Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120854 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devita Kusindiati
"ABSTRAK
Mencapai usia panjang merupakan suatu berkah dari YME, tetapi bila
dijalani dalam sebuah panti, mungkin merupakan suatu musibah. Saat ini populasi
lansia meningkat secara drastis, yang dapat menimbulkan masalah dan
mempengaruhi kelompok penduduk lainnya. Salah satu masalah yang harus mulai
diperhatikan adalah pengaturan tempat tinggal bagi lansia. Berada di tenga-tengah
keluarga bersama anak dan cucu merupakan kebahagiaan tersendiri bagi lansia,
khususnya lansia perempuan. Sebenarnya lansia perempuan memiliki kedekatan
yang erat dengan anak perempuannya, tetapi adanya perubahan kehidupan
masyarakat modem, keluarga anak kurang mendukung lansia tinggal di rumah
mereka. Oleh sebab itu, lansia perempuan harus menerima tinggal di panti.
Tinggal di lingkungan yang baru dan asing, harus dilalui dengan upaya
penyesuaian diri yang tidak mudah bagi lansia. Penyesuaian tersebut memakan
waktu yang lama agar dirinya dapat menerima tinggal di panti. Penyesuaian yang
dilakukan terhadap lingkungan fisik dan sosial, peraturan dan program panti, yang
belum tentu cocok bagi lansia. Bila penyesuaian tersebut gagal, maka secara
potensial akan mempengaruhi psikologis lansia yang berdampak pada situasi stres
dan cemas, hal ini akan mempengaruhi kesehatannya.
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif, menggunakan wawancara dan
observasi, agar dapat digali penghayatan lansia perempuan dalam menjalani
kehidupannya di panti, bagaimana penerimaan lansia terhadap usia tuanya di
panti, alasan & latar belakang pemilihan panti, serta perasaan-perasaannya selama
dipanti. Penelitian ini akan melihat gambaran penghayatan terhadap lingkungan
fisik dan sosial, peraturan dan program panti, serta ingin melihat apakah fungsi
keluarga dapat tergantikan dengan teman sesama penghuni panti. Manfaat
penelitian ini adalah agar pengurus panti, keluarga dan lansia memahami
kehidupan lansia di panti, sehingga dapat memenuhi kebutuhan lansia dan
meningkatkan pelayanannya pada lansia agar mereka hidup lebih bahagia di akhir
hayatnya. Manfaat lainnya adalah menjadi bahan masukan bagi lansia dan
keluarganya untuk menyiapkan kemandirian lansia di masa tuanya.
Setelah melakukan wawancara dan observasi maka hasil penelitian yang
diperoleh adalah bahwasannya ketiga subyek dalam menghayati kehidupannya di
panti, selalu berusaha melakukan penyesuaian terhadap semua aspek yang
berkaitan dalam kehidupan di panti. Kemudian diperoleh kesimpulan dari ini penelitian ini bahwa keputusan pindah ada di tangan lansia dengan alasan
lingkungan tempat tinggal yang lama tidak dapat dipertahankan lagi. Setelah masa
penyesuaian mereka dapat memilih hubungan sosial dan kegiatan yang cocok di
panti. Penghayatan ketiga subjek sangat mendalam, pada umumnya mereka dapat
menerima kehidupannya di panti dan mereka ingin tinggal di panti werda hingga
akhir hayatnya. Pembahasan diskusi pada penelitian ini adalah lansia perempuan
saat ini menyadari bahwa tempat tinggal mereka di usia tua tidak harus bersama
keluarga anak, mereka memilih panti sebagai alternatif yang baik sebagai tempat
tinggal. Sekalipun tinggal di panti, mereka tetap membutuhkan dukungan emosi
dan materi dari anak. Saran penelitian ini adalah menjadi bahan masukan bagi
penelitian lansia selanjutnya, bagi pengelola panti agar lebih memperhatikan
fasilitas dan kegiatan panti, dan sebagai bahan masukan bagi para lansia Dan
keluarganya unstuk menyiapkan kemandirian lansia di masa tuanya."
2004
S3425
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thelma Natasuwarna
"Laporan penelitian ini membahas mengenai dinamika perkembangan generativitas berdasarkan suatu Model Generativitas yang dibangun oleh McAdams dan de St. Aubin yang terdiri dari tujuh karakteristik dan kajian hubungannya dengan aspek religiusitas-spiritualitas serta dimensi aktualisasi diri. Wink dan Dillon menemukan bahwa generativitas berhubungan dengan karakteristik religiusitas dan spiritualitas pada seorang individu dewasa. Di masa dewasa madya juga diyakini bahwa individu akan mcncapai suatu kebutuhan aktualisasi diri yang dirumuskan oleh Maslow.
