Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasibuan, Aurora Zahra
"Latar Belakang: Demi mencapai seluruh poin pada SDGs (Sustainable Development Goals) pada tahun 2030, kita perlu menginvestasikan masa depan tersebut pada generasi muda sebagai agen perubahan. Sebelum SDG, Indonesia sudah berhasil mencapai MDG poin 4 mengenai mengurangi angka kematian pada anak. Indonesia telah berhasil mengurangi dari 85 per 1000 kelahiran pada tahun 1990 hingga 27 per 1000 kelahiran pada tahun 2015. Meskipun demikian, masih terdapat 147,000 anak yang meninggal sebelum mereka berumur 5 tahun. Penyebab kematian beragam, salah satunya adalah kurang gizi atau gizi buruk. Selain itu, kondisi gizi buruk juga menyebabkan anak untuk mengalami gangguan pertumbuhan, yakni stunting (berjumlah sebesar 36% pada balita). Gizi buruk bisa disebabkan dari banyak hal, yang meliputi perbedaan pada status ekonomi dan juga dipengaruhi dari distribusi tenaga kesehatan yang kurang baik. Oleh karena itu, memantau pertumbuhan balita adalah program yang sangat penting untuk dilakukan secara rutin guna memastikan seluruh anak Indonesia mendapatkan nutrisi yang baik sehingga tercipta masa depan yang baik juga. Dalam mewujudkan kelangsungan pemantauan tumbuh balita yang rutin, selain peran tenaga kesehatan, orang tua juga harus turut berkontribusi. Oleh karena itu, dirasa penting bagi peneliti untuk meningkatkan kesadaran orang tua terutama para Ibu untuk melakukan pemantauan tumbuh balita secara rutin, yang juga dibantu oleh paparan dari tenaga kesehatan terdekat yakni Puskesmas, melalui program “Keluarga Sehat”, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan fasilitas kesehatan lainnya.
Metode: Penelitian dilakukan dengan metode cross-sectional untuk menganalisa tingkat kesadaran Ibu di Cikini Ampiun. Hasil dari penelitian akan digunakan untuk mengevaluasi tingkat kesadaran Ibu terhadap pentingnya pemantauan tumbuh balita sebagai salah satu indikator “Keluarga Sehat”.
Hasil: Dari seluruh faktor yang dievaluasi, tingkat kesadaran Ibu terhadap pentingnya pemantauan tumbuh balita berbeda-beda sesuai faktor masing-masing, yang meliputi: umur, tingkat edukasi, status ekonomi, dan jumlah kehamilan.
Konklusi: Hanya terdapat satu faktor yang menunjukkan dampak pada rendahnya tingkat kesadaran Ibu pada pentingnya pemantauan tumbuh balita, yakni tingkat edukasi.

Background: To achieve SDGs (Sustainable Development Goals) by 2030, it is crucial to invest the future on youth generation; children as agents of change. Before that, Indonesia had achieved MDGs point 4 regarding decreasing child’s mortality rate, from 85 per 1000 births in 1990 to 27 per 1000 births in 2015. However, still, there are 147,000 children died before reaching their 5th year of life. The cause of death varies, and one of it includes growth abnormalities, for example stunting – which accounts for 36% of children under five. Poor nutrition can be influenced by many factors, including differences in economical status, which are also influenced by poor distribution of health care providers. Therefore, growth monitoring of children under five is a very crucial program to be routinely performed in order to ensure all children in Indonesia acquire adequate nutrition thus prospecting for a brighter future. To ensure continuous growth monitoring, other than health care providers, parents also contribute. Therefore, it is crucial to improve awareness of the parents especially mothers to perform continuous growth monitoring, which is also supported by adequate exposures from health care facilities including Puskesmas through the programs of “Keluarga Sehat”, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) as well as other health care facilities.
Method: The research is conducted using cross-sectional method, to analyze level of awareness of mothers in Cikini Ampiun. The results of research are used to analyze mother’s awareness towards the importance of growth monitoring of children under five as an indicator of “Keluarga Sehat”.
