Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55673 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4870
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Flora Yuanita Marisi
"ABSTRAK
Homoseksual bukanlah sebuah tema yang baru dalam perfilman di Jerman. Dahulu film-film bertemakan homoseksual pernah mati akibat rezim Nazi, karena Nazi membenci homoseksualitas dan beranggapan bahwa homoseksualitas mengancam maskulinitas negara. Setelah tumbangnya Nazi film-film bertemakan homoseksual mulai kembali bermunculan, salah satunya adalah film bertajuk Jonathan. Penelitian ini membahas mengenai representasi homoseksual yang terdapat pada film Jonathan 2016 sebagai film debut karya Piotr. J. Lewandowski. Tidak seperti film bertemakan homoseksual lainnya, Jonathan menampilkan tokoh gay yang hidup dalam kesengsaraan. Kesengsaraan tokoh gay disebabkan keputusannya untuk mengingkari orientasi seksualnya yang kemudian menyebabkan efek domino kepada istri dan anaknya. Di akhir film orientasi seksual tokoh utama diterima oleh keluarganya sebelum ia mati dan hal ini melahirkan kebahagiaan serta penerimaan diri pada tokoh utama. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperlihatkan representasi homoseksual di pedesaan Jerman dalam film. Untuk meneliti bagaimana film merepresentasikan homoseksual, maka diperlukan teori semiotika dari John Fiske, yang lebih fokus pada tanda dalam film, sehingga dapat diketahui bagaimana tokoh homoseksual direpresentasikan melalui kostum, pencahayaan, dan musik dalam film. Penelitian menunjukkan bahwa pengingkaran diri tidak saja merugikan diri sendiri, tapi juga merugikan orang lain. Penerimaan diri amatlah penting, tidak saja untuk kebahagiaan diri sendiri, tapi juga untuk kebahagiaan orang lain, terutama keluarga.

ABSTRACT<>br>
Homosexuality is not a foreign film theme in German. Formerly homosexual themed films had died from the Nazi regime, because the Nazis hated homosexuality and thought that homosexuality threatened the state rsquo s masculinity. After the fall of the Nazi, homosexual themed films began to re emerge, one of which is a film titled Jonathan. This study discusses the homosexual representation found in Jonathan 2016 as Piotr. J. Lewandowski rsquo s debut film. Unlike other gay themed films, Jonathan features gay character who lives in a misery. The gay character rsquo s misery is due to his decision to deny his sexual orientation, which then causes a domino effect on his wife and son. At the end of the film, the main character rsquo s sexual orientation is accepted by his family before he dies and this give happiness and self acceptance for the main character. The purpose of this study is to show homosexual representation in rural Germany in the film. To examine how this film represents homosexuality, it takes the semiotic theory of John Fiske, which focuses more on the sign in the film, so it can be seen how the homosexual character is represented through costumes, lighting, and music in the film. This research shows that self denial is not only self defeating, it also harms others. Self acceptance is very important, not only for the happiness of oneself, but also for the happiness of others, especially the family."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Asyifa Haryanti Putri
"Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana media dapat mempengaruhi atau mengubah pandangan masyarakat terhadap homoseksual. Media yang digunakan dalam studi kasus ini adalah film. Peneliti menggunakan film berjudul "Arisan" yang disutradarai oleh Nia Dinata sebagai bahan studi kasusnya untuk melihat bagaimana pandangan masyarakat tentang homoseksualitas sebelum dan setelah menonton film tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan empat responden dari berbagai latar belakang, yang sudah menyaksikan film "Arisan" sebelum wawancara. Studi ini menyimpulkan bahwa masyarakat yang sebelumnya memiliki pandangan negatif terhadap homoseksualitas masih akan memiliki pandangan itu, tetapi akan membuat beberapa perubahan dalam cara mereka memperlakukan homoseksual. Selain itu, peneliti juga membuat kesimpulan bahwa masyarakat yang sebelumnya memegang pemikiran netral atau positif tentang homoseksualitas akan memperlakukan penyuka sesama jenis dengan lebih baik dari sebelumnya.

