Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145974 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rina Rakhmawati
"ABSTRAK
Darah adalah jaringan tubuh yang sangat vital bagi kehidupan. Hampir seluruh tubuh manusia dialiri oleh darah melalui pembuluh darah. Kehilangan darah dalam jumlah yang cukup banyak dapat membahayakan jiwa seseorang. Kehilangan darah dapat dipicu bila terjadi luka pada tubuh seseorang. Untuk mencegah kehilangan darah dalam jumlah banyak, tubuh memiliki faktor pembeku darah yang membantu dalam proses pembekuan darah. Kekurangan faktor pembeku darah dalam tubuh dapat mengakibatkan penderitanya mengalami perdarahan terus menerus. Kelainan darah seperti ini dikenal dengan hemofilia. Hemofilia adalah salah satu penyakit genetik yang sering di temui di Indonesia, selain thalassemia dan sindroma down (Femina, No.35/XXX, 2002). Satu-satunya pengobatan yang dapat dijalani penderita hemofilia adalah dengan melakukan transfusi plasma (darah) seumur hidup.
Penderita hemofilia sebagian besar adalah laki-laki. Berbagai aktivitas fisik yang berat dan memicu terjadinya perdarahan sebaiknya dihindari oleh penderita hemofilia. Penyakit hemofilia ini membuat penderitanya merasa dibatasi aktivitas fisiknya. Keterbatasan fisik ini dapat menimbulkan stres pada penderitanya. Selain itu menurut Kelley (1999) di masyarakat terdapat anggapan bahwa penderita adalah seseorang yang rapuh. Sedangkan menurut Parsons (dalam Sarwono, 1997) pada umumnya kepribadian yang diharapkan dari laki-laki berdasarkan norma baku yang berlaku dimana pun adalah dominan, mandiri, kompetitif, dan asertif. Didukung oleh penelitian Lerner, Orlos, dan Knapp (dalam Atwater, 1983) yang menyebutkan bahwa pria lebih cenderung menekankan kompetensi fisik atau apa yang dapat mereka lakukan dengan tubuh mereka agar dapat memberikan dampak yang bermakna bagi lingkungan. Anggapan masyarakat dan keterbatasan fisik yang dimiliki ini tentunya dapat mengganggu perasaan penderita hemofilia.
Selain masalah keterbatasan fisik, masalah lain yang mungkin mengganggu penderita hemofilia adalah pengobatan yang harus dijalaninya seumur hidup. Selain itu berbagai masalah juga akan muncul seperti memenuhi tuntutan tugas perkembangan dewasa muda, seperti mandiri, mencari keija, dan menikah serta membentuk keluarga. Berbagai masalah yang dihadapi penderita hemofllia, terutama penderita hemofilia usia dewasa dapat menimbulkan tekanan bagi mereka. Bila tekanan tersebut melebihi kemampuan yang dimiliki individu, maka menurut Lazarus (1976) individu tersebut dapat mengalami stres. Salah satu usaha coping stres yang dapat dilakukan adalah mencari dukungan sosial.
Dukungan sosial dapat berbentuk dukungan emosional, harga diri, instrumental, informasi, dan dukungan jaringan. Dukungan sosial dapat diterima seseorang dari keluarga, teman dekat, tenaga profesional, maupun dari organisasi dimana individu itu tergabung. Penelitian ini ingin melihat bagaimana gambaran stres, coping, dan dukungan sosial pada penderita hemofilia dalam menghadapi penyakit hemofilia yang diderita seumur hidup ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi.