Results: Of all factors evaluated, the level of awareness of mothers towards the importance of growth monitoring of children under five is different depending on each factors which include: age, education, economical status and parity.
Conclusion: There is only one factor which influences the low awareness level of mothers towards the importance of growth monitoring of children under five, which is educational background.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan
"ABSTRAK
Program pengampunan pajak merupakan salah satu kebijakan yang sering digunakan pemerintah dari berbagai negara untuk mendorong penerimaan pajaknya. Namun, efektivitas dari program ini sesungguhnya masih diperdebatkan, khususnya dalam jangka panjang. Skripsi ini bertujuan untuk mengukur efektivitas dari program pengampunan pajak, Sunset Policy 2008, di Indonesia sebagai negara berkembang. Hasil penelitian makro menunjukkan bahwa Sunset Policy efektif untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam jangka panjang. Sementara, program ini tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan secara makro, dan bahkan cenderung meningkatkan agresivitas pajak perusahaan khususnya bagi perusahaan yang dimiliki oleh investor asing.

ABSTRACT
Tax amnesty often used by the government from various countries to boost their tax collections in the short run. However, the effectiveness of this amnesty is still being debatable, particularly in the long term. This study aimed to measure the effectiveness, of a tax amnesty named Sunset Policy in Indonesia, as a sample case in developing country. At macro-level, this study shows that the Sunset Policy is effective in improving compliance of individual taxpayers in the long run. Nonetheless, it has no effect on compliance of corporate taxpayers on macro-level and even tends to increase the aggressiveness of corporate taxpayers, especially those owned by foreign investors.
;"
2016
S64631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Farrel Abduljabar
"

Immunisasi ada suatu proses yang sangat penting untuk mencegah adanya penyebaran penyakit menular. Indonesia memiliki program imunisasi dasar yang bertujuan untuk melindungi anak-anak. Program imunisasi dasar Indonesia mencakup proses vaksinasi anak baru lahir sampai mereka berumur 1 tahun. Data mengenai kepatuhan ibu mengikuti proses imunisasi dasar untuk anak-anaknya di daerah Cikini Ampiun masih kurang. Penelitian ini adalah penilitian cross sectional yang menggunakan form kuesioner dengan sampel kasus berupa 44 responden. Subjek penelitian yang diambil adalah perempuan yang memiliki anak minimal 1 orang. Variabel independent dari penelitian ini adalah usia responden, tingkat pendidikan terakhir, besarnya keluarga responden, penghasilan, pekerjaan responden, dan juga status paritas responden. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara status socioeconomics responden dengan kepatuhan dan juga pengetahuan ibu tentang pentingnya imunisasi dini untuk anak mereka. Kelengkapan imunisasi dasar adalah suatu upaya untuk pencegahan penyakit mudah menular di kalangan anak-anak. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan akan muncul rasa lebih peduli akan status imunitas anak dan juga upaya pencegahan penyakit menular di lingkunannya.

 


Immunization is an important process that is important to prevent the spread of infectious diseases especially in children. Indonesia has a basic immunization program aimed to boost the immune status of children. The basic immunization program of Indonesia is given to newborns up to 1 year old. Data regarding the compliance of mothers towards the basic immunization programs in Indonesia is still lacking. This is a cross sectional research that uses questionnaire to gather data. The sample size of this research is 44 respondents, the samples are mothers with at least one child. The independent variable of this research includes the age of the respondents, education, family income, household size, working status, and parity status of the respondent. The result of this study shows no correlation between the socioeconomic status of the respondents with their compliance and awareness regarding the importance of complete immunization for children. Completeness of the basic immunization program is an attempt to prevent the spread of infectious disease in children. With this research, hopefully the respondents became more aware regarding the importance of their childrens immunity status and the attempt to prevent the spread of infectious disease in their environment.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yana Sutisna
"Stabilitas tanah dasar memerlukan perhatian yang lebih baik, dimana hal ini panting didalam kondisinya sebagai dasar kontruksi suatu bangunan. Stabilitas tanah dasar dapat ditentukan dari kepadatan dan kekuatannya, dimana sejumlah kriteria dan persyaratannya diterapkan. Salah satu solusi dan alternatif yang dicoba adalah pengujian tanah dasar dengan semen abu terbang (Fly Ash Cement) dan tanah dasar dengan pasir serta rangkaian percobaan di laboratorium.
