Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diana Gunadi
"ABSTRAK
Artritis gout umumnya disertai hiperurikemia, walaupun pada keadaan akut kadar asam urat dapat normal. Hiperurikemia dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh sehingga mengakibatkan penyulit, cacat dan kematian, juga selain itu dianggap sebagai salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK). Terjadinya PJK pada hiperurikemia dianggap antara lain karena degenerasi endotel pembuluh darah sebagai akibat langsung asam urat. Hiperurikemia sering disertai hiperlipidemia dan peningkatan agregasi trombosit yang dikaitkan dengan PJK maupun kelainan pembuluh darah.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan prevalensi dan fenotipe hiperlipidemia serta membuktikan hubungan antara hiperurikemia dengan hiperlipidemia dan peningkatan agregasi trombosit pada penderita artritis gout primer.
Telah diteliti 30 orang laki-laki penderita hiperurikemia artritis gout primer dan sebagai kontrol 30 laki-laki artritis non gout yang berobat jalan ke poliklinik Reumatologi RSCM yang memenuhi kriteria.
Pemeriksaan meliputi kadar asam urat serum, standing serum kolesterol total, trigliserida, kolesterol-HDL, kolesterol-LDL, elektroforesis lipoprotein dan agregasi trombosit.
Pada kelompok penderita didapatkan kadar asam urat serum rata-rata 9,94 mg/dL (7,1 - 14,4 mg/dL), sedangkan pada kelompok kontrol 5,5 mg/dL (4,1 - 6,7 mg/dL). Pada kelompok penderita didapatkan 21 orang (70%) dengan obesitas, sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan hanya 2 orang (6,7%) dengan obesitas. Pada kelompok penderita, 24 orang (80%) menunjukkan kadar trigliserida di atas batas normal, dengan hiperlipoproteinemia tipe IV. Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan hanya 8 orang (26,4%) dengan hiperlipoproteinemia tipe IV, 1 orang (3,3%) tipe lib dan sisanya normal. Terdapat perbedaan bermakna (p < 0,05) kadar trigliserida kedua kelompok. Didapatkan korelasi yang baik antara kadar asam urat dengan kadar-trigliserida (r = 0,7641). Pada kelompok penderita, 7 orang (23,3%) dengan kadar kolesterol total di atas nilai normal, sedang pada kelompok kontrol hanya 1 orang (3,3%). Perbedaan ini bermakna (p <0,05), tetapi didapatkan korelasi yang kurang balk antara kadar asam urat dengan kadar kolesterol total (r = 0,2307). Radar kolesterol-HDL pada kelompok penderita didapatkan 16 orang {52,8%) lebih rendah dari nilai normal. Sedangkan pada kelompok kontrol hanya 5 orang {16,6%.). Perbedaan ini bermakna (p{0,05) dan didapatkan korelasi yang terbalik antara kadar asam urat dengan kadar kolesterol-HDL (r = - 0,1782). Pada kelompok penderita, 8 orang (26,4%) dengan kadar kolesterol-LDL yang lebih tinggi dari normal, sedangkan pada kelompok kontrol hanya 1 orang (3,3%), perbedaan ini bermakna (p<0,05). Tidak didapatkan korelasi antara kadar asam urat dengan kadar kolesterol-LDL (r = 0,0356). Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya perbedaan agregasi trombosit kelompok penderita dan kontrol. Demikian pula tidak didapatkan korelasi antara kadar asam urat dengan agregasi trombosit, kecuali bila kolesterol total > 250 mg/dL dan LDL > 160 mg/dL (r = 0,74 dan r = 0,63).
Delapan puluh persen penderita hiperurikemia artritis gout primer dengan hiperlipoproteinemia tipe IV. Yang menunjukkan hipertrigliseridemia saja dan hipertrigliseridemia dengan hiperkolesterolemia masing- masing 56,7% dan 23,37. Kadar K-HDL penderita yang lebih rendah dari normal lebih banyak daripada kontrol secara bermakna (p < 0,05). Kadar asam urat berkorelasi baik dengan kadar trigliserida (r = 0,7641), sedangkan dengan kadar kolesterol total korelasinya tidak baik (r = 0,2307) dan tidak didapatkan korelasi dengan agregasi trombosit.
