Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117607 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizki Meilyana Hendartriasari
"ABSTRAK
Individu akan menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari di sekolah. Waktu yang cukup lama tersebut akan membuat sekolah menjadi tempat kedua menghabiskan waktu bagi individu setelah rumah. Karena waktu yang lama saat berada di sekolah tersebut, maka individu perlu merasa nyaman ketika berada di sekolah. Salah satu faktor yang disinyalir dapat mempengaruhi perasaan nyaman ketika ada di sekolah adalah persepsi peserta didik terhadap sekolahnya (Epstein,1976). Persepsi memegang peranan penting, karena persepsi merupakan aspek mendasar dan penting dalam kehidupan manusia. Gibson (2000) melihat persepsi sebagai sebuah proses dimana individu memberi makna pada lingkungannya. Dalam kehidupan bersekolah, bagaimana peserta didik memandang sekolahnya menjadi sesuatu yang penting karena peserta didik akan menghabiskan sebagian waktunya di sekolah. Sebuah konsep yang membahas tentang bagaimana peserta didik mempersepsi sekolahnya adalah konsep Quality of School Life. Karatzias dan Swanson (2001), menjabarkan Quality of School Life sebagai perasaan peserta didik mengenai kesejahteraan dirinya ketika berada di sekolah yang ditentukan oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan sekolah dan pengalamannya di sekolah, berkaitan dengan keterlibatan peserta didik terhadap berbagai aktivitas akademik, seperti pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tugas di sekolah, mata pelajaran yang akan dipelajari, maupun aktivitas rekreasional seperti seni, olahraga dan dalam aktivitas-aktivitas ekstrakurikuler Perasaan nyaman ketika berada di sekolah akan membuat peserta didik menikmati tugas-tugas yang ada di sekolah dan kemudian berprestasi, sehingga dapat dikatakan bahwa Quality of School Life peserta didik akan mempengaruhi prestasi peserta didik. Selain Quality of School Life terdapat faktor lain yang mempengaruhi prestasi peserta didik yaitu motivasi berprestasi. Quality of School Life dan motivasi berprestasi dapat saling berkaitan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lingkungan sekolah dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seorang remaja (Quaglia & Perry; Wilson, dalam Maya, 2000). Faktor faktor di lingkungan sekolah tersebut secara efektif akan mempengaruhi motivasi berprestasi seorang remaja lewat perasaan aman, perasaan memiliki terhadap sekolahnya dan perasaan bahwa peserta didik tersebut mendapatkan dukungan di sekolah dan di kelasnya (Maya, 2000). Selain itu, juga ditemukan bahwa kepuasan peserta didik terhadap sekolah akan berhubungan dengan penerimaan peserta didik terhadap nilai-nilai yang ada di sekolah, motivasi dan komitmen terhadap sekolah (Goodenow & Grady; Wehlage, Rutter, Smith, Lesko, & Femandez dalam Karatzias et al, 2001). Maka dapat dikatakan bahwa, motivasi berprestasi seorang peserta didik dapat terjadi ketika seorang peserta didik tersebut memiliki persepsi yang positif terhadap sekolahnya dengan kata lain memiliki skor Quality of School Life yang tinggi. Dalam penelitian ini akan dilihat hubungan antara Quality of School Life dengan motivasi berprestasi peserta didik. Selain itu juga akan dilihat apakah ada perbedaan Quality of School Life dan motivasi berprestasi pada peserta didik laki-laki dan perempuan. Quality of School Life akan diukur dengan alat ukur yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang terdapat pada Quality of School Life, sedangkan motivasi berprestasi diukur dengan menggunakan alat yang disusun berdasarkan karakteristik individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi. Subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas II SMA N 39 Jakarta. Peserta didik SMA dipilih karena peserta didik SMA memiliki tuntutan untuk berprestasi yang cenderung tinggi dibandingkan dengan jenjang SMP atau SD. Selain itu, peserta didik SMA sudah mampu menilai lingkungannya. Analisa statistik menggunakan teknik pearson correlation untuk analisis hubungan dan teknik t-test untuk analisis perbedaan Quality of School Life dan Motivasi Berprestasi Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Quality of School Life dengan motivasi berprestasi. Selain itu terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada skor Quality of School Life peserta didik laki-laki dan peserta didik perempuan. Begitu pula pada skor motivasi berprestasi, tidak ada perbedaan yang signifikan pada skor motivasi berprestasi antara peserta didik laki-laki dan perempuan."
