Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wutun, Rufus Patty
"Keprihatinan para ahli bahwa masyarakat industri kini dipimpin para manajer tanpa kepemimpinan menjadi topik menarik untuk diperlajari para teoritisi dan praktisi perusahaan (Bennis & Nanus, 1985). Dari sudut pandang teoritik sudah tentu mereka akan berurusan dengan upaya menjelaskan secara ilmiah mengenai gejala-gejala seperti pemogokan, tingginya tingkat absensi, turn over, ketiadaan gagasan yang inovatif dan kreatif dan lainnya. Sedangkan dari sudut praktisi perusahaan tentu mereka pun berurusan dengan upaya-upaya praktis untuk memecahkan masalah-masalah akibat perubahan yang bersifat global.
Manusia, yang pada dasarnya berada dalam dunia nyata dan abstrak, tidak bisa tidak dan hanya dapat memecahkan masalahnya dengan memadukan kedua wilayah pandang di atas. Maka salah satu usaha adalah mencari ciri manajer yang pemimpin. Ia adalah manajer yang bervisi dan mampu mengkomunikasikannya, tahu membaca perubahan, berani melakukan perubahan dan melembagakannya. Ia pun mampu menginspirasi dan memimpin organisasi mewujudkan visinya menuju arah baru. Pribadi pemimpin yang demikian tepatnya berfigur transformational leader.
Kajian ini menggambarkan kepemimpinan atasan "sekarang" dan "seharusnya" menurut persepsi karyawan bank pemerintah (BUMN) dan bank swasta nasional. Proses penelitiannya melibatkan 570 responden berasal dari 4 bank pemerintah dan 6 bank swasta nasional. Kesepuluh bank tersebut meliputi tiga kategori; peringkat atas, menengah, dan bawah. Data diperoleh dengan menggunakan multifactor leadership questionnaire (MLQ) 5 X- R karya Bass dan Avalio (1991).
Hasil kajian menunjukkan hirarki kepemimpinan atasan "sekarang" dan "seharusnya" sebagai trans-formational, transactional, dan laissez-faire. Sedangkan profil kepemimpinan atasan "sekarang" dan "seharusnya" umumnya dipersepsi karyawan sebagai extra effort, attributed charisma, inspirational motivation, dan management by exception passive. Menarik untuk disimak khusus profil contingent reward dan management by exception passive. Mean score contingent reward untuk "seharusnya" lebih rendah dari yang "sekarang", walaupun keduanya berada pada kategori sedang. Sedangkan kepemimpinan management by exception passive berada pada kategori tinggi untuk "seharusnya" dan sedang untuk "sekarang". Lagipula mean score untuk profit tersebut tinggi dibanding profit tipe transactional lainnya. Demilaan pula dengan tipe laissez-faire.
Analisis interkorelasi antar subfaktor transformational menunjukkan indeks koretasi amat kecil, akibatnya perbedaan antar subfaktor tersebut sangat tipis. hipotesis mengenai kepemimpinan atasan "sekarang" dan "seharusnya" antara karyawan manajerial dan operasional, antara karyawan bank pemerintah dan bank swasta nasional menemukan hasil tidak berbeda secara signifikan. Hal ini menggambarkan perilaku bisnis perbankan tidak dipengaruhi oleh status kepemilikan. Juga mengindikasikan perhatian dan pertakuan pemerintah relatif tidak membedakan antar keduanya. Berkaitan dengan perbedaan hirarkhis, menggambarkan kondisi kepemimpinan dipengaruhi budaya paternalistik yang berorientasi vertikal. Akibatnya, kepemimpinan atasan menjadi model yang dipolakan.
Dalam kaitan dengan kepemimpinan contingent reward, menggambarkan perilaku bertransaksi kurang diberi prioritas. Banyak transaksi terjadi secara konvensional. Dasarnya saling percaya diantara mereka. Ini menunjukkan pertimbangan relasi sosial lebih penting daripada relasi bisnis. Hubungan insani lebih penting daripada hubungan tugas. Kondisi ini juga menjelaskan bahwa produk politik menempatkan atas hak kerja dan pemerataan kesempatan bekerja bagi warga negara menjadi pertimbangan penting dalam seleksi. Karenanya pengambilan keputusan dalam seleksi cenderung mendahulukan pertimbangan dimensi ekonomi, politik, stabilitas, dan kemudian baru diikuti pertimbangan kualitas calon karyawan.