Disarankan agar dilakukan pemantauan kelainan kadar lipid pada penderita hiperurikemia artritis gout primer. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak terutama dengan kolesterol total > 250 mg/dl dan kolesterol LDL > 160 mg/dL juga hubungan radikal bebas dengan hipertrigliseridemia. "
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagyo Witjaksono
"ABSTRAK
Untuk menekan laju pertambahan penduduk Indonesia yang cepat yaitu 2,32 pertahun diperlukan usaha menurunkan angka kelahiran melalui Program Nasional Keluarga Berencana (PHKB). Dalam pelaksanaannya PHKB mengalami banyak hambatan karena belum ditemukannya kontrasepsi ideal yang bebas dari efek samping dan kegagalan. Beberapa peneliti melaporkan adanya perubahan-perubahan faktor pembekuan darah karena efek estrogen yang ada dalam kontrasepsi pil. Sedangkan efek progesteron lebih sedikit dibandingkan estrogen.
Penelitian ini bertujuan menyelidiki pengaruh pemakaian kontrasepsi Norplant yang berisi hormon progesteron terhadap parameter pembekuan darah, disamping itu untuk bahan perbandingan dilakukan penelitian pada kelompok pemakai kontrasepsi pil kombinasi.
Penelitian dilakukan pada 6 kelompok individu. Kelompok 1 (kontrol) terdiri dari 25 orang diambil dari donor darah PHI dan paramedis RSCH. Kelompok 2 sampai dengan 5 adalah pemakai kontrasepsi Horplant 2th,3th,4th dan 5 th dari Klinik Raden Saleh. Kelompok 2 dan 3 masing-masing 25 orang sedangkan kelompok 4 dan 5 masing-musing 20 orang. Kelompok 6 terdiri dari 25 orang pemakai kontrasepsi pil kombinasi Noriday 5 th dari Rumah Sakit AURI Halim. Terhadap masing-masing kelompok diperiksa masa protrombin plasma, masa tromboplastin parsial teraktivasi, kadar fibrinogen, aktivitas AT III, aktivitas F VII dan X. Perbandingan antara masing-masing kelompok dilakukan dengan uji statistik anova dan Scheffe 5 test. Pemeriksaan dilakukan antara bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 1987 di Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCH Jakarta.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa pada pemakaian Norplant selama 5 tahun semua parameter pembekuan darah yang diperiksa tidak berbeda bermakna dengan kontrol walaupun ada kecenderungan pemendekan masa protrombin plasma dan masa tromboplastin parsial teraktivasi, peningkatan kadar fibrinogen dan penurunan aktivitas AT III. Selain itu pada pemakaian kontrasepsi pil kombinasi semua parameter pembekuan darah yang diperiksa berbeda bermakna bila dibandingkan kelompok kontrol.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemakaian Horplant aman sampai dengan 5 tahun. Setelah 5 tahun dianjurkan pemeriksaan masa protrombin plasma, masa tromboplastin parsial teraktivasi, kadar fibrinogen dan aktivitas AT III secara berkala tiap tahun sekali.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Norplant lebih aman daripada kontrasepsi pil kombinasi.
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Susanto Kosasih
"ABSTRAK
Latar Belakang: Leukemia mieloid akut (LMA) mempunyai karakteristik heterogenisitas derajat tinggi yang ditandai dengan kelainan kromosom/sitogenetik, mutasi gen, dan perubahan eskpresi gen. Mutasi gen telah diketahui mempunyai peran penting sebagai biomarker prognostik dan prediktif terkait dengan kesintasan, dan juga sebagai sasaran terapi. Mutasi gen yang terlibat cukup penting dalam prognosis pasien LMA adalah FLT3-ITD, NPM1, dan CEBPA.