Hasil dari penelitian yang diperoleh adalah reaksi awal ketika ketiga penderita didiagnosis memiliki penyakit hemofilia adalah menerima. Masalahmasalah yang dihadapi ketiga penderita adalah masalah biaya, pekerjaan, dan berkeluarga. Ketika responden mengatasi masalah-masalah tersebut secara berbeda-beda, tergantung pada sumber daya yang dimilikinya. Ada responden yang mengatasinya dengan strategi problem-focused coping atau dengan emotion focused coping. Ketiga responden mengatasi masalah biaya dengan strategi problem focused coping. Masalah pekeijaan oleh responden NO dan AF diatasi dengan strategi problem focused coping. Sedangkan responden AG mengatasinya dengan strategi emotion focused coping. Untuk masalah berkeluarga ketiga responden mengatasinya dengan strategi emotion focused coping. Bentuk dukungan yang diharapkan oleh penderita hemofilia adalah dukungan instrumental, harga diri, dukungan informasi dan emosional. Dukungan tersebut diharapkan diterima dari keluarga, teman, tenaga medis dan pemerintah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3204
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Hemofllia yang berakibat nyeri hebat, risiko cacat permanen dan
kematian usia dini, belum dapat disembuhkan. Pengobatannya sangat
mahal, kompleks dan terpapar pada penyakit lain seperti HIV AIDS,
hepatitis B dan C Pemahaman masayarakat dan pelayanan pun belum
merata. Kenyataannya, dengan stres demikian, ada penderita dan keluarga yang dapat benahan
Penelitian bertujuan mendapat gambaran tentang stres apa saja yang
dialami penderita dan keluarga, bagaimana cara mengatasinya dan faktor
apa yang berpengaruh pada proses copingnya. Hasilnya diharapkan
menjadi masukan berguna bagi lembaga dan profesi terkait, maupun
berbagai kegiatan yang bertujuan meringankan penderita dan keluarga.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
wawancara Subyek penelitian adalah 2 keluarga dengan minimal seorang
anak sehat dan seorang penderita pada usia sekolah. Pendekatan stres dan coping menggunakan model kognitif transaksional.
Hasil penelitian menunjukkan, stres penderita tampak dari gejala
emotive, perilaku dan fisik. Masalah utama adalah tantangan
sosioemosional dan tantangan afektif. Strategi coping yang digunakan
adalah problem-focused untuk masalah situasional, emotion-focused untuk masalah emosional dan kedua strategi tersebut untuk masalah fisiologik
Faktor pengaruh yang berarti untuk coping adalah sumber daya internal
serta eksternal.
Stres utama keluarga adalah kecemasan karena penyakit tidak bisa
disemhuhkan, kecemasan akan kemampuan bertahan penderita dan
ketidakberdayaan dalam mengatasi kebutuhan faktor Vlll. Stres Iain berupa gangguan terhadap fungsi keluarga. Kerentanan keluarga berpengaruh
terhadap timbulnya krisis dan permasalahan setelah krisis. Sumberdaya dan
pandangan keluarga serta agama bersama strategi coping berupa
memanfaatkan jaringan sosial, mengelola pola pikir dan memelihara pola
hidup sehat, ternyata dapat membawa keluarga pada adaptasi positif
Saran untuk yang berwenang dalam bidang kesehatan adalah, agar
pelayanan dan informasi untuk mengatasi dan mengantisipasi masalah,
dapat ditingkatkan Kepada peneliti selanjutnya, agar lebih menggali
masukan yang lebih terarah dan komprehensif untuk program intervensi.
"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T37898
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaihatu, V.A.M.
"Dietary diseases adalah penyakit yang merupakan hasil dari malnutrisi yang diderita individu, sedangkan infectious diseases adalah penyakit akibat masuknya benda berbahaya atau mikroorganisme asing di dalam tubuh individu (Sarafino, 1990). Hipertensi termasuk dalam dietary diseases dan kini makin banyak dialami oleh individu dalam masyarakat. Prevalensi hipertensi berkisar antara 10 sampai dengan 20 persen penduduk dewasa Indonesia. (Kumala, 2000). Ada 2 jenis hipertensi, yaitu hipertensi sekunder (secondary hypertension) dan hipertensi esensial (essential hypertension). Essential hypertension adalah jenis hipertensi yang penyebab utamanya tidak dapat diketahui secara pasti, namun faktor-faktor yang mungkin menjadi pemicunya adalah obesitas, elemen-elemen pola makan (diet), konsumsi alkohol yang berlebihan, ketidakaktifan fisik, sejarah hipertensi dalam keluarga dan juga faktor-faktor psikososial, misalnya: stres dan perilaku emosional (Sarafino, 1990).