Hasil lain, juga mengisyaratkan perbaikan kualitas alat pengukuran agar lebih mampu membedakan domain setiap subfaktor kepemimpinan transformational. Selain itu, perlu ada studi lanjutan mengenai pengaruh misi politik terhadap perilaku kepemimpinan organisasi baik perusahaan pemerintah maupun swasta nasional."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winawati Wiroreno
"Intisari
Penelitian ini berawal dari suatu pemikiran diperlukannya suatu kajian tentang perbedaan-perbedaan di dalam perilaku konsumen dalam menetapkan strategi pemasaran kartu kredit. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard perbedaan-perbedaan dalam perilaku konsumen merupakan manifestasi dari adanya perbedaan-perbedaan di dalam proses pengambilan keputusan yang antara lain dipengaruhi oleh adanya perbedaan-perbedaan individual.
Penelitian ini ingin melihat perbedaan di antara tiga kelompok konsumen yailu kelompok pemakai sering, kelompok pemakai jarang dan kelompok nir pemakai kartu kredit pada dimensi-dimensi gaya hidup, sistem nilai, kepribadian dan sikap terhadap kartu kredit. Selanjutnya, penelitian ini bertujuan untuk menemukan kombinasi terbaik dari dimensi-dimensi tersebut yang memaksimalkan perbedaan antar kelompok dan kemudian memprediksi pengelompokan konsumen atas dasar dimensidimensi tersebut.
Penelitian ini dilakukan dari tanggal 15 lull sampai dengan 15 Oktober 1993 dengan cara membagikan kuesioner kepada subyek penelitian yang terdiri dari pria dan wanita berusia 21 tahun ke atas yang telah bekerja dan berpenghasilan minmum Rp. 10 juta per tahun. Penelitian ini menggunakan metode kajian lapangan (field studies) yang non eksperimental dan menguji hipotesis. Pengambilan sampel menggunakan teknik "Non Probability Sampling" yang tergolong "purposive". Analisis data yang digunakan adalah Analisis Faktor dan Analisis Diskriminan Tiga-Keloinpok pada taraf signifikansi 0.05 dengan bantuan program komputer SPSS/PC+ ver 4.0.
Hasil analisis faktor terhadap variabel gaya hidup berhasil mengeluarkan 6 faktor gaya hidup yaitu Faktor Gaya Hidup Aktif-sosial, Faktor Gaya Hidup Maju/Ambisius, Faktor Gaya Hidup Tradisional, Faktor gaya Hidup Tampil, Faktor Gaya Hidup Konservatif dan Faktor Gaya Hidup Konsumtif. Analisis faktor terhadap variabel sistem nilai menghasilkan 3 faktor nilai yaitu Faktor Nilai Kepuasan, Faktor Nilai Hubungan Antar Pribadi dan Faktor Nilai Keamanan. Sedang analisis faktor terhadap variabel sikap terhadap kartu kredit menghasilkan 2 faktor yaitu Faktor Sikap Negatif dan Faktor Sikap Positif terhadap kartu kredit.
Hasil analisis perbedaan kelompok dengan rnenggunakan statistik univariat menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada Faktor Gaya Hidup Maju, Faktor Gaya Hidup Tradisional, Faktor Gaya Hidup Konservatif, Faktor Nilai Kepuasan, Faktor Pengambilan-resiko, Faktor Keekspresifan, Faktor Kereflektifan, Faktor Sikap Negatif dan Faktor Sikap Positif terhadap kartu kredit diantara kelompok pemakai sering, kelompok pemakai jarang dan kelompok nir pemakai kartu kredit. Dan hasil analisis diskriminan multivariat menunjukkan bahwa Faktor Gaya Hidup Maju, Faktor Gaya Hidup Tradisional, Faktor Gaya Hidup Tampil, Faktor Gaya Hidup Konservatif, Faktor Gaya Hidup Konsumtif, Faktor Nilai Kepuasan, Faktor Sikap Negatif dan Faktor Sikap Positif terhadap kartu !credit, Faktor Keekspresifan dan Faktor Kereflektifan secara bersama-sama terlihat dapat memprediksi pengelompokan konsumen ke dalam kelompok pemakai sering, kelompok pemakai jarang dan kelompok nir pemakai kartu kredit secara sangat bermakna.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada Faktor Gaya Hidup Maju, Faktor Gaya Hidup Tradisional dan Faktor Gaya Hidup Konservatif. Orang-orang dari kelompok pemakai sering cenderung menganut gaya hidup yang progresiflmaju dan cenderung ambisius sedang gaya hidup kelompok pemakai jarang dan kelompok nir pemakai kartu kredit cenderung lebih tradisional dan konservatif. Dalam kaitannya dengan pemakaian kartu kredit, hanya Faktor Nilai Kepuasan yang ada pengaruhnya dalam perbedaan antar kelompok. Sedang dalam hal kepribadian, kelompok pemakai cenderung memiliki kepribadian yang lebih ekspresif dan kelompok nir pemakai kartu kredit cenderung memiliki kepribadian yang lebih reflektif. Perbedaan sikap antara kelompok pemakai dan kelompok nir pemakai terlihat sangat bermakna.