Tujuan: Untuk mengetahui frekuensi imunofenotip, mutasi gen FLT3-ITD, NPM1, dan CEBPA serta untuk mengetahui hubungannya dengan kesintasan tiga bulan pada pasien LMA.
Metode Penelitian: Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain longitudinal prospektif terhadap pasien LMA dewasa rawat jalan dan rawat inap RS Kanker Dharmais (RSKD) pada bulan Juli 2014 sampai Februari 2015. Sampel berupa 20 mL aspirat sumsum tulang atau darah perifer dengan antikoagulan EDTA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik dan Bagian Penelitian dan Pengembangan RSKD. Deteksi mutasi gen FLT3-ITD dilakukan dengan metode elektroforesis. Deteksi mutasi NPM1 dan CEBPA dilakukan dengan metode DHPLC yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan sekuens DNA untuk mengetahui jenis mutasi. Variabel bebas berupa usia, jenis kelamin, jumlah leukosit, ekspresi imunofenotip (CD34 dan aberrant), dan mutasi gen (FLT3-ITD, NPM1, dan CEBPA), sedangkan variabel tergantung adalah luaran klinis kesintasan dalam tiga bulan.
Hasil Penelitian dan Pembahasan: Didapatkan total 66 subjek dengan rerata usia relatif lebih muda yaitu 42,37 + 15,75 dan sebanyak 83,3 % di bawah 60 tahun. Sebanyak 54 % subjek mempunyai ekspresi CD34, dan hanya 15,2 % mempunyai ekspresi aberrant. Terdapat 40 subjek yang menjalani kemoterapi induksi (60,5 %). Hanya 37 dari 66 subjek yang dilakukan pemeriksaan mutasi gen FLT3-ITD, NPM1, dan CEBPA. Frekuensi mutasi gen FLT3-ITD, NPM1 dan CEBPA berturut-turut 16,2 %, 40,5 %, dan 35,1 %. Pada keseluruhan subjek (n = 66) ditemukan bahwa FLT3 wild type dan CEBPA mutasi berhubungan bermakna terhadap kesintasan dalam tiga bulan yang lebih pendek dengan adjusted RR berturut-turut 2,21 (p 0,022; IK95 % 1,50 - 3,26) dan 2,08 (p 0,036; IK95% 1,06 - 4,07). Pada kelompok subjek yang mendapat kemoterapi (n = 40), hanya mutasi FLT3-ITD yang secara klinis mempunyai kecenderungan memengaruhi kesintasan tiga bulan dengan RR 1,73 (p 0,273; IK95 % 1,18 - 2,54). Sebagai hasil tambahan, ditemukan bahwa mutasi NPM1 berhubungan dengan ekspresi CD34 negatif (p 0,018) dan mutasi CEBPA berhubungan dengan jumlah leukosit lebih besar dari 50 x103/μL (p 0,028).
Kesimpulan: Usia LMA di Indonesia relatif lebih muda. Frekuensi mutasi FLT3-ITD relatif lebih rendah dan mutasi NPM1 dan CEBPA cenderung lebih tinggi. FLT3 wild type dan mutasi CEBPA berhubungan dengan kesintasan yang lebih pendek pada penelitian ini. Diperoleh data bahwa kejadian mutasi NPM1 behubungan dengan CD34 negatif dan mutasi CEBPA berhubungan dengan jumlah leukosit yang lebih tinggi.

ABSTRACT
Background: Acute Myeloid Leukemia (AML) has high degree of heterogeneity characteristic signed with chromosome/cytogenetic abnormality, gene mutation, and gene expression changes. The importance of gene mutation has been known as prognostic and predictive biomarker associated with survival and also as a targeted therapy. Gene mutation that is considered important in AML patient prognosis are FLT3-ITD, NPM1 and CEBPA.
