Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46774 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harryadin Mahardika
"Pengenalan model kompetisi duopoli yang dilakukan sejak tahun 2001, mulai sedikit demi sedikit mengubah industri telekomunikasi di Indonesia. Kompetisi duopoli merupakan tahap transisi menuju kompetisi penuh dan terbuka yang diharapkan akan terjadi pada tahun 2010. Namun, jalan panjang menuju tahapan itu masih harus dilalui bersama.
Penerapan kompetisi duopoli sendiri disertai sejumlah paket deregulasi yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia, seperti deregulasi interkoneksi, tariff rebalancing, SO (Universal Service Obligation), dan beberapa deregulasi lainnya. Dibandingkan isu lainnya, deregulasi interkoneksi menjadi salah satu titik kunci dalam tahap transisi Interkoneksi merupakan salah satu titik permasalahan dalam introduksi kompetisi di industri telekomunikasi Indonesia. Potensi permasalahan yang mungkin timbul adalah penolakan operator incumbent terhadap perubahan skema perhitungan tarif interkoneksi dari revenue sharing menjadi berbasis biaya (cost-based) yang tertuang dalam deregulasi interkoneksi tersebut.
Sebagai bagian dari paket restrukturisasi industri telekomunikasi di Indonesia, kebijakan deregulasi interkoneksi berbasis biaya dapat dijadikan sarana belajar bagi regulator, operator, maupun pihak lain yang terkait, dalam melakukan transisi perubahan yang mules dan berbiaya minimal. Keberhasilan penerapan interkoneksi berbasis biaya nantinya akan menentukan masa depan industri ini, terutama dalam mencapai tujuan terciptanya kompetisi penuh dan terbuka.

The introduction of duopoly competition in 2001 has changed the Indonesians telecommunication industry. Duopoly competition has been chosen as a transition stage before the industry is ready for open competition or liberalization, which is targeted, will be implemented in 2010. However, it is still a long way to go.
Along with the implementation of duopoly competition, the government of Indonesia is also introducing several deregulation policies, including interconnection, tariff re balancing, and USO (Universal Service Obligation). Compare with the other issues, interconnection deregulation policy is the most vital and key to the restructuring process. The government plan to change interconnection tariff scheme from revenue sharing to cost-based. It has the potential to make the process deadlock, consider that incumbent operator will against the deregulation that seems to threaten their income.
As a part of restructuring process, interconnection deregulation policy can be a case study for regulator, operators, and interest groups in the Indonesians telecommunication industry. They can learn the dynamics of restructuring process and how to achieve the target at minimal cost. The success of interconnection deregulation will decide the future of Indonesians telecommunication industry."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19766
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiawan
"Teknologi telekomunikasi hadir sebagai sarana untuk menghubungkan setiap manusia akan kebutuhan informasinya. Teknologi ini menggunakan sistem jaringan untuk menghubungkan satu perangkat telekomunikasi dengan perangkat telekomunikasi yang lain sesuai dengan kebutuhan akan informasi, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar informasi dapat disebar dan diakses secara global. Perkembangan teknologi telekomunikasi memberikan dampak langsung terhadap perilaku manusia sebagai pengguna, terutama menyangkut bagaimana manusia berinteraksi antara satu dengan yang lain tanpa mengingat sekat waktu dan tempat. Dengan kemampuannya, teknologi telekomunikasi masa kini semakin memudahkan manusia untuk mencukupi kebutuhan berkomunikasi sehingga menghasilkan informasi yang berkualitas dan strategis untuk pengambilan keputusan, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang dimanfaatkan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan. Maslow dalam konsep piramida pemenuhan dan penetrasi kebutuhan manusia, teknologi telekomunikasi berada di level piramida berikutnya yang memang belum mampu mencapai seluruh manusia di muka bumi. Meski telah lengkap, akan tetapi konsep yang dikemukakan oleh Maslow ini masih belum melihat lebih jauh koneksitas antara telekomunikasi dengan bidang lain dalam kehidupan manusia. Maslow melihat berbagai unsur pemenuhan kebutuhan manusia sebagai entitas yang terpisah. Akan tetapi telekomunikasi juga dapat dilihat sebagai entitas yang memiliki koneksitas dengan berbagai entitas kehidupan manusia yang lain. Dengan konsep piramidanya, Maslow memberikan jawaban bagaimana telekomunikasi dapat berpengaruh bagi entitas kehidupan yang lain, serta bagaimana kehidupan dapat mempengaruhi telekomunikasi.

