Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djunardi Harun
"Pada era globalisasi dan persaingan bebas dalam bidang pelayanan kesehatan saat ini pihak pengelola pelayanan kesehatan dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Salah satu indikator untuk mengukur kualitas pelayanan adalah kepuasan pasien. Kepuasan pasien yang rendah menggambarkan kualitas pelayanan berada dibawah standar. Kepuasan pasien dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah karakteristik pasien.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tingkat kepuasan pasien dan melihat bagaimana hubungan antara kepuasan dengan karakteristik pasien, serta faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan kepuasan pasien. Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional pada 120 pasien yang dilakukan di poliklinik gigi Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Sudarso Pontianak dari tanggal 10 Oktober 2000 sampai dengan 31 Oktober 2000.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien adalah 52,5 %. Faktor yang berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien adalah cara pembayaran. Dan analisis multivariat didapat bahwa variabel yang paling dominan berhubungan dengan kepuasan adalah cara pembayaran. Karena variabel cara pembayaran merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepuasan pasien yaitu pembayaran yang ditanggung asuransi probabilitas untuk merasa puas lebih besar, dari intervensi relatif mudah untuk dilakukan, maka pihak manajemen rumah sakit perlu untuk mempertimbangkan intervensi pada faktor cara pembayaran, misalnya dengan menjalin kerjasama dengan PT Askes (yang telah melaksanakan prinsip JPKM) dimana pihak rumah sakit akan menganjurkan kepada setiap pasien yang bukan peserta askes untuk menjadi peserta askes perorangan.

In this global era and free competition in health services, any institution that provides health services is required to improve its services quality. One of the indicators used to measure the quality of the services is patient satisfaction. Low patient satisfaction may indicate that the service quality is still below the set standards. Patient satisfaction may be influenced by many factors. One of them is patient characteristic.
The purpose of this study is to describe patient satisfaction and to observe how the satisfaction correlates with the patient characteristic as well as to observe the most dominant factors that correlate with patient satisfaction. This was a cross sectional study on 120 patient at dental polyclinic in Dokter Sudarso Provincial General Hospital in Pontianak from October 10, 2000 until October 31, 2000.
The result shows that patient level of satisfaction is 52,5%. The factors that correlate with patient level of satisfaction are mode of payment. The multivariate analysis shows that the most dominant variable the correlates with the satisfaction is mode of payment. Referring to the fact that mode of payment is the most dominant factors that correlates with patient satisfaction, in this case is payment covered, by insurance that is more likely to satisfy the patient and intervention that is relatively easy to conduct, the management of the hospital needs to consider any intervention on the mode of payment. Establishing a partnership with PT Askes (a health insurance company), which has implemented JPKM principle, may be worth considering in which the hospital will recommended its patients who are not members of Askes (health insurance) to become individual members of the Askes ( health insurance).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enrita Dian Rahmadini
"Latar Belakang: Hipomineralisasi Molar-Insisif merupakan defek kualitatif yang bersifat sistemik pada satu sampai empat gigi molar permanen pertama. Kelainan ini dapat menimbulkan masalah klinis yang dapat berdampak pada kualitas hidup anak. Diagnosis dini HMI diperlukan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Data mengenai pengetahuan HMI pada dokter gigi dan mahasiswa kedokteran gigi di Indonesia belum ada. Pengetahuan dasar HMI diperlukan untuk dapat melakukan diagnosis dan dapat menentukan rencana perawatan yang tepat. Perlunya penyebaran informasi mengenai HMI pada dokter gigi. Kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dapat menjadi hambatan dalam mendapatkan pendidikan berkelanjutan sebagian besar dilakukan di kota-kota besar terutama ibukota. E-learning merupakan edukasi berbasis digital yang dapat mengatasi masalah lokasi dan jarak. Tujuan: untuk mengetahui efektivitas e-learning berbasis web dalam