This study's objective is to see how media could influence and or altered people's acceptance of other's level toward homosexual. One media in particular that will be used as the study case is movie. The researcher used the movie called “Arisan”, directed by Nia Dinata to examine how people feel and think about homosexuality before and after watching it. The method that is utilized in this research is in-depth interview with four respondents of varied backgrounds, who have watched the movie prior to the interview. This study finds that people who previously hold negative believe of homosexuality will still hold on into that value, but will make some changes in how they treat them. And people who previously hold neutral or positive thought about homosexuality will treat the gay and lesbian better.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Narestu Banie Prameswari
"ABSTRAK
Artikel ini membahas mengenai gambaran homoseksualitas di Tunisia yang direpresentasikan dalam film Le Fil sebagai homoseksual yang tertutup dan homoseksual yang terbuka. Selain itu, dibahas juga tentang stereotip yang dilatarbelakangi oleh agama dan masyarakat homofobia yang cenderung negatif. Analisis di dalam artikel ini menggunakan teori representasi dan kajian sinema. Hasil analisis menunjukkan bahwa representasi homoseksual tertutup lebih dominan dibandingkan dengan representasi homoseksual terbuka.

ABSTRACT
This article discusses the depiction of homosexuality in Tunisia which is represented in the film Le Fil as the closet and the open homosexuals. Moreover, this article also discusses about stereotype which is motivated by religion and homophobia society that tends to be negative. The analysis in this article based on the theory of representation and cinematographic approach. Results of the analysis showed that the representation of the closet homosexuals are more dominant than the representation of the open homosexuals."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6328
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arintowati Hartono Handojo
"ABSTRAK
Homoseksualitas merupakan suatu gejala sosial yang pada akhir abad ke XIX sampai sekarang, acap kali dijadikan sebagai pokok pembicaraan dan tema pembahasan di berbagai media. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya artikel-artikel dalam bermacam-macam Surat Kabar dan Majalah, bahkan pada seminar-seminar baik yang diadakan di luar maupun di dalam negeri oleh berbagai pihak.
Sering tampilnya gejala homoseksualitas sebagai pokok pembahasan dan ulasan-ulasan tersebut menunjukkan bahwa gejala homoseksualitas masih merupakan suatu hal yang unik dan terselubung, yang mengandung kesimpang-siuran anggapan atau pendapat mengenai aspek-aspek sehubungan dengan gejala tersebut, dan yang hingga kini belum dapat sepenuhnya diungkapkan. Dengan sendirinya hal seperti ini banyak mengundang minat, terutama di kalangan para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, untuk melakukan penelitian-penelitian yang lebih mendalam dan lebih terperinci. Apalagi jika dilihat atau diduga adanya kemungkinan bahwa implikasi gejala tersebut pada masyarakat sekarang yang sudah serba kompleks bisa menimbulkan masalah-masalah sosial yang baru.
Tentang kapan dan di belahan bumi mana tepatnya homoseksualitas pertama kali muncul, sampai saat ini belum ada satu sumberpun yang dapat dijadikan sebagai patokan. Yang pasti, homoseksualitas sudah ada sejak jaman di mana peradaban manusia masih sangat rendah dan tradisional.
Menurut sejarah dan beberapa cerita atau "mythos" dari berbagai bangsa yang dapat dijumpai dalam literatur, praktek atau aktifitas kehidupan homoseksual ternyata tidak hanya merupakan aktifitas-aktifitas perorangan, melainkan pernah hidup dan berkembang secara kolektif atau memasyarakat.
