Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Marhamah
"ABSTRAK
Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi, bakteri plak merupakan penyebab utama, selain itu faktor risiko dan faktor genetik dapat turut berperan sehingga timbul penyakit . Rapidly ProgressivePeriodontitis merupakan salah satu bentuk penyakit periodontal destruktif yang perkembangannya sangat cepat dan tidak sesuai dengan faktor lokal, pada usia pubertas atau dewasa. Salah satu bentuk perawatan penyakit periodontal yaitu operasi flep dan umumnya setelah operasi daerah luka ditutup dengan pek periodontal dan atau diberi obat kumur chlorhexidin 0,2 %.
Pada penelitian ini dilakukan evaluasi perbedaan kesembuhan gingiva secara klinis setelah operasi flep dengan menggunakan pek periodontal atau obat kumur chlorhexidin 0,2 % dengan indikator perubahan warna kemerahan dan derajat perdarahan gingiva. Penelitian ini dilakukan pada 9 orang penderita RPP tipe II yang terdiri dari 68 gigi dan berusia 22 - 30 tahun dengan tehnik split mouth di dinik periodontia FKG UI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan obat kumur chlorhexidin 0,2 °/o selama 7 hari setelah operasi flep memberi respon kesembuhan gingiva secara klinis lebih baik di bandingkan penggunaan pek periodontal. Selain itu terdapat korelasi yang kuat antara penurunan indeks plak dengan perubahan warna dan derajat perdarahan gingiva pada penderita RPP tipe II.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indirawati Tjahja N.
"ABSTRAK
Gingivitis atau keradangan gingiva merupakan kelainan jaringan penyangga yang paling sering terjadi. Gingivitis dapat menetap tanpa berlanjut menjadi periodontitis. Akan tetapi beberapa individu gingivitis dapat berkembang menjadi periodontitis. Gingivitis terjadi karena akumulasi plak pada gingiva sehat. Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan. Cara yang terbaik untuk mencegah penimbunan plak dengan kontrol plak secara mekanis seperti menggosok gigi, dental floss dan tusuk gigi.
Pada penelitian ini dilakukan evaluasi efektivitas tusuk gigi disamping sikat gigi dalam menurunkan jumlah akumulasi plak dan keradangan gingiva secara klinis. Penelitian ini dilakukan pada 30 orang penderita gingivitis regio 321 123 yang datang ke klinik Periodontologi FKG Universitas Indonesia Jakarta, yang berusia 18 - 40 tahun, yang terdiri 14 laki-laki dan 16 wanita.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tusuk gigi yang menyertai penggunaan sikat gigi menurunkan akumulasi plak dan keradangan gingival secara bermakna, tetapi bila dibandingkan antara penggunaan sikat gigi dan sikat gigi disertai tusuk gigi, maka peran tusuk gigi tidak bermakna, dalam penurunan akumulasi plak, tetapi memberikan hasil yang positif terhadap penurunan keradangan gingiva. "
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariyanti Rezeki
"Trauma oklusi adalah kerusakan jaringan periodonsium akibat tekanan oklusal yang melebihi kapasitas adaptasi jaringan periodonsium, tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan tersebut disebut oklusi traumatik. Oklusi traumatik banyak dijumpai di klinik Periodonsia FKG UI, tetapi prevalensi, penyebab dan pola kerusakannya belum pernah diteliti.
Tujuan : mengetahui prevalensi, penyebab dan pola kerusakan akibat oklusi traumatik pada gigi-gigi anterior.
Metode : data diambil dari kartu status pasien peserta PPDGS Periodonsia di RSGMP FKG UI periode 2005-2006. Dianalisa prevalensi, penyebab serta pola kerusakan akibat oklusi traumatik.
