Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48210 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jeruel, Samuel
2010
S3684
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kecerdasan emosi (EQ) menyumbang 80% dalam menentukan keberhasilan seseorang. Kecerdasan emosi dikembangkan dalam 3 wadah yaotu: keluarga, sekolah dan masyarakat, dan para ahli sepakat bahwa keluargalah yang sangat berpangaruh terhadap perkembangan anak. Untuk itu, perlu dicari hubungan antara sehattidaknya fungsi di dalam keluarga (APGAR keluarga) dengan kecerdasan emosi remaja di dalam keluarga tersebut, Penlitian dilakukan secara observasional dengan rancangan peneltian cross-sectional. Sampel penelitian dipilih secara simple random sampling dari populasi di SMU Negeri 1 Kasihan Bantul. Instrumen penelitian untuk dinilai kecerdasan emosi menggunakan BarOn Emotional Quotient Inventory Version dan penelaian fungsi keluarga menggunakan instrumen Family APGAR dari Gabriel Smilkstein, yang telah dialibahasakan. Analisi data untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel di atas menggunakan uji Pearson. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa APGAR keluarga mempunyai hubungan kolerasi (r=0.460) yang bermakna (p<0,05) dengan kecerdasan emosi remaja di keluarga tersebut.Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara APGAR Keluarga dengan Kecerdasan Emosi remaja."
610 MUM 10:2(2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tatang Sumarsono
Bandung: Mizan, 1998
297.8 TAT s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
S2360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Myrna Laksman-Huntley
"Situasi kebahasaan bahasa Belanda dan bahasa Indonesia sangat berbeda. Perbedaan ini juga tampak pada sejarah kebangsaan masing-masing. Terlihat bahwa bangsa Indonesia yang sudah kaya akan kebudayaan juga mengenal kebudayaan lain yang sebagian kemudian diserap. Kenyataan ini dapat mempengaruhi komunikasi antar dua kelompok bahasa tersebut. Setiap bahasa memiliki sistem bunyi yang unik yang, biasanya tidak dimiliki oleh bahasa lain atau kalaupun ada, letak atau cara pengucapannya agak berbeda. Hal ini dapat menyebabkan seorang pembelajar bahasa menghadapi kesulilam mengucapkan bunyi-bunyi yang tidak ada dalam sistem bunyi bahasa ibunya dan sebagai akibat, si pembelajar akan mengucapkan bunyi-bunyi tersebut dengan bunyi-bunyi lain yang serupa dan dimiliki sistem bunyi bahasanya. Hal yang sama juga dapat terjadi dalam tataran prosodi.
Perbedaan realisasi sistem prosodi suatu bahasa tidak hanya dapat menimbulkan interferensi dalam proses pembelajaran, tetapi juga salah pengertian, Dengan mengucapkan kalimat-kalimat bahasa Indonesia dengan suatu pola intonasi Indonesia tertentu seorang penutur Indonesia akan disalahmengertikan oleh pendengar bahasa asing yang belum fasih berbahasa Indonesia karena sistem pola intonasi bahasa ibunya yang berbeda.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pola intonasi dua bahasa yang berbeda dapat menimbulkan persepsi yang berbeda terutama apabila timbul emosi pada diri si pembicara. Kenyataan ini mendorong saya untuk mempelajari perbedaan sistem prosodik antara bahasa Indonesia dan Belanda; parameter yang menandai sistem tekanan dan intonasi kedua bahasa; ketepatan persepsi emosi serta letak tekanan bahasa Indonesia oleh pcnutur bahasa Belanda serta parameter yang mempengaruhi persepsi tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitlatif: Untuk itu, korpus angket kuantitatif adalah korpus yang digunakan penelitian terdahulu (Laksman et.al, 1994).
Perlu dijelaskan kembali bahwa dalam penelitian tersebut dilakukan perekaman sebuah kata bahasa Indonesia yang diucapkan secara terisolasi dan dirangkai dalam kelompok nomina dalam empat macam emosi. Setelah diukur, hasil rekaman tersebut diperdengarkan kepada 80 orang penutur bahasa Belanda yang diminta menebak emosi yang terdengar dan kepada 10 orang ahli fonelik bahasa Belanda yang diminta menentukan letak tekanan.