Penelitian ini meninjau hubungan ketiga hal itu berdasarkan kerangka teori masing-masing, hasilnya diharapkan dapat membantu efisiensi perkembangan psikososial dewasa madya dan dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Studi kualitatif dengan metoda pengumpulan data menggunakan wawancara kisah hidup ini terdiri dari delapan pertanyaan pokok mengenai perkembangan dari masa kecil hingga masa dewasa.
Karakteristik generativitas subyek mengalami dinamika sejak usia remaja, dewasa muda, hingga puncaknya usia dewasa madya. Titik temu dari dinamika tersebut adalah karakteristik keyakinan generatif yang berhubungan erat dengan aspek religiusitas dan spiritualitas, dan dengan beberapa dimensi aktualisasi diri yang khas. Ideologi personal secara konsisten mendasari tema dominan hidup subyek. Tema dominan hidup subyek memperkuat keyakinan generatif dan komitmen generatif para subyek. Pada akhimya, dalam penguraian makna generatif, sub-karakteristik tujuan prososial masa depan subyek sangat berkaitan erat dengan keyakinan generatif tersebut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1981
S2063
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.V.S Lestari Sandjoyo
"ABSTRAK
Masa lanjut usia (selanjutnya disebut lansia) adalah tahap akhir perkembangan
kehidupan seseorang dan merupakan masa yang paling dekat dengan kematian. Pada
masa ini terjadi proses menua {aging) yang ditandai dengan terjadinya penurunan
kemampuan fisik yang tidak bisa dihindari dan antara lain bisa meningkatkan
terjadinya. kecelakaan dan timbulnya penyakit.
Semakin bertambah tua seseorang dengan segala kemunduran yang
dialaminya, pikiran-pikiran mengenai kematian mulai timbul. Teori Levinson (1978)
yang menekankan pada adanya masa transisFpada setiap taliap kehidupan manusia
pun menganggap bahwa pada saat itu kehidupan tidak lagi dipandang sebagai waktu
yang kita miliki sejak kita dilahirkan, tapi lebih sebagai waktu yang tersisa sampai
pada akliir kehidupan. Erikson (1963) menambahkan pentingnya merencanakan
kehidupan dalam sisa waktu tersebui mengisinya dengan hal-hal yang berguna dan
pada akhirnya mampu menghadapi kematian tanpa rasa takut yang berlebihan. Jika
mereka percaya akan adanya kehidupan setelah kematian, maka penting adanya
persiapan-persiapan untuk memasuki suatu babak kehidupan baru.
Dalam kehidupan sehari-hari, profesi yang paling sering menghadapi
kematian adalah dokter. Sebagai ahli dalam bidang kesehatan, sebagian besar waktu dan hidupnya dihabiskan untuk mengobati orang sakit, bahkan untuk dokter spesialis
tertentu seringkali harus berhadapan dengan pasien-pasien yang menderita terminal
diseases. Menurut Kasper (dalam Feifel, 1959) seorang dokter mempunyai pekerjaan
tambahan untuk melawan takdir manusia : kematian. Dalam ha! ini kematian dilihat
sebagai kenyataan obyektif yang terjadi pada orang lain; padahal kematian terjadi
pada semua orang, tak terkecuali dirinya.
Kematian sebagai kenyataan obyektif tentu berbeda dengan dekatnya
kematian sebagai penghayatan subyektif. Di balik semua usalianya untuk mengobati
pasien dan menghindarkan mereka dari kematian, dokter tahu bahwa dia akan
menghadapi kematian juga seperti pasien-pasiennya selama ini (Wheelis, 1958; dalam
Feifel, 1959), Maka bagaimana para dokter menghayati keadaan dirinya sebagai
manusia yang tidak terlepas dari kematian -apalagi saat mereka memasuki masa
lansia- serta bagaimana persiapan-persiapan yang mereka lakukan, merupakan
permasalahan yang menarik.