Purpose: To obtain frequency data of immunophenotype and gene mutation of FLT3-ITD, NPM1, and CEBPA, and its relationship with three-month overall survival.
Method: This research was a prospective longitudinal study on adult AML patients who were admitted as outpatient and inpatient in Dharmais National Cancer Center (DNCH) on July 2014 until February 2015. Samples used were 20 mL of bone marrow aspirate or peripheral blood using EDTA anticoagulant. Research was done in Pathological Laboratory and Research and Development of DNCH. FLT3-ITD gene mutation was detected using electrophoresis and NPM1 and CEBPA mutation was detected using DHLPC method continued with DNA sequencing examination to know the type of mutation. The independent variables were age, sex, leukocyte, immunophenotype (CD34 and aberrant), gene mutations (FLT3-ITD, NPM2 and CEBPA). The dependent variable was three-months overall survival.
Result and Discussion: a total of 66 subjects were collected with mean age relatively young, 39.78 years and 83.3 % of them were under 60 years. Fifty four percent subjects had positivity in CD34 expression and 15.2 % had aberrant expression. Forty subjects received induction chemotherapy (60.5 %). Only 37 of 66 subject were analyzed gene mutations. The frequency of FLT3, NPM1 and CEBPA mutation frequency was subsequently 16.2 %, 40.5 % and 35.1 %. From all subjects (n = 66), was found that wild type FLT3 and mutant CEBPA was statistically significant had twice mortality rate in three months than mutant FLT3-ITD (p 0,022; adjusted RR 2,21; IK95 % 1,50 - 3,26) and wild type CEBPA (p 0,036; adjusted RR 2,08; IK95 % 1,06 - 4,07). In treated groups (n = 40), there was no statistically significant association between independent variables with three-months survival. However, there was a clinically significant tendency that wild type FLT3 was consistently related with longer OS (RR 1.73, 95 % CI 1.18 - 2.54). As an additional result, it was found that the NPM1 mutation is associated with lack of CD34 expression (p 0.018) and CEBPA mutations were associated with leukocyte levels > 50 X103 / mL (p 0.028).
Conclusion: The age of AML patients in Indonesia are relatively younger. Proportion of FLT3-ITD gene mutation is relatively lower, whereas proportion of NPM1 and CEBPA mutations tend to be higher. FLT3-ITD wild type and CEBPA mutation are related with shorter survival in this research. Incidence of NPM1 gene mutation is related to lack of CD34 and CEBPA mutation is related to higher leukocyte count.
"
2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Suryo Adiyanti
"ABSTRAK
Manifestasi klinis yang menonjol pada demam berdarah dengue adalah kebocoran plasma karena gangguan pada sel endotel vaskular. Anti NS-1 dapat bereaksi silang dengan Protein Disulfide Isomerase (PDI) pada sel endotel. Jambu biji biasa digunakan untuk mengatasi gejala dengue namun belum pernah ada penelitian secara in vitro untuk mengetahui mekanisme senyawa aktif yaitu lycopene yang terdapat di dalamnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah lycopene dapat menurunkan apoptosis yang ditandai dengan Annexin V dan Heme oxygenase -1 (HO-1). Penelitian ini menggunakan kultur Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVEC) yang diberi stimulasi anti NS-1 dan terdiri atas 5 perlakuan yaitu kontrol positif, kontrol negatif, dan lycopene dosis 0.5, 1 dan 2 μM. Kontrol positif adalah HUVEC yang diberi anti NS-1 dan basitrasin karena basitrasin sudah diketahui bekerja sebagai anti PDI dan dapat menghambat apoptosis. Kontrol negatif adalah kultur HUVEC yang diberi anti NS-1 tanpa perlakuan lycopene. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya Annexin V pada kontrol positif menunjukkan hasil yang rendah secara bermakna dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa lycopene dengan dosis 0.5, 1 dan 2 μM tidak dapat menghambat apoptosis. Kadar HO-1 pada semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa baik basitrasin maupun lycopene tidak mempengaruhi metabolisme HO-1. Dapat disimpulkan bahwa senyawa lycopene dengan dosis dosis 0.5, 1 dan 2 μM tidak menunjukkan pengaruh dalam apoptosis sel endotel setelah terjadi infeksi dengue.