Telecommunications technology is present as a means to connect every human being to their information needs. This technology uses a network system to connect one telecommunication device to another in accordance with the need for information, and telecommunication technology is used so that information can be disseminated and accessed globally. The development of telecommunications technology has a direct impact on human behavior as users, especially regarding how humans interact with one another without considering the barriers of time and place. With its capabilities, today's telecommunications technology makes it easier for humans to meet their communication needs so as to produce quality and strategic information for decision making, namely information that is relevant, accurate and timely, which is used for personal, business, and government purposes. Maslow in the concept of the pyramid of fulfillment and penetration of human needs, telecommunications technology is at the next level of the pyramid which has not been able to reach all humans on earth. Even though it is complete, the concept put forward by Maslow has not seen further the connectivity between telecommunications and other fields of human life. Maslow saw the various elements of meeting human needs as separate entities. However, telecommunications can also be seen as an entity that has connectivity with various other entities of human life. With his pyramid concept, Maslow provides answers on how telecommunications can affect other living entities, and how life can affect telecommunications."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Setyardi Widodo
"Penelitian ini menganalisis exit strategy perusahaan telekomunikasi dari industri yang sedang menurun dengan mengambil studi kasus keluarnya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dari industri CDMA (code division multiple access). Penelitian menggunakan pendekatan post positivis dengan metode pengumpulan data campuran antara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini mengacu pada pendapat Porter yang dimodifikasi mengenai strategi bersaing dengan fokus membahas exit barrier dan upaya mengatasinya.
Penelitian menemukan bahwa perkembangan ekosistem teknologi CDMA global, penurunan jumlah pelanggan Flexi, penurunan pendapatan, serta kerugian usahatelah mendorong Telkom untuk keluar dari industri CDMA. Adapun hambatan keluar yang dihadapi mencakup aset berupa infrastruktur, lisensi dan frekuensi, biaya terkait SDM dan pelanggan, hambatan emosional karyawan dan manajemen, hambatan pemerintah dan sosial terutama terkait dengan aspek politik sebagai BUMN, serta mekanisme penjualan harta kekayaan. Hambatan berupa aspek politik merupakan hambatan terbesar.
Telkom dapat mengatasi berbagai hambatan keluar karena dukungan pemerintah melalui penataan frekuensi, memiliki beragam portofolio bisnis sehingga mudah dalam memindahkan SDM, dan Telkom memiliki anak usaha yang kuat di bidang telekomunikasi nirkabel.

This research analyzes the exit strategy of telecommunication companies from a declining industry with a case study on the exit of PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) from code division multiple access (CDMA) industry. The research uses a post positivist approach with a mixed data collection method between quantitative and qualitative. This research refers to modified Porter?s notion of competitive strategy with a focus on discussing exit barrier and effort to overcome the barrier.
This research found that Telkom exited from CDMA industry due to the development of global CDMA technology ecosystem along with the declining number of Flexi subscribers and revenue as well as loss of business. Meanwhile, the exit barriers faced by the company include assets such as infrastructure, license and frequencies, human resources and customer-related cost, employee and management emotional barriers, government and social barriers primarily associated with political aspect as a state-owned company, and mechanism of asset sales. Political aspect became the biggest barrier.