Penghayatan terhadap keadaan yang dialami seseorang sehubungan dengan
kematian merupakan masalah yang sensitif dan seringkali bersifat subyektif, baik itu
menyangkut sikap, emosi maupun proses-proses internal lainnya (Bern; dalam Deaux
& Wrightsman, 1984); maka penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan
mengambil 6 orang pensiunan dokter yang berusia antara 60-79 tahun sebagai
subyek, yaitu meliputi 2 kategori penggolongan menurut Burnside (1979; dalam
Craig, 1986) yaitu The Young-Old (60-69 tahun) dan The Middle-Aged Old (70-79
tahun). Penelitian ini mengambil pensiunan dokter sebagai subyek karena kehilangan
pekerjaan yang disebabkan karena faktor usia menyadarkan seseorang bahwa dirinya
sudah memasuki tahap akliir dalam kehidupan. Dengan berkurangnya aktivitas dan
tuntutan masyarakat, lansia pun mulal menyadari kondisi fisiknya yang menurun serta
merasakan keluhan-keluhan kesehatan; saat inilah lansia mulai berpikir akan akhir
kehidupannya. Profesi dokter yang dibutulikan dalam penelitian ini adalah spesialisasi yang memungkinkan dokter tersebut dalam masa kerjanya berhadapan dengan banyak
kematian pasien, sehingga wawasan pengetahuan dan pengalaman yang 'lebih' akan
membantu mengungkapkan penghayatannya akan kematian.Usia subyek tidak
melebihi 80 tahun, karena menurut Burnside umumnya orang yang telah memasuki
usia 80 tahun keatas akan mengalami penurunan kondisi kesehatan, penurunan
kemanipuan adaptasi, serta peningkatan kesulitan dalam berhubungan dengan
sekelilingnya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dan dalam peiaksanaannya
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam
{depth interview) karena menyangkut perasaan dan pengalaman, serta penghayatan
subyek tentang hal yang sangat sensitif. Wawancara ini dibantu dengan pedoman
wawancara berupa kuesioner yang bersifat open-ended.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa subyek penelitian menyadari
adanya penurunan kondisi fisik dan mental sebagai akibat dari proses menua.
Menghadapi hal itu subyek memilih untuk tetap beraktivitas, tetap praktek walaupun
dalam frekwensi yang terbatas, bersibuk diri dengan hobi yang sebeiumnya tidak
sempat dilakukan, atau memilih untuk lebih banyak berkumpul dengan keluarga.
Mengenai kegiatan praktek, hal ini tampaknya berkaitan dengan usaha mereka untuk
menghayati eksistensi mereka sebagai keberadaan yang bermakna. Dengan
melanjutkan prakteknya mereka merasa tetap bisa berguna sekaligus terhindar dari
kesadaran akan kemunduran flsik dan mental serta rasa ketidakberdayaan yang sering
dialami iansia, Penyakit yang didcrita pun tidak menghalangi mereka untuk tetapoptimis,
dilihat dari usaha mereka untuk melawan penyakit itu.
Mengenai kematian yang selama masa kerjanya dilihat sebagai sesuatu yang
terjadi diluar diri, subyek menyadari bahwa hal itu pun akan terjadi pada diri mereka.
Subyek mempunyai pandangan religius mengenai kematian; mereka berpendapat
bahwa kematian merupakan takdir yang berlaku bagi manusia, dan cepat atau lambat pasti akan tiba saatnya tanpa mungkin menghindarinya. Bagi subyek, kematian adalah
saal peralihan menuju kehidupan lain yang lebih kekal. Karena pandangan ini
diperoleh dan ajaran agama masing-masing, maka subyek pada sisa hidupnya
umumnya berusaha untuk meiaksanakan perintah agamanya masing-masing, berbuat
baik kepada sesama agar mendapat pahala dalam kehidupan sesudah kematian.
Bahkan ada diantaranya subyek yang lebih optimistik menghadapi kematian, karena
percaya bahwa kehidupan sesudah kematian lebih banyak menjanjikan kenikmatan.