Tiap individu memiliki respon yang berbeda-beda terhadap stres. Variasi ini sering kali muncul sebagai hasil dari faktor psikologis dan faktor sosial yang memodifikasi pengaruh stresor terhadap individu. Salah satu cara individu untuk berespon terhadap stresor adalah dengan melakukan coping. Coping merupakan cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi stres (Sarafino, 1990). Coping yang dilakukan individu untuk mengatasi situasi stres mungkin bervariasi dan tidak selalu memberikan penyelesaian. Namun selain untuk memperbaiki atau mengatasi masalah, coping juga dapat menolong seseorang untuk mengubah pemahaman akan suatu masalah, melakukan toleransi atau menerima akibat yang ditimbulkan oleh masalah, bahkan untuk menghindari situasi tersebut (Lazarus &Folkman, 1984b; Moos & Schaefer, 1986, dalam Sarafino, 1998).
Coping memiliki dua dimensi luas (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 1990), yaitu problem-focused coping dan emotional-focused coping. Cara lain untuk memodifikasi stres sehingga mengurangi pengaruhnya terhadap kesehatan adalah dengan memunculkan dukungan sosial (social supporf) kepada individu. Dukungan sosial menurut Cobb, Gentry & Kobasa, Walston, Alagna, DeVellis & DeVellis, Wills (dalam Sarafino, 1990) merujuk pada adanya perasaan nyaman, perhatian, kepercayaan, dukungan moral dan bantuan yang diperoleh individu dari orang atau kelompok lain.
Dukungan-dukungan ini dapat berasal dari berbagai pihak seperti significant others yang dimiliki individu atau rekan kerja, dokter maupun komunitas organisasi yang diikuti oleh individu. Lima klasifikasi dasar dari dukungan sosial (social supporf) yang dikemukakan oleh Cohen & McKay, Cutrona & Russel, House, Schaefer, Coyne & Lazarus (dalam Sarafino, 1990) adalah emotional supporf, esteem supporf, tangible atau instmmental supporf, informational supporf dan network supporf. Penekanan dalam penelitian ini adalah pada dukungan sosial berupa emotional supporf. Dukungan ini diberikan dalam bentuk ekspresi empati, caring dan kepedulian terhadap individu yang bersangkutan. Berdasarkan latar budaya yang ada di Indonesia, tugas dan kewajiban perempuan masih sangat erat dikaitkan dengan pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan keluarga. Sehubungan dengan hal ini, fungsi perempuan dalam rumah tangga masih mendominasi bagian pengaturan pemenuhan kebutuhan keluarga.
Dengan demikian, pemilihan gaya hidup dan pola nutrisi keluarga juga diserahkan pada perempuan, khususnya pada ibu rumah tangga. Pengaturan mengenai makanan dan minuman menjadi tanggung jawab mereka sehingga pada akhirnya mempengaruhi kondisi kesehatan keluarganya. Bila seorang ibu rumah tangga menderita hipertensi, maka ia harus mengubah pola makannya dan mengikuti diet tertentu untuk mempertahankan tekanan darahnya di posisi normal. Hal ini berarti pola makannya berbeda dengan pola makan keluarganya. Peneliti kemudian tertarik untuk melakukan penelitian terhadap ibu rumah tangga yang menderita hipertensi sehingga harus mengubah pola makannya, namun harus tetap mengatur pola makan keluarganya.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran stres, coping dan dukungan sosial yang diterima oleh ibu rumah tangga penderita hipertensi. Penelitian ini menggunkan metode kualitatif dengan dua cara pengumpulan data yaitu wawancara dan observasi. Subyek penelitian terdiri dari empat orang ibu rumah tangga yang tinggal dengan minimal seorang anak yang mengikuti pola makan ibunya.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa masing-masing subyek umumnya memiliki pola stres dan coping yang sama. Mereka mengalami tahapan yang sama dalam mempersepsikan kondisi sakitnya, menilai sumber-sumber daya coping yang dimiliki dan pada akhirnya menggunakan strategi-strategi coping sesuai sumber daya yang mereka miliki. Keempat subyek memiliki dukungan sosial yang lengkap, mencakup lima klasifikasi dasar dari dukungan sosial yang dikemukakan oleh Cohen & McKay, Cutrona & Russel, House, Schaefer, Coyne & Lazarus (dalam Sarafino, 1990). Namun demikian, dukungan emosional yang diberikan oleh anak subyek dalam bentuk mengikuti pola makan yang sama ternyata tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap keadaan stres dan coping subyek dalam menghadapi penyakit hipertensi yang dideritanya.