Hasil penelitian di laboratorium ini menunjukkan bahwa penambahan sejumlah kecil semen abu terbang, pasir dapat menurunkan Indeks Plastisitas, sehingga tanah tersebut lebih baik mutunya, juga diperoleh kekuatan yang makin meningkat dilihat dari pengujian CBR.
Kesimpulan yang didapat bahwa semen abu terbang dan pasir dapat digunakan sebagai bahan campuran stabilitas tanah. Walaupun metode perbaikan tanah ini bukan merupakan konsep baru, namun penggunaannya masih belum lazim digunakan di negara berkembang, khususnya penggunaan semen abu terbang (Fly Ash Cement), tetapi tidak ada salahnya metode ini digunakan sebagai uji coba pemanfaatan semen abu terbang (Fly Ash Cement)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Azhar
"Telah dilakukan penelitian stabilisasi tanah dasar-yang berkadar air tinggi, menggunakan clean set cement sebagai bahan pencampur.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terjadi per-baikan sifat fisis tanah, dan peningkatan daya dukung/kekutan tanah setelah dicampur dengan clean set cement dalam porsentase perbandingan taerat 3,5%; 7,0%; dan 10,5 %, serta di peram dalatn waktu 0 hari, 3 hari dan 7 hari.
Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa penggunaan clean set cement merupakan sal ah satu alter-natif untuk perbaikan tanah dasar."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Reza Tiansah
"ABSTRAK
Latar Belakang: Keguguran berulang memiliki dampak psikologis yang besar, didefinisikan sebagai keguguran dua kali atau lebih. Sekitar 10-15% dari semua kehamilan yang secara klinis berakhir dengan keguguran. Sekitar 2% wanita mengalami dua kali keguguran dan 0,4-1% wanita mengalami tiga kali secara berturut-turut. Prevalensi dan variasi data di setiap negara berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola karakteristik subjek di poliklinik kebidanan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Metode : Data dikumpulkan selama 5 tahun dari 2013 hingga 2017. Peserta adalah pasien dengan riwayat keguguran berulang yang tercatat di poliklinik Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo kemudian data dianalisis secara statistik deskriptif. Hasil: Prevalensi keguguran berulang sebesar 28 kasus. Usia termuda yang mengalami keguguran berulang adalah 25 tahun sedangkan usia tertua 46 tahun. 80% kasus merupakan keguguran berulang primer, 20% kasus merupakan keguguran berulang sekunder. Terdapat 30% kasus dengan Indeks massa tubuh normal, 6.67% underweight, 36.67% overweight dan 26.67% dengan obesitas. Pemeriksaan ACA didapatkan 7.1% hanya ACA IgG positif, 14.3% hanya ACA IgM positif, 7.1% ACA IgG dan IgM positif dan 71.4% ACA IgG dan IgM negatif. Kesimpulan:. Karakteristik pasien keguguran berulang pada penelitian ini sangat beragam.

ABSTRACT
Background: Recurrent miscarriage has a large psychological impact, defined as twice or more miscarriages. About 10-15% of all pregnancies that clinically end in miscarriage. About 2% of women experience two miscarriages and 0.4-1% of women experience three times in a row. The prevalence and variation of data in each country is different. This study aims to describe the pattern of subject characteristics in polyclinic of the National Center General Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo. Method: Data was collected for 5 years from 2013 to 2017. Participants were patients with a history of recurrent miscarriages recorded in the polyclinic of the National Center General Hospital Cipto Mangunkusumo then the data were analyzed descriptively. Results: The prevalence of recurrent miscarriages was 28 cases. The youngest age to experience a recurrent miscarriage is 25 years while the oldest age is 46 years. 80% of cases are primary recurrent miscarriages, 20% of cases are secondary recurrent miscarriages. There are 30% of cases with a normal body mass index, 6.67% underweight, 36.67% overweight and 26.67% with obesity. ACA examination found 7.1% only ACA IgG positive, 14.3% only ACA IgM positive, 7.1% ACA IgG and IgM positive and 71.4% ACA IgG and IgM negative. Conclusion:. The characteristics of recurrent miscarriage patients in this study are very diverse."
