Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150389 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ajeng Dwi Astuti
"ABSTRAK
Dewasa ini bangunan sering dianggap sebagai sebuah produk ekonomi yang
sangat erat kaitannya dengan biaya. Pengendalian biaya dalam tahap perancangan
akan melibatkan pemahaman terhadap ekonomi bangunan untuk dapat mengetahui
efisiensi komponen ? komponen dalam bangunan tersebut. Komponen dalam
ekonomi bangunan yang berperan dalam besar kecilnya biaya diantaranya bentuk
bangunan, orientasi bangunan, inti bangunan, sirkulasi, utilitas, transportasi vertikal,
struktur bangunan, material eksterior. Peninjauan ekonomi bangunan terhadap
komponen bangunan studi kasus menunjukkan bahwa desain yang simpel dan
menerapkan standar minimum adalah desain dengan efisiensi tinggi dan mempunyai
nilai ekonomis yang baik.

ABSTRACT
Building today is often regarded as an economic product that is closely associated
with the cost. Cost control in the design phase will involve an understanding of
building economics to be able to know the effectiveness of building components.
Components that play a role in building cost is; building form, natural lighting,
building core, circulation, utility, vertical transportation, building structure and
exterior material. Economic review of the building components of case studies show
that a simple design and implementation of minimum standards have high efficiency
and have a good economic value."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42287
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Muhammad Fatchurrahman
"Sepanjang sejarah, hewan telah dipandang sebagai spesies kelas sekunder oleh manusia. Kecenderungan ini juga tercermin dalam perlakuan manusia terhadap hewan, yang sebenernya telah mengakibatkan berbagai masalah etika dan isu-isu lingkungan hidup. Oleh karena itu, revisi dalam bagaimana manusia melihat dan memperlakukan spesies yang mirip namun berbeda dengan mereka jelas dibutuhkan, karena pada kenyataan-nya manusia telah ditakdirkan untuk hidup berdampingan dengan hewan dalam ekosistem Planet Bumi. Pertanyaan tentang perlakuan terhadap hewan dan keterlibatan mereka belakangan ini muncul dalam berbagai bidang studi, seperti filsafat, etika global, keberlanjutan, dan arsitektur, yang melahirkan paradigma baru 'post-humanisme' yang merupakan pengalihan dari 'humanisme' dengan kecenderungan antroposentris-nya. Namun, hanya sedikit yang telah benar-benar menyadari masalah ini dalam dunia praktis arsitektur. Maka dari itu, pertanyaan yang menetap adalah, haruskah hewan terlibat dalam perkembangan arsitektur? Jika ya, maka apa manfaat dari keterlibatan ini dan bagaimana seharusnya arsitek merancang arsitektur untuk hewan?

Throughout history, animals have been relegated as a secondary class species by humankind. This tendency is also reflected in human treatments upon animals, which have resulted in various ethical and environmental issues. Therefore, there is a dire needs for a revision of how humans see and treat the species that is similar, yet different to them, since humans are inevitably destined to coexist with animals in the Earth's ecosystem. Questions regarding animal treatments and involvement have subsequently arise in many fields of study, such as philosophy, global ethics, sustainability, and architecture, which brings forth the novel paradigm 'post humanism' which is an anti thesis from'humanism' anthropocentric tendencies. However, few have actually realize this problems in the practical world of architectural developments. So the question remains, should animals be involved in architectural developments If yes, then what is the benefits of this involvement and how should architect design an architecture for animals."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S66844
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Qadarini
"Sejak pertama kati didirikan, sosok menara hampir sela\u ditemukan di setiap bangunan mesjid dan gereja. Keduanya sama-sama berfungsi sebagai tempat untuk memanggil umatnya beribadah; bagi muazin untuk menyerukan adzan dan bagi gereja untnjk membunyikan Ionceng. Selain itu menara juga dapat diartikan sebagai lambang kekuatan dan kemenangan serta pemberi identitas_ Kevertikalannya menggambarkan adanya pengakuan akan Tuhan yang dipuja oleh manusia. Namun terkadang keberadaan menara pada bangunan ibadah ini kurang mendapat perhaiian karena ia bukan tempat dilakukannya kegiatan beribadah.
Seiring dengan perjalanan waktu, maka éangat banyak gaya menara yang telah dihasilkan. Jika dahuiu kebanyakan menara memiliki bentuk dasar berupa balok dan silinder, mqka saat ini banyak ditemukan menara déngan pengolahan bentuk yang lebih bebas. Apakah menara tersebut tidak lagi difungsikan sebagaimana mestinya, hal itu sepertinya tidak terlaln menjadi masalah selama ia dapat dijadikan sebagai salah satu bembentuk image dan identitas sebuah bangunan ibadah."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48294
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratomo Soedarsono P.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S47939
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sara Christianti Setiadi
"ABSTRAK
Penulisan laporan ini adalah bagian dari penyelesaian Program Internasional Sarjana. Laporan ini didasarkan pada proyek pengembangan desain skematik yang menanggapi arahan klien yang diberikan oleh universitas terkait. Proyek ini berkaitan dengan mendefinisikan kembali konsep demokrasi, melambangkan makna dan menerjemahkan ke dalam karya arsitektur. Proyek ini bertujuan untuk menciptakan fasilitas yang mengundang publik untuk merasa nyaman berada di tengah masyarakat yang demokratis. Pemberian proyek ini juga ditugaskan untuk merancang desain kaca yang memperkuat konsep transparansi, sebagaimana identitas demokrasi ideal. Tantangan proyek ini adalah menciptakan penggunaan kaca yang sangat dominan di area subtropis di Brisbane, Australia. Pertimbangan kontekstual lainnya juga melibatkan mengintegrasikan ke dalam pengembangan besar yang sedang berlangsung di situs. Metode dalam pengembangan adalah melalui studi situs dan konteks, analisis klien singkat, mendefinisikan kembali demokrasi yang ideal, dan studi sebelumnya diperoleh melalui jurnal, artikel, dan sumber-sumber terpercaya lainnya. Hasilnya mewakili bagaimana arsitektur dapat digunakan untuk mewujudkan ambisi politik melalui pemahaman mendalam mengenai latar belakang sejarah, budaya dan sosial.

