Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ibrahim Nur Insan Putra Dharmawan
"Otitis media akut (OMA) merupakan penyakit yang sering diderita oleh anak berusia dibawah 5 tahun. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan faktor resiko yang sering menimbulkan OMA. Baik OMA maupun ISPA merupakan penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia, namun hingga saat ini masih sedikit data yang tersedia untuk kedua penyakit ini, terutama OMA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi OMA dan hubungannya dengan ISPA dan faktor sosioekonomi di Jakarta Timur. Penelitian menggunakan desain cross-sectional. Data berasal dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik 125 balita dari kelurahan Cawang dan Cipinang-Melayu Jakarta Timur yang diambil pada Mei 2012 dan dianalisis menggunakan uji chi square.
Prevalensi OMA lebih tinggi pada anak yang berjenis kelamin laki-laki, memiliki ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah, pendapatan keluarga yang lebih rendah, dan tinggal di kawasan pemukiman padat. Uji chi-square menunjukkan ada hubungan bermakna antara ISPA dengan OMA (p<0.05). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian lain yang dilakukan di negara lain dan dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini juga berguna untuk mengetahui gambaran OMA pada masyarakat dengan faktor sosioekonomi yang berbeda.

Acute otitis media (AOM) is a common disease for infant under the age of five. Upper respiratory tract infection (URTI) is one of the most common risk factor which known to cause AOM. Both AOM and URTI have high prevalence in Indonesia, yet the data available for these disease is minimal. This study was aimed to assess the prevalence of AOM and its associaton with URTI and other socioeconomic factor in East Jakarta. This study used cross-sectional design. Data was obtained from anamnesis and physical examination done to 125 infant from kelurahan Cawang and Cipinang-Melayu East Jakarta which was obtained on May 2012 and analyzed using chi-square test.
AOM has higher prevalence in male infant, infant with mother who has lower education level, lower income family, and live in densely populated neighborhood. Chi-square test shows significant association between URTI and AOM (p<0.05). These results is consistent with other studies done in other countries and may be used as reference for future research. These results also useful for knowing the general picture of AOM in general population with variable socioeconomic factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aisyah Rahmawati
"Otitis media akut atau inflamasi telinga tengah adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada anak-anak. Pajanan rokok pasif diduga berperan terhadap kejadian otitis media akut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi otitis media akut pada anak usia 0-5 tahun dan hubungannya dengan pajanan rokok pasif di Jakarta Timur tahun 2012.
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan data diambil pada Maret-Juni 2012 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan THT pada 125 anak. Data diolah menggunakan program SPSS dan dianalisis dengan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi OMA pada anak yang terpajan adalah 21,95% dan pada anak yang tidak terpajan adalah 9,52%. Uji chi square tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada prevalensi OMA dan hubungannya dengan pajanan pasif asap rokok (p=0,086).
Disimpulkan prevalensi OMA di Jakarta Timur adalah 17,6% pada anak 0-5 tahun dan tidak berhubungan bermakna dengan pajanan pasif asap rokok.

Acute otitis media or middle ear inflammation is a common infection disease, especially in children. Passive smoking is believed to be associated with acute otitis media (AOM). The purpose of this study was to determine the prevalence of AOM and its association with passive smoking in East Jakarta, 2012.
This cross sectional study was conducted in March-June 2012 by performing anamnesis and otholaryngology examination to 125 children. Data are managed with SPSS and anayzed with chi square test.
The results showed that the prevalence of AOM was 17,6% (passive smoker 21,95% and non passive smoker 9,52%). Chi square test have shown non significant difference between the prevalence of AOM with passive smoking (p=0,086).
In conclusion, the prevalence of AOM in children under 5 years, East Jakarta, 2012 is 17,6% and there is n
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nizma Permaisuari
"Otitis Media Akut (OMA) adalah penyakit multifaktorial. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi OMA dan hubungannya dengan status gizi, Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), dan perokok pasif pada anak usia 0-5 tahun di lingkungan padat penduduk di Jakarta Timur.
Penelitian menggunakan desain cross-sectional dan data diperoleh melalui wawancara terpimpin, pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan THT pada seluruh anak usia 0-5 tahun yang rumahnya terpilih berdasarkan spatial random sampling di Kelurahan Cawang yang terpilih berdasarkan multistage random sampling. Data diolah menggunakan program SPSS versi 20.0 dan dianalisis dengan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi OMA 17,54%. Uji Fisher Exact menunjukkan perbedaan tidak bermakna pada prevalensi OMA berdasarkan status gizi (p>0,05), ISPA (p>0,05), dan perokok pasif (p>0,05).