Dengan tinjauan kepustakaan yang ternyata tidak seimbang peneliti tidak berhasil membuat sualu bandingan yang seimbang. Dengan demikian, peneliti tidak dapat memperoleh jawaban mengenai pengaruh sistem intonasi beremosi bahasa Belanda dalam persepsi bahasa Indonesia. Penelilian terjawab untuk pengaruh parameter yang menandai tekanan bahasa Belanda dalam persepsi letak tekanan serta parameter penanda tekanan kata bahasa Indonesia.
Secara menyeluruh dari emosi yang dipelajari hanya sedih dan marah yang didengar secara tepat oleh pendengar; sedangkan emosi kaget seringkali dirancukan dengan emosi senang atau sedih dan emosi senang dengan emosi kaget atau marah.
Kata Kasa dalam segala posisi didengar bertekanan pada suku kata penultima. Hal ini disebabkan oleh nilai frekuensi dasar tertinggi terletak pada suku kata tersebut dapat dinyalakan bahwa parameter inilah yang mempengaruhi persepsi penutur bahasa Belanda terhadap bahasa Indonesia. Dengan kata lain, penelitian ini ternyata mendukung penelitian Terken yang menyimpulkan bahwa tekanan lebih banyak diperankan oleh frekuensi dasar dalam bahasa Belanda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"[Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh persepsi religiusitas dan sekularisme kandidat dan fundamentalisme religius terhadap keputusan memilih. Lebih spesifik lagi, peneliti ingin mengetahui faktor apa yang memberikan pengaruh lebih besar terhadap keputusan memilih, antara persepsi religiusitas dan sekularisme kandidat atau fundamentalisme religius. Responden penelitian ini adalah remaja akhir dan dewasa muda yang tinggal di Jabodetabek. Setiap orang mendapatkan artikel yang berisi wawancara terhadap kandidat sebagai manipulasi persepsi religiusitas dan sekularisme. Hasilnya Sekularisme kandidat lebih bisa meramalkan keputusan memilih dibanding religiusitas kandidat. Seseorang yang memiliki tingkat religiusitas dan sekularisme bila dihadapkan dengan kandidat yang religius memilki kemungkinana satu kali lebih besar untuk memilih kandidat tersebut dibandingkan bila dihadapkan dengan kandidat yang tidak religius, This study trying to see the effect of religiosity and secularisme perception of candidate and religios fundamentalism on voting decision. Spesiffically, researcher want to see which variable has the greater effect on voting decision. The responden of the research was late teenager and young addult that already has voting participation right in Jabodetabek area. Every responden was given an article about an interview of a candidate and potensial voter. There were two kind of article, the first was an interview with secular candidate and the other one was with religios candidate. The result show secular attribute is preferable than the religios one. The respondent that has high religius fundamentalisme will choose the religius candidate. some one with high fundamentalisme has one time odd to choose the religius candidate more than some one with low fundamentalisme.]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57697
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Astrid Nadia Hartami Putri
"Di tengah meningkatnya konsumsi musik digital dan penurunan penjualan rekaman musik secara umum, produk musik dalam format fisik bertahan sebagai pilihan sarana menyimpan dan mendengarkan musik bagi banyak konsumen. Tujuan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang hubungan antara keterlibatan musik terhadap preferensi untuk format musik dalam bentuk yang nyata. Untuk mencapai hal ini, kami menguji model penelitian berdasarkan pada keterlibatan musik. Temuan menunjukkan bahwa keterlibatan musik yang tinggi berkorelasi positif dengan pengetahuan musik subyektif, preferensi tangibility, dan penggunaan pemutar alat musik portable (MP3 player). Ditemukan bahwa keterlibatan musik meningkatkan konsumsi musik dalam semua format, termasuk bentuk digital, namun keterlibatan tinggi muncul terhubung ke persepsi bahwa memiliki produk musik dalam bentuk nyata adalah lebih berharga. Perilaku konsumen sangat terlibat menunjukkan bahwa musik digital belum tentu memberantas format fisik tapi mungkin memenuhi berbagai kebutuhan, misalnya, sampling dan melengkapi vs mengumpulkan dan menampilkan.