ABSTRACT
Prominent clinical manifestation of dengue hemorrhagic fever is plasma leakage due to malfunction of endothelial cells. There is cross reaction between anti NS-1 and Protein Disulfide Isomerase (PDI) on endothelial cells. Psidium guajava is commonly used to improve condition in dengue symptoms but there is no research yet that study the in vitro mechanism how lycopene, a compound in Psidium guajava, works in this case. So this study aimed to know whether lycopene will decrease apoptosis of endothelial cells marked by Annexin V and Heme oxygenase-1 (HO-1) This study used Human umbillical vein endothelial cells (HUVEC) that given anti NS-1 stimulation and consisted of positive control, negative control and lycopene treatment with 0.5, 1 and 2 μM dose. Positive control is HUVEC with anti NS-1 and bacitracin that known act as anti PDI and inhibit apoptosis. Negative control is HUVEC with anti NS-1. Results showed that Annexin V only in positive control had lower Annexin V significantly compared to other treatments. This showed that lycopene 0.5,1 and 2 μM was not able to inhibit apoptosis. HO-1 in all treatments did not show significant difference. This showed that either bacitracin nor lycopene did not give effect to HO-1 metabolism. It was concluded that lycopene with 0.5, 1 dan 2 μM dose has no effect in endothelial cell apoptosis after dengue infection."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Ken Ritchie
"Resipien yang mendapat transfusi berulang berisiko membentuk aloantibodi anti-HLA Kelas I karena masih adanya leukosit dalam komponen darah dan upaya pengurangan jumlah leukosit tersebut dengan filter atau radiasi belum merata tersedia di Indonesia. Antibodi anti-HLA Kelas I dapat bereaksi dengan trombosit donor pada transfusi berikutnya menyebabkan platelet refractoriness. Untuk mencegah terjadinya platelet refractoriness, pasien harus mendapat trombosit yang HLA-match atau antigen negative cell, namun belum memungkinkan karena keterbatasan jumlah donor darah yang telah diketahui antigen HLA Kelas I. Untuk itu, dilakukan pemilihan trombosit donor yang memiliki CREG HLA Kelas I yang sama dengan resipien dan selanjutnya dipastikan bahwa inkompatibilitas trombosit tidak terjadi dengan uji silang serasi trombosit pre-transfusi.
Dua puluh delapan sampel pasien anemia aplastik yang mendapat transfusi berulang dilakukan skrining antibodi trombosit dengan metode whole-platelet ELISA dan dilanjutkan dengan identifikasi antibodi trombosit dengan metode MAIPA (Monoclonal Antibody Immobilization Platelet Antigen). Sampel yang terdeteksi antibodi HLA Kelas I dianalisis genotip HLA-A dan HLA-B dan dilakukan uji silang serasi dengan trombosit donor yang dipilih berdasarkan kelompok alel CREG HLA.
Dari hasil skrining antibodi, terdeteksi 8 dari 28 sampel terdapat antibodi anti-trombosit. Tujuh dari 8 sampel tersebut atau 7 dari keseluruhan sampel (25%) yang memiliki antibodi HLA Kelas I. Trombosit donor yang CREG HLA Kelas I nya sama dengan resipien cocok berdasarkan hasil uji silang serasi trombosit pre-transfusi dan sebaliknya trombosit donor yang CREG HLA Kelas I nya tidak sama dengan resipien dapat menghasilkan ketidakcocokan atau inkompatibilitas pada uji silang serasi trombosit pre-transfusi. Terdapat antibodi HLA Kelas I pada 25% penderita anemia aplastik yang mendapat transfusi berulang. Dengan melakukan pemilihan trombosit yang berasal dari kelompok CREG HLA Kelas I yang sama antara donor dengan pasien maka didapatkan hasil uji silang serasi yang cocok. Studi ini sebaiknya dilanjutkan untuk melihat respon transfusi trombosit pasien yang medapat trombosit yang cocok ini.