2004
S3487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Eri Vidiyanto
"ABSTRAK
Quality of School Life (QSL) adalah kesejahteraan dan kepuasan peserta didik
secara umum pada kehidupan di sekolahnya, dipandang dari pengalaman positif
dan negatif mereka di sekolah dan aktivitasnya di sekolah (Linnakyla, 1996). QSL
merupakan salah satu bentuk dari persepsi sosial. Sebagaimana dikatakan oleh
Baron dan Byrne (2000) bahwa persepsi sosial merupakan proses yang terjadi
manakala seseorang berusaha untuk mengetahui dan memahami orang lain atau
situasi, maka dalam QSL hendak dilihat bagaimana peserta didik mempersepsi
kehidupan di sekolahnya. Menurut William dan Batten (dalam Mok & Flynn,
1997) dalam QSL terkandung 7 dimensi yang terkait dengan kepuasan peserta
didik terhadap sekolahnya, yaitu kepuasan peserta didik secara umum terhadap
sekolahnya, perasaan negatif peserta didik terhadap sekolahnya (karena samasama
membahas tentang perasaan peserta didik maka oleh peneliti kedua dimensi
ini digabungkan dalam dimensi perasaan-perasaan peserta didik selama di
sekolah), dimensi hubungan dengan guru, sense of achievement di sekolah,
peluang (opporiunily) peserta didik menghadapi masa depan, pembentukan
identi.tas peserta didik di sekolah, serta harga diri dan status peserta didik di
sekolah.
Pada penelitian ini, hendak dilihat bagaimana persepsi QSL antara peserta
didik yang berasal dari SMU di daerah rural dan urban Bekasi karena
sebagaimana prinsip reciprocal determinism yang diutarakan oleh Bandura
(dalam Hall & Lindzey, 1985) bahwa perilaku manusia selalu berhubungan
dengan lingkungan dan proses persepsinya. Sehingga dari penelitian ini dapat
diketahui apakah ada persamaan atau perbedaan persepsi terhadap QSL antara
peserta didik di rural dan urban serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
persamaan maupun perbedaan tersebut. Penelitian ini menjadi penting karena
persepsi peserta didik terhadap sekolah akan berpengaruh terhadap tingkat
kenyamanan selama berada di sekolahnya yang kelak akan berimbas pada hasil
prestasi belajarnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengambilan
data melalui wawancara. Wawancara dilakukan terhadap 4 subyek yaitu 2 subyek
berasal dari SMU di daerah rural dan 2 subyek dari SMU di daerah urban Bekasi.
Subyek diambil dari peserta didik SMA dikarenakan ketika SMA, seseorang
mulai memasuki masa remaja akhir dimana perubahan emosinya semakin
meninggi seiring perubahan pada fisik dan psikologisnya (Hurlock, 1992),
tekanan peer group-nya pun semakin besar (Papalia, Olds & Feldman, 2001),
serta mulai dituntut untuk mempersiapkan karir dan vikasionalnya (Havighurst
dalam Sukadji, 2000).
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa ada beberapa persamaan dan tidak
ditemukan perbedaan yang cukup besar mengenai gambaran QSL antara peserta
didik SMU yang berada di daerah rural dan urban Bekasi. Persamaan utama yang
dijumpai diantaranya, keempat subyek sama-sama merasa nyaman di sekolah
dikarenakan dapat berinteraksi dengan teman-teman dan merasa tidak puas
dengan fasilitas yang tersedia di sekolahnya, hal ini terkait dengan aspek dalam
QSL yaitu pembentukan identitas peserta didik di sekolah dan aspek perasaanperasaan
peserta didik selama berada di sekolah. Persamaan lainnya adalah samasama
menilai kepuasan terhadap aspek hubungan dengan guru berdasarkan
potensi dan kepribadian guru. Selain itu, terkait dengan dimensi peluang
(opportunily) peserta didik menghadapi masa depan, semua subyek menyatakan
bahwa sekolah belum memberikan bekal yang cukup untuk menghadapi masa
depan.
Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran guna memperbaiki
penelitian selanjutnya, diantaranya melengkapi pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini dengan metode kuantitatif agar dapat diperoleh gambaran QSL dari
peserta didik secara menyeluruh. Selain itu, perlu juga ditambahkan data dari
significant others serta penentuan lokasi rural yang masih belum banyak terkena
imbas modernisasi agar terlihat perbedaannya. Kemampuan peneliti dalam
menggali dan mengolah data pun perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan
kredibilitas penelitian. Adapun saran praktis yang dapat peneliti sampaikan
diantaranya; sekolah hendaknya mampu mengefektifkan peran bimbingan
konseling (BK) guna membantu peserta didik mengarahkan karir dan
vokasionalnya, guru pun hendaknya mampu menjalin komunikasi yang baik serta
memberikan teladan pada peserta didik. Selain itu, pihak sekolah diharap dapat
menyertakan peserta didik dalam penetapan suatu kebijakan lokal di sekolah dan
mampu pula mengusahakan kelengkapan sarana dan prasarana sehingga aktivitas
belajar mengajar dapat berjalan optimal."
2004
S3446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Asta Desintia
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas motivasi pada siswa kelas 1 sekolah dasar n=5 pada keterampilan kesadaran fonologi. Kemampuan motivasi dan kesadaran fonologi siswa kelas 1 satu sekolah dasar diukur dan dibandingkan sebelum dan setelah intervensi dengan menggunakan uji statistik wilcoxon non parametric. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa skor kemampuan motivasi dan kesadaran fonologis saat post test lebih besar dibandingkan pre test dengan signifikansi motivasi 0,042 dan kesadaran fonologi 0,04 . Penelitian ini menunjukkan pentingnya intervensi faktor motivasi bagi pembaca pemula dalam meningkatkan kemampuan keaksaraan.Kata Kunci : motivasi, literasi, kesadaran fonologi, pelatihan

ABSTRACT
This study examined the effects of phonological awareness on children 39 s motivational levels n 5 , and how motivation may influence the effect of the intervention on phonological awareness. The achievement and motivation levels before and after the intervention of first grade students were compared using statistic Wilcoxon non parametric. Results of this study found that the score of motivation and phonologicall awareness was associated with greater avarege levels of post test than pre test with the significancy of motivation 0,42 and phonological awareness 0,04 . This study showed that intervention on students rsquo motivational level of beginner readers was important to the literacy acquisition.Keywords motivation, literacy, phonological awareness, teaching "
2016
T47359
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Lestari
"Konsekuensi dan penerapan strategi SPICES di FK Unissula sejak 2005 adalah seluruh kegiatan pembelajaran harus dilaksanakan dengan pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa yang ditandai dengan adanya kegiatan belajar mandiri. Karena pembelajaran berpusat pada siswa tersebut merupakan budaya baru bagi mahasiswa, maka perlu dieksplorasi berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perilaku mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran berpusat pada siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-fuktor prediksi perilaku pembelajaran berpusat pada siswa 205 mahasiswa angkatan 2005 dan 2006 menjadi subjek dalam penelitian ini. Keseluruhan data digali dengan menggunakan kuesioner. Risiko relatif (RR) dihitung untuk mengetahui risiko faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pernbe1ajaran berpusat pada siswa, dengan menggunakan regresi cox dengan time konstan, dengan menggunakan software STATA 9.