Hasil : dari 207 pasien yang diperiksa, didapatkan 98 pasien (47%) atau 392 elemen gigi yang mengalami oklusi traumatik, dari jumlah tersebut 202 gigi (51.5%) adalah oklusi traumatik pada gigi anterior. Penyebab oklusi traumatik yang ditemukan yaitu hambatan oklusal pada waktu sentrik oklusi (kontak prematur) (5.9%), hambatan oklusal pada gerak artikulasi (blocking) (77.2%), palatal bite (2.5%), cross bite (0.9%), kombinasi blocking dan kontak prematur (3.9%), kombinasi blocking dan malposisi (0.5%), kombinasi blocking dan palatal bite (2.5%), kombinasi blocking, palatal bite dan crowding (0.9%), kombinasi blocking, kontak prematur dan palatal bite (0.9%), kombinasi blocking dan cross bite (0.5%), kombinasi kontak prematur dan cross bite (0.5%). Pola kerusakan yang terjadi yaitu resesi gingiva (1 mm-8 mm), kedalaman poket (1 mm-13 mm), kehilangan perlekatan epitel gingiva (1 mm-15 mm), kerusakan tulang alveolar (1/3 servikal-1/3 apikal), dan kegoyangan gigi (kegoyangan derajat 1-kegoyangan derajat 3).
Kesimpulan : prevalensi penyakit periodontal akibat oklusi traumatik pada penelitian ini cukup tinggi. Pada gigi anterior, penyebab yang paling banyak adalah hambatan oklusal pada gerak artikulasi (blocking) dan kerusakan yang terjadi bervariasi dari ringan hingga berat.

The result of the injury of periodontium tissue when the occlusal force is above the tissue adaptive capacity is called trauma from occlusion. The occlusal force that caused the injury called traumatic occlusion. Many traumatic occlusion cases are found in Periodontia Clinic FKG UI, but the prevalence, etiology and the pattern of the damages on the periodontal tissue that caused by traumatic occlusion have never been observed yet.
Objective : to observe the prevalence, etiology and the pattern of the damages on the periodontal tissue that caused by traumatic occlusion in anterior teeth.
Method : the data is taken from the patients medical records of the periodontist resident at RSGMP FKG UI on period of year 2005-2006. Prevalence, etiology, and the pattern of the damages on the periodontal tissue that caused by traumatic occlusion in anterior teeth was analyzed.
Result : A total of 207 patients, there are 98 patients (47%) or 392 elements teeth with traumatic occlusion, which 202 elements are anterior teeth. The etiology of traumatic occlusion that found are blocking (77.2%), palatal bite (2.5%), cross bite (0.9%), combination of blocking and premature contact (3.9%), combination of blocking and malposition (0.5%), combination of blocking and palatal bite (2.5%), combination of blocking, palatal bite and crowding (0.9%), combination of blocking, premature contact and palatal bite (0.9%), combination of blocking and cross bite (0.5%), combination of premature contact and cross bite (0.5%). The pattern of the damages on the periodontal tissue that caused by traumatic occlusion such as the increase of gingival recession (1 mm-8 mm), pocket depth (1 mm-13 mm), loss of attachment (1 mm-15 mm), alveolar bone damage (1/3 cervikal-1/3 apical), and tooth mobility (1 degree-3 degree).
Conclusion : based on this research, the prevalence of periodontal disease caused by traumatic occlusion is high. In anterior teeth, the most common etiology is blocking and the pattern of the damages are vary from mild to severe."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Wiriadidjaja
"Trauma oklusi adalah kerusakan jaringan periodonsium akibat tekanan oklusal yang melebihi kapasitas adaptasi jaringan periodonsium, tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan tersebut disebut oklusi traumatik. Oklusi traumatik banyak dijumpai di klinik Periodonsia FKG UI, tetapi prevalensi, penyebab dan pola kerusakannya belum pernah diteliti.
Tujuan : mengetahui prevalensi, penyebab dan pola kerusakan akibat oklusi traumatik pada gigi-gigi premolar.
Metode : data diambil dari kartu status pasien peserta PPDGS Periodonsia di RSGMP FKG UI periode 2005-2006. Dianalisa prevalensi, penyebab serta pola kerusakan akibat oklusi traumatik.
Hasil : dari 207 pasien yang diperiksa, didapatkan 98 pasien (47%) atau 392 elemen gigi yang mengalami oklusi traumatik, dari jumlah tersebut 67 gigi (17.1%) adalah oklusi traumatik pada gigi premolar. Penyebab oklusi traumatik yang ditemukan yaitu hambatan oklusal ketika sentrik oklusi (kontak prematur) (16%), hambatan oklusal pada gerak artikulasi (blocking) (70%), bruksism (5%), kombinasi blocking, perbandingan mahkota akar tidak seimbang (PMATS) dan cross bite 2%. Pola kerusakan yang terjadi yaitu resesi gingiva (1 mm-9 mm), kedalaman poket (1 mm?12 mm), kehilangan perlekatan epitel gingiva (1 mm?16 mm), kerusakan tulang alveolar (1/3 servikal-1/3 apikal), dan kegoyangan gigi (kegoyangan derajat 1-kegoyangan derajat 3).
