Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151871 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rengganis Lenggogeni Biran
2003
S3189
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meidiati Sekarsari
"Pesatnya perkembangan dunia hiburan memungkinkan kita untuk mengetahui lebih jauh akan kehidupan sehari-hari selebriti favorit. Dengan kesempatan tersebut, kita kemudian merasa mengenal dan memiliki hubungan dengan selebriti favorit, yang disebut dengan perilaku parasosial. Beberapa karakteristik individu yang memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku parasosial adalah individu yang kurang dalam interaksi sosialnya dan memiliki self-esteem rendah. Kedua karakteristik tersebut ternyata juga merupakan karakteristik personal dari individu yang sering mengalami loneliness.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah loneliness berhubungan dengan kuatnya perilaku parasosial seseorang. Peneliti menggunakan UCLA Loneliness Scale ver 2. untuk mengukur loneliness dan Celebrity Attitude Scale untuk mengukur perilaku parasosial. Sampel dalam penelitian ini adalah 84 orang wanita dewasa muda yang berusia antara 20 - 40 tahun. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara loneliness dan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda.

The rapid change in the entertainment world give us the opportunity to know the daily lives of the celebrity. With that opportunity, we could then feel that we know the celebrity and have a relationship with that person, which can be called as parasocial. Some of the characteristics of an individual who have the tendency to do a parasocial behavior are having a lack of social interaction and low self-esteem. Both of those characteristics are also a personal characteristics of an individual who tend to experience loneliness.
The aim of this research is to know if loneliness would be linked to the strenght of one?s parasocial behavior. The researcher used UCLA Loneliness Scale ver. 2 to measure loneliness and Celebrity Attitude Scale to measure paraosical behaviors. The sample of this research was 84 young adulthood women in the age range between 20-40 years old. The result of this research shown that there are significant positive relationship between loneliness and parasocial behavior in young adulthood women."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
155.92 MEI h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dini Susilowati
"ABSTRAK
Merokok merupakan salah satu dari kebiasaan atau gaya hidup yang
kurang baik karena memberikan resiko atau dampak yang tinggi terhadap
penurunan kesehatan atau bahkan menjadi penyebab kematian. Studi WHO
menunjukan kematian akibat merokok sekitar 30 juta orang setahun, 10 kali lebih
tinggi dari angka kematian akibat kecelakaan berlalulintas. Di Indonesia sendiri
perokok aktif mencapai 70 % dari total penduduk atau sebesar 141,44 juta orang.
Dan kecenderungan perokok di kalangan wanita dan remaja pada usia 15-18
tahun mengalami peningkatan (http://www.koalisi.org). Sedangkan penelitian di
Jakarta menunjukkan bahwa 64,8% pria dan 9,8% wanita dengan usia di atas 13
tahun adalah perokok (Tandra, 2003). Berbagai alasan yang melatarbelakangi
mulai maraknya kebiasaan merokok di kalangan wanita, salah satunya adalah
gaya hidup. Persepsi tersebut dipicu oleh gencarnya iklan yang ditayangkan media
massa, yang mencitrakan wanita modem dengan kebiasaan merokok. Realita ini
berbeda dengan kondisi puluhan tahun lalu dimana wanita perokok distereotipkan
sebagai wanita "nakal" alias tidak baik.
Komponen yang paling berbahaya dari merokok dengan membakar
tembakau adalah nikotin, carbon monoxide, yang dikenal sebagai carcinogens.
Efek jangka panjang dari merokok adalah kanker paru, emphysema, kanker larynx
dan esophagus dan sejumlah penyakit cardiovascular (Davison & Neale, 2001).
Pada wanita yang merokok terdapat dampak-dampak khusus yang ditimbulkan
oleh rokok antara lain masalah-masalah pada organ reproduksi wanita
(diantaranya menurunkan kesuburan), meningkatkan jumlah kehamilan ektopik,
aborsi spontan, kelahiran prematur, menopause dini, serta meningkatkan resiko
kanker leher rahim.
Informasi mengenai dampak buruk dari rokok terhadap kesehatan tersebut
di atas, menjadi salah satu alasan untuk berhenti merokok. Kaplan, Sallis dan
Patterson (1993) mengatakan bahwa perokok berhenti atau mencoba berhenti
merokok untuk berbagai alasan, antara lain: masalah kesehatan, masalah
penerimaan sosial, usia, serta alasan untuk menjadi contoh yang baik. 50% dari usaha untuk berhenti merokok adalah membuat keputusan untuk berhenti.
Terkadang sangat sulit bagi perokok untuk memutuskan berhenti merokok.
