Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Azhiim Yudha Prawira
"Penelitian ini membahas mengenai penyebab rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu DPR RI tahun 2019 di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Adapun tujuan penelitian ini untuk mencari alasan mengapa partisipasi pemilih pada pemilu DPR RI tahun 2019 di Kelurahan Penjaringan rendah. Studi ini menggunakan teori psikologi politik yang dikemukakan oleh Kuklinski (2002) dan Sears (2003), yang meliputi kepribadian, sikap, nilai/value, keyakinan, (afeksi, emosi, dan mood) dan identitas sosial. Studi ini juga menggunakan teori Voting Behavior yang dikemukakan oleh Miriam Budiardjo (2008). Pada teori ini, terdapat empat faktor psikologis yang memengaruhi seseorang untuk menggunakan hak pilihnya, yakni karakteristik/kualitas personal kandidat, performa pemerintah (yang berkuasa), permasalahan/isu yang di angkat oleh kandidat, dan kesetiaan/ketertarikan terhadap partai atau party identification (PID). Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam kepada 20 informan dari 18 Rukun Warga (RW) yang ada di Kelurahan Penjaringan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penyebab rendahnya partisipasi pemilih pada pemilu DPR RI 2019 di Kelurahan Penjaringan adalah pertama, karakteristik/kualitas personal kandidat berkaitan dengan rekam jejak yang kurang baik dan tidak adanya wibawa sebagai anggota legislatif. Kedua, performa pemerintah yang sedang berkuasa (tepatnya saat pengambilan keputusan di DPR RI) juga menjadi faktor seseorang apakah memutuskan ingin memilih atau tidak. Menurut para informan, performa pemerintah dalam mengambil keputusan di DPR RI belum baik, belum cukup memberikan pengaruh kepada informan, serta janji yang ditawarkan kandidat tidak terealisasi. Ketiga, permasalahan/isu yang diangkat oleh para calon legislatif juga menjadi faktor yang memengaruhi seseorang untuk memilih atau tidak. Berdasarkan temuan, informan tidak tertarik dengan isu/permasalahan yang diangkat oleh para calon legislatif. Selain itu, kandidat dianggap tidak mewakili kepentingan pemilih. Studi ini juga menemukan faktor lain, yaitu adanya apatisme yang ditunjukkan dengan ketidakpedulian terhadap proses politik.

This research discusses the causes of the low level of voter participation in the 2019 DPR RI elections in Penjaringan Subdistrict, North Jakarta. The aim of this research is to find the reasons why voter participation in the 2019 DPR RI elections in Penjaringan Subdistrict was low. This study uses the political psychology theory put forward by Kuklinski (2002) and Sears (2003), which includes personality, attitudes, values, beliefs (affection, emotions and mood) and social identity. This study also uses the Voting Behavior theory proposed by Miriam Budiardjo (2008). In this theory, there are four psychological factors that influence a person to exercise their right to vote, namely the personal characteristics/qualities of the candidate, the performance of the government (in power), the problems/issues raised by the candidate, and loyalty/interest in the party or party identification (PID ). To answer these research questions, this research used a qualitative approach with data collection techniques through in-depth interviews with 20 informants from 18 Rukun Warga (RW) in Penjaringan Subdistrict. The results of this research found that the causes of low voter participation in the 2019 DPR RI elections in Penjaringan Subdistrict were first, the candidate's personal characteristics/qualities related to a poor track record and lack of authority as a member of the legislature. Second, the performance of the government in power (precisely when decisions are made in the DPR RI) is also a factor in whether someone decides whether they want to vote or not. According to informants, the government's performance in making decisions in the DPR RI has not been good, it has not had enough influence on informants, and the promises offered by candidates have not been realized. Third, the problems/issues raised by legislative candidates are also a factor that influences someone to vote or not. Based on the findings, the informant was not interested in the issues/problems raised by the legislative candidates. In addition, candidates are considered not to represent voters' interests. This study also found another factor, namely apathy which is shown by indifference to the political process."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gadis Radinda