peningkatan pengetahuan, kemampuan diagnosis dan menentukan perawatan gigi HMI, serta persepsi pada mahasiswa profesi kedokteraan gigi. Metode: Tahap 1 adalah studi potong lintang menggunakan kuesioner untuk mengetahui persepsi, pengetahuan, pengalaman klinis serta hambatan dalam melakukan perawatan gigi HMI pada mahasiswa kedokteran gigi dan dokter gigi berdasarkan faktor-faktor terkait. Tahap 2 merupakan penelitian uji Randomized trial (desain pre-Post-test) Hasil penelitian: Responden pada tahap 1 terdiri dari 104 mahasiswa profesi kedokteran gigi, 62 PPDGS IKGA, 83 Sp.KGA dan 60 Sp. lainnya. Skor pengetahuan dan kemampuan diagnosis pada responden masih kurang baik (46,9 ± 5,59 untuk skor pengetahuan dan 3,26 ± 1,25 untuk skor diagnosis), dan separuh responden belum memahami prinsip perawatan gigi HMI. Faktor jenis kelamin, usia, lama praktek, adanya pendidikan mengenai HMI selama di fakultas dan terpaparnya continuing education tidak berkaitan dengan pengetahuan, kemampuan dalam mendiagnosis dan menentukan perawatan. Pada penelitian tahap 2 dilakukan intervensi dengan melakukan pelatihan HMI dengan menggunakan metode e-learning berbasis web dan metode tatap muka sebagai grup kontrol. Peserta pelatihan terdiri dari 62 mahasiswa profesi kedokteran gigi yang dibagi ke dalam 2 kelompok pelatihan secara random. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan skor yang bermakna sebelum dan sesudah pelatihan. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada peningkatan skor pelatihan antara kedua grup. Pelatihan elearning memiliki efektivitas yang sama dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan diagnosis dan kemampuan menentukan perawatan gigi HMI dengan grup kontrol. Kesimpulan: Pengetahuan, persepsi, dan kepercayaan diri dalam mendiagnosis dan merawat gigi HMI pada DRG rendah dibandingkan dengan PPDGS, Sp.KGA, namun pelatihan HMI ini dapat meningkatkan ketiga aspek tersebut. Pelatihan e-learning berbasis web dapat digunakan sebagai alternatif metode pelatihan HMI.

Background: Molar incisor hypomineralization is a systemic qualitative defect affecting 1 to 4 first permanent molars. MIH can couse many clinical problems such as hypersensitive, progressive caries and limitation of oral function that can impact their quality of life. Early diagnosis is crutial to prevent further complication. Therefore basic knowledge of MIH is important to be able diagnosed and determined a prompt treatment. There is no data about MIH knowledge and perception among dental practitioners in Indonesia. There is a need to disseminate information about HMI to dentists. Indonesia geographic condition can be a barrier for dentiststo have continuing education. E-learning is a digital-based education that can solve the problem of location and distance. Objectives: to determine the effectiveness of web-based e-learning in enhancing knowledge, diagnosing skill and managing of MIH teeth as well as perception in diagnosing and treatment of MIH teeth in dental students. Method: Phase 1 was a cross-sectional study to determine knowledge, perception, clinical experience and treatment berrier of MIH teeth among dental students and dentist using questionnaire. Phase 2 was Randomized trial desain pre-pest test with control group. Result: Respondents in phase 1 consisted of 104 dental students, 62 pediatric dentist post graduate students, 83 pediatric dentists and 60 other dental specialists. The knowledge score and diagnosing skill of the respondents is low (46,9 ± 5,59 for the knowledge score and 3,26 ± 1,25 for the diagnosis score), and half of the respondents did not understand the principles of HMI treatment. Gender, age, length of practice, adequate training in dental school and exposure to continuing education were not related to knowledge and skill for diagnosed and determined dental treatment for HMI. Almost all respondents felt the need for training on HMI. Phase 2 was an intervention by conducting HMI training using web-based e-learning methods and face-to-face methods as a control group. The training participants consisted of 62 dental students who were randomly divided into 2 training groups. The results of the study showed a significant increase in scores before and after the training. There was no significant difference in the increase of training scores between the two groups. E-learning training has the same effectiveness in increasing knowledge, diagnostic skills and the ability to determine HMI dental treatment with faceto-face training"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library