Berbagai pertimbangan dilakukan seorang perokok dalam memutuskan
berhenti merokok Karenanya penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran
proses pengambilan keputusan yang terjadi pada seorang mantan perokok beserta
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusannya. Selain itu
diteliti pula strategi ketika memutuskan untuk berhenti merokok. Penelitian ini
mengacu pada teori pengambilan keputusan yang dikemukakan oleh Janis &
Mann (1977).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Oleh
karena itu dalam pengumpulan data peneliti melakukan wawancara dan observasi.
Subyek penelitian berjumlah 4 orang dengan kriteria wanita usia dewasa muda
yang dulu pernah merokok tetapi telah berhenti minimal 6 bulan.
Hasil penelitian menujukkan hanya satu subyek yang terlihat melalui
kelima tahap. Subyek umumnya tidak melalui tahap kedua (mencari alternatif).
Faktor yang paling berpengaruh adalah faktor circumstances dan preferences. Hal
ini menunjukkan bahwa selain merupakan proses internal, pengambilan keputusan
untuk berhenti merokok juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial.
Sedangkan strategi yang digunakan dalam situasi berhenti merokok ini adalah safe
strategy (memilih alternatif yang paling aman dan membawa keberhasilan) atau
escape strategy (memilih alternatif yang paling memungkinkan untuk menghindar
dari hasil yang buruk)."
2004
S3394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frea Petra Maheswari
"Masa depan tidak akan dapat diraih apabila seseorang tidak dapat melakukan pemaafan. Pemaafan dibutuhkan seseorang untuk tidak menyimpan rasa dendam dan bersalah yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi di masa lampau. Dewasa muda yang merupakan masa dengan banyak konflik dan peralihan hidup tentu mengalami hambatan yang terjadi disebabkan oleh diri mereka sendiri maupun hal-hal di luar diri mereka. Pemaafan diperlukan oleh dewasa muda agar dapat memaafkan hal-hal tersebut demi tercapainya cita-cita mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pemaafan dan kesejahteraan psikologis pada dewasa muda. Sebanyak 175 partisipan berusia 22-44 tahun mengisi kuesioner yang mengukur pemaafan Heartland Forgiveness Scale/HFS dan kesejahteraan psikologis Ryff rsquo;s Psychological Well-Being Scale/RPWB. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara pemaafan dan kesejahteraan psikologis pada dewasa muda r=-0.620.

Future cannot be reached if one cannot do forgiveness. Forgiveness is needed to keep us from holding grudge and guilt caused by past events. Young adulthood is a phase of many conflicts and life transitions that obstructed by themselves or another person. Forgiveness is necessary to young adult so that they can forgive those underexpected things for the sake of achieving their aspirations.
The aim of this research was to examine the relationship between forgiveness and psychological well being among young adulthood. A total of 175 participants aged 22 44 completed questionnaires of forgiveness Heartland Forgiveness Scale HFS and psychological well being Ryff rsquo s Psychological Well being Scale RPWB . The result of this research showed that there is a significant and positive relationship between forgiveness and psychological well being among young adulthood r 0.620.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S66070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thifalina Alam Aulia
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara seksual permisif dan religiusitas islam pada dewasa muda. Partisipan penelitian ini melibatkan 440 dewasa muda muslim yang berusia 20-30 tahun dan belum menikah se-Indonesia. Pengambilan data dilakukan melalui kuesioner online. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Premarital Sexual Permissivenes (untuk mengukur seksual permisif) dan Revised Muslim Religiosity Personality Inventory (untuk mengukur religiusitas Islam). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif signifikan antara seksual permisif dan religiusitas islam pada dewasa muda dengan koefisien korelasi sebesar r (438) = 0,385, p < 0,01. Hal ini mengartikan bahwa semakin tinggi religiusitas Islam seseorang maka semakin rendah seksual permisif yang dimilikinya.

