Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139613 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amanda Putri Wisuda
"Penelitian ini membahas mengenai kebijakan pelaksanaan perencanaan pembangunan taman kota di Depok. Kebijakan pelaksanaan perencanaan pembangunan Taman Kota ini disusun oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok dalam bentuk Masterplan pembangunan Taman Kota. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan pelaksanaan perencanaan pembangunan taman kota di Depok. Teori inti yang digunakan adalah mengenai kebijakan publik dan perencanaan pembangunan. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan kajian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada kebijakan perencanaan pembangunan taman kota Depok. Hal tersebut dikarenakan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) belum disahkan, keterbatasan dana, ketidakakuratan data, kurangnya sosialisasi, dan keterbatasan Sumber Daya Manusia.

This study discusses implementation of planning policies in Depok city park. Planning policy has been prepared by Parks and Sanitation Department (DKP) in Depok City Parks as a master plan. The purpose of this study was to determine how the implementation of planning policies in Depok city park. Core theories were use in this policy development planning. The research methode in use is a qualittive data collection with in dept interviews and review of literature. The result showed that there is not the policy planning of city park in Depok city it is because the spatial plan (spatial plan) as not been authorized, limited funds, the inaccuracy data, lack of socialization, and human resource constraints."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Arifiani
"Ruang terbuka hijau merupakan salah satu elemen penting yang harus ada di setiap wilayah perkotaan. Manfaat yang didapat dari adanya RTH adalah sebagai paru-paru kota yang berfungsi untuk area resapan air, menjaga keseimbangan tanah, dan menjadi sirkulasi udara. Pemerintah Kota Depok sebagai salah satu wilayah yang dinilai masih kurang dalam penyediaan RTH, membuat strategi kebijakan dengan membangun Alun-alun kota dan taman pada setiap kelurahan. Namun, dalam implementasinya pembangunan Alun-alun tidak sesuai dengan konsep RTH karena lebih banyak lahan terbangun untuk sejumlah fasilitas dibandingkan dengan proporsi area terbuka hijau. Dengan begitu, perlu adanya pengukuran efektivitas pada implementasi kebijakan RTH di Kota Depok terutama pada pengembangan Alun-alun. Penelitian ini menggunakan metode post positivist, data dikumpulkan melalui wawancara dan observasi yang kemudian diolah menjadi narasi yang deskriptif. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa terdapat beberapa indikator yang masih kurang efektif, di mana tingkat kepentingan kelompok sasaran dan pemanfaatan tata ruang menjadi permasalahan dalam implementasi kebijakan ruang terbuka hijau di Alun-alun kota. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan indikator tersebut tidak efektif di antaranya kurang partisipasi masyarakat, kurang sumber daya, dan adanya konflik kepentingan antar pelaksana. Oleh karena itu, pengembangan Alun-alun sebagai instrumen kebijakan ruang terbuka hijau dapat dikatakan masih kurang efektif sehingga perlu adanya penambahan ruang atau Alun-alun untuk memenuhi kebutuhan RTH di Kota Depok.

Green open space is one of the essential elements that must exist in every urban area. The benefits derived from the existence of green open space are as the lungs of the city which function as water catchment area, maintain soil balance, and become air circulation. The City Government of Depok, as one of the areas considered to need improvement in the provision of green open space, has made a policy strategy by building city squares and parks in each village. However, in practice, the development of the Alun-Alun is different from the space concept because there is more built-up land for several facilities compared to the proportion of green open areas. Thus, this research aims to analyze the effectiveness of the development of the town square as an instrument of green open space policy in the city of Depok. The research uses a post-positivist method where data is collected through interviews and observations, which are then processed into descriptive narratives. The results show that some indicators still need to be improved, where the level of interest of the target group and spatial use is a problem in implementing green open space policies in town squares. Several factors cause these indicators to be ineffective, including lack of community participation, lack of resources, and conflict of interest between executors. Therefore, the development of the Alun-Alun as an instrument of green open space policy is still ineffective, so there is a need for additional space or Alun-Alun to meet the needs of green open space in Depok City."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinanthi Wahyu Kusumaningrum