Subyek juga menyatakan harapan agar kematiannya tidak didahului oleh rasa sakit
dan beban penderitaan baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Sebagai realisasi dari kesadaran akan datangnya kematian, subyek mulai
melakukan persiapan-persiapan. Persiapan itu meliputi hal-hal yang bersifat material
seperti menyediakan rumah yang layak bagi keluarganya, tabungan dan deposito
untuk menghindari kesulitan ekonomi keluarga, dan mempersiapkan pembagian
warisan agar sepeninggalnya nanti tidak terjadi sengketa antara sesama anggota
keluarga. Persiapan material ini lebih ditujukan pada keluarga yang ditinggalkan
seperti anak, istri, dan cucu. Dalam hal ini tampaknya kedua subyek wanita dalam
penelitian tidak terlalu terbebani. Mungkin karena kedua subyek ada dalam situasi
sedemikian rupa sehingga beban pikiran mengenai persiapan material tidak seberat
pada subyek pria; satu subyek sudah bercerai dan subyek lain tidak menikah. Selain
itu subyek penelitian tidak menyinggung urusan pemakaman sebagai salah satu hal
yang perlu diperhatikan dalam persiapan. Hasil lain yang menarik adalah kepasrahan
salah satu subyek yang luar biasa sehingga tidak membuat persiapan apapun yang
bersifat material.
Untuk ketenangan diri subyek dalam menghadapi kematian sebagai sesuatu
yang tidak diketahui secara pasti, subyek meningkatkan sikap religius; antara lain
dengan menjalankan kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing,
banyak mawas diri, meiaksanakan shalat lima waktu, menunaikan ibadah haji, rajin pergi ke gereja, rajin mengikuti pengajian dan ceramah keagamaan, membaca bukubuku
keagamaan, dan kegiatan lainnya yang dapat mempertebal keyakinan agama
masing-masing. Subyek umumnya sudah merasa cukup puas dengan kehidupannya
selama ini dan tidak merasa perlu meminta apa-apa lagi kecuali hanya bersyukur
kepada Tuhan atas segala karunianya. Selain keyakinan agama yang kuat, hal yang
juga mendukung ketenangan subyek ialah keberadaan mereka dalam lingkungan
keluarga yang akrab satu sama lain.
Diharapkan hasil penelitian ini -walaupun hasilnya belum dapat
digeneralisasikan- dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam hal kematian
yang masih sangat langka di Indonesia; kliususnya dari tinjauan ilmu psikologi,
terutama bagaimana lansia mengatasi rasa takutnya terhadap kematian dan
memberikan gambaran mengenai apa saja yang perlu dipersiapkan untuk dapat
menghadapi kematian dengan tenang, sehingga mereka dapat mempergunakan sisa
hidupnya dengan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya."
1997
S2572
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratri Tamayanti
"Pemakaian internet berlebih dapat menyebabkan kecanduan internet. Kecanduan internet menyebabkan berbagai dampak negatif, salah satunya perkembangan sosial. Perkembangan sosial anak usia sekolah merupakan masa peralihan yang memiliki rasa ketertarikan untuk mengeksplorasi lingkungan sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecanduan internet dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di Kelurahan Makasar. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan jumlah responden 287 yang dipilih melalui teknik cluster stratified random sampling. Pengukuran kecanduan internet menggunakan instrumen Internet Addiction Test dan perkembangan sosial anak diukur menggunakan instrumen Social Skill Inventory. Hasil penelitian dianalisis menggunakan uji korelasi gamma dan didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi yang bermakna dengan arah korelasi positif dengan kekuataan korelasi kuat antara kecanduan internet dengan perkembanan sosial anak (p value= 0,0001, r= 0,615). Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan invoasi untuk edukasi pemakaian internet yang bijak dan menstimulus perkembangan sosial anak dalam proses pembelajaran di rumah atau sekolah.

Excessive use of the internet can cause internet addiction. Internet addiction causes various negative effects, one of which is social development. The social development of school-age children is a transitional period that has an interest in exploring the surrounding environment. This study aims to adhere to the relationship of internet addiction to the social development of school-age children in the Makassar Village. The research design used was cross-sectional with the number of respondents 287 selected through the cluster stratified random sampling technique. Measurements of internet addiction using the Internet Addiction Test instrument and the development of child sosia were measured using the Social Skill Inventory instrument. The results of the study were annotated using the gamma correlation test and the results showed that there was a significant correlation with the direction of the positive correlation with the strong correlation between internet addiction and children's social development (p = 0,0001, r = 0.615). The results of the research are expected to be used as information and investment for educating wise internet usage and stimulating children's social development in the learning process at home or school."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rien Esti Pambudi
"Banyak usaha yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kemandirian pada anak. Hal yang terpenting adalah bagaimana pembina, sebagai orang yang paling mampu mempengaruhi anak, mampu mendukung perilaku mandiri anak. Anak akan tumbuh menjadi individu yang mandiri atau tidak mandiri banyak dipengaruhi oleh bagaimana pembina memperlakukan anak. Apabila pembina selalu membantu anak, walau kesulitan yang dihadapi anak tidak seberapa, selalu mencukupi kebutuhan anak; membatasi gerak, terlalu melindungi dan tidak banyak memberi kesempatan pada anak, maka anak menjadi tidak berani dan akan menggantungkan diri pada pembina.
