Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kurniadi
"Fenomena yang dijadikan obyek penelitian adalah penanganan kelompok preman yang tertangkap Polda Metro Jaya. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh pernyataan kebijakan, implementasi kebijakan dan kompetensi anggota terhadap efektivitas penanganan kelompok preman yang tertangkap Polda Metro Jaya baik secara parsial maupun secara bermsa-sama. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian sebanyak 320 responden yang diambil dari populasi penelitian sebanyak 4.080 yang terdiri atas 890 Preman yang Tertangkap Polda Metro Jaya dan 3.190 personil Polda Mtero Jaya. Pengambilan sampel dari populasi menggunakan rumus Slovin. Pengumpulan data sekunder menggunakan studi kepustakaan, dan pengumpulan data primer menggunakan kuesioner penelitian. Pengolahan data menggunakan metode analisis regresi. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa Pernyataan Kebijakan, Implementasi Kebijakan dan Kompetensi Anggota berpengaruh positif dan signifikan terhadap Efektivitas Penanganan Kelompok Preman yang Tertangkap Polda Metro Jaya, baik sedcaraparsial maupun secarabersama-sama. Dari hasil pengukuran regresi ganda diketahui bahwa kontribusi pengaruh Kompetensi Anggota lebih besar dari kontribusi pengaruh Statement Kebijakan dan Implementasi Kebijakan. Dari penuturan informan teridentifikasi temuan yang menunjukkan masalah yang belum teratasi secara tuntas dalam menyikapi, mengatasi dan mengantisipasi kelompok preman di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Beberapa masalah yang dimaksud adalah bahwa efektivitas penanganan kelompok preman yang tertangkap Polda Metro Jaya belum optimal karena masalah premanisme dan perilaku kelompok preman tetap muncul di wilayah hukum Polda Metro Jaya; masalah tersebut tetap muncul karena akar permasalahan premanisme belum teratasinya secara tuntas.

Phenomenon that made by research object is freeman agglomerate handle which caught by Polda Metro Jaya. The research goal is to analysis of influence of policy statement, policy implementation and Member Competency toward effectiveness handle of vrijman agglomerate which caught by Polda Metro partially and also with. Research utilizes quantitative approaching. Observational sample as much 320 respondent that taken from by research population as much 4.080 ones consisting 890 crenellated Freeman Polda Metro Jaya and 3.190 Polda Metro Jaya persons Dignities. Sample take of population utilizes Slovin's formula. Secondary data collecting using Bibliography Study and Document Study, primary data collecting using questioner research. Data processing utilizes to methodic analysis regression. Conclusion that is therefore positive and significant influences of policy statement, policy implementation and competency members toward effectiveness handle of vrijman agglomerate which caught by Polda Metro Jaya. Therefore positive and significant influences of Policy Statement, Policy implementation and Competency goes together toward effectiveness handle of vrijman agglomerate which caught by Polda Metro Jaya. Of double regression measurement result is known that Interests affecting contribution Competency Members greater of influence contribution of Statement policy and policy Implementation. From tattle observational informants most finding identification that points out many problems that was settled complete ala in behaves, settle and anticipates vrijman group at Polda's territory of jurisdiction Dignity Metro. Severally problem which intended is effectiveness handle of vrijman agglomerate which caught by Polda Metro Jaya was optimal because vrijman group behavior problem makes a abode appearance at Polda Metro Jaya jurisdiction territory; that problems abode appearance because root about problem had not settling it complete.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Xemandros, Wolfgang Sigogo
"Iklan sebagai salah satu bentuk masivitas informasi, bekerja di dalam prinsip semiotik, yakni mengenai relasi tanda. Relasi tanda ini tidak lagi bersifat referensial, melainkan berupa manifestasi dari pertukaran simbolik. Kondisi ini adalah apa yang disebut sebagai hiperrealitas oleh Jean Baudrillard; suatu situasi di mana kita tidak lagi bisa membeda-bedakan status realitas. Iklan pada akhirnya bekerja di dalam prinsip hiperreal.