"Pembangunan sarana dan infrastruktur di Kota Malang mengakibatkan terjadinya konversi ruang terbuka hijau (RTH) menjadi lahan terbangun. Pembangunan ini menimbulkan fenomena urban heat island (UHI). Adanya fenomena UHI menyebabkan suhu udara semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk mengatasinya diperlukan adanya pengembangan RTH. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi RTH eksisting di Kota Malang, mengidentifikasi wilayah dengan UHI di Kota Malang dan menentukan wilayah pengembangan RTH di Kota Malang. Identifikasi RTH eksisting berbasis data tutupan lahan dihasilkan melalui digitasi pada aplikasi Google Earth sedangkan identifikasi UHI dihasilkan dari analisis suhu permukaan darat (land surface temperature). Hasil menunjukkan bahwa luas RTH Kota Malang secara keseluruhan sebesar 4.214 hektar terdiri dari RTH privat seluas 3635 hektar (34%) dan RTH publik seluas 579 hektar (5%). Hasil analisis RTH eksisting menunjukkan bahwa RTH privat sudah memenuhi ketentuan yaitu melebihi 10%, sedangkan RTH publik masih perlu penambahan karena masih dibawah ketentuan yaitu 20%. Sementara fenomena UHI di Kota Malang sudah mencakup 59% dari luas Kota Malang yaitu seluas 6421 hektar. Pengembangan RTH publik difokuskan pada kelurahan-kelurahan yang masih memiliki RTH privat cukup luas karena salah satu cara pengembangan RTH yang dapat dilakukan adalah mengonversi lahan RTH privat menjadi RTH publik. Pengembangan RTH publik diprioritaskan pada kelurahan-kelurahan yang memiliki kelas suhu paling tinggi yaitu lebih dari 32°C. Dengan mempertimbangkan kriteria tersebut, terdapat 30 kelurahan yang dapat dilakukan pengembangan RTH dan disusun menjadi tiga kelompok prioritas menjadi prioritas 1 meliputi 4 kelurahan, prioritas 2 meliputi 14 kelurahan dan prioritas 3 meliputi 12 kelurahan

The development of facilities and infrastructure in Malang are trigerring the conversion of green open space (GOS) into built-up land. The development causes the urban heat island phenomenon (UHI). The existence of the UHI phenomenon causes the air temperature to increase. Therefore, to overcome the increase in environmental temperature it is necessary to develop green open space. This study aims to identify existing green open spaces in Malang City, identify areas with UHI in Malang City and determine areas for the developing of green open spaces in Malang City. Identifying existing green open space based on the data from land use analysis obtained from digitizing on Google Earth. Meanwhile, the identification of UHI is generated from analysis of land surface temperature. The result shows that the total area of green open space in Malang City is 4214 hectares, consisting of private green open space covering 3635 hectares (34%) and public green open space covering 579 hectares (5%). The analysis of existing green open space, it shows that private green open space has met the requirements, which is more than 10%, while public green open space is still below the stipulation of 20%. Meanwhile, the UHI phenomenon in Malang City already covers 59% of the area of Malang City. The development of public green open space is focused on villages with relatively large private green open spaces because one way to develop green open spaces that can be done is to convert private green open spaces into public green open spaces. The development of public green open space is focused on villages with a high temperature of more than 32°C. By considering these criteria, 30 urban village can be developed with green open space and arranged into three priority groups to become priority 1 covering 4 villages, priority 2 covering 14 villages and priority 3 covering 12 villages."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hasanah
"Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penyebab pelaksanaan kebijakan Jaminan Persalinan di kota Depok Jawa Barat yang tidak efektif dari aspek prosedural dan substantif, yang ditunjukkan dengan pencapaian tujuan yang tidak konsisten, pemanfaatan di tahun 2011 dan 2012 yang sangat rendah, dan partisipasi Bidan Praktek Swasta dalam menjalankan kebijakan yang sangat rendah. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan tidak terlaksananya ketentuan mengenai penerima manfaat yang dibatasi kepemilikan jaminan lain bukan kemampuan finansial dan prosedur pelayanan persalinan berjenjang dan rujukan kepada fasilitas tingkat lanjut; proses pencairan klaim atas jasa pelayanan yang lama; alokasi anggaran yang tidak sesuai dengan tingkat kebuthan; serta ketidak puasan atas kompensasi merupakan penyebab pelaksanaan kebijakan yang tidak efektif secara prosedural. Adanya kesenjangan yang sangat tinggi antara estimasi dengan realisasi penerima manfaat dana Jaminan Persalinan dan pembatasan penerima manfaat yang tidak berdasarkan pada kepemilikan jaminan kesehatan lain, namun kemampuan finansial yang tidak sesuai dengan prinsip universal coverage menjadi penyebab tidak efektifnya pelaksanaan kebijakan secara substantif.
