlet yang sedang berada pada tahap perkembangan dewasa muda, dimana salah satu tugas perkembangannya adalah mencari pasangan hidup, kehadiran pacar atau orang yang menjadi sasaran ketertarikan atlet akan menjadi masalah tersendiri, dimana ia akan mengkhawatirkan kesan yang akan timbul di benak pacarnya atau orang yang menjadi sasaran ketertarikannya karena ia merasa penampilannya dievaluasi. Keinginan untuk menjaga kesan baik ini akan menjadi konflik jika tugas yang akan diselesaikan adalah tugas yang relatif sulit. Hoki merupakan cabang olahraga yang atletnya dituntut untuk menyelesaikan tugas yang relatif sulit (Ward, 1994) karena atlet dituntut untuk mampu menguasai bola yang berukuran kecil (11,4 cm) dengan sebuah alat yang berupa tongkat yang panjangnya 91 sampai 101 cm. Jadi, permasalahan dari penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara self-presentation terhadap pacar atau orang yang menjadi sasaran ketertarikan dengan kecemasan pada atlet hoki.
Yang dimaksud dengan self-presentation adalah keinginan yang diwujudkan dalam usaha atau dapat juga merujuk pada sarana yang digunakan individu dalam rangka membentuk kesan baik yang diharapkan akan timbul di benak orang lain. Self-presentation ini diukur dengan alat yang dibuat dan terdiri dari 48 item. Selanjutnya, menurut Spielberger kecemasan terdiri dari dua macam. Yang pertama adalah kecemasan dasar yang merujuk pada disposisi umum yang dimiliki individu untuk berespon pada berbagai macam situasi (yang mengancam) dan bentuk responnya adalah kecemasan sesaat. Kecemasan dasar ini diukur oleh alat ukur yang disusun oleh Martens (1977) yaitu Sport Competition Anxiety Test. Yang kedua adalah kecemasan sesaat yang merupakan keadaan emosi yang muncul segera, mempunyai karakteristik yang ditandai adanya rasa takut, cemas, dan ketegangan serta diikuti dengan adanya kegairahan fisiologis (physiological arousal). Kecemasan sesaat ini diukur oleh alat ukur yang juga dikembangkan oleh Martens (1977), yaitu Competitive State Anxie(y Inventory (CSAI). ketiga alat ukur tersebut disebarkan kepada 75 atlet hoki ketika Invitasi Hoki Ruangan Antar Perguruan Tinggi dan Pelajar Nasional berlangsung dan yang dapat diolah sebanyak 48 subyek.
Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode stastistik teknik korelasi Pearson's Product Moment, maka diketahui tidak terdapat hubungan antara kecenderungan self-presentation terhadap pacar atau orang yang menjadi sasaran ketertarikan dengan kecemasan pada atlet hoki. Namun hal ini bukan berarti atlet tidak mempunyai keinginan untuk menjaga kesan baik di benak pacarnya atau orang yang menjadi sasaran ketertarikannya. Hal ini dimungkinkan karena adanya beberapa kelemahan dalam penelitian ini, salah satunya adalah bagaimanapun juga pacar dan orang yang menjadi sasaran ketertarikan atlet merupakan dua hal yang berbeda. Maka dari itu, disarankan dalam penelitian selanjutnya dilakukan pemisahan terhadap subyek yang memiliki pacar dan yang baru merasa tertarik kepada seseorang."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lubis, Fitriani Yustikasari
"Mahasiswa berbakat intelektual merupakan aset yang potensial untuk mampu berhasil di bidangnya, meski demikian tidak semua mahasiswa berbakat intelektual mengalami kesuksesan karena aspek sosial emosi. Karakter perfeksionisme merupakan aspek sosial emosi yang dominan dan memiliki dampak negatif terhadap prestasi akademik. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dinamika pengaruh negatif perfeksionisme maladaptif terhadap prestasi akademik, ketika dalam dinamikanya terdapat peran persepsi ekspektasi guru dan teman sebaya. Dibahas juga peran keterampilan yang dapat membuat perfeksionisme maladaptif menjadi lebih adaptif dalam pencapaian prestasi akademik, yaitu self-compassion dan goal adjustment yang terdiri dari goal disengagement dan goal re-engagement.
Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed-method; explanatory sequential design untuk menguji model teoritis moderated mediation yang diajukan. Pada tahap kuantitatif delapan puluh enam responden mahasiswa berbakat intelektual mengisi kuesioner: (1) pelaporan nilai IPK, (2) Skala Persepsi Ekspektasi Guru; (3) Skala Persepsi Ekspektasi Teman Sebaya, (4) Frost Multidimensional Perfectionism Scale, (5) Self-Compassion Scale, dan (6) Goal Adjusment Scale. Hasil menemukan kondisi persepsi ekspektasi guru dan teman sebaya dihayati sebagai keinginan menghindari kekecewaan terbukti secara empiris berdampak pada prestasi akademik ketika perfeksionisme maladaptif sebagai mediator. Selain itu, ketika terdapat dinamika self-compassion dan goal adjustment sebagai moderator, pengaruh perfeksionisme maladaptif melemah terhadap prestasi akademik. Sementara kondisi persepsi ekspektasi guru dan teman sebaya dihayati positif atau memberatkan terbukti tidak berpengaruh secara signifikan pada hubungan perfeksionisme maladaptif dan prestasi akademik. Pada tahap 2 kualitatif wawancara terhadap delapan responden yang dipilih dari tahap pertama. Hasil menunjukkan perfeksionisme mengganggu prestasi akademik, persepsi ekspektasi guru dan teman sebaya memperkuat sikap perfeksionisme, dan kemampuan untuk menerima kesalahan (self-compassion) dan kemampuan melepaskan sementara tujuan utama (goal disengagement) dapat mengurangi dampak negatif perfeksionisme pada prestasi akademik.

Undergraduate gifted students are a potential asset to be able to succeed in their fields, although not all undergraduate gifted students experience success because of the social and emotional aspects. Perfectionism character is the dominant social emotional aspect and has a negative impact on academic achievement. This study aims to explain the dynamics of negative impact maladaptive perfectionism on academic achievement, when the perception of expectations of teachers and peers intervene. It also discusses the role of skills that can make maladaptive perfectionism more adaptive in achieving academic achievement, namely self-compassion and goal adjustment consisting of goal disengagement and goal re-engagement.
This study uses a mixed-method approach; explanatory sequential design to test the proposed moderated mediation theoretical model. In the quantitative stage, eighty-six intellectual gifted student respondents filled out the questionnaires: (1) GPA value reporting, (2) Teacher's Expectation Perception Scale; (3) Peer Expectation Perception Scale, (4) Frost Multidimensional Perfectionism Scale, (5) Self-Compassion Scale, and (6) Goal Adjustment Scale. The results found that the perception of teacher and peer expectations as a desire to avoid disappointment was empirically proven to have an impact on academic achievement when maladaptive perfectionism was the mediator. In addition, when there are dynamics of self-compassion and goal adjustment as moderators, the effect of maladaptive perfectionism weakens on academic achievement. Meanwhile, the perception of teacher and peer expectations positive or burdensome was proven not to have a significant effect on the relationship between maladaptive perfectionism and academic achievement. In stage 2 qualitative interviews with eight respondents were selected from the first stage. The results show that perfectionism give a negative to academic achievement, perceptions of teacher and peer expectations strengthen attitudes of perfectionism, and the ability to accept mistakes (self-compassion) and the ability to temporary let go the main goal (goal disengagement) can reduce the negative impact of perfectionism on academic achievement.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara sport-confidence dan coping pada atlet bulutangkis. Partisipan penelitian sebanyak 92 atlet bulutangkis yang mengisi kuesioner sport-confidence (SC) dan coping. Pengukuran sport-confidence menggunakan kuesioner Sport-Confidence Inventory-4 (SCI-4) yang disusun oleh Vealey & Knight (2002) dan untuk coping digunakan kuesioner Inventaire des Stratégies de Coping en Compétition Sportive (ISCCS) atau Coping Inventory for Competitive Sport (CICS) yang disusun oleh Gaudreau & Blondin (2002).
Hasil penelitian ini menujukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara ketiga jenis sport-confidence (physical skills and training, cognitive efficiency, dan resilience) dengan jenis task-oriented coping. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa terdapat hubungan signifikan yang negatif antara SC-physical skills and training dengan disengagement-oriented coping dan juga hubungan negatif yang signifikan antara SC-cognitive efficiency dengan disengagement-oriented coping. Hasil lain ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketiga jenis sport-confidence dengan distraction-oriented coping dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara SC-resilience dengan disengagement-oriented coping.

This research was conducted to find the correlation between sport-confidence and coping in badminton athletes. 92 badminton athletes participated in this study by completing the questionnaire of sport-confidence and coping. Sport-confidence was measured by Sport-confidence Inventory-4 (SCI-4), measurement created by Vealey & Knight (2002) and for coping was measured by Inventaire des Stratégies de Coping en Compétition Sportive (ISCCS) or Coping Inventory for Competitive Sport (CICS), measurement created by Gaudreau & Blondin (2002).