Kesimpulan : prevalensi penyakit periodontal akibat oklusi traumatik pada penelitian ini cukup tinggi. Pada gigi premolar, penyebab yang paling banyak adalah hambatan oklusal pada gerak artikulasi (blocking) dan kerusakan yang terjadi bervariasi dari ringan hingga berat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Hadiyanti
"Trauma oklusi adalah kerusakan jaringan periodonsium akibat tekanan oklusal yang melebihi kapasitas adaptasi jaringan periodonsium, tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan tersebut disebut oklusi traumatik. Oklusi traumatik banyak dijumpai di klinik Periodonsia FKG UI, tetapi prevalensi, penyebab dan pola kerusakannya belum pernah diteliti.
Tujuan : mengetahui prevalensi, penyebab dan pola kerusakan akibat oklusi traumatik pada gigi-gigi molar.
Metode : data diambil dari kartu status pasien peserta PPDGS Periodonsia di RSGMP FKG UI periode 2005-2006. Dianalisa prevalensi, penyebab serta pola kerusakan akibat oklusi traumatik.
Hasil : dari 207 pasien yang diperiksa, didapatkan 98 pasien (47%) atau 392 elemen gigi yang mengalami oklusi traumatik, dari jumlah tersebut 123 gigi (31.4%) adalah oklusi traumatik pada gigi molar. Penyebab oklusi traumatik yang ditemukan yaitu hambatan oklusal pada waktu sentrik oklusi (kontak prematur) sebesar (14.6%), hambatan oklusal pada gerak artikulasi (blocking) sebanyak (54.4%), bruxisme sebesar (3.2%), perbandingan mahkota akar tidak seimbang (PMATS) sebesar (5.6%), bentuk mahkota lebar sebesar (4.8%), kombinasi blocking dan kontak prematur sebesar (13%), kombinasi blocking dan PMATS sebesar (1.6%), kombinasi blocking dan cross bite sebesar (0.8%). Pola kerusakan yang terjadi yaitu resesi gingiva (1 mm-8 mm), kedalaman poket (1 mm?12 mm), kehilangan perlekatan epitel gingiva (1 mm?16 mm), kerusakan tulang alveolar (1/3 servikal-1/3 apikal), dan kegoyangan gigi (kegoyangan derajat 1-kegoyangan derajat 3).
Kesimpulan : prevalensi penyakit periodontal akibat oklusi traumatik pada penelitian ini cukup tinggi. Pada gigi molar, penyebab yang paling banyak adalah hambatan oklusal pada gerak artikulasi (blocking) dan kerusakan yang terjadi bervariasi dari ringan hingga berat.

The result of the injury of periodontium tissue? when the occlusal force is above the tissue adaptive capacity is called trauma from occlusion. The occlusal force that caused the injury called traumatic occlusion. Many traumatic occlusion cases are found in Periodontia Clinic FKG UI, but the prevalence, etiology and the pattern of the damages on the periodontal tissue that caused by traumatic occlusion have never been observed yet.
Objective : to observe the prevalence, etiology and the pattern of the damages on the periodontal tissue that caused by traumatic occlusion in molar teeth.
Method : the data is taken from the patients medical records of the periodontist resident at RSGMP FKG UI on period of year 2005-2006. Prevalence, etiology, and the pattern of the damages on the periodontal tissue that caused by traumatic occlusion in molar teeth was analyzed.
Result : A total of 207patients, there are 98 patients (47%) or 392 elements teeth with traumatic occlusion, which 123 elements are anterior teeth. The etiology of traumatic occlusion that found are premature contact (14.6%), blocking (54.4%), bruxisme (3.2%), imbalance of crown and root proportion (5.6%), imbalance crown proportion (4.8%), combination of blocking and premature contact (13%), combination of blocking and imbalance of crown and root proportion (1.6%), combination of blocking and cross bite (0.8%).The pattern of the damages on the periodontal tissue that caused by traumatic occlusion such as the increase of gingival recession (1 mm-8 mm), pocket depth (1 mm?12 mm), loss of attachment (1 mm?16 mm), alveolar bone damage (1/3 cervikal-1/3 apical), and tooth mobility (1 degree-3 degree).