Allo-immunization risk to HLA class I antigen is very high in multi-transfusion patients because leukocyte contamination in blood components and At next transfusion, the patients could have platelet refractoriness due to HLA antigen and alloantibody reaction. To avoid platelet refractoriness, he should be transfused with HLA-match platelet or HLA negative-cell but the blood centre doesn`t have enough donors who have been HLA class I typed. Therefore, in this study we want to know whether donor`s platelet with the same CREG HLA class I with patients is compatible.
Whole-platelet ELISA for platelet antibody screening was conducted on 28 samples of Aplastic Anemia patients from Hematology-Oncology Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital. We identify the samples with MAIPA (Monoclonal Antibody Immobilization Platelet Antigen). Positive sample were amplified using PCR-ssp method to analyze the genotype of HLA class I. We also analyze the platelet cross-match.
With ELISA method we found 8 of 28 samples have platelet antibody. Seven of those positive samples or 7 of all samples (25%) have HLA class I antibodies. From platelet crossmatch, we found that if CREG HLA Class I between donor and patient are same, the result is compatible. 25% of aplastic anemia who received blood transfusion routinely have antibody to HLA class I. With selected platelet based on the same CREG between donor and patient, we can provide compatible platelet to those patients. But this compatible platelet must be evaluated in patients."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lyana Setiawan
"ABSTRAK
Kanker paru berkaitan dengan prognosis yang buruk. Oleh karenanya, diperlukan penanda sirkulasi untuk memprediksi respons terapi dan prognosis. Ekspresi mikroRNA 10b miR-10b dan aktivitas fibrinolitik, sebagaimana dicerminkan oleh soluble urokinase-type plasminogen activator receptor suPAR dan plasminogen activator inhibitor 1 PAI-1 , merupakan kandidat biomarker yang menjanjikan.Penelitian ini bertujuan mengevaluasi peran ekspresi miR-21, miR-10b, kadar suPAR dan PAI-1 plasma sebagai prediktor progresi dan respons terapi pada pasien kanker paru stadium lanjut.Penelitian ini merupakan studi kohort dan kesintasan di RS Kanker Dharmais RSKD , Jakarta. Subjek penelitian adalah pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil KPBBSK yang didiagnosis antara bulan Maret 2015 dan September 2016. Ekspresi miR-21 dan miR-10b dikuantifikasi dengan metode real-time polymerase chain reaction RT-PCR . Kadar suPAR dan PAI-1 diperiksa dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay ELISA . Respons terapi dievaluasi berdasarkan kriteria RECIST 1.1. Pasien ditindaklanjuti sampai meninggal atau satu tahun setelah terapi.Terdapat 40 pasien yang dilibatkan dalam studi; 25 orang menyelesaikan sedikitnya4 siklus kemoterapi dan 15 lainnya meninggal selama terapi. Ekspresi miR-21 tidak berhubungan dengan progresi atau respons terapi. Kadar absolut miR-10b >592,145 copies/mL atau FC miR-10b > 0.066 bersifat protektif terhadap progresi dan respons buruk, sedangkan kadar suPAR > 4,237 pg/mL merupakan faktor risiko progresi dan respons buruk. Oleh karena dianggap penting, FC miR-10b juga dimasukkan dalam model prediksi progresi. Kadar PAI-1 > 4,6 ng/mL merupakan faktor protektif untuk respons buruk. Kadar suPAR merupakan faktor risiko independen untuk progresi dan respons buruk, sedangkan kadar PAI-1 merupakan faktor protektif independen untuk respons buruk.Simpulan: Model prediksi untuk progresi dapat dibuat dari ekspresi relatif miR-10b dan kadar suPAR, sedangkan respons terapi dapat diprediksi dari kadar suPARdan PAI-1. Dibutuhkan studi lebih lanjut untuk validiasi model-model prediksi ini.Kata kunci: kanker paru karsinoma bukan sel kecil KPKBSK , miR-10b, miR-21, overall survival, plasminogen activator inhibitor 1 PAI-1 , respons terapi, soluble urokinase-type plasminogen activator receptor suPAR