Disimpulkan prevalensi OMA pada anak usia 0-5 tahun di lingkungan padat penduduk di Jakarta Timur adalah 17,54% dan tidak berhubungan dengan status gizi, ISPA, dan perokok pasif.

Acute Otitis Media (AOM) is a multifactorial disease. The purpose of this study was to determine the prevalence of AOM and its association with nutritional status, Upper Respiratory Tract Infection (URTI), and passive smoker of 0-5 years old children in high-density population in East Jakarta.
This cross sectional study was conducted by performing guided interview, physical examination, and ear, nose, and throat examination to all 0-5 years old children whose house is chosen based on spatial random sampling in Cawang, chosen district based on multistage random sampling. Data are managed with SPSS version 20.0 and analyzed with chi square test.
The results showed that the prevalence of AOM was 17,54%. Fisher exact test has shown no significant difference between prevalence of AOM with nutritional status (p>0,05), URTI (p>0,05), and passive smoker (p>0,05).
In conclusion, prevalence of AOM of 0-5 years old children in high density population in East Jakarta is 17,54% and there is no association between the prevalence of AOM with nutritional status, URTI, and passive smoker
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beryliana Maya Anisa
"Otitis media akut adalah peradangan yang terjadi pada telinga bagian tengah, termasuk saluran eustachius dan kavum mastoid dengan waktu kejadian akut, yaitu kurang dari 2 minggu. Otitis media akut (OMA) atau acute otitis media (AOM) ini dapat disebabkan oleh bakteri maupun oleh virus. Kejadian OMA sering ditemukan pada anak-anak terutama anak dalam rentan usia 0-5 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh struktur anatomi telinga anak yang lebih datar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Prevalensi Otitis Media Akut dan Hubungannya dengan Status Gizi pada Anak Usia 0-5 tahun di Jakarta Timur.
Metode yang digunakan adalah cross sectional. Data diambil sejak tanggal 4 Mei sampai tanggal 18 Juni 2012 dan didapatkan 125 anak dengan rentang usia 0-5 tahun.
Hasil penelitian menunjukan prevalensi otitis media akut pada anak usia 0-5 di Jakarta Timur pada tahun 2012 adalah sebesar 17,6 % (laki-laki 54,4% dan perempuan 45,6%). Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara otitis media akut dan status gizi pada anak, ( p < 0.001). Angka kejadian otitis media akut terbesar ditemukan pada anak dengan status gizi kurang.
Dapat disimpulkan bahwa prevalensi otitis media di Jakarta Timur pada tahun 2012 adalah 17,6% dan terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian otitis media akut pada anak usia 0-5 tahun.

Acute Otitis Media is inflammation which occur on middle ear, including eustachius tube, mastoid cavum, and happened during acute time ( less than 2 weeks). Acute Otitis Media (AOM) is ussually caused by bacteria and virus. This disease ussually happen in 0-5 years old children. This is maybe caused by immature middle ear structure in children which is more flat than middle ear structure in adult.
The purpose of this study was to determine the prevalence of acute otitis media and its association with nutritional status on 0-5 years old children in East Jakarta.
Cross sectional method was used in this study. Data was taken from May 4th to June 18th 2012 and from that data we got 125 0-5 years old children.
The result we got, showed that the prevalence of acute otitis media on 0-5 years old children was 17,6% (boys 54,4% and girls 45,6%). There is a significant association statistically between prevalence of acute otitis media with nutritional status, (p<0.001). The biggest prevalence acute otitis media is found on children with low nutritional status.
In conclusion, the prevalence of acute otitis media in East Jakarta 2012 is 17,6% and there is association between the prevalence of acute otitis media with nutritional status on 0-5 years old children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihaloho, Florensa
"Tujuan
Untuk mendapatkan data metastasis KGB retrofaring pada penderita KNF dengan
pemeriksaan CT nasofaring di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”.
Metode
Penelitian studi deskriptif analitik dari data sekunder CT nasofaring penderita
KNF yang belum mendapatkan terapi radiasi dan kemoterapi. Penilaian metastasis
KGB retrofaring dengan diameter aksial minimal ≥ 5 mm yang berada di level
atlas dekat arteri karotis interna. Penilaian massa tumor menurut TNM AJCC edisi
ke-7 tahun 2010. Dilakukan uji statistik untuk mengetahui adanya hubungan
metastasis KGB retrofaring dengan massa tumor, tipe histopatologi, invasi lateral,
dan massa tumor melewati midline.
