Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Antonius Berwin
"Latar Belakang: Gigi impaksi merupakan kondisi ketika gigi mengalami kegagalan untuk erupsi sepenuhnya ke lengkung gigi dalam waktu yang diharapkan. Berdasarkan frekuensi kejadiannya, gigi molar tiga rahang bawah (M3 RB) paling sering mengalami impaksi dengan prevalensi mencapai 60.6% di Indonesia. Salah satu faktor lokal utama terjadinya gigi M3 RB impaksi adalah kurangnya ruang pada lengkung rahang bawah yang sering dikaitkan dengan proses pertumbuhan tulang mandibula. Beberapa studi menunjukkan bahwa ukuran morfologi tulang mandibula yang mencerminkan kuantitas dan arah pertumbuhan tulang seperti tinggi simfisis mandibula, panjang badan mandibula, dan sudut gonial berpotensi untuk mempengaruhi kejadian gigi M3 RB impaksi.
Tujuan: Mengevaluasi hubungan kejadian gigi M3 RB impaksi dengan morfologi tulang mandibula.
Metode: Sebanyak 110 sampel sisi rahang bawah diperoleh dari 67 data radiografi panoramik digital pasien RSKGM FKG UI (50 perempuan dan 17 laki-laki; usia: 21.22–30.91 tahun). Sampel yang tersedia kemudian dibagi menjadi kelompok kasus (sisi rahang dengan gigi M3 RB yang mengalami impaksi baik fully unerupted atau partially erupted) dan kelompok kontrol (sisi rahang dengan gigi M3 RB yang erupsi sempurna) untuk dilakukan perbandingan. Pada studi ini, uji-t independen dan uji Anova 1 arah digunakan untuk menganalisis hubungan status impaksi gigi M3 RB dan klasifikasinya dengan morfologi tulang mandibula pada data berdistribusi normal. Di sisi lain, uji Mann-Whitney U dan Uji Kruskal Wallis digunakan untuk menganalisis hubungan status impaksi gigi M3 RB dan klasifikasinya dengan morfologi tulang mandibula pada data berdistribusi tidak normal.
Hasil: Tinggi simfisis mandibula dan sudut gonial secara statistik (p < 0.05) lebih rendah pada kelompok kasus. Sementara itu, panjang badan mandibula antara kelompok kasus dan kelompok kontrol tidak berbeda secara statistik (p > 0.05). Pada hasil tinjauan pasien laki-laki saja, tidak ditemukan adanya perbedaan tinggi simfisis, panjang badan mandibula, dan sudut gonial antara kelompok kasus dan kelompok kontrol secara statistik (p > 0.05).
Kesimpulan: Terdapat hubungan kejadian gigi M3 RB impaksi dengan ukuran tinggi simfisis dan sudut gonial. Semakin kecil ukuran tinggi simfisis dan sudut gonial, semakin besar kemungkinan gigi M3 RB mengalami impaksi. Di sisi lain, tidak ditemukan adanya hubungan kejadian gigi M3 RB impaksi dengan ukuran panjang badan mandibula.

Background: An impacted tooth is a condition when a tooth fails to fully erupt into the dental arch within the expected time. Based on the frequency of occurrence, the mandibular third molar (M3M) is the most frequently impacted with a prevalence of 60.6% in Indonesia. One of the main local factors for impacted M3M is the lack of space in the lower arch which is often associated with the growth process of the mandibular bone. Several studies have shown that the size of the mandibular bone morphology that reflects the quantity and direction of bone growth such as symphisis mandibular height, mandibular body length, and gonial angle has the potential to influence the occurance of impacted M3M.
Objective: To evaluate the relationship between the occurance of impacted M3M and mandibular bone morphology.
Methods: A total of 110 samples of the mandibular side were obtained from 67 digital panoramic radiographic data of RSKGM FKG UI patients (50 women and 17 men; age: 21.22–30.91 years). The data were then divided into the case group (jaw side with M3M that were fully unerupted or partially erupted) and the control group (jaw side with M3M that fully erupted) for comparison. In this study, an independent t-test and 1-way ANOVA test was used to analyze the relationship between the impaction status of M3M and their classification with the morphology of the mandible in normally distributed data. On the other hand, the Mann-Whitney U test and the Kruskal Wallis test were used to analyze the relationship between the impaction status of the M3M tooth and its classification with the morphology of the mandible bone in abnormally distributed data.