Hasil penelitian menunjukkan 123 (60%) mahasiswa memiliki perilaku pembelajaran yang tergolong dalam kategori pembelajaran berpusat pada siswa. Kesiapan belajar mandiri (RR sesuaiatFI,76, IK1,39-2,22), persepsi positif terhadap pembelajaran berpusat pada siswa (RR suaian I,Sl, dan asa1 daerah (RR suaian = 5,96, IK = 1,75-2,22) merupakan faktor prediksi dominan terbadap perilaku pembelajaran berpusat pada siswa. Pengelahuan mengenai pembelajaran berpusat pada siswa serta pengnasaan teknologi informasi, usia, gender, dan tahun akademik bukan merupakan fuktor prediksi dominan perilaku pembelajaran berpusat pada siswa.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulksn bahwa untuk meningkatkan perilaku pembelajaran student centered, faktor kesiapan beajar mandiri dan persepsi positif siswa terhadap pembelajaran berpusat pada siswa perlu ditingkatkan. Perlu diberikan bimbingan dan perhatian lebih kepada siswa berasal dari luar Jawa agar siap dan mampu melaksanakan pembelajaran berpusat pada siswa.

Sultan Agung Islamic medical school has to implement student centered learning strategy for all of its learning activities as its consequences of applying SPICES. Since the student centered learning is a new culture for most of the students study exploring factors which might influence the student centered behavior should be conducted. This study is aimed at investigating predicted factors of student centered behavior.
205 students from 2005 and 2006 academic year stood as the subjects of this study. Questionaires were used to collect data. Relative risks (RR) were calculated to identify the risk factors related to student centered behavior using Cox regression analysis with constant time.
The results indicate that 123 (60%) subjects perform student centered behavior. Tbe students' self directed learning readiness score (RR ajusted (RRa)=L76, CI L39-2.22), Cl L26- dominant factors which influence the student centered behavior. Variables of students' knowledge about student centered learning, IT skill, gender, age and students' year entry do not seem to affect the student centered behavior. In order to improve the performance of student centered behavior, self directed learning readiness and student positive perception toward student centered learning should be taken into consideration. Students from out of Java should be given major attention and guidance to go through student centered learning atmosphere.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T31979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Maharani
"Beberapa penelitian telah menemukan adanya penurunan keterlibatan belajar peserta didik pada kondisi pandemi Covid-19. Padahal, keterlibatan belajar peserta didik merupakan salah satu faktor penting yang dapat memengaruhi prestasi akademik peserta didik. Salah satu komponen dari keterlibatan belajar adalah agentic engagement, yang menunjukkan kontribusi konstruktif peserta didik dalam proses pembelajaran. Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa keterlibatan belajar dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya oleh self-regulated learning. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu hubungan antara self-regulated learning dan agentic engagement selama pembelajaran jarak jauh. Partisipan penelitian merupakan peserta didik kelas 12 SMA yang bersekolah di wilayah Jabodetabek. Self-regulated learning diukur dengan menggunakan Motivated Strategies for Learning Questionnaire, sedangkan agentic engagement diukur dengan menggunakan Agentic Engagement Scale. Penelitian dilakukan terhadap 202 partisipan berusia 16-20 tahun (M = 17.69, SD = .84). Berdasarkan uji korelasi Pearson, ditemukan bahwa self-regulated learning berkorelasi secara positif dan signifikan dengan agentic engagement (r = .62, p < .05). Artinya, semakin tinggi kemampuan self-regulated learning peserta didik, maka agentic engagement peserta didik juga akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Lebih lanjut, nilai effect size menunjukkan bahwa terdapat 38% variasi dari agentic engagement yang dapat dijelaskan oleh self-regulated learning.