Hasil dan diskusi
Sebanyak 85 penderita KNF dengan subyek terbanyak laki-laki, umur rerata 43,2
tahun, metastasis KGB retrofaring sebanyak 81 subyek, dan metastasis KGB
servikal level II merupakan metastasis KGB terbanyak.
Kesimpulan
Metastasis KGB retrofaring adalah metastasis KGB terbanyak kedua setelah KGB
servikal level II. Kedua metastasis KGB ini merupakan drinase pertama metastasis
KGB pada KNF.

Objectives
To get the data retropharyngeal lymph node metastatic in NPC patients with
nasopharyngeal CT examination in Dharmais Cancer Hospital.
Methods
Analytic descriptive study using secondary data from nasopharyngeal CT
examination of NPC patients who had not received radiation therapy and
chemotherapy. Assessment of retropharyngeal lymph node metastatic with
minimal axial diameter ≥ 5 mm at the level of the atlas near the internal carotid
artery. Tumor mass assessed according to the AJCC TNM 7th edition in 2010.
Performed statistical tests to determine the relationship retropharyneal lymph
node metastatic with tumor mass, histopathologic type, lateral invasion, and
tumor mass through the midline.
Result and discussion
A total of 85 patients with NPC most male subjects, mean age 43.2 years, 81
patients with retropharyngeal lymph node metastatic, and level II cervical lymph
node metastatic is the highest.
Conclusion
Retropharyngeal lymph node metastatic is the second highest after level II
cervical lymph node metastatic. Both of these lymph node metastatic is the first
drainage lymph node metastastic in NPC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andita Dwiputeri Erwidodo
"Latar belakang: Microscopic Ear Surgery (MES) memiliki kelebihan berupa stereoskopis dan operator dapat menggunakan kedua tangan untuk memegang alat. Mikroskop memiliki karakteristik penglihatan sudut pandang lurus dan terbatas, sehingga mulai diperkenalkan Endoscopic Ear Surgery (EES) memiliki sudut pandang luas dan panoramik. Korda timpani berisiko mengalami cedera iatrogenik selama operasi yang mengakibatkan dysgeusia (sensasi logam, pahit, asin, perih, mulut kering atau lidah mati rasa). Penggunaan endoskop memungkinkan visualisasi nervus korda timpani lebih jelas, menghindari reseksi korda dan manipulasi. Tujuan: Mengetahui perbedaan prevalensi dysgeusia pasca-timpanoplasti pada kelompok endoskop dibandingkan dengan mikroskop, serta membuktikan bahwa tidak ada perbedaan antara keberhasilan tandur, perbaikan fungsi pendengaran dan durasi operasi pada kelompok mikroskop dibandingkan dengan endoskop. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif, melibatkan pasien yang merupakan pasien otitis media supuratif kronik dan sudah menjalani timpanoplasti transkanal, dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang teKelompok terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok 1 menggunakan alat mikroskop dan kelompok 2 menggunakan alat endoskop. Pengambilan data berdasarkan rekam medis. Data bersifat dysgeusia subjektif berdasarkan keluhan pasien, diambil pada minggu 1, 2, 4, dan 6. Hasil: Pada penelitian ini didaptkan total subjek penelitian 62 pasien, terdiri atas 35 pasien kelompok 1 dan 27 pasien kelompok 2. Rerata usia pada masing-masing kelompok yaitu, 31,26±9,43 tahun pada kelompok 1 dan 33,81±9,17 tahun pada kelompok 2. Tidak terdapat perbedaan bermakna prevalensi komplikasi dysgeusia pasca-timpanoplasti transkanal pada kelompok endoskop dibandingkan dengan kelompok mikroskop. Total 21 pasien mengalami dysgeusia pada minggu pertama, p=0,94 (RR=1; 95% CI=0,64-1,61). Terdapat penurunan pada minggu ke 2,4 dan 6. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara keberhasilan tandur, perbaikan fungsi pendengaran, dan durasi pada kelompok mikroskop dibandingkan dengan kelompok endoskop. Kesimpulan: Penggunaan alat operasi endoskop dapat menjadi alternatif mikroskop. Dysgeusia akibat cedera nervus korda timpani inta-operasi bukanlah suatu kejadian yang mengancam nyawa dan tidak bersifat permanen, namun hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.