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah mengenai kelengkapan data tentang faktor penyebab penyakit hipertensi yang diderita oleh masing-masing subyek. Untuk itu perlu diadakan penelitian dengan pendekatan yang lebih menyeluruh terhadap subyek penelitian sehingga faktor-faktor yang berpengaruh dapat diteliti lebih lanjut. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif sehingga data yang diperoleh dapat saling melengkapi. Selain itu, penelitian juga dapat dikembangkan untuk meneliti stres dan coping yang dialami oleh individu yang anggota keluarganya menderita hipertensi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3209
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yetty Hermawan
"Apabila dalam suatu keluarga, salah satu anggota keluarganya menderita penyakit kronik, misalnya penyakit tersebut adalah gagal ginjal dan penderita adalah kepala keluarga, maka orang terdekat yang terkena dampaknya adalah isteri dan keluarganya. Gagal ginjal kronik dapat terjadi karena rusaknya ginjal secara permanen sehingga fungsi ginjal terganggu dan penderita harus menjalani terapi cuci darah sepanjang hidupnya. Menurut Sutarjo (1997), gagal ginjal kronik merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada aspek sosioekonomi dan psikologi penderita beserta keluarganya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti gambaran stres yang dialami oleh para isteri dari penderita gagal ginjal kronik dan perilaku coping yang ditampilkan ketika menghadapi keadaan suaminya, serta dukungan sosial yang dibutuhkan oleh yang bersangkutan.
Permasalahan tersebut akan dijawab dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan pendekatan ini akan dapat diteliti suatu kasus yang spesifik, orang tertentu atau situasi yang unik secara mendalam (Patton, dalam Poerwandari, 1998). Penelitian dilaksanakan dengan melakukan wawancara mendalam mempergunakan pertanyaanpertanyaan terstruktur dan observasi terhadap tiga orang isteri yang selalu mendampingi suami mereka sebagai penderita gagal ginjal kronik dan harus menjalani terapi cuci darah.
Dengan cara analisis berdasarkan Marshall dan Rossman (1989) penelitian ini akan menghasilkan analisis setiap isteri dan analisis antar isteri dari penderita gagal ginjal kronik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran, sumber, dan proses stres, serta strategi coping yang dipergunakan untuk mengatasi masalah, dan gambaran dukungan sosial yang teijadi pada para isteri sebagai pendamping penderita gagal ginjal kronik.
Dari hasil penelitian, ternyata ditemukan bahwa ketiga isteri mengalami beberapa situasi stres yang sama yaitu tingginya biaya cuci darah, sehingga mereka juga melakukan langkahlangkah positif untuk menghadapinya (planning coping), dan menurunnya kondisi kesehatan suami mereka. Pada awalnya, ketiga isteri menolak hasil diagnosis dokter (denial), akan tetapi akhirnya mereka dapat menerima (acceptance). Ketiga isteri juga mempunyai kebutuhan yang sama yaitu kebutuhan akan dukungan dari lingkungan sekitarnya (seeking social support foremotbnal neasons).