Telkom was able to overcome the exit barriers due to government support through the arrangement of frequency alocation. Moreover, the company has a diverse business portfolio to facilitate redeployment of human resources, and the company has a strong subsidiaries in the field of wireless telecommunication.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfikar
"Penelitian ini untuk mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran kayu bulat dan mengetahui terjadinya kesenjangan antara permintaan dan penawaran kayu selama periode tahun 1976 sampai dengan 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tanda koefisien pads model permintaan dan penawaran sudah sesuai dengan harapan. Beberapa variabel pada model permintaan kayu bulat mempunyai koefisien yang tidak sesuai dengan harapan, diantaranya harga kayu bulat (Pd-L) yang mempunyai koefisien positif, tidak sesuai dengan hukum permintaan. Hal ini dapat diatasi dengan menambah sebuah variabel perbedaan harga antara harga kayu bulat domestik dengan harga kayu bulat internasional. Selanjutnya, pada model penawaran diperoleh koefisien negatif untuk variabel kebijakan (Pol). Hal ini menunjukkan bahwa variabel kebijakan dalam bentuk larangan ekspor kayu bulat tidak berjalan efektif dan cenderung counterproductive terhadap pengembangan industri primer hasil hutan kayu. Disamping itu, kebijakan larangan ekspor kayu bulat dan investasi industri kayu yang berintikan kayu lapis telah menyebabkan hilangnya mekanisme pasar kayu bulat. Dalam kondisi pasar tidak bersaing sempuma (imperfect market), sistem perijinan memberi kesempatan kepada pare pengusaha besar untuk membangun posisi oligomonopsonist. Kondisi ini berdampak pada harga kayu tegakan (stumpage value) jauh lebih rendah dibanding intrinsic value atau harga kayu bulat yang seharusnya.
Untuk mengurangi kesenjangan antara permintaan dan penawaran kayu, maka pemerintah perlu mengambil kebijakan yang terkait langsung dengan sisi permintaan dan sisi penawaran. Penanganan sisi permintaan akan jauh lebih sulit dibanding sisi penawaran, karma di sisi permintaan terkait dengan kondisi politik disamping kondisi ekonomi. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada sisi permintaan adalah: kebijakan pemerintah melarang ekspor bahan baku dikaitkan dengan mendorong industri kayu lanjutan, daftar negatif investasi, perpajakan, kredit perbankan, dan pengadaan kayu clan sumber yang legal dan lestari; pembentukan dan pernisahan pasar kayu bulat dengan pemegang HPH (bidding system); serta pengurangan kapasitas industri primer basil hutan kayu. Sedangkan pads sisi penawaran meliputi: penguatan kapasitas kelembagaan; pembangunan hutan tanaman; insentif (subsidi bunga, pajak); investasi mesin-mesin yang akan meningkatkan efisiensi dan memanfaatkan limbah; serta impor kayu.

This research is aimed at finding independent variables which significantly influence demand and supply of logs and recognizing a gap between demand and supply of logs in 1976 to 2003. The research shows that most of coefficient of independent variables is as expected. The demand equation indicates a coefficient of logs price (Pd-L) has a positive sign, which is not in line with the demand rule. This can be overcome by adding a new variable of differential price between domestic log price and international log price. The supply equation shows that a coefficient of government policy (Poi) has a negative sign. The negative sign can be interpreted that the government policy in the form of log export ban has been ineffective and counterproductive for development of primary forest products industry. Furthermore, the policy of log export ban and investment in timber industry mainly plywood has resulted in a loss of market mechanisms for log. In imperfect market, licensing scheme has given an opportunity for large corporations to establish oligomonopsonist. This condition has caused stumpage value of log far lower than its intrinsic value.
In order to reduce a gap between demand and supply of log, the Government of Indonesia has to implement a policy which directly relates to demand and supply. Government intervention on demand side is more difficult than supply side, since demand side is connected to political and economic situation. On demand side government policy should address among other things: log and sawn timber export ban should be targeted to develop secondary timber processing, negative list of investment, taxes, credits, timber legality and green procurement policy-, establishment and separation of log market with forest concession through bidding system; and down-sizing of primary industry capacity. Whereas supply side covers institutional strengthening; timber plantation development; incentives (subsidy and tax); new investment to increase efficiency and wood waste utilization; and wood import.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20371
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. A. Satyasuryawan
"Industri telekomunikasi Indonesia tengah memasuki masa reformasi. Proses itu ditandai oleh berubahnya iklim persaingan dalam struktur industri telekomunikasi menjadi Iebih kompetitif.
