Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155037 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silalahi, Karlinawati
"ABSTRAK
Keluhan orangtua yang memiliki anak dengan Attention Deficit
Disorder adalah kegagalan dalam mencapai tuntutan akademis. Selama ini
treatment yang dilakukan terhadap anak dengan ADD lebih diarahkan
kepada pemberian obat-obatan. Akan tetapi, pemberian obat-obatan yang
terlalu lama akan menimbulkan efek negatip, seperti alergi, iritasi terhadap
matahari, kekakuan otot, goncangan dan gemetar (Wender, 1987).
Anak dengan ADD memiliki masalah dalam memperhatikan
instruksi guru atau arahan orangtua, tetapi mereka dapat memperhatikan
suatu kegiatan yang menyenangkan dalam waktu yang cukup lama. Pada
masa ini, kemajuan teknologi melalui komputer dapat digunakan
manfaatnya untuk alternatif treatment bagi anak dengan ADD. Pope (2000)
mengatakan bahwa anak dengan ADD dapat ditingkatkan atensinya melalui
pelatihan games yang dioperasikan dengan komputer atau suatu alat yang
disebut console, yang pada akhir-akhir ini permainan tersebut sangat
digemari dan sangat menarik perhatian anak.
Dari berbagai teori tentang atensi, attention deficit disorder, dan
Computer games disimpulkan bahwa dapat diajukan suatu hipotesis yaitu
metode play attention jenis Computer games mampu meningkatkan skor tes
Bourdon anak dengan attention deficit disorder dibandingkan dengan skor
tes sebelumnya. Hasil analisa data yang diperoleh menunjukkan bahwa
hipotesa itu dapat diterima atau terbukti.
Penggunaan metode play attention jenis Computer games sebagai
pelatihan untuk meningkatkan atensi diharapkan dapat membantu anak
dengan ADD untuk memperhatikan suatu tugas dalam waktu yang cukup
lama. Computer games merupakan suatu alat permainan dan simulasi di
mana mempunyai daya tarik tersendiri seperti wama, cahaya dan gerak.
Sedangkan menurut Hilgard, Atkinson & Atkinson (1983) pada dasarnya
seorang anak memberi perhatian kepada stimulus yang mempunyai
karakteristik menonjol seperti intensitas (kerasnya suara yang didengar), ukuran (perbedaan ukuran obyek tertentu), kontras (perbedaan bentuk dari
stimulus yang sejenis) dan gerakan (stimulus yang bergerak). Selain itu,
Armstrong (1995) mengatakan anak-anak dengan ADD menginginkan
feedback langsung dan mendapat reinforcement sesegera mungkin.
Fasilitas tersebut disediakan dalam setiap games yang dimainkan melalui
gambar-gambar yang menarik, warna-wama dan animasi. Selain itu juga
menyediakan stimulus visual, auditory, dan tactile (melalui mouse, joystick,
atau keyboard).
Penelitian ini melibatkan siswa-siswa kelas V SD Pantara Kebayoran
Baru. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Alat
yang digunakan : Tes Bourdon, Lembar Evaluasi dan Lembar Data Kontrol.
Pengolahan data menggunakan teknik perbedaan mean gain score dengan
uji signifikansi t tes.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan skor tes
Bourdon anak penderita ADD dibandingkan dengan tes sebelumnya yang
bermakna. Jadi berarti pelatihan melalui Computer games bermanfaat bagi
peningkatan atensi anak yang mengalami ADD.
Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan
mempertimbangkan beberapa keterbatasan yang terungkap dalam penelitian
ini. Di samping itu hasil penelitian disarankan dapat dimanfaatkan sebagai
suatu masukan bagi para prktisi yang terlibat secara langsung dalam usaha
pencapaian kemampuan akademis anak dengan ADD di Indonesia."