"Sebagai partai populis, PTI berhasil mengakhiri dominasi panjang dari Partai Dinasti Pakistan Muslim League-Nawaz (PML-N) dan Pakistan People’s Party (PPP) yang telah berkuasa selama puluhan tahun. Keberhasilan PTI didorong oleh rekam jejak populisnya, baik dalam bentuk retorika, kebijakan politik, maupun aksi di luar pemerintahan. Imran Khan selaku pemimpin PTI memanfaatkan situasi kekecewaan masyarakat terhadap pemerintahan PML-N dan PPP yang dianggap tidak kompeten dalam menangani berbagai isu korupsi, nepotisme, serta kebijakan yang tidak merata. Dalam hal ini, Imran Khan memposisikan PTI sebagai alternatif dari berbagai isu tersebut. Pada penelitiannya, artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menganalisis data-data sekunder berupa artikel, jurnal, video, dan buku terkait untuk menganalisis populisme PTI sejak awal berdiri hingga kemenangannya pada pemilihan umum 2018. Artikel ini juga akan menggunakan studi kepartaian untuk menganalisis secara deskriptif mengenai perbedaan antara PTI dengan PML-N dan PPP. Secara lebih lanjut, artikel ini akan menggunakan teori populisme (Mudde dan Kaltwasser, 2017) yang menyatakan populisme adalah fenomena politik yang muncul sebagai respons terhadap kondisi struktural tertentu dalam masyarakat. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan PTI tidak hanya didasarkan pada strategi kampanye yang efektif, tetapi juga terdapat momentum dalam lanskap politik Pakistan yang memungkinkan partai populis seperti PTI mendapat sorotan publik secara signifikan hingga akhirnya memenangkan pemilihan umum tahun 2018.

As a populist party, PTI succeeded in ending the long dominance of the Pakistan Muslim League-Nawaz (PML-N) and Pakistan People's Party (PPP) dynasties, which had been in power for decades. PTI's success is driven by its populist track record, both in the form of rhetoric, political policies, and actions outside of government. Imran Khan, as the leader of the PTI, took advantage of the situation of public disappointment with the PML-N and PPP governments, which were considered incompetent in dealing with various issues of corruption, nepotism, and uneven policies. In this case, Imran Khan positions PTI as an alternative to these various issues. In its research, this article uses a qualitative approach by analyzing secondary data in the form of related articles, journals, videos, and books to analyze PTI's populism from its inception until its victory in the 2018 general election. This article will also use party studies to descriptively analyze the differences between PTI, PML-N, and PPP. Furthermore, this article will use the theory of populism (Mudde and Kaltwasser, 2017), which states that populism is a political phenomenon that arises as a response to certain structural conditions in society. The findings of this research indicate that PTI's success was not only based on an effective campaign strategy but also that there was momentum in Pakistan's political landscape that allowed a populist party like PTI to gain significant public attention and ultimately win the 2018 general elections."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Santar Fitrama Darulloh
"Skripsi ini bertujuan untuk mengkaji formulasi kebijakan teknologi carbon capture, utilisation, and storage (CCUS) yang diatur melalui Peraturan Menteri ESDM No. 2 Tahun 2023 dan Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2024. Di saat ini, dua regulasi yang hadir tersebut hanya mengatur penggunaan CCUS dalam industri migas secara eksklusif. Kelemahan terbesar yang ada merupakan ketidakhadiran dari insentif ekonomi yang diberikan pemerintah untuk kontraktor atau pelaku industri aktivitas CCUS. Dengan harga hingga USD$1 miliar per fasilitas, adopsi CCUS dengan regulasi yang ada sekarang memiliki lebih banyak resiko daripada keuntungan bagi pelaku industri yang relevan. Keberlanjutan teknologi CCUS di Indonesia juga menjadi pertanyaan mengingat peraturan yang ada tidak membahas penelitian domestik yang dapat mengembangkan CCUS lebih lanjut dan mempermudah adopsinya kedepan. Skripsi ini ingin menjawab mengapa Permen ESDM No. 2 Tahun 2023 dan Perpres No. 14 Tahun 2024 terbatas dalam formulasinya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui wawancara dan studi literatur, dimana yang terkumpul akan dianalisis menggunakan teori Bounded Rationality milik Herbert Simon seperti yang dijelaskan oleh Bryan Jones. Keterbatasan yang ditemukan dalam proses perumusan kebijakan CCUS di Indonesia disebabkan oleh tiga faktor: 1) keterbatasan informasi akibat usia muda teknologi penangkapan karbon sehingga data lapangan yang tersedia cukup terbatas; 2) keterbatasan kognisi para pembuat kebijakan yang ditandai dengan ketidakmampuan mereka untuk sepenuhnya memahami kebutuhan, masalah, dan risiko yang mungkin terjadi dalam operasi CCUS; 3) keterbatasan waktu akibat keberadaan kepentingan Indonesia dalam pemenuhan janji-janji yang dibuat pada saat KTT G20 tahun 2022 dan peluang untuk menarik investasi sehingga para pembuat kebijakan mengeluarkan regulasi dalam waktu yang singkat. Kombinasi dari ketiga keterbatasan ini menyebabkan para pembuat kebijakan menghasilkan regulasi tidak optimal, dan hanya menghasilkan regulasi yang “cukup” (satisficing).