Setidaknya menurut Undang-undang (UU) Telekomunikasi No. 36/1999, hambatan atau entry barrier bagi swasta menjadi pelaku bisnis telekomunikasi relatif tidak ada. Sejak berlakunya undang-undang yang baru itu, penyelenggaraan jasa telekomunikasi maupun jaringan telekomunikasi boleh dilakukan oleh siapa saja baik yang berbadan hukum milik negara, swasta, maupun koperasi.
Sebelum itu industri telekomunikasi hanya boleh diselenggarakan oleh badan penyelenggara yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN). Namun kemudian pemerintah melakukan privatisasi secara terbatas (UU Telekomunikasi No. 3/1989).
Berdasarkan aturan ini pihak swasta boleh saja menjadi penyelenggara jasa maupun jaringan telekomunikasi dasar asalkan bermitra (dalam bentuk joint venture, joint operating, atau management contract) dengan badan penyelenggara, yakni: PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) dan PT Indonesian Satellite Corporation (Indosat).
Berubahnya struktur industri ini membutuhkan beberapa persyaratan. Hak eksklusif di jasa sambungan telepon tetap (fixed line) dan sambungan telepon interlokal yang dimiliki Telkom harus berakhir lebih awal. Kemudian Indosat harus mengakhiri hak yang sama untuk sambungan telepon internasional. Kedua perusahaan juga harus melepas kepemilikan silang (cross-ownerships) di beberapa anak perusahaan milik rnereka bersama sehingga tak melanggar aturan UU No. 311989 membagi dua industri telekomunikasi menjadi dasar dan non-dasar. Jasa dasar mencakup seluruh penyampaian informasi antara pengirim dan penerima tanpa melalui perantara atau proses modifikasi. Termasuk jasa dasar misalnya suara dan data telepon, telex, telegram, leased lines, dan sebagainya. Jasa non-dasar merupakan layanan penyampaian data yang telah diproses atau dimodifikasi terlebih dahulu, misalnya lewat komputer. Termasuk jasa non-dasar misalnya e-mail, faksimili. Struktur industri jasa non-dasar sudah kompetisi penuh."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Epakartika
"Penelitian ini dilatar belakangi oleh perkembangan industri telekomunikasi selular yang demikian pesat di Indonesia. Akan tetapi disinyalir kesiapan peraturan yang terkait dengan industri tersebut, belum sepenuhnya mendukung intensitas persaingan yang terjadi, terutama antar operator selular. Karenanya penulis merasa perlu untuk melakukan analisis terhadap industri tersebut, dengan pendekatan organisasi industri.
Penelitian ini mengkombinasikan berbagai macam metodologi baik yang bersifat kualitatif maupun yang bersifat kuantitatif, Metodologi yang bersifat deskriptif kualitatif terutama dilakukan dalam menganalisis kebijakan, dan metodologi yang bersifat kuantitatif, pada umumnya dilakukan dengan pendekatan ekonometrika.
Hasil dari penelitian ini, berupa analisis perihal struktur industri dengan memperhatikan variabel jumlah dan distribusi pembeli,jumlah dan distribusi penjual, product differentiated dan kondisi entry, serta struktur kepemilikan.
Dengan demikian diketahui bahwa struktur industri telekomunikasi selular di Indonesia, bersifat oligopoly dengan perusahaan dominan. Di samping itu, juga diidentifikasi perilaku perusahaan yang bersifat legal tactics (kerjasama dengan unit usaha lain dan horizontal integration) serta strategic behaviour (kebijakan produk, kebijakan harga, advertising, research and development serta investasi). Kinerja industri menunjukkan bahwa terdapat profitability beberapa perusahaan dalam industri, progressiveness, dan perkembangan teknologi. Di samping itu, perspektif konsumen juga menjadi indikasi kinerja industri, dan variabel-variabel structure, conduct dan performance, diperoleh hubungan satu sama lain.