Mengingat dewasa ini banyak ibu yang juga bekerja dan meninggalkan anak dibawah usia 5 tahun dibawah pengawasan orang lain peneliti ingin mengetahui perilaku pembina di Sasana Bina Balita (SBB) sebagai salah satu alternatif pengasuhan yang dapat dipilih ibu yang bekerja, dalam menghadapi perilaku anak dengan pertimbangan adanya pelatihan serta program secara tertulis.
Respon pembina akan digolongkan sebagai tidak mendukung kemandirian anak bila pembina segera membantu anak, tidak memberi kesempatan serta pilihan pada anak untuk menooba sendiri. Respon pembina diperoleh melalui observasi di SBB terhadap perilaku mandiri-tidak mandiri anak. Anak dikatakan tidak mandiri bila menunjukkan perilaku mencari perhatian dengan meminta pembina, mengikuti ke mana pengasuh pergi, merninta menyelesaikan tugas yang diminta. Sedang anak dikatakan menunjukkan perilaku mandiri bila ia mampu mengikuti dan menyelesaikan instruksi pembina dalam kegiatan makan.
Subyek penelitian adalah pembina di SBB Mitra yang berjumlah enam orang yang tugas sehari-harinya adalah menangani anak usia 1-5 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik incidental sampling. Dalam penelitian ini, digunakan metode kualitatif dengan melakukan pengamatan untuk memperoleh data penelitian. Untuk itu, akan dilakukan studi awal guna mendapatkan informasi mengenai pentingnya kemandirian bagi anak yang diperoleh dari wawancara dengan satu orang pembina dan pengelola SBB, untuk menentukan batasan kegiatan yang akan diamati, dan untuk menentukan kemungkinan respon dari pembina dan tingkah laku makan anak, guna pembuatan lembar pengamatan. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi yang menghambat pelaksanaan kemandirian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lima pembina di SBB Mitra belum mendukung kemandirian dalam kegiatan makan. Mereka cenderung langsung membantu anak, dan belum banyak menunjukkan usaha untuk melatih anak melakukan aktivitas makan sendiri. Hal ini terutama disebabkan karena masalah waktu, mengingat kegiatan di SBB Mitra sudah terjadwal dan makanan yang disajikan pun harus habis termakan, menuntut mereka bekerja dengan cepat.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran respon pembina terhadap tingkah laku anak dalam kegiatan makan. Respon pembina nantinya akan dikelompokkan sebagai mendukung atau tidak mendukung kemandirian anak. Ditinjau dari segi teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan di bidang kemandirian. Dengan demikian, secara praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sarana perbaikan kualitas pengasuhan di SBB Mitra, terutama dalam penanganan anak dalam kegiatan makan.
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk lebih menggali kondisi yang mampu membuat pembina melakukan interaksi yang mendukung."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
S2504
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurita Adha Dianti
"Mahasiswa kedokteran mengalami beberapa tahap transisi, salah satunya transisi dari tahap pendidikan preklinik ke klinik. Transisi ini memberikan tantangan, lingkungan, dan tekanan baru yang membutuh adaptasi mahasiswa. Apabila stressor tidak dapat diatasi dengan baik, maka akan terjadi distress yang menyebabkan depresi, burnout, kecemasan, dan lain sebagainya. Motivasi merupakan faktor yang penting bagi mahasiswa agar dapat mengelola emosi dan sumber daya dengan baik dan memiliki kemampuan belajar deep learning. Penelitian mengenai hubungan tipe motivasi terhadap burnout pada mahasiswa kedokteran belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan tipe motivasi dengan burnout pada mahasiswa di tahap transisi preklinik ke klinik. Penelitian ini dilakukan di FKUI dan menggunakan desain cross-sectional dengan melibatkan mahasiswa pada tahun pertama transisi dari preklinik ke klinik. Mahasiswa diklasifikasikan ke dalam empat tipe motivasi melalui analisis motivasi intrinsik dan ekstrinsik menggunakan kuesioner Skala Motivasi Akademik. Tipe motivasi mahasiswa merupakan variable independen yang dinilai hubungannya dengan komponen burnout selama proses pendidikan. Burnout dinilai menggunakan kuesioner Maslach Burnout Inventory HSS. Sejumlah 164 mahasiswa terlibat sebagai responden penelitian. Hasilnya didapatkan tipe motivasi paling banyak pada tahap ini ialah tipe termotivasi minat dan status 79,2% (N = 130), diikuti termotivasi minat 13,41% (N = 22), termotivasi rendah merupakan 6,09% ( N = 10), dan termotivasi status 1,2% dari populasi (N = 2). Siswa dengan tipe termotivasi minat memiliki komponen persepsi terhadap prestasi yang lebih tinggi (p=0,03) dan depersonalisasi yang lebih rendah (p <0,026) dibanding tipe termotivasi minat dan status.