Advertising, as a massively form, run in the semiotics principle. This semiotics is not longer referential, but a form of symbolic exchange. This situation is what Jean Baudrillard call hyperreality; a situation which we are not able to classify the reality. Advertising, as Baudrillard thought, run in hyperreal principle."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S16024
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Ardhi Mulia
"Skripsi ini membahas mengenai religiusitas sebagai sarana mencapai eksistensi manusia secara optimal menurut filsafat Muhammad Iqbal. Sebuah kajian eksistensialisme kritik Iqbal tentang fatalisme Islam dan Materialisme Barat Modern. Manusia sebagai makhluk eksistensial dituntut untuk memenuhi eksistensi dirinya, bersifat aktif, dinamis, dan kuat. Manusia tidak seharusnya pasif, statis, bahkan menarik diri dari kepentingan duniawi dan tunduk secara buta pada ajaran tertentu. Materialisme Barat modern telah menghilangkan aspek metafisika dan mengakibatkan timbulnya krisis eksistensial manusia, alienasi, dan dehumanisasi.

This thesis discusses about religiosity as a means of achieving an optimal human existence according to the philosophy of Muhammad Iqbal. A study of Iqbal's critique of existentialism, fatalism of Islam and the West Modern Materialism. Human beings are required to meet the existential existence itself, is an active, dynamic, and strong. Human beings not supposed to passive, static, and even withdraw from worldly interests and blind submission to certain subjects. Modern Western materialism have omitted aspects of metaphysics and causes of human existential crisis, alienation, and dehumanization."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S16143
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurulfatmi Amzy
"Teknologi pemberdayaan tubuh mucul sebagai jalan keluar bagi manusia untuk mendapatkan kesempurnaan pada tampilan diri. Namun, teknologi tersebut juga hadir bagai dua sisi mata uang. Di samping mampu untuk memenuhi hasrat manusia untuk menjadi sempurna, teknologi tersebut juga mampu menggeser nilai-nilai dasar manusia itu sendiri. Memiliki modal, hak otonomi individu dan tidak mengganggu hak orang lain adalah alasan yang diusung oleh kapitalisme untuk melanggengkan penerapan teknologi ini dalam masyarakat.
Tulisan ini merupakan sebuah kajian filosofis dan kritik terhadap fenomena pemberdayaan tubuh yang marak terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Tujuan dari kritik ini adalah untuk mengingatkan kembali akan hakikat dan nilai-nilai dasar manusia. Yang ingin penulis pertahankan di sini, lewat pemikiran Michael Sandel, adalah penerapan teknologi pemberdayaan tubuh pada manusia hanya akan menurunkan martabatnya sebagai makhluk yang meletakkan dirinya sendiri sebagai tujuan tertinggi. Membiarkan teknologi tesebut berkembang tanpa batas, berarti membiarkan manusia kehilangan martabatnya, karena telah dijadikan sebagai objek penelitian, bahkan alat untuk mencapai sebuah tujuan.

The body enhancement technology appears as the way out for people to get the body perfection. However, this technology appears like two sides of a coin too. On one side, the technology is able to fulfill the human desire to be perfect. On the other hand, the technology is able to shift the basic values ​​of the man himself. The capitals, the right of individual autonomy, and as long as it does not violate anyone?s rights are the reasons of capitalism to promote the application of this technology in the society.
This paper is about critique and philosophical study of the body enhancement phenomenon that rife in recent decades. The purpose of this critique is to recall the nature and basic of human values. What the writer wants to keep here, based on Michael Sandel?s point of view, is the application of the body enhancement technology could lose a man?s dignity as a creature that put himself as the highest goal. Allowing the technology gets the higher level of its development without limits, means allowing human dignity to lose, because man has been used as a research object, even a tool to achieve a goal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T41716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Ghafur
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai perilaku menyimpang
anggota Polri dan permasalahannya dengan menganalisis pelanggaran kode etik
profesi Polri pada Polres Aceh Utara dari tahun 2010 hingga 2012. Secara
kualitatif penelitian ini akan menerangkan penyebab terjadinya perilaku
menyimpang, proses pembinaan personil, dan peran pimpinan dalam
menanggulangi perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh
anggota polisi pada Polres Aceh Utara disebabkan oleh lemahnya inner
containment dan outer containment. Lemahnya Inner containment disebabkan
oleh kurangnya pemahaman mengenai kepolisian, menurunnya kesadaran moral
dan etika, adanya gaya hidup hedonisme, berasosiasi dengan orang yang lebih
dulu menyimpang. Sedangkan lemahnya outer containment disebabkan oleh
kurangnya peran organisasi Polres Aceh Utara dalam hal kurang efektifnya
manajemen pembinaan personil, dan kurang efektifnya peran pemimpin, dan
disebabkan juga karena adanya pengaruh lingkungan komunitas.