ABSTRACT
Lung cancer is associated with poor prognosis. Circulating markers to predict treatment response and prognosis is needed. Expression of microRNA10b miR 10b and fibrinolytic activity, as reflected by soluble urokinase type plasminogen activator receptor suPAR and the plasminogen activator inhibitor 1 PAI 1 , were promising as biomarker candidates.This study aimed to evaluate the role of miR 21, miR 10b expression, suPAR and PAI 1 levels as predictors of progression during treatment and treatment response in advanced lung cancer patients.This was cohort and survival study in Dharmais Cancer Hospital DCH . The subjects were non small cell lung cancer NSCLC patients diagnosed between March 2015 and September 2016. Expression of miRNAs were quantified using real time polymerase chain reaction RT PCR method. Levels of suPAR and PAI 1 were assayed using the enzyme linked immunosorbent assay ELISA method. Treatment response was evaluated based on RECIST 1.1. Patients were followed up until death or one year after treatment.Forty patients were enrolled 25 completed at least 4 cycles of chemotherapy and15 patients died during treatment. Absolute and FC miR 21 were not associated with progression or treatment response. Absolute MiR 10b expression 592,145 copies mL or FC miR 10b 0.066 were protective for progressive disease and poor treatment response, while suPAR levels 4,237 pg mL was a risk factor for progressive disease and poor responders. Since FC miR 10b was an important predictive factor, it was included in the prediction model of progression. PAI 1 levels 4.6 ng mL was a protective factor for poor response group of patients. suPAR level was an independent risk factors for progression and poor response, while PAI 1 level was an independent protective factor of poor response.Conclusion A model to predict progression can be developed using miR 10b expression and suPAR levels, while treatment response can be predicted by suPAR and PAI 1 levels. Further studies are needed to validate this model.Key words miR 10b, miR 21, non small cell lung cancer NSCLC , overall survival, plasminogen activator inhibitor 1 PAI 1 , soluble urokinase type plasminogen activator receptor suPAR , treatment response"
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraeni Iriani
"Fenomena utama pada pasien MDS adalah sitopenia di darah tepi, namun disertai kondisi hiperselular di sumsum tulang. sCD40L dianggap sebagai sitokin yang dapat memicu sintesis TNFα sebagai sitokin proapoptosis dan memicu sintesis VEGF sebagai sitokin proangiogenesis pada MDS. Oleh sebab itu sCD40L dianggap berpotensi sebagai biopenanda untuk memperkirakan perburukan pada MDS.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan peran pajanan rh-sCD40L dalam menginduksi sintesis TNFα dan VEGF pada sel progenitor hematopoesis, serta membuktikan peran pajanan TNFα dalam memicu apoptosis pada sel progenitor hematopoesis dan sel mesenkim MDS.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vitro komparatif. Subjek penelitian adalah pasien MDS yang didiagnosis dan diklasifikasikan berdasarkan kriteria WHO 2008. Pada bone marrow mononuclear cells (BMMC) dipajankan dengan rh-sCD40L dan antiCD40L, kemudian dilakukan pemeriksaan ekspresi mRNA TNFα dan mRNA VEGF yang dikuantifikasi dengan qRT-PCR, serta pemeriksaan kadar TNFα dan VEGF yang diperiksa dengan metode ELISA. Pada sel CD34+, CD33+, CD41+, dan CD73+ dipajankan rhTNFα kemudian dilakukan pemeriksaan aktivitas kaspase-3 dengan imunoflowsitometri.
