Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Krista Putri Asih
Abstrak :
ABSTRAK Infeksi soil-transmitted helminth (STH) sering ditemukan di area perkebunan Indonesia dan oleh karena itu, komunitas di daerah tersebut sebaiknya diberikan penyuluhan kesehatan di mana materi penyuluhan bergantung kepada tingkat pengetahuan di komunitas tersebut. Tujuan dari riset ini adalah mempelajari asosiasi antara tingkat pengetahuan tentang gejala infeksi STH dan tingkat pendidikan murid madrasah di Desa Pacet, Cianjur. Riset ini dilaksanakan di Desa Pacet dengan menggunakan cross sectional study. Data primer diambil melalui kuesioner mengenai gejala infeksi STH pada tanggal 10-11 September 2011.Sampel diperoleh dengan menggunakan total sampling method. Setelah data tersebut dianalisa dengan menggunakan SPSS 11.5 dan diuji dengan tes chi square, hasil analisis menunjukkan bahwa murid tsanawiyah yang memiliki tingkat pendidikan buruk, sedang, dan baik secara berturut-turut adalah 67,8%, 22,6%, dan 9,6%, sedangkan pada murid aliyah secara berturut-turut adalah 62%, 16%, dan 22%. Tes chi square menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,065) antara tingkat pengetahuan dan pendidikan. Kesimpulannya, tingkat pengetahuan dari murid madrasah mengenai gejala infeksi STH adalah rendah dan tidak memiliki asosiasi dengan tingkat pendidikan. Pengetahuan mereka harus ditingkatkan dengan memberikan penyuluhan kepada seluruh murid.
ABSTRACT Soil-transmitted helminth infection is commonly found in Indonesia?s plantation area because of its tropical climate, and therefore, the community should be given health education which depends on level of knowledge in the community. The purpose of this research is to study the level of knowledge on STH infection symptoms and education level in madrasah. The research was conducted in Pacet Village by using the cross sectional study. The primary data was taken through questionnaires about STH infection symptoms on September 10th-11th, 2011. The samples were taken by using total sampling method. After the data was analyzed using SPSS 11.5 and tested with chi-square, the results showed that tsanawiyah having poor, fair and good level of knowledge were 67,8%, 22,6% and 9,6%, respectively, while aliyah, were 62%, 16% and 22%. Chi square test showed no significant difference (p=0,065) between the level of knowledge and education. In conclusion, the knowledge level of madrasah students about STH symptoms was poor and had no association with education level. The knowledge should be increased by giving health education to all the students.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Astrella
Abstrak :
ABSTRAK Infeksi Soil transmitted helminths (STH) adalah salah satu jenis infeksi yang sering terjadi di negara berkembang di daerah tropis seperti Indonesia. Anak-anak dan warga yang tinggal di area perkebunan yang lebih rentan untuk terinfeksi STH. Salah satu cara efektif untuk mencegah infeksi ini ada adalah melalui edukasi kesehatan sesuai dengan tingkat pengetahuan mengenai infeksi STH. Penelitian ini diadakan di Desa Pacet, Jawa Barat dimana mayoritas penduduk dan anak-anak mudah terekspos dengan tanah. Tujuan dari penelitian cross sectional ini adalah untuk mengetahui asosiasi antara tingkat pengetahuan dalam siklus hidup STH dengan tingkat edukasi diantara murid-murid tsanawiyah dan aliyah di Desa Pacet, Jawa Barat. Data yang dikumpulkan dari kuisioner terhadap murid-murid madrasah. Analisis data diselesaikan dengan menggunakan program SPSS 11.5 dan etode chi-square. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 2,1% dari murid-murid tsanawiyah mendapatkan nilai baik, 9,1% cukup, dan 88% buruk. Sedangkan untuk murid-murid aliyah, 3,1% dari murid-murid tersebut mendapatkan nilai baik, 19,6% cukup, dan 77,3% buruk. Terdapat perbedaan yang signifikan dari data yang dikumpulkan (p=0,03). Kesimpulannya, terdapat asosiasi antara tingkat pengetahuan tentang siklus hidup STH terhadap tingkat edukasi. Edukasi mengenai kesehatan diperlukan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan mengenai infeksi STH.