Hasil dari analisis kebijakan berupa UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No.8 Tabun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan PP No.52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, menunjukkan dimasa depan perkembangan industri telekomunikasi selular harus mengacu pada undang-undang tersebut sehingga industri ini bisa memberikan dampak yang besar bagi mayarakat.
Akan tetapi perlu ada penjelasan yang komprehensif terhadap hal-hal yang disebutkan dalam UU tersebut, sehingga tidak menimbulkan multiinterpretasi, ambiquitas dan dapat menyebabkan diskriminasi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T1682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar
"Bila diperhatikan dari sisi kontribusi revenue dan prospek ke depan, wilayah Industri Pulo Gadung merupakan kawasasan bisnis yang sangat penting bagi Telkom terutama KANDATEL Jakarta Timur. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar di kawasan tersebut. Salah satu upaya pentingnya adalah dengan mengembangkan infrastruktur pelayanan. Pengembangan infrastruktur pelayanan dimulai dari proses perkiraan dengan menggunakan data kuantitatif untuk dapat mengetahui kebutuhan fasilitas telekomunikasi. Perkiraan yang dimaksudkan disini adalah merupakan pernyataan apa yang akan terjadi bila kondisi tertentu atau kecenderungan yang terus menerus dengan asumsi bahwa penyebab kejadian tersebut dapat diatur oleh manusia , sehingga bila hasil perkiraan tidak seperti yang diinginkan masih mungkin dengan kemampuan manusia untuk memperbaikinya. Perkiraan kebutuhan fasilitas telekomunikasi pada Kawasan Industri Pulo Gadung dan pada setiap subsegmen industri dengan menggunakan Metode Regresi. Variabel-variabel bebas yang dipergunakan adalah inflasi, suku bunga (rate), kurs dan produk domestik bruto. Pemilihan variabel-variabel tersebut diatas sangat beralasan mengingat sektor industri sangat dipengaruhi hal-hal tersebut diatas. Output dari proses regresi dianalisa untuk mengetahui seberapa besar dan pentingnya pengaruh masing-masing variabel terhadap kebutuhan fasilitas telekomunikasi. Disamping menggunakan data kuantitatif, pengembangan layanan juga perlu menggunakan data kualitatif agar hasil dari pelaksanaan sesuai dengan keinginan dan harapan para pelanggan.

If it is seen from side of revenue and future prospect, Pulo Gadung Industrial Area is very important business area for TELKOM particularly for East Jakarta Area. Hence, it needs some efforts to keep and develop market segment in the said area. One of its important attempts is to develop service infrastructure. The development of service infrastructure is initiated from forecasting process using quantitative data to see telecommunication facility needs. The forecasting stipulated here is a statement of what will happen if certain conditions or continuing tendency on assumption that the cause of it could be managed by human being, so that out come of the assessment is not like what it was desired still has possibility for human being capability to renew it. The forecasting of telecommunication facility needs in Pulo Gadung Industrial Area and at every sub segment of Industry using Regression Method. The independent variables utilized are inflation, interest rate, foreign exchange currency, and gross domestic product. The selection of the variables above is very reasonable recalling that the industry sector influences the said matters. Output of the regression process is analyzed to see how much and how important the impact of each variable on telecommunication facility needs. Instead of using quantitative data, service development also needs to use qualitative data so that the output of its implementation is fit to the expectation and the desire of customers.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T3018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Siswanto
"Seiring dengan kebutuhan penggunaan telepon seluler dengan teknologi GSM yang semakin besar dan semakin kuatnya kompetisi yang terjadi diantara perusahaan-perusahaan operator jaringan seluler maka posisi dominan dari sebuah perusahaan dalam pasar oligopoli cukup strategis untuk dikaji sehingga dapat memperjelas arah kebijakan industri jasa telekomunikasi seluler di Indonesia.