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Y. Danang Prasetyo
"Latar Belakang: Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan endokrin dan metabolisme dengan prevalensi tinggi. Salah satu akibat dari SOPK merupakan infertilitas. Fertilisasi In Vitro (FIV) merupakan salah satu alternatif dari masalah tersebut. Akan tetapi, belum terdapat penelitian yang mendeskripsikan hubungan SOPK dengan komplikasi obstetri pada pasien yang menjalani FIV dibandingkan dengan pasien lainnya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komplikasi obstetri pada wanita yang menjalani program FIV dengan SOPK Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif yang dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sejak tahun 2013-2019. Subjek penelitian merupakan seluruh wanita berusia diatas 18 tahun yang menjalani program FIV tanpa kelainan ginekologis lain selain SOPK. Luaran dalam penelitian ini adalah komplikasi obsteri berupa abortus dan IUFD. Analisa dilakukan dengan menggunakan cox-regresi untuk mendapatkan nilai Risk Ratio (RR) setelah dilakukan control terhadap confounding Hasil: Penelitian ini mengikutsertakan 355 wanita, dimana 72 diantaranya memiliki SOPK (20,3%). Komplikasi obstetri yang didapatkan pada subjek dengan SOPK adalah preterm (2,78%), IUFD (17,24%), abortus (9,72%), dan kehamilan ektopik (1,39%). Tidak dijumpai hubungan antara SOPK dengan IUFD pada wanita yang menjalani program FIV (RR: 1.07, 95%CI: 0.52-2.20, p-value: 0.864). Didapatkan adanya hubungan antara interaksi antara SOPK dengan pembelahan nisbah < 6 terhadap terjadinya abortus pada wanita yang menjalani program FIV. (RR: 7.32, 95%CI: 2.10-25.45, P-value: 0.002). Simpulan: SOPK tidak memengaruhi terjadinya IUFD dan abortus pada wanita yang menjalani program FIV.

Introduction: Polycystic ovary syndrome (PCOS) is an endocrine and metabolic disorder with a high prevalence. One result of PCOS is infertility. In Vitro Fertilization (FIV) is one of the alternatives to the problem. However, there are no study describing the differences in obstetric complications of PCOS patients undergoing FIV compared to other patients. Aim: This study aims to determine the relationship of obstruction complications in women undergoing FIV programs with PCOS.
Methods: This was a retrospective cohort study conducted at Dr. RSUPN. Cipto Mangunkusumo since 2013-2019. The study subjects were all women aged over 18 years who underwent FIV programs without other gynecological abnormalities besides PCOS. The outcomes in this study were obstetric complications in the form of abortion and IUFD. Analysis is done by using cox-regression to get the value of Risk Ratio (RR) after controlling for confounding Results: This study included 355 women, of whom 72 had PCOS (20.3%). Complications found in subjects with PCOS were preterm preterm were found in (2.78%), IUFD (17.24%), abortion (9.72%) and ectopic pregnancy (1.39%). No association was found between PCOS and IUFD in women undergoing FIV programs (RR: 1.07, 95% CI: 0.52-2.20, p-value: 0.864). Interaction between PCOS and ratio <6 had higher probability of having abortion in women
undergoing FIV program obtained. (RR: 7.32, 95% CI: 2.10-25.45, P-value: 0.002). Conclusion: PCOS does not affect the occurrence of IUFD and abortion in women undergoing FIV programs.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfa Putri Meutia
"LATAR BELAKANG: Endometriosis merupakan penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada perempuan usia reproduksi. Infertilitas, dismenorea dan nyeri pelvik diluar siklus haid merupakan keluhan utama yang berkaitan dengan endometriosis. Etiopatogenesis endometriosis belum sepenuhnya diketahui, diduga selain teori haid berbalik terdapat faktor genetik yang berperan. Adiponektin merupakan adipokin yang berperan meningkatkan sensitivitas insulin dan kemudian juga diketahui peranannya pada sistem imun yang merupakan inti dari patogenesis endometriosis. Berbagai penelitian menyebutkan hubungan kadar adiponektin serum dan polimorfisme gen adiponektin dengan endometriosis namun belum terdapat penelitian yang menghubungkan variasi genetik reseptor adiponektin dengan endometriosis.