ABSTRACT
This study aims to explain the deviant behaviour of members of the national
police and the problem with analyzing the violation of code of ethics of the
national police in northern Aceh police from 2010 to 2012. This qualitative study
will explain the causes of deviant behaviour, process guidance to police officers
deviating behaviour, and the role of leadership in dealing with deviant behaviour.
Deviant behaviour committed by members of the police at the police station north
Aceh caused by weak inner and outer containment. Weak Inner containment is
caused by a lack of understanding of the police, declining moral and ethical
awareness, their hedonistic lifestyle, associated with the person who first deviated.
While the outer containment weakness caused by lack organizational roles
northern Aceh Police in terms of the lack of effective management of personnel
development, and the lack of effective leadership role, and due also because of the
influence of the community environment, This study aims to explain the deviant behaviour of members of the national
police and the problem with analyzing the violation of code of ethics of the
national police in northern Aceh police from 2010 to 2012. This qualitative study
will explain the causes of deviant behaviour, process guidance to police officers
deviating behaviour, and the role of leadership in dealing with deviant behaviour.
Deviant behaviour committed by members of the police at the police station north
Aceh caused by weak inner and outer containment. Weak Inner containment is
caused by a lack of understanding of the police, declining moral and ethical
awareness, their hedonistic lifestyle, associated with the person who first deviated.
While the outer containment weakness caused by lack organizational roles
northern Aceh Police in terms of the lack of effective management of personnel
development, and the lack of effective leadership role, and due also because of the
influence of the community environment]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fristian Hadinata
"Tesis ini merupakan penelitian yang mencari mitos dan fungsi mitologis dalam teori politik global Michael Hardt dan Negri. Penelitian ini menggunakan metode refleksi kritis dan fenomenologi-hermenutika untuk menganalisis dua variabel, yaitu Kekaisaran dan multitude. Tujuan dari penelitan ini adalah memperlihatkan ada mitos yang bekerja di dalam teori politik global yang mematerialkan sejarah. Di sini, Kekaisaran dan multitude dikonstitusikan oleh biopolitik dan jaringan teknologi informasi yang memungkinkan imanensi dan perlawanan sosial. Mitos teori politik global Kekaisaran dan Multitude adalah narasi dan epos klasik
tentang subjek yang menindas dan subjek yang tertindas dalam menjelaskan
politik kontemporer.

This thesis is a study to find myths and mythological function in a global political
theory o f Michael Hardt and Antonio Negri. This study uses the methods of
critical reflection and phenomenology-hermeneutics to analyze two variables,
namely Empire and multitude. The purpose of this research was to show there is a
myth that works in global political theory. Here, the Empire and the multitude
constituted by biopolitics and information technology network that allows
immanence and social struggle. The myth of global political theory of Empire and
Multitude is a classic epic narrative about the oppressing subject and the
oppressed subjects in explaining contemporary politics
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T42737
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tennie Marlim
"Skripsi ini merupakan analisis tentang pemikiran etika Emmanuel Levinas, seorang tokoh yang memberikan pandangan berbeda tentang relasi antar manusia. Dasar dari konsep etika Levinas adalah pejumpaan dengan wajah Yang Lain. Wajah yang dimaksud oleh Levinas bukan merupakan bentuk fisik dimana terdapat mata, hidung, dan telinga, melainkan cara dimana Yang Lain menampakan dirinya melampaui kemampuan subjek untuk mentematisasinya. Penampakan akan wajah oleh Levinas disebut sebagai sebuah epifani, yaitu manifestasi tiba-tiba atas makna realitas tertentu. Wajah selalu menolak usaha penyerapan oleh pemikiran untuk dijadikan isi. Oleh karena itulah, wajah membawa kita melampaui Ada. Wajah adalah personifikasi sebagai yang miskin, janda, yatim piatu, dan orang asing. Semua figur itu menyiratkan fakta tentang suatu kejadian etis. Subjek menjadi pengganti untuk Yang Lain tanpa memikirkan dampak pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan sebuah tanggung jawab murni yang lahir dari perjumpaan dengan wajah Yang Lain. Pemikiran Levinas ini mendobrak relasi subjek-objek, menjadi subjek-subjek.