Posisi dominan sebuah perusahaan yang telah lama berada dalam pasar oligopoli cenderung dianggap memiliki potensi penyalahgunaan posisinya untuk memenangkan persaingan. Di sisi lain regulasi telekomunikasi yang ada belum menunjang secara penuh dan seringkali menimbulkan berbagai macam interpretasi.
Tesis ini akan mengungkapkan analisa terhadap perilaku sebuah perusahaan yang berposisi dominan. Sebelumnya perlu diungkap pasar telekomunikasi seluler itu sendiri dan analisa posisi dominan perusahaan di pasar. Dengan demikian akan terukur dan teruji tentang seberapa jauh keberadaan perusahaan tersebut di pasar. Untuk itu perusahaan akan dianalisa baik secara kinerja maupun perilakunya Serta akan diuji dengan pendekatan struktural yaitu terhadap pangsa pasar.
Analisa perilaku perusahaan dilakukan secara parsial dengan tiga pendekatan yaitu Price Cost Margin (PCM), tingkat kolusi dan upaya penjualan perusahaan. Berdasarkan hasil analisa perilaku didapatkan adanya indikasi penerapan kebijakan pembedaan harga dan strategi penempatan harga di bawah biaya rata-rata yang diiakukan perusahaan. Didapat pula tingkat derajat kolusi perusahaan yang rendah dan upaya penjualan perusahaan yang masih berada di bawah rata-rata para pesaingnya.
Potensi penyalahgunaan yang mungkin dimiliki perusahaan dominan tentunya harus dibuktikan kasus per kasus perdasarkan aturan dalam undang-undang persaingan usaha. Daiam kasus penerapan tarif rendah oIeh perusahaan dominan ternyata tidak terbukti adanya perilaku predatoris sebagai Salah satu bentuk penyalahgunan posisi yang dilakukan PT. Telkomsel. Namun untuk jangka pendek kedepan potensi penyalahgunaan kemungkinan masih dapat terjadi dan dipengaruhi oleh batasan-batasan ketentuan atau peraturan regulator di bidang telekomunikasi yang berlaku."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tommy Gustari Utomo
"There are hard-business challenges identified would be faces by PT. Net wave Multi Media, today and tomorrow which entering global era market, because business technology depend on enhanced technology. They would be implementing new concept or advanced technology in their business.
In other hand hard competition in business technology and durability of a telecommunication system seem shorter. It is push the operators and contractors (telecommunication infrastructure builder) have to calculate how long their system would be survived; it must be cleared and sharp.
Method of research scenario can be use to propose long-term policies including propose effort to know development possibilities of PT. Net wave Multi Media in the future, especially in the telecommunication infrastructure. This method of research scenario is qualitative as intuitive-logic method. Wilson (1998: 81-108), is decision focus determination, to identify decision-key factor, identify and explore external-key factor, to build scenario logic, to select and elaborate scenario also to interpretation scenario.
Research conclusion, there are four scenario possibilities to develop PT. Netwave Multi Media in the future logically.
Scenario A - NETWAVE SUCCESS, it would e reach if telecommunication infrastructure business clime in the ASPAK region open wider and Indonesia macro situation is stable. Company re-structurization process is running well.
Scenario B - NETWAVE NORMAL GROWTH would be happen if ASPAK region condition still in regulates and Indonesia condition is stable. Restructure company process running well and revitalization possibilities can be held.
Scenario C - NETWAVE NOT GOFNG ANYWHERE, it would be happen if telecommunication infrastructure opens wider but Indonesian situation in a fragile (uncertainly). Company re-structure process is not running and government or PT TELKOM as share holder majority.
Finally, scenario D - NETWARE BURRIED, it would be happen if telecommunication infrastructure in Aspak in regulation with Indonesia condition unstable, company re-structure is not running well and government or PT. TELKOM as share holder majority.
From 4 (four) scenarios above, that scenario A - NETWAVE SUCCESS is scenario that would be most possible to be happen to company in the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Jurusan Teknik Industri Sekolah Tinggi Teknologi Telkom, {s.a.}
JTIT 5:1 (2004)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>