Selain itu secara bersama-sama, Faktor Gaya Hidup Maju, Faktor Gaya Hidup Tradisional, Faktor Gaya Hidup Tampil, Faktor Gaya Hidup Konservatif, Faktor gaya Hidup Konsumtif, Faktor Nilai Kepuasan, Faktor Sikap Negatif dan Faktor Sikapn Positif terhadap kartu kredit, Faktor Keekspresifan dan Faktor Kereflektifan dapat memprediksi pengelompokan konsumen ke dalam kelompok pemakai sering, kelompok pemakai jarang dan kelompok nir pemakai kartu kredit.
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Semiati Ibnu Umar
"Penelitian ini bertujuan menemu-kenali nilai peramalan variabel-variabel individual motivasi berprestasi, tingkat pendidikan, pelatihan di transito, sikap terhadap transmigrasi, sikap terhadap pendidikan, sikap terhadap pelatihan, terhadap keberhasilan transmigran. Keberhasilan transmigran ditinjau dari keberhasilan secara ekonomis dan keberhasilan dalam hubungan sosial. Ditinjaunya dua keberhasilan tersebut berpangkal pada keadaan taraf hidup transmigran dan tinggal menetap membentuk masyarakat baru di daerah transmigrasi.
Salah satu kendala dalam pembangunan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dan persebaran yang tak merata. Enam puluh persen penduduk Indonesia ada di pulau Jawa, padahal luas pulau Jawa 1/7 dari luas wilayah Indonesia. Transmigrasi merupakan salah satu program utama dalam upaya menanggulangi masalah persebaran penduduk yang tak merata dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Informasi dari jajaran Dep.Transmigrasi dan PPH menyatakan masih ada transmigran yang tak berhasil dalam jumlah yang cukup berarti. Pada hal keberhasilan transmigrasi berkaitan erat dengan keberhasilan transmigran. Karenanya hal tersebut harus ditanggulangi. Untuk itu perlu diadakan penelitian.
Pertanyaannya adalah variabel-variabel individual apa yang mempunyai kaitan dengan unjuk perilaku berhasil transmigran. Berdasarkan teori, variabel tersebut terdahulu mempunyai kaitan yang bersifat intensional dengan perilaku keberhasilan. Perilaku keberhasilan dilihat dari dua segi, yaitu secara ekonomis dan dalam hubungan sosial.
Untuk mendapatkan Jawaban dilakukan studi lapangan, non experimental, irisan potongan, dan merupakan type pengujian relational. Alat pengumpul data dengan kuesioner. Pengumpulan data dilakukan dengan cara tatap muka dibantu wawancara. Metode pengolahan dan analisis data : untuk alat penelitian dengan uji keterandalan skala dan uji validitas item dengan korelasi item skor total ; untuk pengujian hipotesis digunakan uji T, uji x, metode analisis diskriminan dan metode regresi ganda.
Sampel penelitian 150 orang transmigran (Kepala Keluarga) Swakarsa PIA-BUN kelapa sawit, di UPT VII & IX Sei Buatan Riau. Daerah pemberangkatan dari Pulau Jawa, waktu kedatangan di daerah transmigrasi Oktvber 89 s/d Maret 90, (berada pada masa pembinaan periode II atau pengembangan).
Hipotesis-hipotesis yang di tegakkan: nilai rata-rata variabel bebas pada kelompok berhasil lebih tinggi dari kelompok tidak berhasil; semua variabel bebas membedakan secara maksimal kelompok transmigran berhasil dari yang tidak berhasil secara ekonomis ; semua variabel bebas memberikan sumbangan yang unik terhadap keberhasilan dalam hubungan sosial.