Conclusion : based on this research, the prevalence of periodontal disease caused by traumatic occlusion is high. In anterior teeth, the most common etiology is blocking and the pattern of the damages are vary from mild to severe."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelly Suriamah
"Propolis dan tea tree oil mempunyai efek antibakteri dan antiinflamasi Tujuan Mengetahui efektivitas pasta gigi kombinasi propolis tea tree oil dan sodium monofluorophospate terhadap plak dan gingivitis Metode Randomize Clinical Trial selama tujuh hari dengan dua puluh orang subjek uji dan dua puluh orang subjek kontrol Pengukuran skor indeks plak PI dan indeks perdarahan papila PBI pada hari ke 0 dan ke 7 Hasil Penurunan rata rata skor PI 0 53 menjadi 0 27 dan skor PBI 0 55 menjadi 0 11 yang bermakna p

Propolis and tea tree oil have antibacterial and anti inflammatory effects Objectives To know effectiveness of propolis tea tree oil and sodium monofluorophospate combination toothpaste towards plaque and gingivitis Methods Randomize Clinical Trial for seven days with twenty test subjects and twenty control subjects Measurement of plaque index PI and papillary bleeding index PBI on day 0 and day 7 Results Significant differences p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marissa Dwi Bestari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan obat kumur yang mengandung chlorine dioxide (ClO2) dalam mengatasi halitosis. Empat puluh orang dibagi rata ke dalam kelompok uji (berkumur dengan obat kumur yang mengandung chlorine dioxide) dan kelompok kontrol (berkumur dengan aquadest). Skor VSC dan skor organoleptik diukur saat sebelum kumur serta 30menit, 2jam, 4jam dan 6jam setelah kumur. Analisis uji Wilcoxon menunjukkan perbedaan signifikan (p<0,05) pada rata-rata skor VSC antara kelompok uji dengan kelompok kontrol pada keempat pengukuran setelah berkumur. Hasil penelitian membuktikan penggunaan obat kumur yang mengandung chlorine dioxide (ClO2) efektif dalam mengatasi halitosis.

This study aims to ascertain the effectiveness of the use of mouthwash containing chlorine dioxide (ClO2) in addressing halitosis. Forty people were divided equally into Test Group (gargling with mouthwash containing chlorine dioxide) and Control Group (gargling with aquadest). VSC score and organoleptic score were measured before gargling and 30minutes, 2hours, 4hours and 6hours after gargling. Wilcoxon test analysis shows significant difference (p<0.05) on the average of VSC score between Test Group and Control Group on four testing periods after gargling. The results prove that the use of mouthwash containing chlorine dioxide (ClO2) is effective in addressing halitosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Levina Mulya
"Latar Belakang: Periodontitis kronis mempunyai prevalensi yang sangat tinggi. Baru-baru ini, ada tipe baru fototerapi non bedah untuk mengeliminasi bakteri dinamakan terapi fotodinamik.
Tujuan: Menganalisis efek terapi fotodinamik setelah SPA pada periodontitis kronis.
Metode: Desain split-mouth menerima SPA dengan atau tanpa terapi fotodinamik. BOP, kedalaman poket, dan kehilangan perlekatan diperiksa pada awal dan 1 bulan.
Hasil: Terjadi penurunan kedalaman poket dan peningkatan perlekatan, yang lebih besar dibandingkan sisi kontrol (p<0,05). Pada BOP terjadi penurunan hampir sama dengan sisi kontrol.
Kesimpulan: Tindakan SPA + terapi fotodinamik dibandingkan SPA saja terbukti menyebabkan perubahan efek klinis yang lebih baik pada penurunan kedalaman poket periodontal dan meningkatkan perlekatan gingiva.

Background: Chronic periodontitis has a very high prevalency. Recently, there is a new type of non-surgical phototherapy to eliminate bacteria called photodynamic therapy.
Aim: Analyzing the effects of photodynamic therapy after SPA in chronic periodontitis.
Methods: split-mouth design receives SPA with or without photodynamic therapy. BOP, pocket depth, and attachment loss examined at baseline and 1 month.