Medical students should undergo several stages in their education, one of them is transition from preclinical to clinical year. This transition introduces new challenges, environments, and pressures that can cause stress. If stress cannot be overcome properly, it may cause depression, burnout, and anxiety. Motivation is important for student to study and cope from stress and burnout. This study hence aimed to assess the relationship between type of motivation and burnout in medical student during the transition period from preclinical to clinical phases. This study was cross-sectional and conducted in FMUI, among medical students in the first year of transition from preclinical to clinical year. Students were categorized into four subgroups through analysis of intrinsic and controlled motivation using Academic Motivation Scale. Group membership is used as an independent variable to assess burnout components. Burnout was measured using Maslach Burnout Inventory HSS. A total of 164 students participated in the study. Four groups were identified: students who are interest-status motivated constituted 79.2% of the population (N=130), interest-motivated students constituted 13.41% of the population (N=22), low motivated students constituted 6.09% of the population (N=10), statusmotivated student 1.2% of the population (N=2). Interest-motivated students had higher personal accomplishment (p = 0.03) and lower depersonalization (p = 0.026) than intereststatus motivated students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Putri Wulandari
"Pemasungan merupakan tindak pembatasan, pengekangan pada fisik maupun kehidupan sosial pada orang yang mengalami gangguan jiwa ODGJ . Seseorang dengan gangguan jiwa pada dasarnya memiliki keinginan untuk sembuh, namun untuk mencapai hal tersebut diperlukan lingkungan yang kondusif. Kenyataannya perlakuan keluarga justru menurunkan keinginan atau dorongan dari dalam diri ODGJ untuk mencapai sembuh. Keinginan ODGJ untuk dapat kembali sembuh sangat memerlukan motivasi atau dorongan yang kuat dari dalam diri sendiri. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam kepada 12 partisipan. Terdapat lima yang dihasilkan dalam penelitian ini : Keinginan untuk menjalani hidup yang lebih baik, Pengendalian pikiran sebagai mekanisme koping dalam upaya pencapaian penyembuhan diri, Dampak pengalaman yang tidak menyenangkan sebagai motivasi untuk sembuh, Kontribusi kondisi pulih terhadap peningkatan konsep diri dan Perlawanan terhadap stigma agar tetap pulih. Tema-tema ini didukung oleh 19 kategori. Keinginan untuk dapat menjalani hidup yang lebih baik merupakan hal yang mendorong untuk ODGJ untuk memotivasi dirinya untuk dapat kembali pulih. Bentuk mekanisme koping yang berfokus pada pengendalian pikiran dan emosi ditambah dengan konsep diri yang positif, serta kondisi untuk melawan stigma dengan harapan dapat diterima di lingkungan sosial dapat membantu ODGJ paska pasung dalam membangkitkan motivasi ODGJ untuk dapat kembali sembuh.

Confinement is an act of limiting and restraining an individual with mental health issues both physically and socially. A mental health patient fundamentally possess the aspiration to recover, but in order to achieve that, it takes a supportive environment. Ironically, family treatment towards the mental health patient decreases their hope to recover. The mental health patient wish to recover needs strong motivation and support from within themselves. This research was a qualitative research with descriptive phenomenology research design. Data collection conducted by in depth interview to 12 participants. There were 5 five themes produced on this research such as the aspire to have a better life, thought control as a coping mechanism on the effort to self recover, The impact of unpleasing experience as the motivating factor to recover, the recover state contribution to the increasing self concept, and against the stigma to maintain health. This themes supported by 19 categories. The aspire to have a better life was prompting mental health patient to motivate themselves to recover. Focused on thought and emotion controlling coping mechanism added by positive self concept and the against the stigma condition with the hope for the society acceptance helped post confinement mental health patient to increase the motivation on recovering."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T50601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Basuki Rahmad
"ABSTRAK
Meningkatnya persaingan bisnis perbankan, menuntut manajemen bank untuk terus meningkatkan daya saingnya. Dalam fungsinya sebagai badan usaha yang mengumpulkan dana dari pihak yang memiliki surplus dana, maka bank hams dapat meyakinkan kepada nasabahnya bahwa dana yang disimpan tersebut aman, dapat diambil sewaktu-waktu, serta memberikan bunga yang menarik. Selama tahun 2002, perbankan terus menghimpun dana sehingga teijadi kelebihan likuiditas.