Several studies have found a decrease in student engagement during the Covid-19 pandemic. Though, student engagement is one of the important factors that can affect student academic achievement. One component of engagement is agentic engagement, which shows the constructive contribution of learners in the learning process. Several previous studies have found that student engagement can be influenced by various factors, one of which is self-regulated learning. Therefore, this study was conducted to find out the relationship between self-regulated learning and agentic engagement during the distance learning condition. Research participants are 12th grade high school students who study in the Jabodetabek area. Self-regulated learning was measured using the Motivated Strategies for Learning Questionnaire, while agentic engagement was measured using the Agentic Engagement Scale. The study was conducted on 202 participants aged 16-20 years (M = 17.69, SD = .84). Based on the Pearson correlation test, it was found that self-regulated learning was positively and significantly correlated with agentic engagement r = .62, p < .05). It means that the higher the self-regulated learning ability of students, the higher the agentic engagement of students, and vice versa. Furthermore, the effect size value shows that there is a 38% variation in agentic engagement which can be explained by self-regulated learning."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Indah
"Akhir-akhir ini banyak perusahaan yang melakukan perubahan yang mempengaruhi jalannya usaha mereka. Hal ini disebabkan akibat kekacauankekacauan yang menimpa kondisi perekonomian di dunia pada umumnya, dan di Indonesia pada khususnya. Perubahan harus dilakukan agar perusahaanperusahaan itu dapat tetap bersaing dan terus hidup.
Sehingga pada penelitian ini peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan antara motivasi berprestasi dengan sikap terhadap perubahan. Motivasi berprestasi merupakan sebuah teori tentang motivasi yang berdasarkan pada kebutuhan dalam diri manusia yang pertama kali dikemukakan oleh David McClelland. Kebutuhan untuk berprestasi secara sederhana dapat dijelaskan sebagai usaha berkompetisi dengan suatu standar kesempurnaan dalam mencapai tujuan tertentu.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Responden pada penelitian ini adalah para karyawan sebuah perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang telah mengalami perubahan struktur. Jumlah responden penelitian adalah 283 orang dengan tingkat pendidikan minimal SMU atau sederajat dan telah bekeija minimal 2 tahun. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner motivasi berprestasi dan kuesioner sikap terhadap perubahan, dengan penilaian berdasarkan skala Likert.
Data yang diperoleh dihitung dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang berarti antara motivasi berprestasi dengan sikap terhadap perubahan. Hubungan yang muncul bersifat positif. Hasil tersebut mengandung makna bahwa jika responden memiliki motivasi berprestasi yang tinggi maka sikap yang akan ditunjukkan adalah sikap menerima terhadap perubahan yang terjadi dan jika motivasi berprestasi responden rendah maka sikap yang akan ditunjukkan adalah sikap menolak atau tidak setuju terhadap pembahan.
Penelitian ini masih memerlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan sampel yang lebih besar agar hasil yang diperoleh dapat digeneralisasikan."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S3182
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Oktarina
"Masa remaja awal adalah suatu tahapan dalam perkembangan yang ditandai oleh perpindahan dari sekolah dasar ke sekolah lanjutan tingkat pertama. Perpindahan atau transisi ini menimbulkan beberapa masalah bagi remaja terutama penurunan prestasi akademik (Eccles, Hirsch, et.al., dalam Sprinthall, 1995). Untuk mengatasi dampak dari masa transisi ini remaja membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitarnya. Berkaitan dengan Teori Ekologi Brofenbrenner (dalam Santrock, 1999), orangtua, guru, dan teman merupakan agen sosial yang terdekat dari siswa dan berpotensi untuk memberikan dukungan sosial karena siswa menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Dukungan sosial yang dimaksud adalah dukungan sosial yang mengarah ke prestasi akademik Ainsworth (dalam Cutrona et.al, 1994,). Selain dukungan sosial, banyak faktor yang mempengaruhi prestasi siswa di sekolah, diantaranya adalah intelegensi, sikap, minat siswa, serta motivasi. Motivasi merupakan salah satu komponen terpenting dalam belajar. McClelland dan Atkinson (dalam Slavin, 1994) mengemukakan bahwa salah satu jenis motivasi yang terpenting dalam dunia pendidikan adalah motivasi berprestasi. Mengingat pentingnya peranan motivasi berprestasi bagi prestasi siswa disekolah serta peranan dukungan sosial bagi prestasi siswa, maka peneliti ingin mengungkap hubungan antara persepsi siswa terhadap dukungan sosial dari orangtua, guru, dan teman dengan motivasi berprestasi siswa SLTP peringkat atas dan siswa SLTP peringkat bawah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah sampel sebanyak 256 siswa/i kelas 1, 2 dan 3 SLTPN 19 dan 56 di Jakarta Selatan, yang diambil secara clusler incidenlal sampling (sampling yang dilakukan berturut-turut terhadap unit-unit atau kelompok-kelompok yang paling tersedia). Sedangkan untuk pengambilan data digunakan dua macam alat yaitu kuesioner motivasi berprestasi yang disusun peneliti berdasarkan karakteristik individu dengan motivasi berprestasi tinggi dari McClelland (dalam Huffman, 1997) dan kuesioner persepsi siswa terhadap dukungan sosial dari orangtua, guru, dan teman yang disusun peneliti berdasarkan komponen dukungan sosial dari Sarafino (1994). Dalam pengolahan data digunakan tehnik perhitungan korelasi pearson untuk mengungkap hubungan antara dukungan sosial dari orang tua, guru dan teman dengan motivasi berprestasi siswa SLTP peringkat atas dan peringkat bawah kemudian pada analisa tambahan digunakan teknik statisitik regresi berganda, dan t-test.