Hasil penelitian secara umum 6 variabel individual tersebut mempunyai nilai peramalan terhadap keberhasilan transmigran. Yang membedakan secara maksimal kelompok transmigran yang berhasil dari yang tidak berhasil secara ekonomis, adalah variabel sikap terhadap transmigrasi, motivasi berprestasi, dan tingkat pendidikan ; yang memberikan sumbangan unik terhadap keberhasilan dalam hubungan sosial adalah variabel sikap terhadap pendidikan, tingkat pendidikan dan motivasi berprestasi. Pelatihan di transito dan sikap terhadap pelatihan tidak terpilih untuk dua keadaan yang disebutkan terakhir.
Saran yang disampaikan : menggunakan skor hasil variabel-variabel sebagai acuan transmigran; mempertimbangkan faktor pelatihan di transito; mengadakan penelitian untuk menetapkan kebijakan yang lebih dalam program transmigrasi; mengkaji ulang berbagai dalam lanjut mengenai pembinaan transmigran dari individual. Pengukuran untuk pembinaan pendidikan formal aspek lebih mantap aspek variabel."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
D416
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Enoch Markum
"Disertasi ini mengetengahkan masalah kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) Indonesia berkenaan dengan Pembangunan Nasional. Dari pengamatan terhadap negara-negara maju dan negara-negara yang tergolong "The New Industrialized Countries" ternyata negara-negara itu tidak memiliki sumberdaya alam yang melimpah, tetapi mereka memiliki sumberdaya manusia yang kualitasnya tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemajuan suatu negara. antara lain ditentukan oleh kualitas SDM yang tinggi. Bagi Indonesia yang sedang membangun dan menghadapi persaingan yang semakin ketat sebagai konsekuensi dari era globalisasi, maka mau tidak mau harus mengandalkan pada SDM yang kualitasnya tinggi. Masalahnya adalah bagaimana kualitas SDM Indonesia itu pada kenyataannya.
Berbagai pendapat mengenai kualitas SDM Indonesia (Koentjaraningrat, 1974, 1976, dan 1979; Soeryohadiprodjo, 1982; Lubis, 1990: Swasono, 1984. 1988, dan Sukardi, 1991) pada intinya menunjukkan bahwa SDM Indonesia pada umumnya belum siap menghadapi tuntutan pembangunan yang makin majemuk dan persaingan yang semakin ketat di masa yang akan datang. Oleh karena itu perlu dipersiapkan SDM Indonesia yang mampu menghadapi tuntutan pembangunan dan era globalisasi. Masalahnya adalah unsur kualitas SDM apakah yang perlu disiapkan (baca: ditingkatkan dan dikembangkan) ditinjau dari sudut psikologi. Sebelum menjawab pertanyaan itu perlu ditegaskan bahwa pengertian SDM dalam studi ini cakupan yang terbatas pada melihat manusia sebagai sumberdaya atau tenaga kerja yang erat kaitannya dengan hal-ikhwal produktivitas, efisiensi, dan efetivitas suatu performa kerja.
Landasan teoretis yang digunakan dalam studi ini adalah teori sifat (trait) Banellport karena teori ini dapat menjawab tujuan penelitian. Yaitu menemukan suatu predisposisi tingkahlaku yang perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan adanya konsistensi.
Seeara umum tujuan penelitian ini adalah menemukan sifat yang harus dimiliki oleh SDM Indonesia dan lingkungan keluarga serta sekolah yang kondusif bagi pembentukan sifat SDM Indonesia. Untuk itu dilakukan dua tahap penelitian yang masing-masing menggunakan pendekatan yang berbeda.
Penelitian tahap I dilakukan dengan melakukan pengkajian 68 buku mengenai riwavat hidup orang-orang berprestasi dalam berbagai bidang dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian tahap I menunjukkan adanya 6 sifat dari orang yang berprestasi tinggi, yakni kerja keras, disiplin, prestatif, komitmen, mandiri, dan realistis.
Penelitian tahap II merupakan penelitian lapangan sebagai kelanjutan dari penelian tahap I yang bertujuan menguji hipotesis mengenai sejauhmana (1) individu berprestasi tinggi memiliki ke 6 sifat di atas dan (2) pengaruh'lingkungan keluarga dan sekolah terhadap pembentukan sifat individu berprestasi tinggi.