Produk tabungan mengalami titik jenuh terlihat dari pertumbuhannya yang relatif kecil, yaitu hanya 3,03%. Kecilnya pertumbuhan tabungan dipengaruhi oleh penurunan suku bunga perbankan, inovasi produk reksadana yang memberikan yield yang semakin menarik, kelebihan likuiditas, makin seragamnya pendekatan bank dalam merebut dana dengan hadiah besar, serta sektor riil yang mulai tumbuh.
Perkembangan BritAma, menunjukkan kecenderungan penurunan prosentase tingkat pertumbuhan tabungan, meskipun jumlah tabungan mengalami kenaikan. Beberapa penelitian yang dilakukan, seperti penelitian Barir (1999) dan Sardjono (2001) menunjukkan bahwa pertumbuhan pangsa pasar BritAma cenderung menurun dan lebih rendah dibandingkan bank pesaing.
Menurut hasil penelitian MARS (1997) terdapat tiga masalah utama yang dihadapi Bank BRI, yaitu fasilitas, pelayanan, dan suku bunga. Keengganan memiliki rekening di Bank BRI didominasi oleh ketiga faktor tersebut. Permasalahan menarik yang muncul adalah motivasi apakah yang mendorong nasabah dalam memutuskan pilihannya menabung pada tabungan BritAma di Bank BRI.
Karya akhir ini mempunyai tiga tujuan utama, yaitu mengidentifikasi dan menganalisis motivasi nasabah dalam menabung pada produk tabungan BritAma, mengetahui atribut-atribut dan layanan produk tabungan BritAma yang paling berpengaruh terhadap motivasi nasabah, dan mengetahui hubungan antara tingkat motivasi nasabah BritAma dengan jumlah rata-rata saldo tabungan BritAma. Tujuan penelitian ini didasari pemikiran bahwa pemahaman terhadap karakteristik nasabah merupakan landasan utama dalam melakukan strategi segmentasi, pasar sasaran, dan positioning.
Hasil penelitian dalam karya akhir ini menunjukkan bahwa nasabah BritAma memiliki motivasi yang kuat. Sebagian besar (58,1 %), motivasi nasabah BritAma dapat dikategorikan kuat (49,5%) dan sangat kuat (8,6%). Selain itu, penelitian ini memperoleh hasil bahwa tingkat kebutuhan dan keinginan nasabah BritAma (Valence) terhadap atribut dan pelayanan tabungan BritAma lebih besar dibandingkan dengan pengalaman dan harapan kepuasan pelayanan yang diterima (Expectancy). Hal ini menunjukkan adanya indikasi potensi ketidakpuasan nasabah terhadap produk tabungan BritAma.
Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa tingkat motivasi nasabah BritAma sekitar 76,24% dapat dijelaskan oleh 12 faktor, yaitu : pelayanan profesional, fasilitas ATM, jaringan luas dan sistem online, reputasi, desain buku tabungan, suku bunga, kebijakan tabungan, promosi, mobile banking, kenyamanan, biaya murah, dan image Bank BRI. Sedangkan faktor yang berperan besar dalam mempengaruhi tingkat moti vasi nasa bah adalah faktor pelayanan profesional (39,78%), fasilitas ATM (7,38%), sertajaringan luas dan sistem online (5,38%).
Kemudian, untuk memenuhi tujuan ketiga dalam penelitian ini dilakukan analisis korelasi yang menghasilkan temuan bahwa terdapat korelasi yang signifikan pada taraf signifikansi 10% antara tingkat motivasi menabung nasabah BritAma dengan jurn]ah ratarata saldo tabungan BritAma. Angka korelasi -0,152 menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat motivasi menabung nasabah BritAma, maka semakin rendah jumlah rata-rata saldo tabungan BritAma. Namun, hubungan tersebut dapat dikatakan tidak kuat atau Jemah. Temuan ini mengindikasikan bahwa potensi ketidakpuasan nasabal1 BritAma (valence > expectancy) dapat mengakibatkan kecenderungan menurunnya saldo tabungan BritAma.