ABSTRACT
The writing of this report is a part of the completion of the Bachelor Degrees International Program. The report is based on a project of developing a schematic design responding a client brief given by the corresponding university. The project deals with redefining the concept of democracy, symbolising the meaning and translating into an architectural entity. This project dreams to create an inviting thoroughfare for the public to be comfortable in being within a democratic society. The brief also commissioned to design a glazing system that amplifies the very concept of transparency, an identity of ideal democracy. The challenge of the project is to create a very dominant use of glass into a subtropical area in Brisbane, Australia. Other contextual considerations also involve integrating into the ongoing mega development in the site. The method in the development was through site and context studies, client brief analysis, redefining the ideal democracy, and precedent studies obtained through journals, articles, and other credible sources. The result represents how architecture can be used to embody a political ambition through an extensive study of historical, cultural and social backgrounds."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Vinka Alenoya
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalil Gibran
"ABSTRACT
Arsitektur vernakular merupakan arsitektur lokal yang terbentuk dari proses budaya dan tradisi dari suatu daerah. Keberadaan arsitektur vernakular di daerah urban menjadi perhatian penulis untuk menjadi bahan penelitian skripsi ini karena kemajemukan budaya yang berada di daerah urban tentu memengaruhi nilai-nilai dari arsitektur vernakular. Kemajemukan budaya di daerah urban membuat adanya implikasi budaya sehingga terjadinya penggabungan budaya urban dengan nilai-nilai vernakular yang dimiliki oleh suatu komunitas. Dalam penelitian skripsi ini, tinjauan arsitektur vernakular yang berada di daerah urban dilakukan terhadap rumah tempat tinggal yang berasal dari sebuah keluarga yang melakukan pemindahan rumah dari Gemolong ke Ciracas, Jakarta Timur. Pemilik rumah merupakan orang Jawa yang menganut budaya dari Gemolong sehingga memiliki nilai-nilai budaya dan tradisi yang dibawa kepada rumahnya. Dalam studi kasus ini arstitektur vernakular ditinjau dengan pendekatan secara arsitektural serta menggali nilai vernakular melalui nilai abstrak dan fisik yang dimiliki oleh rumah tempat tinggal keluarga dari Gemolong.

ABSTRACT
Vernacular architecture is a local architecture formed from cultural processes and traditions of an area. The existence of vernacular architecture in urban areas become an attention to the authors to be the subject of this thesis research because of the cultural diversity that is in the urban area would affect the values of vernacular architecture. The cultural pluralism in urban areas makes cultural implications so that the incorporation of urban culture with the vernacular values possessed by a community. In this thesis research, a review of vernacular architecture located in the urban area is done to the residential house that comes from a family who do the displacement of the house from Gemolong to Ciracas, East Jakarta. Homeowners are Javanese who embrace the culture of Gemolong so have cultural values and traditions brought to his home. In this case study the vernacular architecture is reviewed in an architectural approach and explores vernacular value through the abstract and physical value of the family home of Gemolong."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatika Ajeng Rahardjo
"Berdasarkan perspektif semiotika, setiap elemen arsitektur mengandung makna denotatif maupun konotatif yang dapat mengkomunikasikan suatu budaya dan sejarah di lingkungan tersebut. Dalam hal ini, elemen-elemen arsitektur Hotel X terlihat pada desain eksterior yang terdiri dari fasad bangunan, lobby, kolam renang, taman, serta restoran dan kafe. Sementara itu, desain interior Hotel X terdiri dari pencahayaan pada kamar Hotel X, jendela kamar Hotel X, kasur pada kamar Hotel X, serta lantai kamar Hotel X. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana semiotika desain arsitektur Hotel X dalam objek berbentuk render desain yang bersifat dua dimensi (2D). Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Hotel X memiliki desain arsitektur yang khas dan unik, yaitu didominasi dengan corak geometris yang membentuk motif Batik Kawung dengan filosofi tinggi. Hal ini yang kemudian akan mempengaruhi bagaimana Hotel X justru lebih menonjolkan budaya “Jawa-sentris” daripada budaya Kalimantan itu sendiri. Penelitian ini menggunakan semiotika Pierce dan Umberto Eco sebagai ‘pisau analisis’ dalam mengeksplorasi elemen-elemen arsitektur pada Hotel X. Penelitian ini merupakan penelitian dengan paradigma kritis, pendekatan kualitatif, dan jenis eksploratif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara dokumentasi, observasi, dan studi pustaka.