Terdapat 15 sampel MDS terdiri dari 4 dengan diagnosis RCUD, 7 RCMD, dan 4 RAEB1, serta 7 sampel kontrol. Pajanan rh-sCD40L meningkatkan ekspresi mRNA TNFα secara bermakna dibandingkan pajanan antiCD40L. Pajanan rh-sCD40L meningkatkan kadar TNFα secara bermakna dibandingkan kontrol. Namun pajanan rh-sCD40L tidak meningkatkan mRNA VEGF dan kadar protein VEGF. Pajanan rhTNFα meningkatkan aktivitas kaspase-3 pada sel progenitor MDS terutama yang berdiferensiasi menjadi mieloid (CD33+) dan megakariosit-trombosit (CD41+). Pajanan rhTNFα meningkatkan aktivitas kaspase-3 pada sel mesenkim (CD73+) MDS
Simpulan: sCD40L berperan dalam meningkatkan sintesis sitokin proapoptosis TNFα di level mRNA dan protein, namun tidak terbukti berperan dalam meningkatkan sintesis proangiogenesis VEGF. TNFα berperan dalam meningkatkan apoptosis terutama pada sel hematopoesis yang telah berdiferensiasi menjadi seri mieloid dan seri megakariosit-trombosit, dan berperan dalam meningkatkan apoptosis pada sel mesenkim.

Cytopenia is the primary phenomenon in Myelodysplastic Syndrome (MDS) patients, amidst hypercellular bone marrow. The soluble CD40 ligand (sCD40L) is considered as a cytokine that can trigger synthesis of TNFα and VEGF. The former is known as a cytokine that promotes apoptosis while the latter promotes angiogenesis in MDS patients. Therefore, the sCD40L may serve as a potential biomarker to predict worsening of MDS.
This study aims to prove the role of rh-sCD40L exposure in inducing the synthesis of TNFα and VEGF in hematopoietic progenitor cells, as well as to establish the role of TNFα exposure in triggering apoptotic activity in hematopoietic progenitor and mesenchymal cells of MDS.
The study was a comparative in vitro experimental study. Subjects were MDS patients diagnosed and classified using the WHO 2008 criteria. Bone marrow mononuclear cells (BMMC) were exposed to rh-sCD40L and antiCD40L. The expressions of TNFα and VEGF mRNAs were then quantified by qRT-PCR, and the level of TNFα and VEGF were measured using the ELISA method. The CD34+, CD33+, CD41+, and CD73+ cells were exposed to rhTNFα, then the activity of enzyme caspase-3 was measured using the immunoflowcytometry.
There were 7 control and 15 MDS samples with the following diagnoses: 4 RCUD, 7 RCMD, and 4 RAEB1. Compared to antiCD40L, it is found that exposure of rh-sCD40L significantly increased the expression of TNFα mRNA. The similar exposure also significantly increased the level of TNFα compared to controls. However, the exposure of rh-sCD40L did not increase the expression of VEGF mRNA as well as the level of VEGF. The exposure of rhTNFα was found to increase the activity of caspase-3 in MDS progenitor cells, particularly those differentiated into myeloid cells (CD33+) and megakaryocyte-thrombocyte cells (CD41+). The exposure of rhTNFα was found to increase the activity of caspase-3 in MDS mesenchymal (CD73+) cells.
Conclusion: The sCD40L plays a role in increasing the synthesis of TNFα which favors apoptotic activity in mRNA and protein level, but not in improving the synthesis of VEGF that promotes angiogenesis. Furthermore, TNFα plays a role in increasing apoptotic activity of hematopoietic cells, particularly those that have differentiated into myeloid series and megakaryocyte-thrombocyte series cells. Also TNFα plays a role in increasing apoptotic activity of mesenchymal cells.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library