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis data adalah, ada hubungan positif antara persepsi siswa terhadap dukungan sosial dari orangtua, guru, dan teman dengan motivasi berprestasi siswa SLTP peringkat atas dan siswa SLTP peringkat bawah. Hasil analisa tambahan dengan perhitungan t-test menunjukkan, tidak ada perbedaan motivasi berprestasi berdasarkan status sekolah (SLTP Peringkat Atas dan SLTP Peringkat Bawah) serta ada perbedaan persepsi siswa terhadap dukungan sosial dari orangtua, guru, dan teman berdasarkan status sekolah (SLTP peringkat atas dan SLTP peringkat bawah). Pada hasil tambahan dengan menggunakan regresi berganda menunjukkan perbedaan pada besarnya kontribusi variabel (persepsi siswa terhadap dukungan sosial dari orangtua, guru dan teman) pada siswa SLTP peringkat atas dan siswa SLTP peringkat bawah.
Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilihat hubungan antara persepsi siswa terhadap dukungan sosial dari orangtua, guna, dan teman dengan motivasi berprestasi yang dikaitkan dengan prestasi siswa. Kemudian, sebaiknya disampaikan kepada orang tua dan guru mengenai pentingnya peranan dukungan sosial bagi siswa dalam meningkatkan motivasi berprestasinya. Dalam hal pembuatan kuesioner dukungan sosial, sebaiknya menggunakan proporsi pernyataan negatif dan positif yang seimbang. Selain itu perlu diwaspadai penggunaan kata-kata dalam pernyataan kuesioner yang mengarah kepada harapan tentang hal yang ingin diterima responden."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mitranti Anindya Ayu
"Prestasi menjadi salah satu isu penting pada remaja. Ayah berperan penting dalam pencapaian prestasi pada anak. Penelitian ini meneliti hubungan antara keterlibatan ayah dengan aspek hope for success (HS) dan fear of failure (FF) dari motivasi berprestasi pada mahasiswa Universitas Indonesia dengan urutan kelahiran sulung. Alat ukur yang digunakan yaitu Reported Father Involvement Scale (RFIS), bagian dari Father Involvement Scale (FIS) yang disusun oleh Finely dan Schwartz (2004) untuk mengukur keterlibatan ayah dan Achievement Motives Scale-Revised (AMS-R) yang disusun oleh Lang dan Fries (2006) untuk mengukur kedua aspek motivasi berprestasi. Subjek penelitian ini berjumlah 206 orang yang tersebar dari 12 fakultas dan 1 program studi di Universitas Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara keterlibatan ayah dan aspek hope for success (HS) (r=0,086; p>0,05; two tailed) dan fear of failure (FF) (r=-0,064; p>0,05; two tailed) dari motivasi berprestasi pada mahasiswa Universitas Indonesia dengan urutan kelahiran sulung.