Background: Microscopic Ear Surgery (MES) has the advantage of being stereoscopic, and the operator can use both hands to hold the instrument. However, microscopes have the characteristics of a straight and limited viewing angle. This limitation led to Endoscopic Ear Surgery (EES), which offers a comprehensive and panoramic viewing angle. An endoscope allows for more precise visualization of the chorda tympany nerve, potentially avoiding cord resection and manipulation. Objective: To determine the difference in the prevalence of post-tympanoplasty dysgeusia in the endoscope group compared with the microscope and to prove that there is no difference between graft completion, improvement in hearing function, and duration of surgery in the microscope group compared with the endoscope. Methods: This study is a retrospective cohort study involving chronic suppurative otitis media patients who have undergone transcanal tympanoplasty, inclusion and exclusion criteria divided into two groups: group 1 using a microscope and group 2 using an endoscope. Data collection is based on medical records. Data are subjective dysgeusia based on patient complaints taken at weeks 1, 2, 4, and 6. Results: Study, 62 research subjects were obtained, consisting of 35 patients in group 1 and 27 in group 2. The average age for each group was 31.26 ± 9.43 years in group 1 and 33.81 ± 9.17 years in group 2. The prevalence of dysgeusia of post-transcanal tympanoplasty in the endoscopy group was no different compared to the microscope group. A total of 21 patients experienced dysgeusia in the first week, p=0.94 (RR=1; 95% CI=0.64-1.61). There was a decrease at weeks 2, 4 and 6. There were no differences between graft success, improvement in hearing function, and duration in the microscope group compared to the endoscope group. Conclusion: Using an endoscope operating tool can be an alternative to a microscope, offering potential patient outcomes and quality of life benefits. Dysgeusia due to injury to the chorda tympanic nerve during surgery is not a life-threatening event and is not permanent, but it can affect the patient's quality of life."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Subagio
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry
"Tinitus adalah sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, yang berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik, berlangsung sedikitnya selama lima menit, dan terjadi lebih dari sekali dalam satu minggu. Sampai saat ini pengobatan tinitus masih bersifat empiris. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka keberhasilan akupunktur terhadap penurunan skor tinnitus handicap inventory THI pada pasien tinitus setelah 10 kali penusukan. Juga untuk mengetahui rerata penurunan skor THI setelah 10 kali terapi. Peneltian ini menggunakan metode uji klinis sebelum dan sesudah terapi before and after study . Peneltian ini terdiri atas 16 pasien yang diberikan 10 kali terapi akupunktur. Penilaian keberhasilan terapi dilihat dari penurunan skor THI. Angka keberhasilan terapi akupunktur adalah 56,3 . Rerata skor THI sebelum terapi akupunktur adalah 30, sesudah terapi akupunktur turun menjadi 21,63 p < 0,05 . Akupunktur mempunyai efek terhadap penurunan skor THI pada pasien tinitus.

Tinnitus is a sensation of a sound without any stimulation from external enviroment, which form as electrical signals as well as mechano acustic, it occurs at least for five minutes, and more than once a week. Until now, treatment of tinnitus is still empirical. The purpose of this study to determine the success rate of acupuncture in decreasing of the tinnitus handicap inventory scores THI in patients with tinnitus after 10 times of therapy. Also to find out the mean THI score depression after 10 times of therapy. This research using clinical trials before and after therapy. This research consisted of 16 patients given 10 times the acupuncture therapy. Assessment of therapeutic success seen from the decrease in THI scores.Success rate of acupuncture therapy is 56.3. The mean THI score before acupuncture teraphy is 30, decreased to 21.63 after acupuncture therapy p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elvyra Yulia
"ABSTRAK
Gangguan keseimbangan merupakan masalah klinis yang sering dijumpai dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari sampai dengan menurunnya kualitas hidup penderita. Sistem vestibuler merupakan salah satu dari 3 sistem yang berfungsi untuk mempertahankan posisi tubuh dan keseimbangan. Kelainan vestibuler sangat berperan menimbulkan masalah klinis karena memberikan kontribusi sebesar 65 dalam mempertahankan keseimbangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas terapi kombinasi akupunktur manual dan terapi VRT Vestibuler Rehabilitation Therapy dibandingkan dengan akupunktur sham dan terapi VRT terhadap perrbaikan gejala dan kualitas hidup penderita gangguan keseimbangan. Terapi VRT dapat memperbaiki kulaitas hidup penderita gangguan keseimbangan. DHI berguna untuk menetukan jenis intervensi bagi pasien dengan disfungsi vestibuler karena dapat menilai individu tentang derajat handycap akibat gangguan keseimbangan. Uji klinik acak tersamar ganda melibatkan 40 pasien, dialokasikan pada kelompok kasus dan kelompok kontrol. Tindakan akupunktur dilakukan pada titik GB20 Fengchi bilateral, LI4 Hegu bilateral, LR3 Taichong bilateral, ST36 Zusanli bilateral, DU20 Baihui, EX-HN1 Sishenchong. SI19 Tinggong bilateral. Dilakukan sebanyak 4 sesi selama 8 hari. Evaluasi penilaian skor DHI dilakukan sebanyak 3 kali sebelum dan setelah terapi ke 2 dan ke 4 . Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna pada rerata skor DHI dengan delta penurunan skor lebih besar pada kelompok terapi akupunktur manual dan VRT dibandingkan kelompok akupunktur sham dan VRT p = < 0,001 . Dapat disimpulkan Terapi kombinasi Akupunktur manual dan terapi VRT lebih efektif dalam mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup penderita gangguan keseimbangan dibandingkan dengan terapi VRT.