Results: There was a decrease in pocket depth and increasing clinical attachment, which is greater than the controls (p <0.05). In BOP decreased nearly equal to the control side.
Conclusions: Measures SPA + photodynamic therapy have better clinical effect on periodontal reduction pocket depth and increased gingival attachment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T33113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazzla Camelia Maisarah
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini menganalisis penyembuhan jaringan periodontal sesudah flep dengan aplikasi PRF dan cangkok tulang serta PRF saja. Metode: Empat belas sampel Periodontitis kronis dibedah flep dan diamati perbaikan status periodontal 3 dan 6 bulan paska flep. Hasil: Perbaikan tingkat perlekatan kelompok PRF dan cangkok tulang lebih baik dari kelompok PRF. Tidak ada perbedaan poket dan perdarahan gingiva yang lebih baik pada PRF dan cangkok tulang dibandingkan PRF. Kesimpulan: Ada perbedaan perbaikan tingkat perlekatan serta tidak ada perbedaan perbaikan poket dan perdarahan gingiva antara PRF dan cangkok tulang dibandingkan dengan PRF saja.

ABSTRACT
This study is to analyze periodontal tissue healing after flap using platelet rich fibrin and bonegraft and PRF only. Methode: Fourteen samples with chronic periodontitis were treated by flap and the periodontal status were evaluated at 3 and 6 month after treatment. Result: Attachment level healing in PRF and bonegraft is better than PRF group. Pocket depth and bleeding on probing were not better in PRF and bonegraft than PRF. Conclusion: There is a difference on attachment level and there are no difference on pocket and bleeding on probing between both of group."
2013
T32922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew Susanto
"ABSTRAK
Latar Belakang: Chlorine dioxide mempunyai efek antibakterial yang kuat, namun dalam
bidang kedokteran gigi chlorine dioxide masih jarang dilaporkan. Tujuan: membandingkan
efektifitas antara skeling yang dikombinasikan pengolesan gel chlorine dioxide dengan
efektifitas skeling saja terhadap penyembuhan klinis gingivitis. Metode: Empat puluh subjek
gingivitis telah menyetujui mengikuti penelitian ini, terdiri dari 20 subjek diterapi skeling
dikombinasi gel chlorine dioxide, dan 20 subjek lainnya mendapat terapi skeling saja. Chlorine
dioxide dioleskan oleh pasien pada marginal gingiva, dua kali sehari setelah menyikat gigi
selama 14 hari. Dianjurkan tidak makan dan minum selama satu jam setelah diolesi chlorine
dioxide. Indeks plak, PBI dan kedalaman poket dievaluasi sebelum dan sesudah terapi pada gigi
16,21,11,21,22,24,26,36,32,31,41,42,44,46. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada
penurunan indeks plak( p<0,05); tidak terdapat perbedaan bermakna pada penurunan PBI
(p>0,05);ada kecenderungan perbedaan bermakna pada kedalaman poket (p=0,053).
Kesimpulan: Terapi skeling yang dikombinasi pengolesan chlorine dioxide pada gingivitis,
lebih baik dibanding dengan skeling saja pada penyembuhan gingivitis.

ABSTRACT
Background: Chlorine dioxide has strong antibacterial effect, but there is still limited study
about the use of chlorine dioxide in dentistry. Aim: To compare the effectiveness of scaling
combine with application of chlorine dioxide gel and scaling only in the healing of gingivitis.
Methods: Forty subjects with gingivitis agreed to follow this study. Twenty subjects got scaling
combine with chlorine dioxide gel application and the remaining subjects got scaling only.
Chlorine dioxide was applied at marginal gingiva by the patients, twice daily after tooth brushing
during 14 days. No food and drink in one hour after application of chlorine dioxide. Plaque
index, Papilla Bleeding Index and pocket depth of gingival before and after treatment was
evaluated at teeth 16,21,11,21,22,24,26,36,32,31,41,42,44,46. Results: There is significant
difference statistically of reduction of plaque index (p<0.05); there is no significant difference
statistically of reduction of PBI (p>0.0.5); and there is tendency of significant difference
statistically of reduction of pocket depth (p=0.053). Conclusion: The treatment of scaling
combine with application of chlorine dioxide gel gives better outcome than scaling only, in
healing of gingivitis."
2013
T35047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>