The aim of this research is to find out the cause of the implementation of the policy of security fund of Childbirth in the city of Depok, West Java that ineffective from a procedural and substantive aspects, shown from the achievement of the objectives that are inconsistent, especially in the years 2011 and 2012 are very low, and the participation of midwives, private practice in carrying out the policy is very low. This research is descriptive research with qualitative methods. The results of the research showed that the provisions on Security Fund of Childbrith beneficiaries limited by ownership of others healthcare coverage not ability to pay healthcare service and procedures of childbirth stages and a reference to the Healthcare Facilies of advanced have not been implemented; the process of disbursement claims over a long service; the allocation of the budget that does not correspond to the level of needs; and the low of compensation of mideives private practice to carrying out the policy are the cause of the implementation of policy procedurally ineffective. There is a very high gap between estimated and actual beneficiaries security fund of childbirth and restriction of beneficiaries which are not based on ownership of other health coverage, but financial circumstances which do not comply with the principle of universal coverage are the cause of the implementation of policy substantively ineffective."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanaya Naland
"Insentif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memegang peranan penting dalam mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan strategi mitigasi emisi karbon. Penerapan kebijakan insentif PBB juga telah banyak diadopsi oleh pemerintah daerah di berbagai negara. Di Indonesia pemberian insentif PBB bagi Bangunan Gedung Hijau (BGH) baru dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana penerapan kebijakan insentif PBB bagi BGH di Kota Bandung dan alternatif kebijakan insentif PBB dengan tinjauan kebijakan insentif PBB bagi BGH di Kota Petaling Jaya, Kerala, Victoria dan Carroll. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan studi lapangan berupa wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan hingga saat ini belum ada pemanfaatan kebijakan ini. Penerapannya pun masih terkendala sosialisasi kesiapan teknologi dan pengetahuan SDM. Padahal penerapan kebijakan insentif ini berpotensi mengatasi hambatan finansial dalam pembangunan BGH. Hasil tinjauan dengan kebijakan yang berlaku Kota Petaling Jaya, Kerala, dan Carroll menunjukan terdapat beberapa perbedaan prinsip dalam pemberian insentif yang dapat dijadikan bahan masukan bagi kebijakan di Kota Bandung agar menunjukan hasil yang lebih maksimal.

The Land and Building tax incentives are critical in supporting sustainable development and carbon reduction initiatives. This incentive scheme has also been widely implemented by municipal governments in several nations. Meanwhile, in Indonesia, this incentive grant for the green building has just been carried out by the Bandung City Government. The purpose of this study is to analyze the implementation of this incentive policy for green building in Bandung City and compare alternatives of this incentive policy in Petaling Jaya, Kerala, Victoria and Carroll City to the incentive policy in Bandung City. The research method was a qualitative approach with data gathering techniques comprising library studies and field studies in the form of in-depth interviews. The results show that so far there has been no exploitation of these incentives due to a lack of socialization, technological readiness, and knowledge. While the implementation of this incentive policy has the potential to overcome the financial obstacles in the construction of green buildings. The results of the surveys with the policies in force in the cities of Petaling Jaya, Kerala, and Carroll showed there are certain variations in the awarding of incentives that can be used as input material for policies in the city of Bandung to to achieve better results in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ma`ruf Ardyanto
"Pandemi COVID 19 di Indoenesia semakin tidak terkendali persebarannya. Tingginya angka perseberan penyakit ini menyebabkan lumpuhnya kegiatan diberbagai sektor sehingga menyebabkan krisis ekonomi global dan hal itu berimbas pada negara Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan program vaksinasi di seluruh wilayah terdampak penyakit COVID19 untuk menekan angka perseberannya. Pelaksanaan program vaksinasi dilakukan dengan secara serentak dan massal dengan menggunakan berbagai fasilitas umum sebagai tempat pelaksanaannya, salah satunya adalah RTH Kalijodo. Pemerintah setempat melakukan Collaborative Governance guna memperlancar kegiatan pelaksanaan vaksinasi di RTH Kalijodo. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis collaborative governance yang dilakukan oleh pemerintah dan apa saja peran para stakeholder dalam pelaksanaan program vaksinasi di RTH Kalijodo. Menggunakan Teori Collaborative Governanace dan meotde post positivist, serta mengumpulkan data dengan melakukan wawancara dan analisis dokumen-dokumen negara. Penelitian ini menunjukan bahwa pada pelaksanaan program vaksinasi di RTH Kalijodo terdapat pemerintah yang belum kolaboratif dimana tidak terpenuhinya unsur masyarkat dan swasta yang menjadi salah satu unsur utama dalam collaborative governance.