This thesis analyses the ethics thinking of Emmanuel Levinas, a philosopher who gave a different view about human relationship. The base of Levinas’ ethics is the encounter with The Other’s face. The meaning of The Other’s face is not the physical forms of eyes, nose, and ears, but a way in which The Other shows itself beyond the capability of a subject to characterize it. The discovery of the face, by Levinas is called an epiphany, that is the sudden manifestation of a particular meaning of reality. The face always rejects the attempt of absorptution by thought to become content. Because of that, the face brings us to go beyond being. The face is the personification of the poor, widows, orphans and strangers. All those figures hint us to an ethical occurrence. Subject becomes the substitution for The Others without thingking of the consequences onto itself. This is a responsibility that comes from encounter with The Other’s face. Levinas thought broke the subject-object relation, to become subject-subject relation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47554
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kazhman Anhari
"Dalam kebudayaan manusia kontemporer, seringkali kita melihat seorang individu memilih untuk berada pada zona yang membuat dirinya merasa aman meski hal tersebut membuat dirinya berada dalam status kesadaran manusia malafide. Memilih untuk berada pada zona aman merupakan bentuk ketidakmampuan seorang individu dalam menghadapi pilihan-pilihan hidup yang membuat dirinya lari dan membuang kebebasannya. Menjalani sebuah kehidupan dengan status kesadaran manusia malafide, membuat seorang individu berperan pasif dalam kehidupan, dan melihat segala sesuatu sebagai obyek yang ada tanpa memiliki makna. Eksistensialisme hadir sebagai bentuk reaksi yang memberikan pemahaman berpikir seorang individu didalam menjalani dan memaknai kehidupannya. Gabriel Marcel sebagai salah satu tokoh eksistensialis religius melihat bahwa status kesadaran manusia malafide ini merupakan bentuk dimana seorang individu tidak benar-benar menjalani sebuah kehidupan, karena ia menutup diri dari pengalaman-pengalaman maupun pilihan-pilihan hidup yang akan ia jumpai melalui relasi dengan dunia dan the other diluar dirinya. Kebebasan seorang individu untuk menentukan pilihan-pilihan hidup yang ia jumpai merupakan suatu bentuk eksistensi dari seorang individu, melalui perenungan dan penghayatan didalam menentukan sebuah pilihan, seorang individu memperlihatkan bagaimana dirinya mampu bereksistensi.