ABSTRACT Soil transmitted helminths (STH) infection is one of the most common infection which affect most developing countries in tropical area such as Indonesia. Children and people who lived in the plantation area are more prone to have STH infection. One of the most effective way to prevent the infection is by giving health education based on the current level of knowledge about STH infection. This cross sectional research was done in Pacet village where most of the citizens and children are exposed to soil. The aim of this study is to know the association between level of knowledge on life cycle of STH and level of education among tsanawiyah and aliyah students in Pacet village, West Java. The data was collected through questionaires at madarasah students. The data analysis was done by using SPSS 11.5 program and chi-square method. The result in this study showed that 2.1% of tsanawiyah students got good score, 9.1 % and 88% poor. For the aliyah students, 3.1% of the students got good score, 196% fair score and 77.3% poor. There are significant differences in the data (p=0,03). In conclusion, there is association between level of knowledge on STH life cycle regarding STH infections and level of education. Furthermore, health education is needed to improve the knowledge level.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenisa Amanda Sandiarini Kamayana
Abstrak :
ABSTRAK
Jengkol (Archidendron pauciflorum) merupakan tanaman yang tumbuh di Asia Tenggara, dan biji jengkol telah menjadi makanan khas di berbagai negara tersebut. Biji jengkol dipercaya memiliki sejumlah manfaat antioksidan karena adanya kandungan asam jengkol, vitamin C, polifenol dan flavonoid. Asam jengkol merupakan senyawa dengan gugus sulfur yang dipercaya memiliki sifat antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah menentukan efek antioksidan dari ekstrak biji jengkol terhadap stres oksidatif sel yang disebabkan oleh radikal bebas. Hidrogen peroksida digunakan untuk menginduksi stres oksidatif pada sel darah merah domba secara in vitro, diikuti dengan pengikuran aktivitas spesifik katalase. Penelitian laboratorium eksperimental ini dilakukan pada lima perlakuan yang berbeda, di mana ekstrak biji jengkol diberikan sebelum dan sesudah induksi stres oksidatif oleh hidrogen peroxide. Hasil penelitian menunjukkan penurunan yang signifikan dalam aktivitas spesifik katalase dalam sel darah merah dengan penamahan ekstrak biji jengkol, baik di kelompok kuratif dan preventif. Dengan demikian, penambahan ekstrak biji jengkol menurunkan aktivitas spesifik katalase, kemungkinan dikarenakan oleh pembentukan senyawa II katalase. Inaktivasi enzim katalase dapat mencegah penguraian hidrogen peroksida sebagai senyawa radikal bebas.
ABSTRACT
Jengkol is a plant that grows natively in Southeast Asia, and its seeds has become a typical food in these various countries. Jengkol beans are believed to carry antioxidant properties due to its contents of djencolic acid, vitamin C, polyphenols and flavonoids. Djencolic acid is an organosulfur compound and is thought to have antioxidant benefits. In this study, we aim to determine the antioxidant effects of jengkol bean extract against cellular oxidative stress induced by free radicals. Hydrogen peroxide is used to induce oxidative stress in sheep red blood cells in vitro, followed by measurement of catalase specific activity. This laboratory experimental study was conducted on five different treatments, where jengkol bean extract is administered both before and after induction of oxidative stress by hydrogen peroxide. Results showed a significant decrease in catalase specific activity in red blood cells with added jengkol bean extract, both in the curative and preventive groups. Thus, the addition of jengkol bean extract decreases catalase specific activity in red blood cells, possibly through formation of compound II. The inactivation of catalase may prevent eradication of hydrogen peroxide as a free radical.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70414
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Putri Balqis Sarena
Abstrak :
Diabetes Melitus adalah penyakit metabolik yang terjadi karena adanya kelainan pada sekresi insulin atau kerja insulin yang ditandai dengan adanya karakteristik hiperglikemia dan dapat berujung komplikasi berupa nefropati diabetik. Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis Diabetes Melitus salah satunya adalah dengan menggunakan HbA1c, yang merupakan hasil dari proses glikosilasi nonenzimatis glukosa pada hemoglobin. Korelasi antara HbA1c dengan mikroalbumin dan laju filtrasi glomerulus sebagai penanda nefropati diabetik belum banyak diteliti di Indonesia. Penelitian ini menggunakan design penelitian cross-sectional dengan menggunakan 80 subjek yang memeriksakan kadar HbA1c, mikroalbuminuria dan laju filtrasi glomerulus ke Laboraturium RSCM. Data diolah dengan menggunakan uji spearman untuk HbA1c dan mikroalbumin dengan hasil r = 0.381 dan p < 0,001 serta uji pearson untuk HbA1c dengan laju filtrasi glomerulus dengan hasil p > 0,05. Pada penelitian didapatkan terdapat korelasi lemah antara HbA1c dan mikroalbumin serta tidak ada korelasi antara HbA1c dengan laju filtrasi glomerulus.