TUJUAN: Mengetahui distribusi SNP 219 gen AdipoR2 pada pasien dengan endometriosis dan tanpa endometriosis dan hubungan SNP 219 gen AdipoR2 terhadap risiko endometriosis
DESAIN DAN METODE: Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol. Kelompok kasus adalah wanita usia reproduksi dengan endometriosis dan kelompok kontrol adalah wanita usia reproduksi tanpa endometriosis. Deteksi SNP 219 gen AdipoR2 dilakukan dengan menggunakan teknik PCR-RFLP. Distribusi genotipe pada kedua kelompok dibandingkan.
HASIL: Didapatkan 75 sampel terdiri dari 39 kasus dan 36 kontrol. Pada kelompok kasus didapatkan genotipe A/A pada 7 (18,4%) subyek, A/T pada 24 (63,2%) subyek dan T/T pada 7 (18,4%) subyek. Pada kelompok kontrol didapatkan genotipe A/A 10 (27%) subyek, A/T pada 22 (59,5%) subyek dan T/T pada 5 (13,5%) subyek

BACKGROUND : Endometriosis is one of the most common gynecological disorder found on women in reproductive age. Chief complaints such as infertility, dysmenorrhea and chronic pelvic pain are known to be endometriosis-related. Etiopathogenesis of endometriosis is not fully understood yet, retrograde menstruation is well accepted as etiology of endometriosis, although other factor such as genetic factor may contribute to the pathogenesis of endometriosis. Adiponectin is substance produced by adipocyte tissue which promote insulin sensitivity and scavenger activity which involves in endometriosis pathogenesis. Low adiponectin resulted in insulin resistence which plays a role in endometriosis pathogenesis. Many studies show correlation between level of serum adiponectin and adiponectin gene polymorphism with endometriosis. But there is little evidence on correlation between adiponectin receptor gene polymorphism with endometriosis.
PURPOSE: To know distribution and correlation of SNP 219 adipoR2 gene in patient with endometriosis
DESIGN AND METHOD: This is a case-control study. The case group consist of reproductive age women with endometriosis while the control group consist of reproductive age without endometriosis. Detection of SNP 219 adipoR2 gene was performed using PCR-RFLP technique. Genotype distribution was compared between the two groups.
RESULT: 75 samples were obtained, 39 cases and 36 controls. In cases group A/A genotype was found in 7 (18,4%) subjects, A/T in 24 (63,2%) subjects and T/T in 7 (18,4%) subjects. In control group, A/A genotype was found in 10 (27%) subjects, A/T in 22 (59,5%) subjects and T/T in 5 (13,5%) subjects.
CONCLUSION: No correlation between SNP 219 AdipoR2 gene with risk of endometriosis
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rahmawaty
"ABSTRAK
Latar Belakang: Persalinan merupakan suatu proses fisiologis, namun berkaitan
dengan nyeri dan rasa tidak nyaman. Selain itu induksi persalinan merupakan suatu
intervensi dari luar terhadap proses alami kehamilan sehingga menginisiasi terjadinya
kontraksi uterus dan dilatasi serviks Saat ini belum ada studi yang membandingkan
nyeri persalinan spontan dan nyeri induksi persalinan.
Tujuan: Mengetahui perbedaan nyeri persalinan spontan dan nyeri induksi
persalinan pada kala I dengan his 2-3 kali dalam 10 menit dan lama his 20-40 detik,
kala I dengan his 4 kali dalam 10 menit dan lama his lebih dari 40 detik, kala IV dan
satu hari pasca persalinan.
Metode: Penelitian dengan desain kohort prospektif membandingkan 50 ibu
persalinan spontan dan 50 ibu yang menjalani induksi persalinan sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel didapatkan dari RS Cipto Mangunkusumo dan
RS jejaring lainnya periode Juli 2013- September 2013. Intensitas nyeri dinilai
dengan Visual Analogue Scale. pada persalinan spontan dan induksi persalinan .