This thesis aims to examine the policy formulation of carbon capture, utilisation, and storage (CCUS) technology regulated through Permen ESDM No. 2 Tahun 2023 and Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2024. Presently, the two existing regulations only control the use of CCUS in the oil and gas industry exclusively. The biggest drawback is the absence of economic incentives provided by the government for contractors or industry players of CCUS activities. Costing up to USD$1 billion per facility, the adoption of CCUS with the current regulations has more risks than benefits for the relevant industry players. The sustainability of CCUS technology in Indonesia is also questionable as the existing regulation does not address domestic research that could further develop CCUS and facilitate its future adoption. This thesis aims to answer why Permen ESDM No. 2 Tahun 2023 and Perpres No. 14 Tahun 2024 are limited in their formulation. This research uses qualitative methods through interviews and literature studies, wherein the data collected will be analysed using Herbert Simon's Bounded Rationality theory as explained by Bryan Jones. The limitations found in the CCUS policy formulation process in Indonesia are caused by three factors: 1) limited information due to the young age of carbon capture technology resulting in the limited available field; 2) limited cognition of policymakers characterised by their inability to fully understand the needs, problems, and risks that may occur in CCUS operations; 3) limited time due to the existence of Indonesia's interest in fulfilling the promises made during the G20 Summit in 2022 and the opportunity to attract investment caused the policymakers to issue regulations in a short time period. The combination of these three limitations causes policy makers to produce non-optimal regulations, and only produce "satisficing" regulations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Febrianti
"Politik di Bangladesh telah mengalami kriminalisasi selama empat dekade terakhir, sehingga mengakibatkan kekerasan politik terjadi pada berbagai tingkat dan lingkup, termasuk pendidikan. Organisasi sayap partai yang mendominasi di lembaga perguruan tinggi seringkali menggunakan kekerasan sebagai metode untuk mengontrol situasi politik yang tidak stabil. Selain itu, organisasi sayap partai tersebut juga seringkali digunakan untuk menjalankan agenda politik dan memperluas jaringan politik di kampus. Studi ini menganalisis bentuk dan faktor penyebab dari terjadinya kekerasan politik yang dilakukan oleh Bangladesh Chhatra League (BCL) sebagai organisasi sayap partai Liga Awami dengan Sheikh Hasina sebagai pemimpin sekaligus Perdana Menteri yang menjabat di Bangladesh sejak 2009 hingga saat ini. Studi ini menggunakan metode kualitatif dan dianalisis melalui Teori Kekerasan dari Johan Galtung (1969). Studi ini menemukan bahwa kekerasan politik yang dilakukan BCL di Bangladesh disebabkan oleh (1) faktor institusional, yaitu kekerasan dilakukan untuk memastikan dominasi politik BCL dan partai Liga Awami di kampus. Di samping itu, pembiaran yang dilakukan oleh negara menjadikan kekerasan politik yang dilakukan oleh BCL terus berlanjut, (2) faktor politik, yaitu keinginan untuk mendapatkan kekuasaan dan akses terhadap sumber daya negara di masa depan, dan (3) faktor kultural, yaitu kultur kekerasan dan dominasi yang dinormalisasi di Bangladesh.