Diabetes Mellitus is metabolic disease with impairment of insulin secretion and insulin function which marked by hyperglycemia and could lead to diabetic nephropathy complication. Testing for HbA1c is one of the tests to diagnose diabetes mellitus. HbA1c itself is a substance that results from glucose nonenzimatic glycosylation process to hemoglobin. The correlation between HbA1c with microalbumin in urine and glomerular filtration rate is not fully known in Indonesia. This study is using cross sectional study design on 80 subjects from RSCM laboratory. The data for HbA1c and microalbumin were analyzed using spearman test r 0.381 and p 0,001 and the for HbA1c and glomerular filtration rate were analyzed using pearson test p 0,05. The conclusion are there was a weak correlation between HbA1c and microalbumin in urine and no correlation between HbA1c and glomerular filtration rate.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Tia Efitasari
Abstrak :
Kondisi hiperglikemia pada pasien DM berhubungan dengan kelainan pada profil lipid. HBA1c sebagai salah satu kontrol glikemik diharapkan mampu menjadi prediktor profil lipid sebagai salah satu faktor risiko kelainan kardiovaskular. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara kadar HbA1c dengan profil lipid pada pasien prediabetes. Penelitian menggunakan desain potong lintang pada 69 orang pasien prediabetes berdasarkan kadar HbA1c antara 5,7 - 6,4 yang melakukan pemeriksaan pada Laboratorium Patologi Klinik RSCM data sekunder . Analisis data dilakukan menggunakan uji korelasi Spearman rsquo;s. Hasil penelitian ini, terdapat hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c dengan kadar trigliserida p: 0,045; r: -0,242 dan kadar HbA1c dengan kadar kolesterol total p: 0,027; r: -0,266 . Kesimpulannya, terdapat korelasi lemah negatif antara kadar HbA1c dengan profil lipid trigliserida dan kolesterol total pada pasien prediabetes. Kondisi ini kemungkinan dapat terjadi karena adanya faktor-faktor lain yang lebih berkontribusi terhadap kelainan profil lipid dibandingkan dengan kadar HBA1c dan belum munculnya efek dari resistensi insulin terhadap kelainan profil lipid.