The COVID-19 pandemic in Indonesia is getting out of control. The high spread rate of this disease has caused the paralysis of activities in various sectors, causing a global economic crisis and that crisis also has a huge impact on Indonesia. The government through the Ministry of Health issued a policy to implement a vaccination program in all areas affected by the COVID-19 disease to reduce the number of spreads. The implementation of the vaccination program is carried out simultaneously and in bulk by using various public facilities as a place of implementation, one of which is the Kalijodo Urban Open Space (RTH Kalijodo). The local government carries out Collaborative Governance to facilitate the implementation of vaccination activities at the RTH Kalijodo. Therefore, this study aims to analyze collaborative governance carried out by the government and what are the roles of stakeholders in the implementation of the vaccination program at the RTH Kalijodo. Using Collaborative Governance theory and post-positivist methods, as well as collecting data by conducting interviews and analyzing state documents. This research shows that in the implementation of the vaccination program at the Kalijodo RTH, there is a government that is not yet collaborative where the elements of the community and the private sector are not fulfilled which are one of the main elements in collaborative governance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Noor Muhammad
"Penelitian ini merupakan pendekatan baru pewujudan ruang, yaitu ruang untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai (space as a means to an end). Penelitian dilatarbelakangi oleh penurunan kualitas dan keberadaan fisik ruang terbuka hijau di sempadan sungai menyebabkan peningkatan lahan kritis DAS Ciliwung dari sebesar 0,15% pada tahun 2013 menjadi 11,65% pada tahun 2018 (Kementerian ATR/BPN, 2018), peningkatan tingkat kerawanan sosial (Depok, 2015)(DKI Jakarta 2020), dan ketika terjadi bencana banjir menyebabkan kerugian mencapai lebih dari Rp10 Triliun (Yudhistira, 2020). Berdasarkan latar belakang masalah, penelitian menggunakan studi kasus pewujudan RTH Publik di Depok untuk memahami proses pewujudan ruang. Tahapan penelitian dilakukan dengan memahami kondisi keberadaan fisik RTH di sempadan sungai, kemudian dilanjutkan dengan penelusuran interaksi antar aktor yang terkait dalam upaya untuk peningkatan kuantitas maupun kualitas RTH di sempadan sungai melalui pewujudan ruang terbuka hijau publik berkelanjutan di sempadan sungai. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yang dipandu dengan kerangka Teori Jejaring Aktor (Actor Network Theory) (Latour, 2005) serta metode yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif (Mixed Methods). Keberhasilan pewujudan RTH publik berkelanjutan dipengaruhi oleh 3 aspek, yaitu: fungsi ekologis dapat berlanjut, interaksi sosial untuk mencapai tujuan bersama, interaksi ekonomi dalam bentuk tatanan nyata. Sedangkan pola interaksi dalam pewujudan ruang melalui 4 (empat) momen translasi, yaitu: problematisasi, penarikan, pelibatan, dan mobilisasi.