In contemporary human culture, we often see an individual chooses to be in a zone that makes her feel safe even though it makes itself in a malafide human status of consciousness. Choose to be in a safe zone is the form of an individual's inability to face life choices that make him run away and throw away his freedom. Living a life with a malafide human status of human consciousness, making an individual play a passive role in life, and see everything as an object that is without meaning. Existentialism be present as a form of reaction that provides an understanding of individual thinking in live and interpret their lives. Gabriel Marcel as one of the religious existentialists see that the malafide status of human consciousness is a form in which an individual does not really live a life, because he shut himself from the experiences and life choices that will he met through a relationship with the world and the other outside himself. Freedom of an individual to determine the life choices is a form of existence of an individual, through the contemplation and appreciation in deciding on an option, an individual demonstrates how he is able to exist."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56181
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saddam Wiwaha
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas probelmatika mengenai persoalan relasi, cinta dan
kaitannya dengan eksistensi manusia di dunia. Persoalan tersebut dihadirkan dari
sebuah film berjudul The Fault In Our Stars. Eksistensialisme Martin Buber yang
mengintikan persoalan relasi sebagai wujud eksistensi manusia, dijadikan sebagai
alat analisis pada persoalan-persolan dalam Film tersebut. Hazel dan Augutus
dalam film The Fault In Our Stars menjadi representasi tokoh yang mengalami
perjumpaan eksistensial dan kemudian keduanya mampu menjalin relasi “Aku
Engkau” hingga keduanya diantarkan pada wujud being yang exist atas dasar
cinta kasih, tanggung jawab satu sama lain. Cinta diantara keduanya menjadikan
kebermaknaaan hidup diantara keduanya sekaligus penguat eksistensi sebagai
manusia.
ABSTRACT
This thesis talk about the problem of relation, love and corelation with human
existence in this world. The issue presented on a film called The Fault In Our
Stars. Martin Buber’s Existensialism which have the focus that relation is the
fundamental fact human existence will be use as a tool for analysis the issue from
that film. Hazel and Augutus as a representation of charachter which have
encounter untill they can make a relation “I-Thou” which can deliverd them into a
form of being exist with the love, responsibility for each others. Love between
them make a meaning of life as well as the reinforcement of human existence ."
2014
S59913
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fio P Hasyim
"Konflik antara ilmu pengetahuan dan agama, berawal dari pencarian manusia akan kebenaran. Pemikiran manusia dalam mencari kebenaran diawali oleh bangsa Yunani dalam mitos mengenai alam semesta sebagai awal dari kegiatan berpikir secara filosofis. Kemudian, seiring dengan perkembangan pemikiran, terjadi pergeseran objek pemikiran tentang kebenaran, dari alam semesta menuju ke manusia itu sendiri sebagai ukuran kebenaran. Selanjutnya, manusia mulai berpikir, bahwa ada substansi lain yang melampaui dirinya dan alam semesta (rasionalisme). Pada tahapan ini, agama tradisional mulai berkembang, dan mempertanyakan tentang keberadaan Tuhan. Agama lalu menyingkirkan filsafat dengan kebenaran dogmatis-absolutnya, meng-klaim bahwa dirinya merupakan jalan keselamatan bagi manusia didukung dengan kepercayan akan wahyu. Pada periode yang berlangsung relatif lama, agama telah menjelma menjadi lembaga otoritatif dan sumber legitimasi bagi tindakan kekerasan terhadap mereka yang berada di luar agama. Tesis ini bertujuan untuk memahami landasan yang mendasar tentang kepercayaan terhadap agama secara filosofis, terkait dengan klaim terhadap kegagalan agama dalam kehidupan manusia yang pada akhirnya membuka jalan bagi ilmu pengetahuan untuk menggantikan fungsi atau peran agama bagi kehidupan. Fenomena konflik dan kekerasan antar umat beragama yang berbeda telah mengecewakan dan meruntuhkan harapan manusia terhadap fungsi agama dalam kemanusiaan. Manusia berpaling dari kebenaran agama kepada kebenaran ilmu pengetahuan yang objektif dan universal (empirisme). Ilmu pengetahuan berhasil membantu membangun peradaban manusia dengan dahsyat, melalui teknologi canggih. Namun, pada akhirnya, teknologi tidak memuaskan kebutuhan manusia akan kebenaran, melainkan membuat manusia terasing dalam lingkungannya sendiri. Filsafat pragmatisme kemudian hadir untuk menengahi konflik kebenaran antara rasionalisme dan empirisme yang telah berlangsung sepanjang peradaban manusia itu sendiri. Menurut pragmatisme, William James, konsep kebenaran terletak pada manfaat dari gagasan apapun, baik rasional maupun empiris, sejauh memberikan kegunaan praktis yang mendorong manusia melakukan tindakan positif dalam menciptakan kehidupan yang teratur dan damai. Pragmatisme, dengan metode empirisme radikalnya, membuka seluas-luasnya realitas yang dapat membuktikan kebenaran dari sebuah gagasan, yaitu dalam pengalaman individu. Pengalaman dalam metode empirisme radikal, meliputi pengalaman inderawi dan perasaan, serta kecenderungan non-inderawi, sebagai upaya melepaskan diri dari konflik pemahaman kebenaran yang dikotomis.

Conflict between science and religion originated from the human, search for the truth. Human thought in the search for truth begins by Greeks in the myth about the beginning of the universe as philosophically thinking activities. Then, along with the development of thought, there was a shift objects of thought about the truth of the universe toward the man himself as the measure of truth. Subsequently, humans began to think that the other substances that exceed himself and the universe (rationalism). At this stage, traditional religion began to flourish questioned about the existence of God. Religion removes philosophy with its absolutes dogmatic of truth, claiming that he is the way of salvation for mankind is supported by the belief in revelation. In the period that lasted a relativity long time, religion has been transformed into an authoritative institution and source of legitimacy for acts of violence against those who are outside of religion. This thesis aims to understand the fundamental basis of religious belief is philosophically related to claims against the failure of religion in human life which eventually paved the way for science to replace the function or role of religion in our lives. The phenomenon of conflict and violence between different religious communities have been disappointing and undermined human expectations about the functions of rand religion in humanity. Humans turned away from religious truth to the truth of science as objective and universal (empiricism). Science has helped build human civilization with the sweeping, trough advanced technology. However, in the end, the technology does not satisfy the human need for truth, but makes a man isolated in his own environment. Pragmatism philosophy then present to accompany the conflict between rationalism and empiricism truth which has lasted throughout human civilization itself. According Pragmatism of William James, the concept of truth lies in the benefit of any idea either rational or empirical as far as providing a practical usability that encourages people to positive action in creating an orderly and peaceful life. Pragmatism by the radical empiricism method, the widest opening of reality that can prove the truth of an idea, namely the individual?s experience. Experience in the method of radical empiricism, including sensory experience and feeling, and non-sensory tendencies, as an effort to break away from understanding the dichotomous conflict."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
T27902
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>