Hyperglycemia in Diabetes mellitus patients associated with abnormalities in the lipid profile. HbA1c as one of glycemic control is expected to be a predictor of lipid profile as one of a risk factor for cardiovascular disorders. The aim of this research is to investigate the correlation between HbA1c levels with lipid profile in prediabetes individuals. The research used cross sectional design in 69 patients with prediabetes based on their HbA1c levels between 5.7 6.4 in RSCM Clinical Pathology Laboratory secondary data . Data analysis was performed using Spearman 39 s correlation test. The results of this study, showed a significant relationship between HbA1C with triglyceride levels p 0.045 r 0.242 and HbA1c levels with total cholesterol levels p 0.027 r 0.266 . In conclusion, there were a weak negative correlation between HbA1c level and lipid profile tryglyceride and total cholesterol in prediabetes individuals. This conditions might occur because of the other factors that further contributes to abnormalities in lipid profile compared with the HbA1c levels and yet the appearance of the effect of insulin resistance on lipid profile abnormalities.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norman Hardi Utama
Abstrak :
Obesitas telah menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar di dunia. Di Indonesia, prevalensi obesitas dilaporkan meningkat dari tahun ke tahun. Pada penderita obesitas, penurunan berat badan dengan latihan fisik dapat memberikan banyak manfaat kesehatan. Akan tetapi, pada penderita obesitas dengan osteoartritis sendi lutut latihan disik harus dilakukan dengan hati-hati. Kombinasi latihan aerobik pada intensitas submaksimal dengan sepeda statis, disertai latihan keseimbangan dan kekuatan otot tungkai bawah yang disesuaikan dengan kapasitas fisik diberikan pada individu obesitas dengan osteoartritis lutut untuk menurunkan berat badam. Restriksi asupan kalori juga diberikan bersamaan. Penelitian ini bertujuan menentukan efektifitas kombinasi terapi di atas dalam menurunkan berat badan. Pada penelitian ini dilakukan analisis data sekunder yang diperoleh dari status pasien dari Klinik Obesitas di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. 200 status pasien dari Januari 2009 sampai April 2012 dipilih secara acak oleh petugas ruang penyimpanan status. Dari 200 status tersebut, diambil 37 status yang dipilih berdasarkan tabel nomor acak. Semua dari 37 subjek adalah wanita, dengan rerata umur 59.41+5.91tahun. Rerata berat badan awal adalah 71.91+11kg. Rerata indeks masa tubuh adalah 31.18+5.15, dan semua subjek adalah penderita obesitas. Rerata lingkar pinggang adalah 96.4+9.51cm. Tiga subjek tidak mengalami perubahan berat badan, sedangkan 34 subjek mengalami penurunan berat badan. Didapatkan rerata perubahan berat badan -2.08 kg(95% CI: -1.48kg to 2.67kg, standar deviasi 1.789kg). Tidak ditemukan korelasi yang bermakna secara statistik antara pengukuran antropometri awal dan usia dengan jumlah penurunan berat badan. Penelitian ini membuktikan bahwa latihan fisik yang diberikan efektif dalam menurunkan berat badan pasien obesitas dengan osteoartritis lutut. Pengukuran antropometri awal dan usia tidak tampak berkorelasi dengan penurunan berat badan. ...... Obesity has become a major health problem around the world. In Indonesia, the prevalence of obesity is increasing annually. Weight loss by physical exercise have been demonstrated to have a lot of benefit in people suffering from obesity. However, physical exercise have to be done carefully in patients with osteoarthritis. A delicate combination of aerobic exercise done in submaximal intensity with balance exercise and lower extremity strength which were individually tailored is given to obese patient who also suffer from knee osteoarthritis. Caloric restriction is also given along the physical exercise This study tried to find out how effective is this regimen in inducing weight loss. Analysis of secondary data obtained from medical record of patients from Obesity Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital was done. 200 medical records from January 2009 up to April 2012 were taken randomly. From those 200, 37 was chosen randomly with the aid of random number table. All of the 37 subjects were women with average age of 59.41+5.91year. The initial body weight averaged at 71.91+11kg. The BMI averaged at 31.18+5.15, and all of the subjects were obese. The average waist circumference was 96.4+9.51cm. Three subjects had stable weight and 34 subjects lost weight. The average change was -2.08 kg(95% CI: -1.48kg to 2.67kg, standard deviation 1.789kg). Age and all baseline anthropometric measurement does not correlate with the change in bodyweight. The study have shown that the physical exercise given was effective in reducing body weight of obese patient‟s with knee osteoarthritis. The baseline age and anthropometric measurement does not appear to correlate with the degree of weight loss.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Digjaya Utama
Abstrak :
Kenaikan prevalensi anemia berdampak buruk bagi kualitas hidup seseorang. Beberapa faktor resiko yang berkaitan dengan anemia berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Penilitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan antara anemia dengan umur dan jenis kelamin. Penilitian ini menggunakan metode cross sectional dengan menggunakan data sekunder pasien rawat inap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) selama bulan Maret tahun 2011 (n=3,200) yang memiliki informasi mengenai umur, jenis kelamin, dan kadar Hemoglobin (Hb). Hasil menunjukkan bahwa proporsi anemia di RSCM selama bulan Maret tahun 2011 sebesar 83.5%. Hubungan antara anemia dengan kelompok umur menunjukan hasil yang tidak bermakna (Chi-Square p = 0.167). Namun, hubungan antara prevalensi anemia dan median umur menunjukkan bahwa median umur populasi dengan anemia (47 tahun) lebih tinggi dibanding populasi yang tidak anemia (43 tahun) (Mann-Whitney p < 0.0001). Tidak terdapat hubungan bermakna antara prevalensi anemia dengan jenis kelamin (Chi-Square p = 0.929). Walaupun hubungan antara jenis kelamin dan kadar Hb menunjukkan hasil yang bermakna dimana median kadar Hb pada perempuan lebih rendah (10,1 gr/dl) daripada laki-laki (10,3 gr/dl) (Mann-Whitney p < 0.0001), namun hasil tersebut tidak bermakna secara klinis.