Selain itu, dalam penelitian ini ditemukan pula bahwa keputusan pemilihan suatu bank terutama didorong oleh alasan kepraktisan, kemudahan, efisiensi, dan kebutuhan yang berbeda-beda. Aktivitas transaksi yang tinggi pada tabungan BritAma disebabkan faktor kemudahan, lokasi bank yang dekat, dan jaringan ATM banyak. Sedangkan alasan utama pilihan bank dengan saldo tabungan terbesar adalah jaminan keamanan, kemudahan transaksi, dan lokasi yang dekat. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan bank didorong oleh faktor-faktor kemudahan transaksi, akses yang mudah, dan dukungan ATM yang banyak.
Strategi perluasan segmen pasar BritAma pada kelompok usia < 40 tahun, Nampak cukup berhasil dilihat dari adanya pergeseran usia yang cukup berarti dari kebanyakan berusia 40 ke atas menjadi didominasi usia 26-35 tahun (29,5%) dan 36-45 tahun (23,8%), bahkan ada kecenderungan peningkatan kelompok usia 16-25 tahun (21 %).
Sementara itu, dilihat dari tingkat sosial ekonomi dan pendidikan tidak menunjukkan indikasi adanya perubahan yang berarti karena masih didominasi golongan menengah ke bawah dan tingkat pendidikan SLTA ke bawah. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa komposisi terbesar nasabah BritAma merupakan kelompok dewasa muda, pendidikan SLTA, tingkat sosial ekonomi menengah bawah, mempunyai motivasi kuat, dan memiliki rekening tunggal.
Temuan ini memberikan beberapa implikasi. Bagi manajemen Bank BRI, strategi perluasan segmen pasar perlu dipertajam 1agi dengan upaya lebih memahami karakteristik nasabahnya atau tetap fokus pada segmen pasar yang dilayani saat ini dengan meningkatkan pelayanan yang lebih profesional, memperbaiki atau menambah fasilitas tabungan, serta memperluas jaringan dan sistem online. Kemudian bagi peneliti, merupakan tantangan untuk mengetahui lebih jauh faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingginya tingkat rata-rata saldo tabungan.
"
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Louis Sastrawijaya
"Louis Sastrawijaya yang akan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (2022) ini adalah menginspirasi dan menjadi berkat bagi seluruh pembacanya agar senantiasa semangat luar biasa dalam bekerja meskipun menghadapi masa yang menantang di masa pandemi ini. Buku ini akan berisikan sekitar 180 halaman dan terdiri dari tujuh chapter. Chapter pertama membahas bagaimana caranya kita memandang semua peristiwa yang telah terjadi sebagai batu pijakan untuk menjadi pribadi yang lebih baik, dengan semangat belajar dari pengalaman di masa lalu. Cara efektifnya, melakukan evaluasi diri, menjadikan setiap pengalamanan sebagai umpan balik, fleksibel dan mengubah strategi agar meraih lebih berprestasi. Chapter kedua mengajak kita untuk tidak mengeluh atas hal-hal yang negatif namun sebaliknya, selalu fokus pada apa yang dimiliki dan apa yang bisa dilakukan sehingga kita senantiasa bersyukur atas kondisi saat ini. Mindfulness yang merupakan momen kesadaran dengan memberikan perhatian penuh pada apa yang dilakukan disarankan akan meningkatkan perasaan syukur kita. Chapter ketiga membantu kita untuk tetap optimis serta mengandalkan sang Pencipta dalam menghadapi berbagai tantangan dalam pekerjaan sehingga terus berharap yang terbaik di masa depan. Saat kita mempunyai harapan kuat maka kita bisa memperoleh berbagai keajaiban dan membentuk lingkungan yang positif adalah salah satu cara bagi kita untuk senantiasa punya harapan. Chapter keempat membahas bagaimana caranya menjadi versi terbaik diri sendiri sehingga kita akan memaksimalkan semua talenta dan potensi yang diberikan oleh Sang Pencipta. Pada chapter ini kita juga diingatkan untuk menetapkan apa tujuan yang jelas dan alasan yang kuat kita dalam bekerja sehingga bisa terus menerus semangat melangkah terus bergerak maju."
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2022
158.8 LOU m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>