2002
S3157
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luisa Larasati Wirawan
"ABSTRAK
Anak dengan ADHD diketahui memiliki defisit dalam regulasi diri dan menampilkan perilaku impulsif. Adanya hambatan dalam meregulasi diri membuatnya kesulitan untuk secara sadar mengatur serta mengendalikan emosi, pikiran, dan tubuhnya untuk berperilaku sesuai dengan situasi yang dihadapi. Hal ini yang membuat anak dengan ADHD sulit diatur, cenderung menarik diri, menampilkan perilaku agresif, dan memiliki masalah sosial, baik dengan teman maupun keluarga. Orangtua dengan anak ADHD cenderung tidak merespon secara tepat kebutuhan anak, memiliki kontrol yang berlebihan, kurang memberikan pujian, dan kurang interaktif pada anaknya, sehingga terbentuklah insecure attachment pada anak dengan ADHD. Terbentuknya insecure attachment dapat memperparah masalah regulasi diri pada anak ADHD. Hal serupa terjadi pada N, anak ADHD berusia 6 tahun yang memiliki insecure attachment dengan orangtua. Salah satu intervensi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah regulasi diri pada N adalah Theraplay. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Theraplay efektif dalam menangani masalah regulasi pada N dan merubah pola interaksi N dengan orangtua menjadi lebih positif

ABSTRACT
Children with ADHD are known to have deficits in self-regulation and shown impulsive behavior. Difficulties to do self-regulation makes it difficult to consciously manage and control emotion, mind, and body in order to behave accordingly to the situation. This things that makes children with ADHD tend to withdraw, displaying aggressive behavior, and have social problems, either with friends or family. Parents with ADHD children tend not to respond the needs of their children properly, have excessive control, failed to give appreciation, and less interactive with children, thus forming insecure attachment with ADHD children. Insecure attachment may worsening the self-regulation in children with ADHD. Something similar happened to N, 6 years old children with ADHD who have insecure attachment with the parents. One of the interventions that can be used to overcome the problem of self-regulation with N is Theraplay. The results of this study indicate that Theraplay is effective in dealing with regulatory issues at the N and also N change his patterns of interaction with his parents to become more positive."
2016
T46530
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Larasati
"ABSTRAK
Kemampuan memusatkan atensi merupakan landasan dari kemampuan
belajar yang dibutuhkan setiap anak. Studi dalam aspek perkembangan anak
menunjukkan pentingnya interaksi dan hubungan yang positif dengan pengasuh utama
sebagai media untuk perkembangan dan peningkatan kemampuan dasar bagi anak,
termasuk di dalamnya adalah kemampuan memusatkan atensi. Pendekatan
Developmental, Individual Differences, Relationship-Based (DIR/Floortime)
merupakan salah satu program intervensi yang difokuskan untuk meningkatkan
kualitas interaksi antara pengasuh utama dan anak. Penelitian ini bertujuan untuk
meninjau efektivitas penerapan prinsip DIR/Floortime untuk meningkatkan
kemampuan memusatkan atensi pada anak berusia 4 tahun yang memiliki diagnosa
Early Onset Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penerapan prinsip DIR/Floortime efektif meningkatkan
kemampuan memusatkan atensi pada anak dengan Early Onset ADHD serta diiringi
dengan peningkatan tahapan perkembangan fungsional emosional anak dan ibu yang
terukur dari peningkatan durasi memusatkan atensi, penurunan frekuensi
distraktibilitas, serta peningkatan skor pada Functional Emotional Assessment Scale
(FEAS).