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa (280 orang) yang terdiri dan mahasiswa berprestasi tinggi (149 orang) dan mahasiswa berprestasi rendah (131 orang). Instrumen pengumpulan data terdiri dari (1) ISI '95 : untuk menemukan sifat. (2) Skala Keluarga : untuk melihat latar belakang keluarga. dan (3) Skala Sekolah : untuk meliltat peran lingkungan sekolah.
Untuk menguji hipotesis dari penelitian ini, digunakan metode analisis LISREL (Liniar Structural Relations) yang pada hakikatnya terdiri dari 2 tahap yang saling terkait, yaitu : (1) menguji kebenaran model dengan melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara model teoritik dan data ini atau tidaknya model). (2) jika model dinyatakan fit selanjutnva dilakukan pengujian atas hipotesis tentang hubungan kausal antar variabel. Dari hasil studi ini dapat disimpulkan :
(1) sifat yang harus dimiliki oleh SDM Indonesia sebagai penunjang pembangunan, adalah sifat kerja keras, disiplin komitmen. prestatif mandiri, dan realistis.
(2) lingkungan keluarga yang kondusif bagi pembentukan sifat individu berprestasi tinggi adalah lingkungan yang menerapkan pola asuh yang otoritatif.
(3) lingkungan sekolah yang kondusif bagi pembentukan sifat individu berprestasi tinggi adalah lingkungan sekolah yang menerapkan pola bina yang otoritatif.
(4) ada alur pembentukkan individu berprestasi tingkat 0 yakni diawali dengan pola asuh dan pola bina yang otoritatif yang keduanya akan berpengaruh terhadap pembentukkan sifat, dan pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi individu.
(5) peran ibu dan guru cukup signifikan terhadap pembentukan sifat.
(6) ibu berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya prestasi.
Dari hasil studi ini disarankan (1) ke enam sifat yang ditemukan hendaknya dijadikan rujukan dalam pengembangan SDM Indonesia, seperti dalam pendidikan dan pelatihan. buku cerita yang menonjolkan ke enam sifat. dan ekspose orang-orang yang berprestasi tinggi. (2) membuat sinergi pola asuh di rumah dan pola bina di sekolah seperti melalui perteinuan orangtua siswa dan guru secara teratur. (3) pengembangan pola asuh otoritatif d.alam berbagai bidang. (4) melakukan penelitian mengenai sifat individu yang lingkupnya lebih luas, seperti pada olahragawan, seniman, ilmuwan yang berhasil. (5) pengembangan instrumen penelitian untuk melihat sejaulunana ada konsislensi antara sifat dan tingkah laku nyata."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
D224
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Surna
"Pengajuan masalah ini bersumber dari pengamatan, ungkapan kalangan pemakai jasa pendidikan, pengamat pendidikan di mana kinerja mengajar guru khususnya guru tamatan IKIP Manado program strata satu (S1) yang sudah mengajar pada Sekolah Menengah Umum dan Kejuruan di Kotamadya Manado, Kabupaten Minahasa dan Bolaang Mongondow belum.menampakkan kinerja mengajar yang diharapkan. Mereka siap untuk ditatar dan bukan siap untuk mengajar. Isu yang dilekatkan juga adalah menurunnya prestasi belajar subjek didik Sekolah Menengah Umum dan Kejuruan terutama dapat dilihat dari Nilai Ebtanas Murni (NEM) dan hasil ujian tulis Sipenmaru dari tahun ke tahun, di mana hasilnya menempati urutan yang kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan basil yang dicapai oleh subjek didik dari daerah lainnya di Indonesia.
Setelah ditelusuri bahwa ruang hidup psikologis guru diasumsi iaempunyai hubungan tertentu dengan kinerja menaaiarnya. Ruang hidup psikologis adalah inti teori Lewin. Ruang hidup psikologis adalah hasil interaksi antara pribadi, dengan lingkungan psikologisnya yang dihadapi sekarang ini (prinsip kekinian Lewin). Ada sebelas variabel yang diamati dalam ruang hidup psikologis guru. Lima variabel yaitu (1) sistem budaya birokrasi daerah, (2) gaya hidup masyarakat, (3) kepemimpinan kepala sekolah, (4) pelaksanaan tugas administrasi, dan (5) penghargaan masyarakat terhadap profesi guru ditetapkan sebagai variabel lingkungan psikologis. Enam variabel yaitu (1) keterpanggilan untuk menjadi guru, (2) kebutuhan hidup guru, (3) penghayatan terhadap pekerjaan guru, (4) komitmen terhadap etika profesi, (5) konsep diri guru, dan (6) sikap terhadap profesi guru ditetapkan sebagai variabel pribadi. Hasil interaksi antara variabel-variabel lingkungan psikologis dengan variabel-variabel pribadi diamati kontribusinya terhadap kinerja mengajar guru."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
D364
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Amir Asyikin
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat keterkaitan antara kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional dengan sifat-sifat kewirausahaan serta pengaruh ketiganya terhadap kinerja karyawan maupun kinerja organisasi. Penelitian ini didasari oleh belum adanya penelitian yang berkaitan dengan kepemimpinan transaksional/transformasional dengan sifat-sifat kewirausahaan.