Untuk penelitian selanjutnya dengan topik yang sama, penjaringan subyek supaya lebih ketat dengan memperhatikan kriteria tertentu, dan mencoba menggunakan metode penelitian kuantitatif. Selain itu, dapat diteliti interaksi komunikasi antara subyek dengan tenaga-tenaga medis sehingga kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat ditingkatkan. Saran selanjutnya adalah melakukan penelitian terhadap para isteri yang mengalami depresi karena tidak mampu menghadapi situasi yang penuh stres disebabkan suami mereka menderita gagal ginjal kronik dan harus menjalani terapi cuci darah seumur hidup."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3368
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukmawati
"Mahasiswa merupakan populasi yang rentan terhadap tindak kekerasan seksual dan risiko tersebut meningkat akibat beragam aktivitas, kunjungan tempat, dan interaksi sosial dengan dampak potensial berupa stres, sehingga diperlukan strategi koping efektif dan dukungan sosial untuk mengatasi dampak psikologis yang timbul. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran tingkat stres, strategi koping, dan dukungan sosial pada mahasiswa yang pernah mengalami kekerasan seksual. Metode penelitian adalah penelitian kuantitatif pada 107 responden dengan kriteria inklusi usia 17-23 tahun yang pernah mengalami setidaknya satu dari empat jenis kekerasan seksual dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan Perceived Stress Scale (PSS) yang dikembangkan oleh Cohen, Kamarck, dan Marmelstein (1983), Brief COPE yang dikembangkan oleh Carver (1997), dan Social Support Questionnaire-6 (SSQ-6) yang dikembangkan oleh Sarason et al (1983). Hasil penelitian menunjukkan 46,7% responden mengalami stres sedang, 50,5% menggunakan strategi koping emotion-focused coping, dan 44,9% menggunakan dukungan emosional. Rekomendasi peneliti bahwa pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan jiwa dan pelayanan psikolog memberikan bimbingan dan konseling untuk korban kekerasan seksual sebagai bentuk dukungan sosial dan upaya untuk mengatasi masalah psikologis berupa stres yang dirasakan, menemukan strategi koping yang efektif, serta pentingnya dukungan sosial.

Students are a population that is vulnerable to sexual violence and the risk increases due to various activities, place visits, and social interactions with potential impacts in the form of stress, so effective coping strategies and social support are needed to overcome the psychological impact that arises. This study aims to identify the description of stress levels, coping strategies, and social support in students who have experienced sexual violence. The research method is quantitative research on 107 respondents with inclusion criteria aged 17-23 years who have experienced at least one of the four types of sexual violence using purposive sampling technique. Instruments used Perceived Stress Scale (PSS) developed by Cohen, Kamarck, and Marmelstein (1983), Brief COPE developed by Carver (1997), and Social Support Questionnaire-6 (SSQ-6) developed by Sarason et al (1983). The results showed 46.7% of respondents experienced moderate stress, 50.5% used emotion-focused coping strategies, and 44.9% used emotional support. Researchers recommend that health services, especially mental nursing services and psychologist services provide guidance and counseling for victims of sexual violence as a form of social support and efforts to overcome psychological problems in the form of perceived stress, find effective coping strategies, and the importance of social support."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Ayu Ambarwati
"Lebih jauh jika merujuk pada prevalensi penderita dispepsia di seluruh dunia yang grafiknya terus meningkat (antara 7 hingga 41 persen per tahun) maka penelitian Muth yang menggunakan sampel kecil kurang bisa memberi gambaran secara umum tentang trait kepribadian dan kecemasan penderita dispepsia fungsional. Menurut data terakhir yang diperoleh pada penelitian tertutup di RSCM disebutkan dari 100 pasien dengan keluhan dispepsia, 80 persen mengalami dispepsia fungsional. Fakta-fakta ini mendorong penulis melakukan penelitian ulang dari penelitian Muth dengan menggunakan dua metode penelitian secara berurutan. Metode penelitian kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran umum tentang trait kepribadian dan kecemasan penderita dispepsia fungsional di DKI Jakarta sedangkan metode penelitian kualitatif dengan menambahkan variabel stres dan strategi coping digunakan untuk melihat keunikan yang tergambar pada masing-masing kasus dispepsia fungsional.