The increasing prevalence of anemia has decreased the quality of life of the society. Some risk factors are associated with age and gender. This study is aimed to analyse the relation between anemia and age and gender. This research uses cross sectional study by taking the secondary data of patients at the in-patient ward of Cipto Mangunkusumo Hospital in March 2011 (n=3,200) which has the information about age, gender, and Hemoglobin (Hb) level. The result shows that the proportion of anemia at the in-patient ward RSCM in March 2011 was 83.5%. The association between anemia and age groups is not statistically significant (Chi-Square p = 0.167). The median age of people with anemia is higher (47 years) than people without anemia (43 years) (Mann-Whitney p < 0.0001). There is also no association between anemia and gender (Chi-Square p = 0.929). Although the median of Hb level is lower in female (10.1 g/dl) than male population (10.3 g/dl) (Mann-Whitney p < 0.0001), the result is not clinically significant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naina Ramesh Rughwani
Abstrak :
Anemia normositik normokromik adalah suatu kondisi di mana konsentrasi hemoglobin di darah menurun tanpa ditemukan kelainan pada sel darah merah. Prevalensi kondisi ini masih tinggi di semua pelosok dunia. Tujuan studi ini adalah untuk mencari tahu proporsi kondisi ini dalam ruang rawat inap RS Cipto Mangunkusumo dan mendeteksi adanya pola penyebaran umur dan jenis kelamin pada kelopok pasien tersebut. Data pasien sebanyak 3,160 didapatkan dari Bagian Patologi Klinik pada bulan Maret 2011. Proporsi kondisi ini yang ditemukan adalah 42.2%. Sebagian besar pasien adalah orang dewasa, paling banyak antara umur 30 hingga 50 tahun. Perbedaan yang bermakna secara statistik ditemukan antara jumlah wanita dan pria dengan kondisi ini, namun studi lebih lanjut dibutuhkan untuk mendeteksi adanya hubungan yang penting antara jenis kelamin dan anemia normositik normokromik. Berdasarkan studi ini, anemia normositik normokromik masih salah satu masalah besar di Indonesia.
Normocytic normochromic anemia is a condition where level of hemoglobin in the blood is reduced, without any abnormalities in the erythrocytes itself. Literature has shown that the prevalence of this condition is high all around the world. This study aims to identify the proportion of normocytic normochromic anemia the in-patient ward of Cipto Mangunkusumo Hospital and to investigate the presence of any pattern in the distribution of age and gender of those affected by this condition. A total of 3,160 patient records were obtained from the Clinical Pathology Department in March 2011. The proportion of this condition was found to be 42.2%. Majority of those affected were adults, highest at the third and fourth decades of life. Furthermore, a statistically significant difference was found between the number of males and females affected, though further studies would be required to investigate any possible associations. Based on this study, it may be deduced that normocytic normochromic anemia is still a major problem in Indonesia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Tri Prasetyowati
Abstrak :
Anemia makrositik merupakan salah satu jenis anemia yang masih sering dijumpai di Indonesia. Namun, masih sedikit penelitian yang membahas tentang prevalensi anemia makrositik. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu proporsi anemia makrositik pada pasien rawat inap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta dan untuk mengidentifikasi pola penyebaran usia dan jenis kelamin pada kelompok pasien tersebut. Penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif cross-sectional dengan menggunakan data sekunder pada pasien rawat inap di RSCM (n=3,688). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi makrositik anemia pada pasien rawat inap di RSCM selama bulan Maret tahun 2011 sebesar 7.2%. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi anemia makrositik pada populasi rendah. Selain itu, jumlah pria dengan kondisi ini lebih besar dibandingkan dengan wanita. Sebagian besar pasien adalah orang dewasa dengan usia median 47tahun, usia minimal 0 tahun dan usia maksimal 90 tahun.