Results: Symphisis mandibular height and gonial angle were statistically (p < 0.05) lower in the case group. Meanwhile, the mandibular body length between the case group and the control group was not statistically different (p > 0.05). In the results of the review of male patients only, there was no statistical difference in symphisis height, mandibular body length, and gonial angle between the case group and control group (p > 0.05).
Conclusion: There is a relationship between the occurance of impacted M3M with the size of the symphisis height and gonial angle. The smaller the size of the symphisis height and gonial angle, the more likely the M3M to experience impaction. On the other hand, there was no relationship between the occurance of impacted M3M and mandibular body length.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eisya Quatrunnada
"Latar Belakang: Trauma maksilofasial adalah cedera yang mencakup kerusakan pada jaringan lunak dan tulang di area wajah, mulai dari luka ringan seperti laserasi hingga patah tulang yang kompleks. Penyebab trauma ini sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, budaya, kelompok usia, dan lokasi geografis. Insidennya meningkat akibat berbagai faktor, termasuk kecelakaan lalu lintas, tindakan kekerasan, cedera olahraga, jatuh, dan kecelakaan rumah tangga. Hingga saat ini, data terkait frekuensi dan distribusi trauma maksilofasial di Indonesia masih terbatas. Tujuan: Mengetahui frekuensi dan distribusi pasien dengan trauma maksilofasial berdasarkan usia, jenis kelamin, etiologi, lokasi trauma, tatalaksana trauma, dan lama rawat inap di RSUP Persahabatan periode 2019 hingga Juli 2024. Metode: Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan studi retrospektif menggunakan data sekunder yang diperoleh dari poli Bedah Mulut, poli Bedah Plastik, poli Bedah Saraf, dan Poli Anak RSUP Persahabatan. Hasil: Penelitian ini mencatat 102 kasus trauma maksilofasial di RSUP Persahabatan, dengan 71 (69.61%) kasus diantaranya memenuhi kriteria inklusi penelitian ini, melibatkan total 126 macam lokasi trauma maksilofasial selama periode Januari 2019 hingga Juli 2024. Kesimpulan: Kelompok usia 10-20 tahun ditemukan terbanyak dengan persentase sebesar 39.4%. Pasien trauma maksilofasial berjenis kelamin terbanyak adalah laki-laki dengan persentase 76.1%. Keluhan utama pasien trauma maksilofasial adalah nyeri bagian mulut dan kepala dengan persentase 70.4%. Etiologi trauma maksilofasial terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas sebanyak 76.1%. Lokasi trauma maksilofasial terbanyak adalah pada tulang zygoma dengan persentase 11.9%. Regio trauma maksilofasial terbanyak adalah ⅓ wajah bagian bawah dengan persentase 52.1%. Tipe trauma maksilofasial terbanyak adalah trauma maksilofasial multipel dengan persentase 53.5%. Tatalaksana trauma oral maksilofasial yang paling sering dilakukan adalah ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) dengan persentase 83.1%. Lama rawat inap pasien trauma yang paling sering terjadi adalah 3 hari dan 6 hari dengan persentase 12.7%. Keluhan utama pasien trauma oral maksilofasial yang paling sering adalah nyeri pada bagian mulut dan kepala dengan persentase 70.4%. Pasien trauma maksilofasial yang melakukan kunjungan control sebesar 90.1% dengan frekuensi kontrol yang paling sering adalah <3 kunjungan dengan persentase 38%.