Penelitian kuantitatif dengan sampel 90 orang penderita dispepsia fungsional dilakukan di RSCM dan beberapa klinik di Jakarta. Penelitian ini mempergunakan cara penyebaran angket yang diadaptasi dari NEO P1-R buatan McCrae dan Costa (1990) dan Beck Anxiety Inventory buatan Beck (1985). Hasilnya ternyata trait neuroticism dan trait extraversion masing-masing memiliki pengaruh yang cukup kuat pada penderita dispepsia fungsional. Jika dibandingkan per subgrup dispepsia fungsional terlihat kalau pasien-pasien pada subgrup dysmotility-like dyspepsia cenderung lebih dipengaruhi trait extraversion dan pasien-pasien dari subgrup ulcer-like dyspepsia serta non-specific dyspepsia cenderung lebih dipengaruhi trait neuroticism. Mengenai kecemasan, 90 persen pasien memiliki kecemasan yang tinggi, dengan urutan pasien-pasien dari subgrup non-specific dyspepsia kecemasannya paling tinggi, disusul dengan pasien-pasien dari subgrup ulcer-like dyspepsia dan pasien-pasien dari subgrup dyrmotility-like dyspepsia.
Selanjutnya dari hasil penelitian kualitatif yang dilakukan dengan cara depth interview dan observasi terlihat bahwa pengaruh trait neuroticism membuat penderita menjadi sosok yang selalu worrying, emotional, insecure, dan inadequate; sedangkan pengaruh trait extraversion-introversion membuat penderita terlalu personal-oriented, aloof; quiet, retiring, unsociable, inexuberant, dan over optimistic. Mengenai gambaran kecemasan terlihat bahwa kecemasan yang tinggi berhubungan dengan riwayat stres berkepanjangan. Stres umumnya disebabkan daily hassl, namun pada sebuah kasus stres disebabkan oleh major life event. Selain itu stres ini pun berhubungan dengan: cognitive appraisal.
Tentang gambaran strategi coping, seluruh sampel cenderung memilih emotional focus coping. Tetapi bila dilihat dari kronologis cerita di masa lalu terungkap bahwa dua orang sampel pernah mencoba melakukan problem focus coping hanya saja hasilnya tidak memuaskan hingga kemudian lebih memilih emotional focus coping. Sayangnya emotional focus coping yang dikembangkan oleh seluruh sampel masih kurang efektif dikarenakan mereka juga mengembangkan perilaku coping yang bersifat destruktif, yaitu: giving up, striking out at others, indulging self blaming self, dan defensive coping. Hal ini menyebabkan seluruh sampel masih terus mengalami dispepsia fungsiona."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Tridho Pamungkas
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh timbulnya stres pada pendamping sosial PKH karena semakin tingginya beban kerja dan banyaknya kendala yang dirasakan akibat dari perkembangan program bantuan sosial di Indonesia selama masa pandemi Covid-19 sampai saat ini. Padahal posisi pendamping sosial PKH sangat vital bagi keberhasilan program, karena mereka yang mengawal pelaksanaan program di lapangan dan harus berhadapan langsung dengan penerima manfaat. Penelitian ini membahas mengenai gambaran kondisi stres, strategi coping, serta sumber dan bentuk dukungan sosial yang dimiliki pendamping sosial PKH Kecamatan Trowulan dalam menghadapi kondisi stres. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara mendalam, studi dokumen, dan observasi. Sedangkan teknik pemilihan informan yang digunakan yaitu purposive sampling dengan jumlah informan sebanyak sepuluh orang yang terdiri dari satu orang koordinator kecamatan, tujuh orang pendamping sosial PKH, dan dua orang Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH. Penelitian ini dilaksanakan pada rentang waktu Oktober 2022-Juni 2023 di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala stres yang dirasakan pendamping sosial PKH Kecamatan Trowulan adalah gejala fisik dan psikologis. Gejala fisik yang dialami berupa tekanan darah tinggi, sakit kepala dan pusing, serta kelelahan, sedangkan gejala psikologis yang dirasakan berupa marah dan kesal serta perasaan bersalah. Adapun stressor yang dialami pendamping, diantaranya singkatnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan, permasalahan yang menyangkut KPM, beban kerja yang tinggi dan kompleks, rotasi wilayah dampingan, urusan domestik pendamping, perubahan pada teknologi yang digunakan dalam pengelolaan data KPM, persoalan gaji, dan tantangan graduasi KPM PKH. Untuk strategi coping yang digunakan oleh para pendamping adalah problem-focused coping dimana pendamping berusaha untuk mengurangi atau menghilangkan sumber stres dan emotion-focused coping dimana pendamping berusaha untuk meminimalkan emosi negatif yang timbul dari stres. Sedangkan bentuk dukungan sosial yang didapatkan para pendamping berupa emotional or esteem support, tangible or instrumental support, dan informational support. Berbagai bentuk dukungan sosial tersebut bersumber dari lingkungan pekerjaan (organizational) yaitu rekan kerja, atasan, keluarga penerima manfaat PKH, pemerintah desa, serta pemerintah daerah dan juga lingkungan keluarga (family) yaitu pasangan dan anak.