Achievement is one important issue in teenagers and father has important role in the life of their children. This study focused on correlation between father involvement with achievement motivation aspects on hope for success (HS) and fear of failure (FF), in Universitas Indonesia firstborns. There are two instruments used, Reported Father Involvement Scale (RFIS), which is part of Father Involvement Scale (FIS) developed by Finely and Schwartz (2004) to measure father involvement, and Achievement Motives Scale-Revised (AMS-R), developed by Lang and Fries (2006) to measure both achievement motivation aspects. The participants are 206 students from 13 faculties and 1 study program in Universitas Indonesia.
The results shown no significant correlation between father involvement with achievement motivation aspects on hope for success (HS) (r=0,086; p>0,05; two tailed), and there are no significant correlation between father involvement and fear of failure (FF) aspect (r=-0,064; p>0,05; two tailed), in Universitas Indonesia first borns.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56184
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulli Aliati
"Sekolah merupakan institusi yang membantu seseorang mencapai perkembangan fisik dan emosional, intelektual, vokasional, sosial, estetika dan moral (Mok & Flynn, 1997). Bagi remaja, sekolah berperan untuk membentuk dirinya. Pada saat seseorang berada di usia remaja, ia duduk di bangku SMP dan SMA Salah satu hal yang berpengaruh dalam kepribadian seseorang adalah harga diri. Harga diri adalah keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya berharga, penting, mampu menghadapi tantangan dalam hidup, serta layak mendapatkan kebahagiaan (Coopersmith, 1967). Tinggi rendahnya harga diri seseorang mempengaruhi cara pandangnya terhadap diri dan kehidupan. Apabila seseorang rrjemiliki harga diri tinggi, maka ia akan melihat kehidupannya secara lebih positif (Frey & Carlock, 1983). Ketika seseorang memandang sekolahnya secara positif maka tingkat kualitas kehidupan sekolahnya pun diperkirakan positif.
Kualitas kehidupan sekolah adalah persepsi siswa mengenai aspek formal dan informal dari sekolah, pengalaman sosial dan pengalaman yang berhubungan dengan fiigas dan hubungan individu dengan figur otoritas di sekolah serta dengan teman-temannya (Schmidt, 1999). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan kualitas kehidupan sekolah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMA dengan jumlah 69 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik non-probability sampling, yaitu incidental sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner berbentuk skala.
Untuk mengukur kualitas kehidupan sekolah, digunakan alat ukur yang disusun oleh peneliti dengan aspek psikososial, aspek fisik, aspek pembelajaran dan aspek organisasional. Untuk mengukur harga diri, digunakan alat ukur yang disusun berdasarkan SelfEsteem Inventory (SEI) oleh Coopersmith yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penelitian ini dengan domain orang tua, domain teman sebaya, domain sekolah dan domain umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara harga diri dengan kualitas kehidupan sekolah pada siswa kelas 2 SMA. Artinya hipotesa alternatif diterima dan hipotesa nul ditolak, nilai korelasi (r) adalah 0, 449, dan signifikan pada los 0.05. Harga diri individu memiliki hubungan yang resiprokal dengan kualitas kehidupan sekolah.
Kepuasan yang dirasakan siswa terhadap kehidupan sekolahnya akan membawa dampak pada harga diri siswa. Demikian pula dengan harga diri yang dimiliki siswa, dengan harga diri yang dimiliki, cara pandang siswa terhadap sekolahnya akan berbeda-beda sesuai dengan tingkatan harga dirinya. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian dengan melihat hubungan antara setiap domain harga diri dengan setiap aspek pada kualitas kehidupan sekolah. Untuk saran praktis, diharapkan agar guru dan penyelenggara pendidikan lebih memperhatikan harga diri siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sekolah. Untuk orang tua diharapkan agar orang tua mempunyai hubungan yang baik dengan anak. Hubungan orang tua dengan anak yang baik dapat membuat harga diri anak meningkat Sedangkan untuk konselor agar dapat membantu anakanak yang mempunyai harga diri yang rendah agar mereka dapat berkembang lebih baik dan menikmati kehidupan sekolahnya secara positif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3599
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>