ABSTRACT
The ability to sustain attention is the foundation of learning ability for every
child. The research on child development shows the importance of positive interaction
and relationship with the primary caregiver as a medium for the child’s development
and mastery of basic developmental skills which includes the ability to sustain
attention. Developmental, Individual Differences, Relationship-Based approach
(DIR/Floortime) is one of the available interventions focused on increasing the
quality of caregiver-child interaction. This study is aimed at investigating the
effectiveness of DIR/Floortime to increase the ability to sustain attention on a 4 yearold
child with Early Onset Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). The
result of this study indicated that the application of DIR/Floortime principles is
effective in increasing the ability to sustain attention on a 4 year-old child with Early
Onset ADHD, along with the increase of the functional emotional development of
both mother and child as shown with the increase of attention span, the decrease of
frequency of distractibility, and score increase in the Functional Emotional
Assessment Scale (FEAS)."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T36029
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Emanuella Gideon
"[Kemampuan untuk mempertahankan perhatian merupakan masalah bagi anak dengan gangguan atensi dan hiperaktivitas. Latihan pemusatan perhatian dengan latihan fisik mampu meningkatkan rentang perhatian pada anak dengan gangguan atensi dan hiperaktivitas serta efeknya cenderung bertahan lama. Sedangkan intervensi dengan kegiatan membaca juga terbukti mampu meningkatkan rentang perhatian namun efeknya cenderung menghilang setelah intervensi tidak diberikan lagi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen (N=15), yang bertujuan untuk membandingkan efektivitas latihan fisik dan kegiatan membaca dalam meningkatkan rentang perhatian pada anak dengan gangguan atensi dan hiperaktivitas. Peningkatan rentang perhatian diukur
ketika anak membaca dengan teknik observasi menggunakan perhitungan waktu dalam detik. Penelitian ini juga menggunakan pengukuran gejala gangguan atensi dan hiperaktivitas dengan alat ukur Vanderbilt ADHD Rating Scale.;The ability to maintain attention is a problem for children with attention and hyperactivity disorder. Attention exercise with physical exercise can increase attention span in children with attention and hyperactivity disorder, and the effects
of these intervention was durable. While attention exercise with reading activity can also increase attention span, but the effect tends to disappear after the intervention was not continue. This research used an experimental design (N = 15), which aims to compare the effectiveness of physical exercise and reading activitiy to increase attention span in children with attention and hyperactivity disorder. The attention span is measured when the children read by observation
techniques using a calculation time in seconds. This study also use the
measurement of attention and hyperactivity symptoms with Vanderbilt ADHD Rating Scale., The ability to maintain attention is a problem for children with attention
and hyperactivity disorder. Attention exercise with physical exercise can increase
attention span in children with attention and hyperactivity disorder, and the effects
of these intervention was durable. While attention exercise with reading activity
can also increase attention span, but the effect tends to disappear after the
intervention was not continue. This research used an experimental design (N =
15), which aims to compare the effectiveness of physical exercise and reading
activitiy to increase attention span in children with attention and hyperactivity
disorder. The attention span is measured when the children read by observation
techniques using a calculation time in seconds. This study also use the
measurement of attention and hyperactivity symptoms with Vanderbilt ADHD
Rating Scale.]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T44154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allysa Soraya Safitri
"Tingginya screen time anak telah meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak negatif dari screen time. Beberapa penelitian mengasosiasikan gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) dengan screen time berlebih. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara screen time dengan gejala GPPH pada anak. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan kuesioner Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktivitas Indonesia (SPPAHI) yang diisi oleh orang tua dengan latar belakang pendidikan minimal SMP atau sederajat. Kuesioner disebarkan ke seluruh murid SD Negeri Beji 1 Depok dan didapatkan total 227 data, data yang ada lalu dipilih secara acak dan didapatkan 95 data untuk dianalisis.
Hasil analisis Chi-Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara screen time dengan gejala GPPH pada anak (p = 0,035). Anak dengan screen time berlebih memiliki peluang mengalami GPPH 3,1 kali lebih tinggi dibandingkan anak dengan screen time tidak berlebih (IK 95% = 1,051-9,174). Oleh karena itu, perlu dilakukan pembatasan screen time untuk menurunkan peluang terjadinya GPPH pada anak.

High level of screen time among children has raised public awareness about its negative impact. Some studies associate attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) with excessive amount of screen time. The objective of this research is to analyze the association between screen time and ADHD symptoms in children. A cross sectional study was used for this research along with SPPAHI questionnaire, which was filled by parents with a minimum educational background of junior high school. The questionnaire was distributed to all students of SD Negeri Beji 1 Depok and a total of 227 data were collected, 95 data were selected randomly and used as sample for data analysis.