The result of this research show the existence of positive & significant correlation between the three types of sport-confidence (physical skills and training, cognitive efficiency, dan resilience) and task-oriented coping. This research also found that SC-physical skills and training negative correlated significantly with disengagement-oriented coping and also existence of negative and significant correlation between SC-cognitive efficiency and disengagement-oriented coping. But there is no significant correlation between the three types sport-confidence with distraction?oriented coping and no existence of significant correlation between SC-resilience and disengagement-oriented coping.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59055
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pradaniasari Dewi Safitri
"Kecurangan akademik merupakan fenomena yang masih terjadi dalam dunia pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan achievement goal dan identitas moral dengan kecurangan akademik. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan pada peserta didik SMA dengan rentang usia 15-18 tahun yang melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Indonesia (N = 296). Penelitian dilaksanakan secara daring menggunakan alat ukur Patterns of Learning Adaptive Survey (PALS) dari Midgley et. al. (2000), Moral Identity Questionnaire (MIQ) dari Black dan Reynolds (2016), dan Kuesioner Kecurangan Akademik dari Septiana (2016). Hasil penelitian menunjukan bahwa achievement goal dimensi mastery goal memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan kecurangan akademik (r = -0,12, p<0,05), dimensi performance-approach goal tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kecurangan akademik (r = 0,04, p>0,05) dan dimensi performance-avoidance goal juga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kecurangan akademik (r = 0,09, p>0,05). Untuk identitas moral memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan kecurangan akademik (r = -0,37, p<0,01). Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi mastery-goal pada peserta didik SMA, semakin rendah kecenderungan untuk melakukan kecurangan akademik dan semakin tinggi identitas moral yang dimiliki, semakin rendah kecenderungan melakukan kecurangan akademik. Pembahasan dan saran untuk penelitian selanjutnya dijabarkan.

Academic cheating is a phenomenon where it still happened in today’s education. This research aims to determine the relationship between achievement goal and moral identity with academic cheating. This research is quantitative research conducted on high school students aged 15-18 years who carry out distance learning (PJJ) in Indonesia (N = 296). The research was conducted online using the Patterns of Learning Adaptive Survey (PALS) by Midgley et. al. (2000), Moral Identity Questionnaire (MIQ) by Black and Reynolds (2016), and Academic Cheating Questionnaire by Septiana (2016). The results show there is significant negative relationship between mastery goal dimension of achievement goals and academic cheating (r = -0,12, p<0,05), the performance-approach goal dimension does not have a significant relationship with academic cheating (r = 0,04, p>0,05) and the performance-avoidance goal dimension also did not have a significant relationship with academic cheating (r = 0,09, p>0,05). Moral identity has a negative and significant relationship with academic cheating (r = - 0.37, p<0,01). The research results show the higher the mastery-goal of high school students, the lower the tendency to commit academic cheating and the higher the moral identity they have, the lower the tendency to commit academic cheating. Discussion and suggestion for future research are explained."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasyanti
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Puspa Pratiwi
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara sport-confidence dan self-talk pada atlet bulutangkis. Sport-confidence adalah kepercayaan atau tingkat keyakinan yang individu miliki terhadap kemampuannya untuk meraih keberhasilan dalam bidang olahraga (Vealey, 1986). Sementara itu, self-talk adalah dialog pribadi, diucapkan lantang ataupun tidak, yang digunakan atlet untuk menginterpretasikan perasaan dan persepsinya, meregulasi dan merubah evaluasi dan keyakinannya, serta memberikan instruksi dan reinforcement untuk dirinya sendiri (Hardy, Gammage, & Hall, 2001). Sebanyak 97 atlet bulutangkis menjadi partisipan dalam studi ini dengan mengisi kuesioner. Sport-confidence diukur dengan menggunakan sport-confidence Inventory-4 (SCI-4) yang disusun oleh Vealey & Knight (2002), sedangkan pengukuran self-talk menggunakan Self-Talk Questionnaire (S-TQ) yang dikembangkan oleh Zervas, Stavrou, & Psychountaki (2007). Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara SC-physical skills and training, SC-cognitive efficiency, dan SC-resilience dengan ST-motivasional dan ST-kognitif.

This research is conducted to find the relationship between sport-confidence and self-talk among badminton athletes. Sport-confidence was defined as the belief or degree of certainty individuals possess about their ability to be successful in sport (Vealey, 1986, P. 222). Meanwhile, self-talk was defined as a dialogue, a small voice in one?s head or said loud, in which the individual interprets feelings and perception, regulates and changes evaluations and convictions, and gives him/herself instruction and reinforcement (Hardy, Gammage, & Hall, 2001). 97 badminton athletes participated in this study by completing the questionnaires. Sport-confidence was measured by sport-confidence Inventory-4 (SCI-4) created by Vealey & Knight (2002) while, self-talk was measured by Self-Talk Questionnaire (S-TQ) created by Zervas, Stavrou, & Psychountaki (2007). The result of this research shows that SC-physical skills and training, SC-cognitive efficiency, and SC-resilience positive correlated significantly with ST-motivational and ST-cognitive."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>