Dalam menjawab penanyaan-pertanyaan dalam penelitian, dilakukan penelitian terhadap 195 pengusaha industri kecil garmen di DKI Jakarta Jengan menggunakan 3 jenis instrumen, yaitu 2 (1) Multifactor Leadership Questionnaire dari Bass dan Avolio (1990); (2) Inventory PTEP ?90 dad Iman Santoso Sukardi (1990) dan (3Q)Kwesioner pengukur kinerja karyawan dan kinerja Organisasi. Instrumen diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik analisis faktor, Uji korelasi item dengan skor total, Cronbach Alpha. Pengujian hipotesis menggunakan teknik korelasi product moment, analisis regresi ganda dan Uji t.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) perilaku kepemimpinan yang sering ditampilkan dominan ) oleh pengusaha industri kecil garmen merupakan kombinasi dari kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional, khususnya manajemen pengecualian pasif dan konsiderasi individual (b) Sifat instrumental dan prestatif merupakan 2 sifat kewirausahaan yang dominan pada pengusaha industri kecil garmen, sedangkan 3 sifat kewirausahaan yaitu keyakinan diri, keberanian mengambil resiko dan swa-kendali dimiliki secara memadai oleh pengusaha industri kecil garmen ; (c) kepemimpinan transformasional lebih memiliki keterkaitan dengan sifat-sifat kewirausahaan dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional; (d) kepemimpnan transformasional dan sifat-sifat kewirausahaan dapat menjadi peramal bagi kinerja karyawan maupun kinerja organisasi, sedangkan kepemimpinan transaksional tidak memberikan kontribusi sama sekali.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang diperoleh ini, studi ini menyarankan beberapa hal : (a) dengan adanya keterkaitan kepemimpinan transformasional dengan sifat-sifat kewirausahaan, maka program-program pengembangan
pengusaha industri kecil harus memperhatikan keduanya karena telah terbukti dapat menjadi peramal bagi kinerja karyawan maupun organisasi;
(b) Studi-studi lebih lanjut tentang kepemimpinan dan sifat-sifat kewirausahaan dengan melibatkan lebih banyak bidang usaha dalam industri kecil masih sangat diperlukan."
2001
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Enoch Markum
"Disertasi ini mengetengahkan masalah kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) Indonesia berkenaan dengan Pembangunan Nasional. Dari pengamatan terhadap negara-negara maju dan negara-negara yang tergolong "The New Industrialized Countries" ternyata negara-negara itu tidak memiliki sumberdaya alam yang melimpah, tetapi mereka memiliki sumberdaya manusia yang kualitasnya tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemajuan suatu negara. antara lain ditentukan oleh kualitas SDM yang tinggi. Bagi Indonesia yang sedang membangun dan menghadapi persaingan yang semakin ketat sebagai konsekuensi dari era globalisasi, maka mau tidak mau harus mengandalkan pada SDM yang kualitasnya tinggi. Masalahnya adalah bagaimana kualitas SDM Indonesia itu pada kenyataannya.
Berbagai pendapat mengenai kualitas SDM Indonesia (Koentjaraningrat, 1974, 1976, dan 1979; Soeryohadiprodjo, 1982; Lubis, 1990: Swasono, 1984. 1988, dan Sukardi, 1991) pada intinya menunjukkan bahwa SDM Indonesia pada umumnya belum siap menghadapi tuntutan pembangunan yang makin majemuk dan persaingan yang semakin ketat di masa yang akan datang. Oleh karena itu perlu dipersiapkan SDM Indonesia yang mampu menghadapi tuntutan pembangunan dan era globalisasi. Masalahnya adalah unsur kualitas SDM apakah yang perlu disiapkan (baca: ditingkatkan dan dikembangkan) ditinjau dari sudut psikologi. Sebelum menjawab pertanyaan itu perlu ditegaskan bahwa pengertian SDM dalam studi ini cakupan yang terbatas pada melihat manusia sebagai sumberdaya atau tenaga kerja yang erat kaitannya dengan hal-ikhwal produktivitas, efisiensi, dan efetivitas suatu performa kerja.