These data were analyzed using Chi-square test and showed a significant relationship between screen time and ADHD symptoms in children (p = 0.035). Children with excessive amount of screen time are 3.1 times more likely to develop ADHD than children who do not have excessive amount of screen time (95% CI = 1.051-9.174). Therefore, screen time limitation is needed to reduce the odds of developing ADHD in children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Green, Christopher, 1943-
London: Vermilion, 1994
618.928 589 Gre u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Artanti Putri Widiantoro
"Prevalensi anak dengan GPPH mencapai 10,12% dari total populasi anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara bedtime routine dan gangguan tidur pada anak dengan GPPH, identifikasi bedtime routine tidur pada anak dengan GPPH, serta gangguan tidur yang mereka alami. Penelitian ini dilakukan pada bulan September – Desember 2024 secara daring menggunakan teknik purposif sampling dengan mengisi kuesioner dalam bentuk Google form yang disebarluaskan melalui media sosial dan di beberapa sekolah luar biasa (SLB). Responden dalam penelitian adalah orang tua yang memiliki anak dengan GPPH usia 4 – 10 tahun (n = 83). Mayoritas anak pada penelitian ini adalah laki – laki (67,5%), berusia prasekolah (50,6%), dan mengikuti terapi GPPH (69,9%). Didapatkan hubungan yang signifikan antara bedtime routine dan gangguan tidur pada anak GPPH (ρ = -0,332; p = 0,002).

The prevalence of children with ADHD is 10.12% of the total population. This study aims to analyze the relationship between bedtime routines and sleep disorders in children with ADHD, identify bedtime routines in children with ADHD, and identify the sleep disorders they experience. The research was conducted from September to December 2024 online using purposive sampling. Data collection involved questionnaires distributed via Google Forms through social media and at several special education schools. Respondents were parents of children with ADHD aged 4–10 years (n = 83). The majority of children in this study were male (67.5%), preschool-aged (50.6%), and undergoing ADHD therapy (69.9%). A significant relationship was found between bedtime routines and sleep disorders in children with ADHD (ρ = -0.332; p = 0.002)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Allan Pascana
"Latar Belakang: Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan neurodevelopmental pada anak dan remaja. Prevalensi ADHD di seluruh dunia pada usia 3-12 tahun, mencapai 7,6%, di Indonesia mencapai 15,8 % pada anak usia 3-18 tahun, dan sebesar 15,5% di Jakarta. ADHD adalah peringkat pertama penyebab anak dibawa ke psikolog di Indonesia, yang terkait dengan gangguan fungsi kognitif hingga menyebabkan terganggunya prestasi akademis dan kualitas hidup anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik gangguan kognitif pada anak ADHD di Indonesia dan hubungannya dengan faktor demografis. Metode: Penelitian ini memiliki desain potong lintang yang dilakukan pada anak SD usia 7-12 tahun dengan menggunakan metode total sampling pada populasi terjangkau. Hasil: Subyek penelitian ini terdiri dari 34 anak dengan rata-rata usia subjek 9,68 (1,32) tahun, dengan 25 anak (73,5%) memiliki tipe inatensi. Delapan anak (23,5%) tipe kombinasi inatensi dan hiperaktivitas, dan 1 anak (2,9%) hiperaktif. Total skor rata-rata SYSTEMS-R yang diukur adalah 24,94 (8,21), 18 anak (52,9%) memiliki kemampuan kognitif normal, 16 anak (47,1%) defisit kognitif. Terdapat perbedaan bermakna pada domain atensi, kalkulasi, remote memory, bahasa, abstraksi dan visuospasial (p < 0,05) dengan abstraksi (91,2%), atensi (79,4%), kalkulasi (76,5%) dan bahasa (61,8%) adalah domain yang paling banyak memiliki angka di bawah rata-rata populasi umum. Faktor usia menunjukkan variasi signifikan (nilai p 0,024) berhubungan dengan skor total SYSTEMS-R pada anak ADHD. Tidak terdapat faktor demografis yang berhubungan secara statistik. Kesimpulan: Domain yang paling banyak memiliki nilai dibawah rata-rata populasi umum adalah domain atensi, domain yang termasuk dalam fungsi eksekutif yaitu abstraksi dan kalkulasi, Fungsi kognitif hanya berhubungan bermakna dengan faktor demografis usia dan subtipe ADHD.