Literatur-literatur kuno, memang merupakan salah satu sarana yang dapat dijadikan landasan untuk membuktikan bahwa homoseksualitas benar-benar suatu gejala sosial yang sudah ada sejak lama. Kesaksian literatur paling tua yang pernah ditemukan manusia mengenai gejala homoseksualitas, ialah tulisan yang tertera pada lembaran daun lontar milik bangsa Yunani Kuno. Lembaran lontar yang berumur lebih kurang 4.500 tahun Sebelum Masehi tersebut, mengisahkan kehidupan dewa-dewi bangsa Yunani Kuno. Dan dari kisah ini, diketahui bahwa dalam kehidupan dewa-dewi mereka terjadi praktek-praktek atau aktifitas-aktifitas homoseksual. Barangkali inilah salah satu penyebab mengapa homoseksual pernah membudaya di kalangan masyarakat bangsa Yunani. Kepercayaan mereka terhadap adanya dewa-dewi sebagai perwujudan dari polytheisme yang mereka anut, menyebabkan masyaratkat bangsa Yunani kemudian merefleksikan perilaku dewa-dewinya ke dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Dalam salah satu bukunya yang membahas tentang gejala homoseksualitas, Morton Hunt mengatakan bahwa kira-kira 2.400 tahun yang lalu di Athena, pesta homoseks yang diadakan dan dihadiri oleh orang-orang dari kalangan terhormat seperti misalnya para bangsawan; negarawan; sastrawan atau filsuf-filsuf ternama merupakan tradisi yang lazim dilakukan. Dan masih dalam abad yang sama di suatu daerah sebelah Baratdaya Yunani, penulis ini juga mengungkapkan bahwa bangsa Sparta yang tersohor sebagai bangsa yang gagah dan sangat ahli dalam soal perang, ternyata merupakan orang-orang yang dalam kehidupannya mempunyai kebiasaan untuk melakukan aktifitas-aktifitas homoseksual."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Novia
"Film merupakan sebuah produk budaya yang mewarisi nilai-nilai dan makna dari realitas hidup. Di antara banyak film yang diproduksi oleh industri film Hollywood, ada beberapa film yang dibuat untuk menggambarkan budaya dan nilai orang-orang Asia. Crazy Rich Asians (2018), disutradai dan ditulis oleh orang Amerika keturunan Asia, adalah salah satu dari film yang memiliki tujuan tersebut. Film tersebut, yang membuat kesuksesan box office, melibatkan sebagian besar pemeran orang Asia, dan banyak penelitian telah dilakukan tentang penggmbaran karakter wanita dalam film tersebut dan masalah dikotomi pada nilai Timur-Barat. Studi kualitatif ini bertujuan untuk memberikan wawasan tentang bagaimana tokoh laki-laki direpresentasikan dalam film, hubungannya dengan kenyataan, dan ideologi dibalik representasi tersebut berdasarkan teori Semiotik dari John Fiske yang berjudul `The Codes of Television`. Tulisan ini juga mengkaji bagaimana orientalisme menjadi salah satu ideologi utama yang tersirat dalam film tersebut. Studi tersebut mengungkapkan bahwa representasi tokoh laki-laki Asia dalam film ini telah bergeser dari stereotipe orang Asia pada zaman dahulu, namun masih tergambar secara parsial melalui sudut pandang Barat.

A film is a cultural product that inherits values and meanings from the reality of life. Among many films produced by the Hollywood film industry, there are a number of films that are made to portray Asian`s culture and values. Crazy Rich Asians (2018), directed and written by Asian Americans, is one of the films that serves the purpose. The film, which made a box office success, involved largely Asian casts, and many studies have been conducted on the portrayal of the female characters in the film and the issue of East-West values dichotomy. This qualitative study aims to further discuss the male characters in the film, which is still lacking. It aims to provide insights on how the male characters are represented in the film, its relation to the reality, and the ideology behind the representation based on a semiotic theory called `The Codes of Television` by John Fiske. It also examines how the orientalism becomes one of the major ideologies implied in the film. The study reveals that the representation of Asian male characters in this film have shifted from the old Asians` stereotypes, yet it is still partially portrayed through the Western`s point of view."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S7011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Rumaisha
"Film klasik produksi Disney, seperti Sleeping Beauty 1959 , cenderung mengandung representasi genderberdefinisi sempit melalui penokohannya. Dengan Maleficent 2014 sebagai sebuah adaptasi modern dari kisahdongeng klasik tersebut, Disney mencoba untuk mendobrak pola representasi gender tradisional yang sudahmengakar. Hasilnya, tindakan Disney ini menuai pujian dari berbagai kalangan dan dianggap sebagai sebuahtindakan progresif. Namun, apabila dikaji lebih mendalam, film Maleficent sesungguhnya masih mengandungrepresentasi gender secara tradisional. Film Maleficent hanya semata memutarbalikkan peran tradisional karakter pria dan wanita yang sebelumnya ditemui pada Sleeping Beauty. Dengan menggunakan karakter analisis dan teori aktan Greimas, penelitian ini mengkaji elemen-elemen pemutarbalikan peran gender tradisional yang ada pada Maleficent sebagai adaptasi modern dari Sleeping Beauty. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemutarbalikan peran gender dalam Maleficent tidak merepresentasikan kesetaraan gender, tetapi hanya memutarbalikkan peran negatif yang selama ini disematkan pada karakter wanita kepada karakter pria.

