Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132286 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Priharyanto
"Seseorang yang merasa terganggu kesehatannya akan mendatang dokter untuk memeriksakan kesehatannya, misalnya dengan pergi kerumah sakit. Hal ini menimbulkan hubungan antara dokter dan pasien, dimana hubungan tersebut adalah berdasarkan kepercayaan (trust, vertrouwen) yaitu pasien harus menaruh kepercayaan kepada dokter dan dokter harus melakukan pekerjaan sesuai dengan standar profesinya. Hubungan kepercayaan antara dokter dan pasien ini dalam hukum kesehatan disebut dengan istilah Kontrak Terapeutik, yaitu suatu kontrak penyembuhan antara dokter dan pasien, yang menurut hukum perdata terhadap kontrak tersebut juga didasarkan pada pasal 1320 KUH Perdata. Akibat dari hubungan hukum itu menimbulkan tanggung jawab di pihak dokter, dokter bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya dalam rangka penyembuhan. Sehubungan dengan tanggungjawab dokter di bidang hukum perdata, maka terdapat dua bentuk pertanggungjawaban dokter, yaitu: tanggung jawab yang timbul karena wanprestasi dan tanggung jawab yang timbul karena perbuatan melanggar hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supandi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20790
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Widyasari S.
"Dengan semakin berkembangnya praktek pelayanan medis dan berkembangnya ilmu teknologi serta industri peralatan medis maka semakin meningkat pula risiko penggunaannya , dimama disamping hubungan hukum diantara pasien dengan dokter semakin berkembang dan luas warga masyarakatpun kewajibannya semakin sadar pula akan hak-hak dan kewajibannya sehingga memungkinkan terjadinya banyak tuntutan atau gugatan oleh pasien terhadap dokter apabila dokter melakukan kesalahan di dalamm menjalankan profesinya atau disebut Malpractice. Lahirnya tanggung jawab dokter terhadap pasien atas/dalam hal terjadinya. Malpractice adalah apa bila seorang pasien mengajukan gugatan terhadap dokter yang bersangkutan untuk membayar ganti rugi atas kerugian yang diderita pasiennya, misalnya: akibat kelalaian dokter, si pasien menjadi lumpuh atau meninggal dunia. Untuk menemukan bahwa seorang dokter dapat dituntut oleh pasien apabila ia melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya, penulis menggunakan penelitian kepustakaan dan lapangan. Tanggung Jawab Dokter atas Malpractice medis ini menurut bidang hukum perdata, dapat digugat untuk mengganti kerugian baik secara langsung atau tidak langsung. Pada prakteknya masih banyak kasus Malpractice yang tidak sampai kepengadilan , sehingga tidak memuaskan pada pasien yang dirugikan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu disarankan agar ada kerjasama yang baik antara pihak aparat hukum dengan aparat ke dokteran agar kasus Malpractic dapat ditangani demi menjamin kepastian hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20549
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cakra Perkasa
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S24692
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Styastuty
"Dalam suatu rumah sakit terdapat dokter yang bekerja secara penuh atau disebut dokter purna waktu serta dokter yang bekerja hanya dalam jam-jam tertentu atau disebut dokter paruh waktu. Dalam doktrin vicarious liability, rumah sakit hanya bertanggung jawab terhadap dokter purna waktu karena dokter purna waktu merupakan karyawan rumah sakit yang bekerja secara penuh dan berada di bawah tanggung jawab rumah sakit. Tanggung jawab tersebut berupa pertanggung jawaban untuk mengganti kerugian pihak lain yang disebabkan oleh kesalahan dokter purna waktu dalam rangka pelayanan medis. Adanya tangung jawab rumah sakit tersebut berdasarkan ketentuan yang terdapat pada pasal 1367 KUHPerdata. Dimana majikan turut bertanggung jawab terhadap kerugian pihak lain yang disebabkan oleh perbuatan bawahannya. Ketentuan tersebut tentu terdapat batasannya yaitu bahwa perbuatan yang dilakukan bawahan tersebut dalam rangka melakukan pekerjaannya . Oleh karena itu rumah sakit sebagai majikan dapat dimintakan pertanggung jawaban atas kerugian pihak lain yang disebabkan kesalahan dokter-dokternya, dalam hal ini dokter purna waktu. Sebab dokter purna waktu pada umumnya merupakan karyawan rumah sakit. Hubungan kerja antara rumah sakit denga dokter timbul karena adanya perjanjian kerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian kerja merupakan dasar dari hubungan kerja antara rumah sakit dengan dokter. Dalam perjanjian kerja berisi hak dan kewajiban para pihak, tugas dan tanggung jawab , jadwal kerja, jangka waktu perjanjian, berakhirnya perjanjian. Namun mengenai tanggung jawab rumah sakit terhadap kesalahan tenaga dokternya pada umumnya tidak dinyatakan secara eksplisit dalam perjanjian kerja."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20877
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Janur Fadhilah
"Tanggung jawab hukum rumah sakit selalu menjadi topik menarik untuk diperbincangkan, khususnya mengenai tanggung jawab hukum rumah sakit terkait sengketa medis. Rumusannya yang terdapat dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit masih dianggap umum sehingga berpotensi menimbulkan salah penafsiran. Adapun penelitian ini berusaha untuk membahas dan menganalisis mengenai penerapan tanggung jawab hukum di rumah sakit syariah dengan melakukan studi di RSI Sultan Agung Semarang sebagai rumah sakit syariah pertama di Indonesia.
Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif yang mana akan banyak mengacu pada norma hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan dan bahan bacaan terkait rumah sakit, dokter dan pasien. Selain itu sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang akan menggambarkan tanggung jawab hukum rumah sakit syariah terhadap dokter dan pasien, yang kemudian akan ditinjau berdasarkan hukum kesehatan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan RSI Sultan Agung sudah cukup baik menerapkan tanggung jawab hukumnya terhadap dokter dan pasien, namun masih ada satu hal yang tidak sesuai karena masih dimungkinkan terlibatnya dokter dalam gugatan ganti rugi dari pasien. Oleh karena itu Peneliti memberikan saran agar RSI Sultan Agung menyesuaikan bentuk pertanggungjawaban hukumnya sesuai ketentuan yang ada, dan juga akan lebih baik jika RSI Sultan Agung menerapkan hak regres dan mewajibkan setiap dokternya ikut program asuransi risiko.

Hospital legal responsibility has always been an interesting topic to be discussed, especially regarding hospital legal responsibilities related to medical dispute. Its regulation that is contained in Article 46 of Law No. 44/2009 concering to Hospital is still considered too general, so that it has the potential causing misinterpretation. This research seeks to discuss and analyze how the application of legal responsibilities in sharia hospital by studies at RSI Sultan Agung Semarang as the First Sharia Hospital in Indonesia.
The form of this research is normative juridical which will mostly refer to legal norms derived from legislation and reading materials related to hospitals, doctors and patients, in additio this research also used descriptive type of typology to describe the legal responsibilities of sharia hospital towards doctors and patients and then its will be reviewed by health law.
The results of this study indicate that RSI Sultan Agung is quite good at implementing its legal responsibilities, but there is still one thing not appropriate because it is still possible for doctors to be involved in compensation claims from patients lawsuit. Therefore, the researcher gives suggestions that RSI Sultan Agung must adjustthe regulation, and it would be better if RSI Sultan Agung applies Hak Regres and requireseach doctor to take part in risk insurance program.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Theorupun
"ABSTRAK
Tanggung Jawab Dokter/Jururawat terhadap Pasien dalam hukum Perdata Barat dapat direlevansikan dengan pasal-pasal :
- 1365 KUH Perdata (Mengenai perbuatan melanggar kum)
- 1233 KUH Perdata (Mengenai wanprestasi)
- 1354 KUH Perdata (Mengenai zaak waarneming)
Perbuatan melanggar hukum dan wanprestasi adalah merupakan dasar untuk menuntut ganti rugi seperti dijelaskan dalam pasal 1265 dan pasal 1234 KUH Perdata.
Ganti rugi dalam hukum perdata adalah merupakan suatu hak bagi pihak yang merasa dirugikan untuk menuntut haknya kembali dari pihak yang harus bertanggung jawab atas timbulnya kerugian itu.
Sampai saat ini belum ada batasan mengenai pelimpahan tanggung jawab antara dokter dan pasien terhadap perbuatan fatal tetapi, dalam terjadi sesuatu hal maka antara dokter dan jururawat harus dilihat dari hubungan pekerjaan mereka.
Jadi jelas bahwa hubungan antara dokter dan jurawat dengan pasien dilihat dari segi hukum perdatanya dapat dimintakan pertanggunganjawabannya.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davita Masari Putri
"Misdiagnosis yang dilakukan oleh dokter merupakan tanggung jawab dari rumah sakit dan juga dokter yang melakukan perbuatan tersebut. Terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai misdiagnosis medis, salah satunya adalah Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Penulis akan membahas mengenai unsur apa saja untuk sebuah misdiagnosis dapat dikatakan sebagai tindakan malpraktik dan perbuatan melawan hukum.
Untuk dapat melihat hal tersebut, penulis menggunakan metode penulisan yuridis normatif-empiris, jadi penulis mewawancarai beberapa narasumber dan membandingkan beberapa doktrin dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Sebagai studi kasus, penulis menggunakan kasus dari sebuah website bernama www.rememberaidan.com. Misdiagnosis yang dilakukan oleh dokter merupakan tanggung jawab dari rumah sakit dan juga dokter yang melakukan perbuatan tersebut. Terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai misdiagnosis medis, salah satunya adalah Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Penulis akan membahas mengenai unsur apa saja untuk sebuah misdiagnosis dapat dikatakan sebagai tindakan malpraktik dan perbuatan melawan hukum. Untuk dapat melihat hal tersebut, penulis menggunakan metode penulisan yuridis normatif-empiris, jadi penulis mewawancarai beberapa narasumber dan membandingkan beberapa doktrin dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sebagai studi kasus, penulis menggunakan kasus dari sebuah website bernama www.rememberaidan.com.