This study was conducted to determine the relationship between sexual permissiveness and Islamic religiosity in young adults. Participants of this study were 440 people with the age range of 20-30 years, muslim, and single in Indonesia. The data were collected through an online questionnaire. The instruments used were Premarital Sexual Permissiveness (measured Sexual Permissiveness) and Revised Muslim Religiosity Personality Inventory (measured Islamic Religiosity). The result showed a significant negative correlation between sexual permissiveness and Islamic religiosity in young adults with a correlation coefficient of r (438) = 0,385, p < 0,01. It means that the higher level of Islamic religiosity, the lower a person's sexual permissiveness.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63179
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batari Andi Toja
"ABSTRAK
Penelitian yang dilakukan oleh Jackson dan Sullivan (dalam Kemala, 2000)
menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan pria, wanita lebih
menampilkan ketidakpuasan terhadap tubuhnya sehingga lebih sering
menilai tubuhnya secara negatif dan menganggap penampilan fisik sebagai
hal yang sangat penting. Ketika wanita merasakan adanya ketidakpuasan
terhadap citra tubuhnya, maka akan timbul kecenderungan pada diri wanita
tersebut untuk berusaha mencapai tahap tubuh sempuma dengan melakukan
usaha-usaha yang mampu membeiikan hasil memuaskan walaupun
berpotensi merugikan kesehatan.
Penehtian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara kepuasan citra
tubuh dan perilaku tidak sehat pada wanita dewasa muda dengan rentang
usia 20-40 tahun. Jenis perilaku tidak sehat pada penelitian ini adalah
diet ketat yang tidak seimbang, penggunaan substansi kimia, olah raga
yang berlebihan, dan operasi plastik terhadap bagian-bagian tubuh yang
ingin diubah. Selain itu, peneliti juga ingin melihat berapa besar kontribusi
aspek evaluasi penampilan, aspek orientasi penampilan, aspek evaluasi
kesehatan, aspek orientasi kesehatan, aspek orientasi tentang penyakit, dan
aspek kecemasan gemuk terhadap perilaku tidak sehat tersebut.
Pengukuran terhadap kepuasan citra tubuh dilakukan dengan menggunakan
alat ukur Multidimentional Body-Self Relations Questionnaire yang
dikembangkan oleh Thomas F. Cash pada tahun 1989 (dalam Marina,
1997). Sedangkan alat ukur perilaku tidak sehat disusun oleh penehti
sendiri yang dilakukan berdasarkan hasil elisitasi. Perhitungan terhadap
hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis statistik multiple
regression melalui program SPSS 12.0.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
kepuasan citia tubuh dan perilaku tidak sehat pada wanita dewasa muda.
Namun lebih jauh tidak ditemukan adanya kontribusi aspek -aspek yang
disebutkan di atas terhadap perilaku tidak sehat. Peneliti berasumsi tidak adanya hubungan antara faktor-faktor terkait disebabkan oleh kurangnya
item kuesioner yang mengukur aspek tersebut, di samping subyek
penelitian yang kebanyakan memiliki nilai IMT kekurangan berat badan
tingkat ringan
Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk lebih memperbanyak item
yang mengukur aspek-aspek kepuasan citra tubuh sehingga basil penelitian
dapat memberikan gambaran mengenai hubungan antara kepuasan citra
tubuh dan perilaku tidak sehat secara maksimal. Selain itu juga disarankan
untuk mempertimbangkan nilai IMT yang dimiliki subyek sebagai data
kontrol penelitian."
2004
S2902
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shara Sani Susanti
"Di Indonesia kesepian merupakan fenomena yang sering dijumpai, terutama di usia dewasa muda. Bahkan, pada penelitian yang dilakukan oleh Into the Light yang dilakukan di bulan Mei – Juni 2021 dengan 5.211 partisipan menunjukkan bahwa 2 dari 5 partisipan lebih memilih mati daripada harus merasakan kesepian. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kesepian merupakan masalah yang serius. Penelitian- penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kelekatan dengan hewan bisa mengurangi tingkat kesepian, namun ada juga penelitian yang menunjukkan tidak ada hubungan antara keduanya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami hubungan antara tingkat kesepian pada dewasa muda yang tidak memiliki pasangan dan kelekatannya dengan hewan peliharaan. Penelitian ini dilakukan dengan metode korelasional. Partisipan dalam penelitian ini adalah dewasa muda berusia 19-25 tahun yang tidak memiliki pasangan dan memiliki hewan peliharaan anjing dan/atau kucing (N= 103). Untuk memenuhi tujuan, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan 2 alat ukur, yaitu UCLA Loneliness Scale version 3 dan Lexington Attachment to Pet Scale (LAPS). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat kesepian dan kelekatan dengan hewan tidak memiliki korelasi yang signifikan (r(103) = 0,82, p = 0,206). Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kesepian individu dewasa muda yang tidak memiliki pasangan tidak berhubungan dengan tingkat kelekatan pada hewan peliharaan