Macrocytic anemia is one of types of anemia which is common in Indonesia. However, there is a lack of studies that aimed at determining the prevalence of macrocytic anemia. This study is aimed to investigate the proportion ofmacrocytic anemia among patients at the in-patient ward of Cipto Mangunkusumo Hospital. This study uses a cross sectional descriptive study by takingsecondary data of patients at the in-patient ward of Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) (n=3,668). The result shows that the proportion of macrocytic anemia at the in-patient ward RSCM in March 2011 was 7.2%. It indicates that the proportion of macrocytic anemia is considerably small within the population. In addition, there was difference between the number of males and females that suffered from macrocytic anemia. Male is slightly higher than female in this condition. Furthermore, majority of those affected were adults and the median age was 47 years with the minimum and maximum age of 0 and 90 years, respectively.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Konda Kinanti Muroso
Abstrak :
Berdasarkan bentuk dari sel darah merah, mikrositik hipokromik anemia adalah tipe anemia yang paling sering dijumpai. Tipe ini bisa disebabkan oleh anemia dengan defisiensi besi atau beta thallasemia. Akan tetapi, tidak banyak literatur dan jurnal yang membahas tentang epidemiologi dari mikrositik hipokromik anemia. Penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi proporsi dari mikrositik hipokromik anemia dan asosiasinya dengan umur dan jenis kelamin pada pasien rawat inap di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dan data seperti umur, jenis kelamin, hasil hemoglobin, MCV dan MCH, dari pasien diambil pada bulan Maret 2011. 3197 pasien diikutsertakan dalam penelitian ini, 1674 perempuan (52.4%), 1523 lelaki (47.6%). Pasien dengan mikrositik hipokromik anemia berjumlah 674 (21.1%). Umur median dari pasien dengan mikrositik hipokromik anemia adalah 46.50 tahun, sedangkan pasien tanpa mikrositik hipokromik anemia adalah 46 tahun (p = 0.791). Ditemukan 387 perempuan dengan mikrositik hipokromik anemia (23.1%) dan 287 lelaki dengan mikrositik hipokromik anemia (18.8%) (p = 0.03). Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada asosiasi antara umur dengan pasien yang mempunyai mikrositik hipokromik anemia. Akan tetapi, ditemukan asosiasi antara jenis kelamin dan mikrositik hipokromik anemia; jumlah wanita yang mempunyai mikrositik hipokromik anemia lebih banyak dibandingkan lelaki.
Worldwide, iron deficiency is one of the most frequent and significant causes of anemia. The commonest form of anemia is microcytic hypochromic anemia which may be caused by iron deficiency. This study aims to evaluate the proportion of microcytic hypochromic anemia and analyze its correlation with age and gender in the in-patient ward of RSUPN DR. Cipto Mangunkusomo. A cross-sectional study design was applied and the data on the patient?s age, gender, hemoglobin level, MCV and MCH level was taken on March 2011. 3197 subjects were included in this study, 1674 female (52.4%), 1523 male (47.6%). 674 subjects (21.1%) diagnosed with microcytic hypochromic anemia. The median age of patients with microcytic hypochromic anemia was 46.50 years old, while patients without microcytic hypochromic anemia was 46 years old (p = 0.791). There were 387 women (23.1%) found with microcytic hypochromic anemia, whereas, 287 men (18.8%) with microcytic hypochromic anemia (p = 0.03). Overall, the occurrence of microcytic hypochromic anemia is not associated with age, but an increased occurrence of microcytic hypochromic anemia was found in female patients as compared to male patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>