This research is motivated by the emergence of stress on PKH social facilitators due to the increasing workload and the many obstacles that are felt as a result of the development of social assistance programs in Indonesia during the Covid-19 pandemic to date. In fact, the position of PKH social facilitators is very vital for the success of the program, because they oversee the implementation of the program in the field and have to deal directly with beneficiaries. This study discusses the description of stressful conditions, coping strategies, as well as the sources and forms of social support that PKH social facilitators in Trowulan District have in dealing with stressful conditions. The approach used in this research is a qualitative approach with a descriptive research type. The data collection techniques used are in-depth interviews, document studies, and observation. While the informant selection technique used was purposive sampling with ten informants consisting of one sub-district coordinator, seven PKH social assistants, and two PKH Beneficiary Families (KPM). This research was carried out in the period October 2022-June 2023 in the Trowulan District, Mojokerto Regency. The results showed that the symptoms of stress felt by PKH social facilitators in Trowulan District were physical and psychological symptoms. Physical symptoms are experienced in the form of high blood pressure, headaches and dizziness, and fatigue, while psychological symptoms are felt in the form of anger and annoyance and feelings of guilt. The stressors experienced by facilitators include short time to complete work, problems related to KPM, high and complex workload, rotation of assisted areas, domestic affairs of companions, changes in technology used in KPM data management, salary issues, and challenges to KPM graduation PKH. The coping strategies used by the facilitators are problem-focused coping where the facilitators tries to reduce or eliminate sources of stress and emotion-focused coping where the facilitators tries to minimize negative emotions that arise from stress. Meanwhile, the forms of social support obtained by the facilitators were in the form of emotional or esteem support, tangible or instrumental support, and informational support. These various forms of social support come from the work environment (organizational), namely co-workers, superiors, PKH beneficiary families, village government, and local government and also the family environment, namely spouses and children."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Rahmadaniati
"ABSTRAK
Kurangnya guru pendamping khusus (GPK) dan beragamnya karakteristik siswa berkebutuhan khusus yang harus ditangani guru menambah beban kerja guru SDN Cisalak 3. Tantangan dan beban kerja yang dimiliki guru dapat menimbulkan stres yang akan memengaruhi kesejahteraan fisik, psikis, dan sosial para guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala stres yang dialami guru, mengetahui strategi coping yang digunakan, serta sumber dan bentuk dukungan sosial yang dimiliki dan dirasakan guru dalam menghadapi stres. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi, dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa gejala stres yang dialami guru SDN Cisalak 3 berupa gejala fisik dan psikologis. Strategi coping yang digunakan para guru adalah active coping dimana guru berupaya untuk mengurangi atau menghilangkan sumber stres. Sedangkan bentuk dukungan sosial yang diterima para guru berupa informational support, emotional support, instrumental support, dan appraisal support yang berasal dari berbagai sumber. Dukungan sosial tersebut membantu guru dalam menghasilkan coping yang adaptif.