ABSTRACT
Imbalance Disorder represent clinical problem as oftenly seen that effect daily activities and will decline the patient quality of live. Vestibuler system is one of three system function to maintain body balance. Vestibuler disorder contribute 65 of clinical problem in maintaining body balance. This study aims to determine the effectiveness of the combination therapy between manual acupuncture and VRT Vestibuler Rehabilitation Therapy compare with sham acupuncture and VRT therapy for improving symptom and quality of life of imbalance disorder vertibuler perifer non BPPV. Rehabilitation therapy VRT will be able to improve quality of life of body balance patience. DHI Dizziness Handicap Inventory will be used to determined neccesary intervention for patient in vestibuler disfunction. Double blind randomized clinical trial carried out on 40 patient allocated to the cased group and control group. Acupuncture action perfom on point GB20 Fengchi bilateral, LI4 Hegu bilateral, LR3 Taichong bilateral, ST36 Zusanli bilateral, DU20 Baihui, EX HN1 Sishenchong. SI19 Tinggong bilateral. It takes 4 session for 8 days. DHI Evaluation is measured 3 times before and after the 2nd and 4th therapy . The result of the research show significant difference on DHI score between manual acupuncture group and VRT therapy compare with sham acupuncture and VRT therapy p 0,001 . It can be conclude that combination on manual acupuncture and VRT therapy is proved to be more effective in reducing symptom and improve the quality of life of imbalance disorder patient in compare to sham acupuncture and VRT therapy. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Alia Taskya
"Latar Belakang. Perangkat penilaian derajat keparahan paresis nervus fasialis PNF berperan dalam penentuan derajat keparahan PNF baik pada penilaian awal maupun evaluasi pasca terapi. Hingga saat ini perangkat standar yang terbanyak digunakan dalam publikasi ilmiah adalah House-Brackmann Facial Nerve Grading System HB-FNGS dan Sunnybrook Facial Grading System SFGS . Sebuah telaah sistematik menyebutkan bahwa SFGS lebih unggul dibandingkan perangkat penilaian PNF lainnya karena mampu menilai adanya perubahan minimal derajat keparahan PNF. Belum terdapat penelitian yang menilai kesesuaian antara SFGS dan HB-FNGS. Tujuan. Mengetahui kesesuaian antara SFGS dan HB-FNGS sebagai perangkat penilaian derajat keparahan pasien PNF unilateral tipe perifer. Metode. Studi potong lintang pada 40 subjek PNF unilateral tipe perifer. Dilakukan perekaman 7 gerakan wajah subjek menggunakan digital video camera. Penilaian dilakukan oleh 2 spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi SpKFR sebanyak 2 kali dengan periode washout di antaranya , menggunakan perangkat yang berbeda SFGS atau HB-FNGS . Hasil. Didapatkan kesesuaian SFGS dan HB-FNGS sebesar intraclass correlation coefficient ICC = - 0.863 p
Background. Facial nerve grading system is necessary to determine facial nerve paralysis severity, whether at initial assessment or evaluation after previous therapy. House Brackmann Facial Nerve Grading System HB FNGS is the most common grading system used worldwide, including at neuromuscular division policlinic, Physical Medicine and Rehabilitation Department FKUI RSCM. Other facial grading system commonly used is Sunnybrook Facial Grading System SFGS . SFGS was stated as the best facial nerve grading system among other grading system due to its sensitivity to detect minor clinical changes. No study has assess agreement between SFGS and HB FNGS. Aim. To assess agreement between SFGS and HB FNGS. Method. Cross sectional study on 40 subjects with unilateral peripheral facial nerve paralysis. Each subject was recorded with digital video camera while performing 7 facial movements. Assessments were done by 2 physiatrists twice with a washout period between , using either SFGS or HB FNGS. Results. The intraclass correlation coefficient ICC between SFGS and HB FNGS was 0.863 p"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>