Loneliness is a phenomenon often occurring in Indonesia, especially within your adults. In a research done by Into the Light in May - June 2021 with 5,211 participants, 2 out of 5 participants would rather choose to die than being lonely.Based on that data, we could concur that loneliness is a serious issue. Previous research has shown that attachment to animal could reduce the level of loneliness one might felt, but there are also research which shown that there are no correlation between the two. And for that reason, this research aims to understand the correlation between the loneliness levels in young adults that do not have romantic partners and their attachment with pets. This research was done with correlational method. The participants in this research are young adults age 19 to 25 that do not have romantic partners and taking care of pet(s) in the form of dog(s) and/or cat(s) (N= 103). To satisfy the condition, this research use quantitative method which used 2 measuring tools, which is UCLA Loneliness Scale version 3 and Lexington Attachment to Pet Scale (LAPS). The results shows that loneliness level and pet attachment does not significantly correlate with each other (r(103) = 0.82, p =206). And so this research shown that the loneliness level in young adults that do not have romantic partners does not correlate with the level of attachment to pets
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Octavia
2003
S3315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L. Mawar Nusantari
"ABSTRAK
Ketika seseorang menginjak usia 18-22 tahun, ia memasuki masa transisi
dari remaja menuju dewasa muda (Kail & Cavanaugh, 2000; Smolak, 1993). Menurut
Smolak (1993), seseorang pada usia ini bukan anak-anak, dan dianggap bukan remaja
lagi, namun mereka juga belum memiliki kriteria dewasa. Banyak ahli yang meyakini
bahwa krisis pembentukan identitas terjadi pada masa remaja, namun studi cross
sectional dan longitudinal menunjukkan bahwa krisis identitas terjadi pada masa
transisi ini (Smolak, 1993). Kail & Cavanaugh (2000) mengemukakan bahwa transisi
itu tergantung pada faktor kebudayaan dan beberapa faktor psikologis. Pada budaya
timur, patokan yang dipakai untuk menentukan apakah seseorang menjadi dewasa
lebih -jelas daripada budaya barat. Pada kebudayaan timur, pernikahan menjadi
determinan yang paling penting dalam status kedewasaan (Schlegel & Barry, 1991).
Berbicara mengenai menikah dan kemudian memiliki anak akan dikaitkan dengan
kematangan dan tanggung jawab seseorang. Oleh karena itu untuk memasuki
pernikahan seseorang akan dipertanyakan apakah ia sudah cukup matang atau apakah
ia sudah cukup dewasa.
Badan Pusat Statistik DKI Jakarta (BPS, 2002) menunjukkan bahwa, kurang
lebih 11 % dari penduduk yang berusia 18-22 tahun telah menikah. Data tersebut
menunjukkan bahwa banyak orang yang memutuskan untuk menikah di usia muda.
Padahal setelah menikah mereka akan dihadapkan pada masalah baru ketika mereka
mempunyai anak. Menjadi orang tua juga merupakan krisis dalam hidup, karena
menyebabkan perubahan besar dalam sikap, nilai, dan peran seseorang. Mempunyai
anak juga berarti mendapatkan tekanan untuk terikat pada tingkah laku peran jender
sebagai ayah dan ibu (Carstensen, dalam Kail & Cavanaugh, 2000). Oleh karena itu
untuk menjadi orangtua diperlukan persiapan yang matang baik secara finansial,
mental, maupun emosional.
- Laki-laki yang berperan sebagai ayah dituntut untuk bertanggung jawab yang
besar sebagai pemimpin keluarga serta bertanggung jawab sebagai pencari nafkah
utama dalam keluarga sehingga memerlukan perlu persiapan yang matang untuk
memasuki jenjang perkawinan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana seorang pria yang berada
pada usia transisi dewasa muda (18 - 22 tahun) yang telah menikah dan memiliki
anak menghayati perannya sebagai seorang ayah. Penghayatan yang dimaksud dalam penelitian ini termasuk alasan seorang pria berusia transisi dewasa muda memutuskan
untuk menikah, pemahaman tentang peran ayah, bagaimana mereka menghayati
tuntutan perannya sebagai seorang ayah, serta interaksi yang mereka lakukan dalam
memenuhi tugasnya sebagai seorang ayah, serta bagaimana penghayatan peran
sebagai ayah tersebut mempengaruhi perkembangan kepribadian mereka. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori perkembangan usia transisi dewasa muda,
teori peran dikhususkan pada teori peran ayah dalam keluarga.