ABSTRACT
Lack of special assistant teachers (GPK) and the variety of characteristics of students with special needs that must be handled by teachers, adds to the burden of work of the SDN Cisalak 3 teachers. The challenges and workloads that the teachers have in inclusive schools can cause stress which will affect the physical, psychological and social well-being of the teachers. This research aims to determine the symptoms of stress experienced by the teachers, to know the coping strategies that are being used, and the sources and forms of social support that teachers have and feel in dealing with stress. This research is a qualitative research with a descriptive design. The data collection techniques used in this research are in-depth interviews, observation, and literature studies. The results showed that the stress symptoms experienced by SDN Cisalak 3 teachers are physical and psychological symptoms. Coping strategies that being used by the teachers are active coping strategies where the teachers seek to reduce and eliminate sources of stress. The forms of social support that the teachers have: are in the form of informational support, emotional support, instrumental support and network support from various sources. Those social support help the teachers generate adaptive coping.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C. Hirania Wiryasti
"Stroke adalah penyakit kronis yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan penderitanya. Sebagai akibatnya penderita stroke akan mengalami sties. Untuk dapat menangani stresnya, penderita stroke membutuhkan dukungan sosial. Efektifitas dukungan sosial dalam membantu penanganan stres penderita stroke dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu persepsi terhadap tipe dukungan sosial dan kepuasan terhadap sumber dukungan sosial.
Penelitian dilakukan untuk menemukan hubungan antara persepsi terhadap tipe dukungan sosial dan kepuasan terhadap sumber dukungan sosial dengan stres pada penderita stroke (N=39). Ada tujuh tipe dukungan, yaitu: Keterikatan. Integrasi Sosial, Penghargaan. Hubungan yang Dapat Diandalkan, Bimbingan, Kesempatan Untuk Mengasuh, dan Instrumental. Selanjutnya, ada tiga kategori sumber dukungan: Pasangan Hidup, Keluarga, dan Non-Keluarga. Untuk mendapat gambaran yang lebih mendalam, maka hendak diketahui pula hubungan antara persepsi terhadap tiap tipe dukungan dan kepuasan terhadap tiap kategori sumber dukungan dengan stres pada penderita stroke.
Pengambilan data dilakukan dengan Kuesioner Stres Pada Penderita Stroke* Modifikasi Social Provisions Scale, dan Kuesioner Kepuasan Terhadap Sumber Dukungan Sosial. Proses face validity dilakukan terhadap ketiga alat tersebut dengan menggunakan experl judgment. Selanjutnya, terhadap dua alat pertama juga telah dilakukan uji reliabilitas dengan metode koefisien alpha Cronbach pada program SPSS 10.01.
Uji signifikansi dilakukan dengan metode korelasi producl-inomenl Pearson pada program SPSS 10.01. Hasil perhitungan menunjukkan, hipotesa adanya hubungan antara persepsi terhadap tipe dukungan sosial dengan stres pada penderita stroke diterima, dan hipotesa adanya hubungan antara kepuasan terhadap sumber dukungan sosial dengan stres pada penderita stroke tidak diterima. Selanjutnya, persepsi terhadap tipe dukungan yang berhubungan dengan stres pada penderita stroke adalah Integrasi Sosial, Kesempatan Untuk Mengasuh, dan Bimbingan. Sedangkan, kepuasan terhadap tiap kategori sumber dukungan tidak ada yang berhubungan dengan stres pada penderita stroke.
Kesimpulannya, tidak semua tipe dukungan dapat membantu penanganan stres penderita stroke. Hal ini tergantung pada kebutuhan masing-masing penderita. Selanjutnya, merasa puas terhadap sumber dukungan ternyata tidak mempengaruhi tingkat stres yang dirasakan oleh penderita stroke. Peneliti menyarankan, agar lingkungan sosial memahami dengan baik kebutuhan dari penderita stroke yang menerima dukungan darinya. Terakhir, untuk penelitian selanjutnya disarankan agar dilakukan perbaikan alat dan metodologi penelitian.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3143
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>