Politics in Bangladesh has been criminalized over the past four decades, resulting in political violence occurring at various levels and scopes, including in education. Dominant party wings in higher education institutions often use violence as a method to control unstable political situations. Additionally, these party wings are often used to further political agendas and expand political networks on campuses. This study analyzes the forms and causes of political violence carried out by the Bangladesh Chhatra League (BCL), the student wing of the Awami League, under the leadership of Prime Minister Sheikh Hasina, who has been in office in Bangladesh since 2009. This study uses qualitative methods and is analyzed through Johan Galtung's Violence Theory (1969). The study found that BCL's political violence in Bangladesh is caused by (1) institutional factors, namely violence is carried out to ensure the political dominance of BCL and the Awami League party on campuses, (2) political factors, namely the desire to gain power and access to state resources in the future, and (3) cultural factors, namely the normalized culture of violence and domination in Bangladesh. Furthermore, the state's inaction perpetuates BCL's political violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Radeva Tiffany Zalaya
"Penelitian ini bertujuan mengevaluasi strategi personal branding Prabowo Subianto dalam Pemilu Presiden 2024 dengan fokus pada preferensi pemilih muda. Menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan analisis literatur. Sebagai alat analisis utama, digunakan kerangka "Six Stages of Evaluating Personal Political Brands" yang dikembangkan oleh Armannsdottir, Carnell, dan Pich (2020), yang merujuk Philbrick dan Cleveland (2015) dan kemudian disesuaikan dengan single-stakeholder evaluation, dengan target grup pemilih muda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa personal branding Prabowo telah mengalami transformasi signifikan sejak tahun 2014 untuk menarik perhatian pemilih muda. Fenomena personal branding ini awalnya tumbuh secara organik melalui interaksi alami dan viralitas di media sosial, khususnya melalui fenomena gemoy. Fenomena tersebut kemudian diperkuat oleh TKN melalui strategi yang terintegrasi. Strategi ini mencakup penggunaan media sosial seperti TikTok dan Instagram, penekanan pada nilai-nilai nasionalisme dan kemandirian ekonomi, serta adopsi citra humanis dan relatable. Kampanye offline juga menjadi elemen penting, dengan pendekatan langsung yang memperkuat kedekatan emosional antara kandidat dan pemilih. Melalui strategi ini, Prabowo Subianto berhasil menjembatani perbedaan antara harapan pemilih muda akan perubahan dan prinsip keberlanjutan yang diusungnya. Penelitian ini menekankan pentingnya adaptasi strategi kampanye terhadap preferensi generasi muda, terutama dalam memanfaatkan teknologi digital dan pendekatan personal untuk membangun citra politik yang relevan.

This study aims to evaluate Prabowo Subianto's personal branding strategy in the 2024 Presidential Election, focusing on the preferences of young voters. Using a descriptive qualitative approach, data were collected through in-depth interviews and literature analysis. The main analytical tool used is the "Six Stages of Evaluating Personal Political Brands" framework developed by Armannsdottir, Carnell, and Pich (2020), which refers to Philbrick and Cleveland (2015) and is then adapted to a single-stakeholder evaluation, targeting young voters. The results show that Prabowo's personal branding has undergone significant transformation since 2014 to capture the attention of young voters. This personal branding phenomenon initially grew organically through natural interactions and virality on social media, particularly through the gemoy phenomenon. It was later reinforced by the TKN (National Campaign Team) through an integrated strategy. This strategy includes the use of social media platforms like TikTok and Instagram, emphasizing nationalism and economic independence values, and adopting a humanized and relatable image through the gemoy phenomenon. Offline campaigns also play a key role, with direct approaches that strengthen the emotional connection between the candidate and voters. Through an integrated strategy, Prabowo Subianto successfully bridges the gap between young voters' expectations for change and the principles of sustainability he advocates. This study highlights the importance of adapting campaign strategies to the preferences of the younger generation, particularly in leveraging digital technology and personal approaches to build a relevant political image."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library