Perbandingan data antara dua kelompok dianalisis dengan uji Mann-Whitney
Hasil : Didapatkan skor nyeri ibu dengan persalinan spontan dibandingkan induksi
persalinan pada kala I his 2-3x/10 menit lama his 20-30 detik (5,00 vs 6,00, nilai
tengah semu 38,36 vs 62,64, p <0,001), saat kala I his 4x/10 menit lama his lebih
dari 40 detik (10,00 vs 10,00, nilai tengah semu 45,50 vs 55,50, p= 0,013), kala IV
(1,00 vs 1,00, nilai tengah semu 44,53 vs 56,48, p 0,020). Sedangkan pada skor nyeri
ibu satu hari pasca persalinan didapatkan nilai median yang lebih tinggi pada skor
nyeri pasien dengan persalinan spomtan dan induksi persalinan (1,00 vs 0,00, nilai
tengah semu 46,00 vs 55,00, p=0,072) nilai p > 0,05 menunjukkan tak ada perbedaan
bermakna.
Kesimpulan : Persalinan induksi lebih nyeri dibandingkan persalinan spontan pada
kala I dengan his 2-3 kali dalam 10 menit dan lama his 20-40 detik, kala I his lebih
dari 4x /10 menit lama his lebih dari 40 detik dan kala IV. Pada penilaian satu hari
pasca persalinan, tidak ada perbedaan bermakna secara statistik pada ibu persalinan
spontan dengan induksi persalinan

ABSTRAK
Background:Childbirth is a physiological process, but associated with pain and
discomfort. In addition, the induced labor is an external stimulation for the natural
process of pregnancy as to initiate uterine contractions and cervical dilation.
Currently no studies comparing the pain between spontaneous labor and induced
labor .
Objectives:Knowing the difference in spontaneous labor pain and induced labor pain
during 2-3 times in 10 minutes of contractions within 10 minutes in the first stage was
20-40 seconds length of contractions,4 times of contractions in the first stage wich
was more than 40 seconds length of contraction,in the fourth stage of labor and one
day after the birth.
Methods: An analytical cohort study, with 50 women undergoing spontaneous labor
and compared with 50 women undergoing induced labor, accordance with the
inclusion and exclusion criteria. Samples obtained from Cipto Mangunkusumo and
others networking hospital period July 2013 - September 2013. The Pain intensity in
spontaneous labor and induced labor was assessed by Visual Analogue Scale.
Comparison of data between the two groups were analyzed with the Mann-Whitney
test
Results:
Obtained pain scores by VAS compared to women with spontaneous labor
and induction of labor respectively, in the first stage with contraction 2-3 times in
10 minutes with 20-40 seconds length of contraction (5.00 vs 6.00, mean rank 38.36
vs. 62.64 , p <0.001) , in the first stage with contractions 4 time in 10 minutes more
than 40 seconds length of contraction (10.00 vs. 10.00,mean rank 45.50 vs 55.50, p =
0.013), fourth stage of labor (1.00 vs. 1.00 , mean rank 44.53 vs. 56.48, p 0.020).
While the pain score on one day after the birth (1.00 vs 0.00 , mean rank 46.00 vs.
55.00 , p 0,072).