Background: Maxillofacial trauma is an injury that includes damage to soft tissue and bones in the facial area, ranging from minor injuries such as lacerations to complex fractures. The causes of this trauma vary greatly because they are influenced by socio-economic factors, culture, age group and geographic location. The incidence is increasing due to a variety of factors, including traffic accidents, acts of violence, sports injuries, falls, and domestic accidents. Until now, data regarding the frequency and distribution of maxillofacial trauma in Indonesia is still limited. Objective: To determine the frequency and distribution of patients with maxillofacial trauma based on age, gender, etiology, location of trauma, trauma management, and length of stay at RSUP Persahabatan for the period 2019 to July 2024. Method: This research method is descriptive with a retrospective study using secondary data obtained from the Oral Surgery Polyclinic, Plastic Surgery Polyclinic, Neuro Surgery Polyclinic, and Pediatric Polyclinic at RSUP Persahabatan. Results: This study recorded 102 cases of maxillofacial trauma at RSUP Persahabatan, with 71 (69.61%) cases meeting the inclusion criteria for this study, involving a total of 126 types of maxillofacial trauma locations during the period January 2019 to July 2024. Conclusion: Age group 10-20 years found the most with a percentage of 39.4%. The majority of maxillofacial trauma patients are male with a percentage of 76.1%. The main complaint of maxillofacial trauma patients is mouth and head pain with a percentage of 70.4%. The etiology of maxillofacial trauma was mostly traffic accidents at 76.1%. The most common location of maxillofacial trauma is the zygoma bone with a percentage of 11.9%. The most common region of maxillofacial trauma is the lower ⅓ of the face with a percentage of 52.1%. The most common type of maxillofacial trauma is multiple maxillofacial trauma with a percentage of 53.5%. The most frequently performed treatment for oral maxillofacial trauma is ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) with a percentage of 83.1%. The most common length of stay for trauma patients is 3 days and 6 days with a percentage of 12.7%. The most frequent main complaint of oral maxillofacial trauma patients is pain in the mouth and head with a percentage of 70.4%. Maxillofacial trauma patients who had control visits were 90.1% with the most frequent control frequency being <3 visits with a percentage of 38%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emanuel Feroz
"Latar Belakang: Impaksi pada gigi M3 RB adalah impaksi gigi yang paling sering ditemui. Klasifikasi angulasi impaksi gigi M3 RB umumnya bergantung pada pemeriksaan visual (subjektif) terhadap radiograf panoramik menggunakan klasifikasi Winter. Metode subjektif rentan akan variabilitas dan bias pengamat, sehingga perlu adanya metode objektif untuk mengukur angulasi impaksi gigi M3 RB menggunakan alat ukur digital yang lebih akurat. Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisa perbedaan hasil klasifikasi impaksi M3 RB pada pasien RSKGM FKG UI antara metode subjektif dan objektif. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi retrospektif analitik, yang menggunakan data rekam medis dan radiograf panoramik pasien RSKGM FKG UI. Data subjektif dikumpulkan dari catatan dokter gigi pada rekam medis, sedangkan pengukuran objektif dilakukan oleh 2 peneliti menggunakan alat ukur digital. Data dianalisis menggunakan tabel tabulasi silang dan analisis Mann-Whitney. Hasil: Terdapat 101 kasus impaksi gigi M3 RB dari 89 pasien yang berhasil dikumpulkan, impaksi mesioangular adalah jenis yang paling umum ditemukan baik dalam analisis subjektif (53,47%) maupun objektif (76,24%). Terdapat perbedaan signifikan antara metode subjektif dan objektif dalam mengidentifikasi impaksi horizontal, vertikal, dan distoangular. Pada analisis subjektif, jenis impaksi horizontal banyak dilaporkan (22,77% subjektif dan 2,97% objektif), sedangkan impaksi distoangular kurang dilaporkan (2,97% subjektif dan 19,80% objektif). Kesimpulan: Ditemukan perbedaan signifikan (p = 0,000–0,012) pada angulasi impaksi gigi M3 RB antara metode subjektif dan objektif, menunjukkan pentingnya penggunaan metode objektif untuk meningkatkan akurasi diagnosis.

Background: Mandibular third molars are regarded as the teeth most affected by impaction. Their assessment typically relies on subjective visual inspection of panoramic radiographs using classification systems such as Winter’s classification. However, these methods are prone to variability and observer bias, emphasizing the need of objective methods which offer precise, reproducible measurements using digital tools. This study addresses the gap in data by comparing subjective and objective methods in classifying mandibular third molar impactions within RSKGM FKG UI population. Methods: An analytic retrospective study was conducted using secondary data from patient medical records and panoramic radiographs at RSKGM FKG UI. Subjective assessments were performed by practitioners, and objective measurements performed by 2 practitioners utilizing digital measurement tools. Data were analyzed using crosstabulation table and Mann-Whitney analysis. Results: The study included 101 cases from 89 patients. Mesioangular impactions were the most common type in both subjective (53.47%) and objective analyses (76.24%). Significant disparities were found between subjective and objective methods in identifying horizontal, vertical, and distoangular impactions. Horizontal impactions were overestimated (22.77% subjective dan 2.97% objective), while distoangular impactions were underreported (2.97% subjective dan 19.80% objective). Conclusion: Significant disparities were found between subjective and objective methods in most pairwise comparisons (p = 0.000 – 0.012), highlighting the importance of adopting objective digital measurement tools for precise diagnosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library