A misdiagnosis that was caused by a doctor is a liability for the hospital and the doctor itself. There are some rules that governing about medical misdiagnosis, one of them is Undang undnag No. 44 Tahun 2009. The writer will discuss the element whether a misdiagnosis can be categorize as a malpractice and as an action against the law.
To get the conclusion, the writer is using juridical normative empirical writing method, so the writer interviewing several people and comparing some doctrine and regulation in Indonesia. As a case study, the writer is using a case from a website named www.rememberaidan.com.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beni Wiriawan
"Tesis ini relevan dengan meningkatnya kesadaran hukum pasien sebagai konsumen jasa kesehatan. Beberapa tahun terakhir sejak era reformasi media cetak khususnya banyak membentakan mengenai sejumlah pasien yang mengalami carat permanen atau kematian akibat kelalaian atau kesalahan dokter. Pasien merasa hak-haknya tidak terlindungi karena setiap timbul kasus, pihak dokter maupun organisasi profesinya akan-akan lepas tangan enggan disalahkan Sebagai konsumen khusus, hak-hak pasien cukup Iengkap dijelaskan dalam Undang-Undang No.8 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Tiga butir permasalahan tesis ini adalah (1) bagaimana hubungan dokter dan pasien dalam undang-undang perlindungan konsumen (2) kerugian-kerugian apa sajakah yang dialami pasien atas tindakan medis yang buruk (3) bagaimana tanggung jawab dokter dari perspektif perlindungan konsumen.
Metode penelitian yang digunakan adalah normatif yuridis dengan optik preskriptif dan bersifat kualitatif Peraturan-peraturan yang digunakan sebagai dasar penelitian antara lain UU Praktek Kedokteran, UUPK, UU Kesehatan serta Kode Etik Kedokteran.
Hasil temuan dalam tesis ini adalah bahwa hubungan dokter dengan pasien dari perspektif perlindungan konsumen adalah merupakan suatu transaksi/peralihan penikmatan jasa yang mencakup tiga tahap transaksi yaitu ; tahap pra-transaksi (promosi), tahap transaksi, dan tahap purna-transaksi Pada ketiga tahap tersebut, melekat suatu tanggung jawab seorang dokter sebagai pelaku usaha bidang jasa. Tanggung jawab dokter dari perspektif perlindungan konsumen adalah merupakan tanggung jawab professional (professional liability) mencakup aspek pidana, aspek perdata, aspek administratif dan aspek etika. Ternyata, pada tahap purna-transaksi-lah seorang pasien (konsumen) yang dirugikan akan meminta pertanggungjawaban professional dokter. Namun selama ini organisasi profesi dokter menolak berlakunya Undang-undang perlindungan konsumen terhadap profesinya karena luasnya pengertian produk (barang dan/atau jasa) yang melahirkan berbagai interprelasi. Ternyata, dokter tidak hanya sebagai pelaku usahaj asa saja, tetapi juga sebagaj konsumen jasa dokter. Akhirnya, demi efektifnya perlindungan hak-hak pasien (konsumen kesehatan), perlu sosialisasi UUPK terhadap profesi dokter serta perlunya satu aturan mengenai standar profesi dokter."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16412
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aghniya Sabila
"Skripsi ini membahas mengenai hubungan hukum antara Fakultas Kedokteran, Rumah Sakit Pendidikan, dan Dokter Residen beserta tanggung jawab perdata yang diberikan Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan atas pelayanan medis yang diberikan oleh Dokter Residen selama proses pendidikan dokter spesialis. Penulis mengajukan pokok permasalahan yaitu: 1. Bagaimanakah hubungan hukum antara Rumah Sakit Pendidikan, Fakultas Kedokteran, dan Dokter Residen? dan 2. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab perdata dari Rumah Sakit Pendidikan dan Fakultas Kedokteran atas pelayanan medis yang diberikan oleh Residen kepada pasien? Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka diperlukan adanya pengaturan mengenai pemberian tanggung jawab hukum dari Fakultas Kedokteran ataupun Rumah Sakit Pendidikan terhadap Dokter Residen karena pelayanan medis Dokter Residen dapat menimbulkan kerugian terhadap pasien.

The focus of this study is about the legal relationship between Faculty of Medicine, Teaching Hospital, and Residents along with the civil liability given from Faculty of Medicine and Teaching Hospital on Residents? medical care to patients during the process of specialist profession education. The writer tried to describe the main issues, which are: 1. How is the legal relationship between Faculty of Medicine, Teaching Hospital, and Residents? And 2. How is the civil liability given from Faculty of Medicine and Teaching Hospital on Residents? medical care to patients? Based on the research conducted, the civil liability given from Faculty of Medicine and Teaching Hospital to Residents it is needed to be ruled because Residents? medical care clould provoke a loss to patients.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>