Amid the increasing consumption of digital music and generally declining sales of recorded music, physical formats persist as the preferred means of storing and listening to music for many consumers. The purpose of this paper is to increase the understanding of the relationship between music involvement and preference for tangible music formats. To achieve this, we test a research model based on music involvement. Findings indicate that high music involvement is positively correlated with subjective music knowledge, tangibility preference, and portable player use. Quite naturally, involvement increases music consumption in all formats, including digitized forms, but high involvement appears connected to a perception of tangible records as more valuable. The behavior of highly involved consumers suggests that digital music is not necessarily eradicating physical formats but possibly fulfilling different needs; for example, sampling and complementing vs. collecting and displaying."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S46685
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adila Rahmanti Djauhari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari regulasi emosi marah terhadap agresi pada remaja. Pengukuran agresi menggunakan Agression Questionnaire yang dikembangkan oleh Buss dan Perry (1992), sementara pengukuran regulasi emosi marah menggunakan 20-Item Short Version of the Anger Management Scale yang dikembangkan oleh Stith dan Hamby (2002). Partisipan dari penelitian ini berjumlah 287 orang dengan kriteria remaja berusia 16-21 tahun.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa regulasi emosi marah dapat mempengaruhi agresi pada remaja (F = 165.689, R2 = 0.395, p<0.01). Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa aspek regulasi emosi marah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap agresi pada remaja adalah negative attribution. Berdasarkan hasil penelitian, penting untuk mempertimbangkan pelatihan regulasi emosi marah untuk mengintervensi menurunkan perilaku agresi pada remaja.

This research aimed to investigate whether there is a significant effect of anger regulation on aggression in adolescents. Aggression was measured with Agression Questionnaire that was constructed by Buss dan Perry (1992), while anger regulation was measured with 20-Item Short Version of the Anger Management Scale that was constructed by Stith dan Hamby (2002). There are 287 participants in this research, with the criteria of adolescents aged 16-21 years old.
The results of this research showed that anger regulation could affect aggression in adolescents (F = 165.689, R2 = .395, p<0.01), Furthermore, the results also showed that the aspect of anger regulation that has the biggest effect on aggression in adolescents is negative attribution. According to the results, it is important to consider anger regulation training to plan intervention to reduce aggressive behaviors in adolescents.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63298
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulinar Preselia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari regulasi emosi marah dalam konteks pacaran terhadap kekerasan dalam pacaran pada remaja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang melibatkan 407 partisipan dengan kriteria berusia 16-21 tahun dan sedang menjalani hubungan pacaran. Pengukuran kekerasan dalam pacaran menggunakan alat ukur The Conflict in Adolescent Dating Relationships Inventory (CADRI) (Wolfe, 2001) sementara pengukuran regulasi emosi marah dalam konteks pacaran menggunakan alat ukur The Anger Management Scale (AMS) Short Version (Stith & Hamby, 2002).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari regulasi emosi marah dalam konteks pacaran terhadap kekerasan dalam pacaran pada remaja (F=86.656, p<0.01, R2=0.176). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa aspek regulasi emosi marah dalam konteks pacaran yang paling berkontribusi terhadap kekerasan dalam pacaran pada remaja adalah aspek escalating strategies.

This research examined whether anger regulation in dating context significantly effected dating violence in adolescents. This research was a quantitative study involving 407 participants with the criteria of aged 16-21 years old and currently in a dating relationship. Dating violence was measured using The Conflict in Adolescent Dating Relationships Inventory (CADRI) (Wolfe, 2001) and anger regulation in dating context was measured using The Anger Management Scale (AMS) Short Version (Stith & Hamby, 2002).
The result showed that anger regulation in dating context significantly effected dating violence in adolescents (F=86.656, p<0.01, R2=0.176). The result also revealed that the most contributing aspect of anger regulation in dating context towards dating violence in adolescents was escalating strategies.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>