While Disney movies, such as Sleeping Beauty 1959 , have been known for their narrow display of genderrepresentation, more current adaptions, such as Maleficent 2014 , attempted to withdraw itself from this pattern. Although this advancement toward progression on gender representation that Disney demonstrates has been widely praised, if observed, however, the movie still contains gendered patterns in the portrayal of its characters. This problem is reflected on the reversal of the traditional gender roles between male and female characters. Using character analysis and Greimas' actantial model, this research explores these elements that are present in Maleficent as Sleeping Beauty' s modern adaptation. The study finds that this gender role reversal does not truly embrace the notion of equal gender representation, but it only leads to the male characters' suffering of negative representation that female characters traditionally sustain."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Siti Nurohmah
"[ABSTRAK
Glee adalah salah satu serial televisi yang menampilkan tokoh homoseksual. Sebagai program televisi yang
terkenal, Glee cenderung menciptakan atau memperkuat stereotip mengenai cara berbicara kaum homoseksual
melalui fitur bahasa yang digunakan. Penelitian ini berfokus pada bagaimana Glee menggunakan bahasa untuk
menunjukan seksualitas para tokoh homoseksualnya, dan bagaimana serial televisi ini berurusan dengan
stereotip cara berbicara kaum gay. Teori fitur bahasa wanita Lakoff adalah landasan dasar dari penelitian ini.
Sistem heteronormatif dalam percakapan di antara pasangan dan dominasi fitur bahasa yang digunakan oleh
para tokoh homoseksual adalah dua hal yang didiskusikan dalam makalah ini. Penelitian ini menjelaskan
bagaimana Glee memperumit pendapat umum mengenai cara kaum gay berbicara. Makalah ini memberikan
konstribusi pada studi bahasa homoseksual dalam budaya populer. ABSTRACT Glee is one of television series that provides gay characters. As a well-known television program, Glee tends to
create and to strengthen stereotypes of how homosexual speak through the features of language. This research is
mainly focused on how Glee uses language to show its homosexual characters? sexuality, and how this show
deals with the stereotype of gay talk. Lakoff?s women language feature is the main framework of this study.
Heteronormative system of partner conversation and the dominance of features of language of gay characters are
two points that are discussed in this paper. The paper demonstrates how Glee complicates the common belief
about how gay talk. This paper gives contribution to the study of homosexual language in popular culture;Glee is one of television series that provides gay characters. As a well-known television program, Glee tends to
create and to strengthen stereotypes of how homosexual speak through the features of language. This research is
mainly focused on how Glee uses language to show its homosexual characters? sexuality, and how this show
deals with the stereotype of gay talk. Lakoff?s women language feature is the main framework of this study.
Heteronormative system of partner conversation and the dominance of features of language of gay characters are
two points that are discussed in this paper. The paper demonstrates how Glee complicates the common belief
about how gay talk. This paper gives contribution to the study of homosexual language in popular culture;Glee is one of television series that provides gay characters. As a well-known television program, Glee tends to
create and to strengthen stereotypes of how homosexual speak through the features of language. This research is
mainly focused on how Glee uses language to show its homosexual characters? sexuality, and how this show
deals with the stereotype of gay talk. Lakoff?s women language feature is the main framework of this study.
Heteronormative system of partner conversation and the dominance of features of language of gay characters are
two points that are discussed in this paper. The paper demonstrates how Glee complicates the common belief
about how gay talk. This paper gives contribution to the study of homosexual language in popular culture, Glee is one of television series that provides gay characters. As a well-known television program, Glee tends to
create and to strengthen stereotypes of how homosexual speak through the features of language. This research is
mainly focused on how Glee uses language to show its homosexual characters’ sexuality, and how this show
deals with the stereotype of gay talk. Lakoff’s women language feature is the main framework of this study.
Heteronormative system of partner conversation and the dominance of features of language of gay characters are
two points that are discussed in this paper. The paper demonstrates how Glee complicates the common belief
about how gay talk. This paper gives contribution to the study of homosexual language in popular culture]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>