Conclusion: Induced labor more painful than spontaneous labor in the first stage
with contraction 2-3 times in 10 minutes with 20-40 seconds length of contraction, the
first stage with contractions 4 time in 10 minutes more than 40 seconds length of
contraction and at the fourth stage of labor. On one day after the birth assessment,
there was no statistically significant difference at spontaneous labor pain compared
with induced labor pain."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murthy Mutmainah
"Wanita Indonesia yang memasuki masa menopause cenderung mengalami obesitas, Gejolak panas sebagai salah satu gejala menopause yang paling sering dikeluhkan oleh wanita yang memasuki masa menopause, berkaitan dengan obesitas. Obesitas diketahui berhubungan dengan leptin, suatu hormon polipeptida yang mempunyai peran dalam reproduksi dan pusat pengatur suhu. Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah terdapat peningkatan kadar leptin pada wanita perimenopause-menopause dengan gejolak panas di RSCM. Penelitian deskriptif dengan desain kasus-kontrol. Subjek penelitian 50 wanita perimenopause-menopause, berusia 40-55 tahun. Kelompok kasus dan kontrol ditegakkan berdasarkan Kuesioner Menqol Menopause. Kelompok gejolak panas adalah wanita yang menjawab YA pada pertanyaan Kuesianer Menqol Menopause 1-3, dengan kelompok kontrol adalah wanita yang tidak ada keluhan gejolak panas, dan menjawab tidak atau satu saja jawaban ya pada poin 1-3.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar leptin pada kelompok yang mengalami gejolak panas dan kelompok tanpa gejolak panas dengan median leptin kasus vs control 21.86 (7.41-46.66) vs 16.53 (4.32-37.81) ng/ml , p=0.154. Meski demikian, terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan gejolak panas (p=0.047). Karakteristik gejolak panas yang didapatkan dikategorikan masih ringan karena frekuensi terjadinya gejolak panas yang jarang, dengan durasinya sangat cepat dan tidak mengganggu aktifitas. Gejolak panas cenderung dirasakan pada wanita berpendidikan menengah dibandingkan pendidikan tinggi (p=0.01), pada kelompok menengah ke atas (p 0.037),dan pada kelompok yang terbiasa tidur dengan air conditioner (p=0.057) dan berolahraga secara teratur (p 0.248). Kebiasaan mengkonsumsi tahu, tempe dan tidur cukup 6 jam sehari tidak memiliki hubungan terhadap terjadinya gejolak panas. Skor MENQOL Menopause kelompok dengan gejolak panas lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tanpa gejolak panas (p<0.001), serta gangguan kualitas hidup cenderung dirasakan lebih berat pada kelompok wanita dengan obesitas (p=0.061). Obesitas berhubungan bermakna dengan gejolak panas, tetapi leptin tidak berperan terhadap terjadinya gejolak panas. Gangguan kualitas hidup akibat gejolak panas cenderung dirasakan oleh kelompok yang obesitas.

Hot flashes as one of menopausal symptoms that manifested to quality of life. Obesity has been linked to increased risk of hot flashes in menopausal women. Leptin as anti obesity hormone, has play a role in thermoregulatory dysfunction in menopause women with hot flashes. This research want to explore effect of leptin serum level to hot flashes in perimenopausal and menopausal women in Ciptomangunkusumo General Hospital. A descriptive study with case control design. The subject is 50 perimenopause women aged 45-55 years. The case and control groups are based MENQOL Questionnaire. Hot flashes are a group of women who answered YES to the question number 1-3, and control group of women who are no complaints of hot flashes. We performed bivariate analysis, using statistic by SPSS 17.
There is no significant differences between Leptin serum level in hot flashes group and non hot flashes with median level of leptin serum 21.86 (7.41-46.66) ng/ml, vs16.53 (4.32-37.81) ng/ml with p = 0.154. Obesity is correlated with hotflashes (p=0.047). Characteristics of hot flashes categorized as mild. The frequency of occurrence is rare, with very fast duration, and not disturb activity. To strata education obtained a meaningful correlation, hot flashes tending perceived in women with middle educated compared higher education (p=0.01), on group upper middle class than middle class (p 0.037) and women sleep with the air conditioner (p0.057) and exercise regularly (p=0.248). The habit of eating soy product such as tofu and tempe and slept 6 hours a day, not correlated statistically with the the occurrence of hot flashes. There is a significant difference in score of MENQOL Menopause, whereas in the group with hot flashes compared to without hot flashes. (p<0.001), impaired quality of life tend to be felt more severely in the group of women with obesity (p0.061). Obesity is statistically correlated with hotflashes, and leptin. But elevated leptin serum didn?t statistically correlated with hotflashes. Quality of life disturbance is severe in obesity group. Obesity can causes hot flashes with other mechanism such as fat as heat insulator.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>