Background: Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) is a neurodevelopmental disorder in children and adolescents. The prevalence of ADHD worldwide in children aged 3-12 years 7.6%, while in Indonesia it reached 15.8%, and 15.5% in Jakarta. ADHD is the number one reason children are taken to psychologists in Indonesia, which is related to impaired cognitive function, causing disruption to children's academic performance and quality of life. The aim of this research is to determine the characteristics of cognitive disorders in ADHD children in Indonesia and their relationship with demographic factors. Method: This study had a cross-sectional design which was conducted on elementary school children aged 7-12 years using a total sampling method in an accessible population. Results: The subjects of this study consisted of 34 children with an average subject age of 9.68 (1.32) years, with 25 children (73.5%) having the inattention type. Eight children (23.5%) showed a combination of inattention and hyperactivity, and only 1 child (2.9%) as hyperactive. The total mean SYSTEMS-R score measured was 24.94 (8.21), 18 children (52.9%) has normal cognitive abilities, while 16 children (47.1%) has cognitive deficits. There is significant differences in attention, calculation, remote memory, language, abstraction dan visuospasial (p < 0,05) with the domains of abstraction (91.2%), attention (79.4%), calculation (76.5%) and language (61.8%) are the domains that have the most numbers below the general population average. The age factor is a demographic factor showing significant variation (p value 0.024) associated with the total SYSTEMS-R score in ADHD children. When associated with cognitive function deficits in ADHD children, there were no demographic factors that were statistically related. Conclusion: The domain that has the most scores below the general population average is the attention domain, a domain that is included in executive function, namely abstraction and calculation. as well as the language and visuospatial domains. Cognitive function was only significantly related to age in demographic factors and ADHD subtype."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Agung Ari Wiweka Nanda
"ABSTRACT
Latar Belakang: Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas GPPH merupakan kelainan kronis yang ditandai dengan ketidakmampuan berkonsentrasi, hiperaktivitas, dan impulsif. Prevalensi GPPH pada siswa SD di Jakarta tahun 2004 sebesar 26,2 dan diduga berhubungan dengan dengan perolehan prestasi akademis siswa di sekolah. Tujuan: Mengetahui hubungan antara GPPH dengan prestasi akademis siswa sekolah dasar. Metode: Studi case control dilakukan terhadap 372 siswa SD Kenari 01,03, dan 05 pada periode tahun ajaran 2015-2016. Hasil: Berdasarkan analisis data, didapatkan 107 28,8 siswa SD mengalami GPPH dan sebanyak 265 70,2 tidak mengalami GPPH. Terdapat 188 49,5 siswa mendapatkan nilai dibawah rata-rata dan 186 50,5 siswa mendapatkan nilai diatas rata-rata. Pada uji chi square, terdapat hubungan bermakna antara GPPH dan prestasi akademis dengan nilai signifikansi.

ABSTRACT
Background Attention deficit hyperactivity disorder is a chronic disorder ADHD characterized by inability to concentrate, hyperactivity, and impulsivity. Prevalence ADHD on elementary students in Jakarta in 2004 is about 26.2 and related to academic achievement in school. Aim To find relation between ADHD with academic achievement in elementary students. Methods Case control study was done involving 372 elementary students in SD Kenari 01, 03, 05 on school year 2015 ndash 2016. Results According to data analyzing, there were 107 28.8 elementary school students have ADHD and 265 70.2 of elementary school students did not have ADHD. There were 188 49.5 students get academic underachievement and other 186 50.5 students got higher academic achievement. By using chi square test, there was correlation statistically between ADHD and academic achievement with significance point p 0.001. Conclusion ADHD is related with academic achievement on elementary students with odds ratio 2,1. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70338
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>