This research is a new approach in the production of space, namely space as a means to an end. This research is motivated by a decrease in the quality and physical presence of green open space on the river banks, causing an increase in critical land in the Ciliwung watershed from 0.15% in 2013 to 11.65% in 2018 (Ministry of ATR/BPN, 2018), increasing levels of social vulnerability (Depok, 2015) (DKI Jakarta 2020), and when a flood occurred, it caused a loss of more than Rp. 10 trillion (Yudistira, 2020). Based on the background of the problem, using a case study of the realization of public green open space in Depok to understand the process of realizing the space. The research stage is carried out by understanding the condition of the physical presence of green open space on the river banks, then proceeding with tracing the interactions between the actors involved in an effort to increase the quantity and quality of green open space on the river banks through the realization of sustainable public green open spaces on the river banks. This study uses a qualitative approach guided by the Actor-Network Theory framework (Latour, 2005) and the methods used are quantitative and qualitative (mixed methods). The success of the production of sustainable public green open space is influenced by 3 aspects, namely: ecological functions can continue, social interaction to achieve common goals, economic interaction in the form of a real and valid order. While the pattern of interaction in the production of space is through 4 (four) moments translation, namely: problematization, enrollment, interessement, and mobilization."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rifqi Aziz
"Dalam Undang-Undang Dasar 1945, bentuk pemerintahan daerah telah digambarkan secara jelas yaitu berupa Pemda setingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, yang masing-masing dipimpin oleh Gubernur/Bupati/Walikota dan dipilih secara langsung oleh rakyat. Selain itu, dalam UUD 1945 juga dijelaskan, bahwa tiap pemerintahan daerah memiliki DPRD sebagai perwakilan rakyat daerah yang berperan dalam pembentukan peraturan daerah bersama kepala daerahnya. Namun, pada tahun 2022 untuk pertama kalinya Indonesia memutuskan memindahkan Ibu Kota Negara, dengan konsep Pemda yang berbeda seperti yang telah digambarkan dengan jelas dalam Undang-Undang Dasar. Dalam landasan hukum pemindahan Ibu Kota Negara, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara menetapkan bahwa model Ibu Kota Negara adalah berbentuk Pemerintah Daerah Khusus dengan nama Nusantara yang dikelola oleh Badan Otorita setingkat kementerian serta dipimpin oleh Kepala Otorita dengan status setingkat menteri. Berbeda seperti Pemda lainnya, nantinya Kepala Otorita tidak dipilih oleh rakyat layaknya Gubernur, melainkan ditunjuk langsung oleh Presiden. Lebih jauh dari itu, Pemerintah Daerah Khusus Nusantara tidak memiliki DPRD sehingga dipertanyakan implementasinya. Metode penelitian dalam penulisan ini yaitu menggunakan metode yuridis-normatif, yang berfokus pada kajian norma-norma hukum, yurisprudensi, dan bahan-bahan hukum lainnya untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Berangkat dari permasalahan tersebut, DPR memegang peran kunci untuk menggantikan peran DPRD khususnya dalam menjalankan prinsip-prinsip checks and balances di daerah IKN.

In the 1945 Constitution of Indonesia, the form of regional government is clearly described as Provincial/District/City Governments, each led by a Governor/Regent/Mayor and elected directly by the people. Additionally, the Constitution outlines that each regional government has a Regional People’s Representative Council (DPRD) representing the people of the area, playing a role in the formation of regional regulations in collaboration with the head of the region. However, in 2022, for the first time, Indonesia decided to move its Capital City, adopting a different form of regional government than what is explicitly described in the Constitution. According to the legal basis for the relocation of the Capital City, Law No. 3 of 2022 concerning the Capital City establishes that the model of the Capital City is a Special Regional Government named Nusantara, managed by an Authority Body at the ministerial level and led by a Head of Authority with the status equivalent to a minister. Unlike other regional governments, the Head of Authority is not elected by the people like a Governor but is appointed directly by the President. Furthermore, the Special Regional Government of Nusantara does not have a DPRD, raising questions about its implementation. The research method in this writing is using the juridical-normative method, focusing on the study of legal norms, jurisprudence, and other legal materials to address the research problem. Given this issue, the DPR holds a key role in replacing the functions of the DPRD, especially in implementing the principles of checks and balances in the IKN area."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zanetta Yuniar Kurniawan
"Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Nusantara akan berjalan dengan baik apabila investasi dan perekonomian berkembang di IKN. Salah satu instrumen pendukung yang digunakan adalah pemberian insentif perpajakan yang tertera dalam PP Nomor 12 Tahun 2023 mengenai Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara. Sejumlah insentif diharapkan mampu menarik investor untuk menanamkan modal di IKN, namun, insentif yang digelontorkan dalam jumlah banyak dapat mengikis penerimaan pajak tanpa memberikan dampak besar terhadap manfaat yang diterima oleh pemerintah. Karena itu, diperlukan analisis atas formulasi kebijakan serta penguatan kapasitas administrasi atas insentif PPh di IKN Nusantara untuk memastikan insentif perpajakan dapat dimanfaatkan secara optimal. Pendekatan yang digunakan adalah post-positivist dengan pengumpulan data yang dilakukan secara kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa formulasi kebijakan insentif PPh di IKN Nusantara telah sejalan dengan serangkaian tahap dalam konsep formulasi kebijakan, namun belum memenuhi komponen administrative capacity dilihat dari belum adanya peraturan turunan hingga aplikasi yang akan digunakan. Sebaiknya, pemerintah menentukan kriteria evaluasi secara jelas dan merinci atas pemberian insentif PPh di IKN agar manfaat dan biaya yang terealisasikan dapat terukur dan sesuai dengan tujuan yang telah dirancang disertai dengan keterlibatan sasaran utama kebijakan dalam proses formulasi kebijakan tersebut serta mempercepat penguatan setiap komponen administrative capacity.