Peneliti mengambil 5 orang sampel dengan kriteria seorang pria, berusia 18 -
22 tahun, telah menikah dan memiliki anak, serta pendidikan minimal SMU atau
sederajat untuk diwawancara secara mendalam. Sampel berasal dari kota Jakarta dan
Cirebon.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Sebagian besar subjek, yaitu 4 dari 5
orang subjek penelitian ini menikah di usia muda karena terpaksa. Karena melakukan
pacarnya terlanjur hamil, maka subjek pun bertanggung jawab untuk menikahi
pacarnya. Maka menjalani peran sebagai seorang ayah pun tidak dapat dihindari,
walaupun mereka mengaku merasa belum siap menjadi seorang ayah. Menjalani
peran sebagai seorang ayah memerlukan tanggung jawab yang besar dan memerlukan
kesiapan baik secara materi maupun mental. Walaupun subjek merasakan adanya
tuntutan peran sebagai ayah dari lingkungan namun yang berperan lebih besar dalam
tingkah laku subjek dalam menjalani peran sebagai ayah adalah tuntutan peran yang
ada dalam diri subjek sendiri. Tuntutan peran yang ada dalam diri subjek tersebut
diperoleh dari konsep subjek mengenai ayah yang ideal serta berpatokan pada tingkah
laku dan pendidikan orangtuanya dulu, terutama ayah mereka. Walaupun subjek
merasa belum sesuai dengan konsep ayah yang ideal tersebut, namun mereka semua
berusaha menuju ke arah sana. Sebagian besar subjek penelitian ini sudah menyadari
betapa penting perannya sebagai ayah terhadap perkembangan anak. Dalam
penelitian ini terlihat bahwa selain melakukan aktivitas mendidik dan bermain,
mereka juga merasa bertanggung jawab untuk ikut terlibat dalam aktivitas merawat
anaknya terutama kegiatan memandikan, menina-bobokan, serta melindungi saat anak
bermain. Mereka menyadari bahwa dalam aktivitas merawat tersebut merupakan saat
yang tepat untuk membangun kedekatan emosional dengan anak mereka. Setelah
menikah dan memiliki anak, banyak perubahan yang terjadi pada diri subjek, terutama
mengenai cara subjek memandang tentang hidup. Subjek yang sebelumnya
merupakan orang-orang yang selalu berorientasi pada kesenangan diri sendiri dan
selalu mengikuti hati nurani dalam bertindak. Setelah menikah dan memiliki anak,
timbul rasa tanggung jawab yang besar pada diri mereka, mereka mulai berpikir
bahwa hidup tidak selamanya santai dan ada yang perlu diperjuangkan, terutama
mengenai anak. Mereka mulai berpikir panjang sebelum bertindak dan mulai berpikir
tentang masa depan. Selain itu mereka juga merasa hidupnya lebih baik dan lebih
teratur serta lebih termotivasi dalam melakukan sesuatu."
2003
S3219
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Rozandi Suhaidi
"ABSTRAK
Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan strategi regulasi emosi pada individu dengan kecenderungan locus of control internal dan individu dengan kecenderungan locus of control eksternal pada pria dewasa muda. Strategi regulasi emosi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 9 strategi yang digunakan oleh Gamefski (2001) pada penelitiannya yaitu self-blame, other-blame, acceptance, refocus on planning, refocus positive, rumination or focus on thought, positive reappraisal, putting into perspective, dan catastrophizing. Subyek penelitian adalah sebanyak 232 pria dewasa muda. Data untuk mengukur regulasi emosi diperoleh melalui kuesioner the cognitive emotion regulation questionnaire (CERQ) dan alat ukur locus of control menggunakan Rotter I-E scale. Uji validitas alat ukur dilakukan dengan menggunakan konsistensi internal, sedangkan perhitungan reliabilitas alat ukur menggunakan metode Cronbach alpha. Metode analisis yang digunakan untuk mengukur perbedaan penggunaan strategi adalah t-test, dan analisis faktor untuk mendapatkan pengelompokkan data. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan strategi regulasi emosi pada individu dengan kecenderungan loc internal dan individu dengan kecenderungan loc eksternal pada pria dewasa muda. Hasil lain yang diperoleh adalah adanya perbedaan yang signifikan pada pengguna strategi refocus positive ditinjau dari kecenderungan loc individu dengan nilai koefisien signifikansi 0,009. Dan strategi regulasi emosi yang banyak digunakan oleh pria dewasa muda adalah rumination or focus on thought. Saran yang diajukan peneliti adalah, (1) untuk meyakinkan nilai reliabilitas dan validitas, maka sampel yang dipergunakan dalam penelitian diperbanyak dan instruksi harus diberikan sejelas-jelasnya kepada responden (2) melakukan penelitian lanjutan dengan menambah variabel penelitian lain, agar penelitian ini dapat lebih bermanfaat bagi dunia psikologi."
2005
S3481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>