Based on a semiotic perspective, each architectural element contains denotative and connotative meanings that can communicate culture and history in that environment. In this case, the architectural elements of Hotel X can be seen in the exterior design, consisting of building facades, lobbies, swimming pools, gardens, restaurants, and cafes. Meanwhile, the interior design of Hotel X consists of lighting in bedrooms, windows in bedrooms, mattresses in bedrooms, and floors in bedrooms. This study aims to find out how Hotel X's architectural design semiotics is in the form of two-dimensional (2D) design rendering objects. The results of this study indicate that Hotel X has a distinctive and unique architectural design, dominated by geometric patterns that form the Batik Kawung motif with high philosophy. This will then affect how Hotel X puts forward a "Jawa-centric" culture rather than the culture of Kalimantan itself. This study uses Pierce and Umberto Eco's semiotics as an 'analytical knife' in exploring architectural elements in Hotel X. This research is research with a critical paradigm, a qualitative approach, and exploratory type. Data collection in this study was carried out using summaries, observations, and literature studies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Rizky Hidayat
"The evolution of architectural design and its parallels with cinematic settings reflect a shared pursuit of timeless, functional, and aesthetically resonant spaces. This study explores the interplay between timeless architectural principles, as outlined in John Ruskin’s The Seven Lamps of Architecture, and the spatial design of the film Dune (2021). Using a qualitative approach, the study examines how the film’s setting aligns with principles such as Power, Life, Memory, and Obedience, demonstrating architecture’s ability to transcend functionality and evoke lasting emotional and symbolic resonance. The analysis highlights how Dune uses architectural elements to construct a futuristic yet historically rooted world, blending brutalist and organic design to adapt to its desert environment while serving the narrative's emotional and functional needs. While the film deviates from Ruskinian ideals of beauty and truth in material expression, it provides a compelling case for how fictional architecture can inspire real-world innovation. The findings suggest that collaboration between architecture and film offers a platform for reimagining the built environment, inspiring architects to push the boundaries of imagination while addressing challenges like urbanization and climate change. Dune shows that architecture in cinema is not just a backdrop but an active participant in storytelling, offering lessons in creating timeless and adaptable spaces for future generations.

Evolusi desain arsitektur dan paralelnya dengan latar sinematik mencerminkan pengejaran bersama terhadap ruang yang abadi, fungsional, dan beresonansi secara estetis. Studi ini mengeksplorasi interaksi antara prinsip arsitektur yang abadi, sebagaimana diuraikan dalam The Seven Lamps of Architecture karya John Ruskin, dan desain spasial film Dune (2021). Dengan pendekatan kualitatif, studi ini meneliti bagaimana latar film selaras dengan prinsip-prinsip seperti Kekuasaan, Kehidupan, Memori, dan Kepatuhan, yang menunjukkan kemampuan arsitektur melampaui fungsionalitas dan membangkitkan resonansi emosional dan simbolis yang langgeng. Analisis ini menyoroti bagaimana Dune menggunakan elemen arsitektur untuk membangun dunia futuristik yang berakar pada sejarah, memadukan desain brutalis dan organik untuk beradaptasi dengan lingkungan gurunnya sambil melayani kebutuhan narasi. Meskipun film ini menyimpang dari cita-cita Ruskinian tentang keindahan dan kebenaran dalam ekspresi material, film ini menunjukkan bagaimana arsitektur fiksi dapat menginspirasi inovasi dunia nyata. Temuan menunjukkan bahwa kolaborasi arsitektur dan film menawarkan platform untuk menata ulang lingkungan binaan, yang menginspirasi arsitek untuk mendorong imajinasi sambil mengatasi tantangan seperti urbanisasi dan perubahan iklim. Dune menunjukkan bahwa arsitektur dalam sinema bukan sekadar latar belakang, tetapi peserta aktif dalam penceritaan, menawarkan pelajaran dalam menciptakan ruang yang tak lekang waktu dan mudah beradaptasi.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Goodban, William T.
Jakarta: Erlangga, 1995
720.28 GOO g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>