The relocation of the National Capital to Nusantara will goes well if investment and the economy develops in IKN. One of the supporting instruments used is the provision of tax incentives as stated in PP Number 12 of 2023 concerning the Provision of Business Licensing, Ease of Business and Investment Facilities for Business Actors in the Capital City of Nusantara. A number of incentives are expected to be able to attract investors to invest in IKN, however, incentives disbursed in large quantities can erode tax revenues without having a major impact on the benefits received by the government. Therefore, analysis of policy formulation and strengthening of administrative capacity for income tax incentives in IKN Nusantara is needed to ensure that tax incentives can be utilized optimally. The approach used is post-positivist with data collection carried out qualitatively through in-depth interviews and literature study. The results of this research show that the income tax incentive policy formulation in IKN Nusantara is in line with a series of stages in the policy formulation concept, but has not yet fulfilled the administrative capacity’s components seen from the absence of derivative regulations to the applications that will be used. It would be better if the government determines clear and detailed evaluation criteria for the provision of PPh incentives in IKN so that the benefits and costs realized can be measured and in line with the designed objectives accompanied by the involvement of the main policy targets in the policy formulation process and accelerate the strengthening of each administrative capacity’s component."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Firani Safitra
"Minimnya satuan pendidikan sekolah menengah pertama negeri (SMPN) penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Depok serta ditemuinya berbagai problematika yang kontradiktif dari amanat kebijakan memberi keterbatasan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam mendapatkan hak pendidikan. Hal tersebut medorong diadakannya penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pendidikan inklusif pada SMPN Kota Depok yang menjadi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Penelitian ini menggunakan teori faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan oleh Edward III (1980) yang membagi kepada 4 (empat) dimensi, yakni komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Penelitian menggunakan pendekatan post-positivist dan desain deskriptif. Data primer diperoleh dari field research dan wawancara mendalam, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusif di SMPN 8, SMPN 18 dan SMPN 19 Kota Depok masih belum terimplementasi dengan baik karena terdapat berbagai kendala pada empat dimensi, yakni kurangnya komunikasi, inkonsistensi implementasi, kekosongan isi kebijakan, informasi yang tidak lengkap, terbatasanya kuantitas dan kualitas sumber daya, belum diterapkannya sanksi, dan belum terdapat koordinasi. Komitmen untuk melaksanakan pendidikan inklusif juga hanya terfokus pada SMPN 8 dan belum terwujud pada SMPN 18 dan SMPN 19. Oleh karena itu, penelitian ini menghasilkan saran untuk membentuk sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam membentuk perencanaan kebijakan yang komperenshif, melakukan pemberdayaan LSM, memberikan alokasi anggaran khusus, memperkuat pelaksanaan dengan membentuk komitmen dan aturan khusus agar implementasi kebijakan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan.

The minimum amount of Public Junior High School as implementors of Inclusive Education in Depok City alongside with various problems met are seen to be contradictive from the obligation to held education among the Children with Disabilities. Those are the reasons underlying this research that was conducted to focusing on analyzing the factors that are significant to Inclusive Educational Policy delivered by Edward III (1980) consisting dimensions of communication, resources, disposition, and bureaucratic structure. Post positivist worldview and descriptive design was used to conduct the research. The datas used are mainly provided from the field research and in-depth interviews, while the secondary ones are provided from literature reviews.
The result shows that the implementation of inclusive education program in SMPN 8, SMPN 8, and SMPN 19, Depok City are considered as not good enough. Barriers on communication, vacuum of policy, inconsistency, incomplate information, limited resources, low punishment enforcement and inexistence of coordination are the main reasons. The commitment of implementing inclusive educational policy was only found at SMPN 8, but neither on SMPN 18 nor SMPN 19. The suggestions emerged from this research are to build synergy among governmental bodies on comprehensive planning, NGO empowernment, budgetary allocation, and building commitment alongside with law enforcement to fulfill the preciously planned goals.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>