Landasan teoretis yang digunakan dalam studi ini adalah teori sifat (trait) Banellport karena teori ini dapat menjawab tujuan penelitian. Yaitu menemukan suatu predisposisi tingkahlaku yang perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan adanya konsistensi.
Seeara umum tujuan penelitian ini adalah menemukan sifat yang harus dimiliki oleh SDM Indonesia dan lingkungan keluarga serta sekolah yang kondusif bagi pembentukan sifat SDM Indonesia. Untuk itu dilakukan dua tahap penelitian yang masing-masing menggunakan pendekatan yang berbeda.
Penelitian tahap I dilakukan dengan melakukan pengkajian 68 buku mengenai riwavat hidup orang-orang berprestasi dalam berbagai bidang dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian tahap I menunjukkan adanya 6 sifat dari orang yang berprestasi tinggi, yakni kerja keras, disiplin, prestatif, komitmen, mandiri, dan realistis.
Penelitian tahap II merupakan penelitian lapangan sebagai kelanjutan dari penelian tahap I yang bertujuan menguji hipotesis mengenai sejauhmana (1) individu berprestasi tinggi memiliki ke 6 sifat di atas dan (2) pengaruh'lingkungan keluarga dan sekolah terhadap pembentukan sifat individu berprestasi tinggi.
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa (280 orang) yang terdiri dan mahasiswa berprestasi tinggi (149 orang) dan mahasiswa berprestasi rendah (131 orang). Instrumen pengumpulan data terdiri dari (1) ISI '95 : untuk menemukan sifat. (2) Skala Keluarga : untuk melihat latar belakang keluarga. dan (3) Skala Sekolah : untuk meliltat peran lingkungan sekolah.
Untuk menguji hipotesis dari penelitian ini, digunakan metode analisis LISREL (Liniar Structural Relations) yang pada hakikatnya terdiri dari 2 tahap yang saling terkait, yaitu : (1) menguji kebenaran model dengan melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara model teoritik dan data ini atau tidaknya model). (2) jika model dinyatakan fit selanjutnva dilakukan pengujian atas hipotesis tentang hubungan kausal antar variabel. Dari hasil studi ini dapat disimpulkan :
(1) sifat yang harus dimiliki oleh SDM Indonesia sebagai penunjang pembangunan, adalah sifat kerja keras, disiplin komitmen. prestatif mandiri, dan realistis.
(2) lingkungan keluarga yang kondusif bagi pembentukan sifat individu berprestasi tinggi adalah lingkungan yang menerapkan pola asuh yang otoritatif.
(3) lingkungan sekolah yang kondusif bagi pembentukan sifat individu berprestasi tinggi adalah lingkungan sekolah yang menerapkan pola bina yang otoritatif.
(4) ada alur pembentukkan individu berprestasi tingkat 0 yakni diawali dengan pola asuh dan pola bina yang otoritatif yang keduanya akan berpengaruh terhadap pembentukkan sifat, dan pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi individu.
(5) peran ibu dan guru cukup signifikan terhadap pembentukan sifat.
(6) ibu berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya prestasi.
Dari hasil studi ini disarankan (1) ke enam sifat yang ditemukan hendaknya dijadikan rujukan dalam pengembangan SDM Indonesia, seperti dalam pendidikan dan pelatihan. buku cerita yang menonjolkan ke enam sifat. dan ekspose orang-orang yang berprestasi tinggi. (2) membuat sinergi pola asuh di rumah dan pola bina di sekolah seperti melalui perteinuan orangtua siswa dan guru secara teratur. (3) pengembangan pola asuh otoritatif d.alam berbagai bidang. (4) melakukan penelitian mengenai sifat individu yang lingkupnya lebih luas, seperti pada olahragawan, seniman, ilmuwan yang berhasil. (5) pengembangan instrumen penelitian untuk melihat sejauhmana ada konsislensi antara sifat dan tingkah laku nyata."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
D677
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awaluddin Tjalla
"Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model teoretis tentang negosiasi antara wakil pekerja dan wakil manajemen dalam menghasilkan persetujuan bersama. Selain itu juga, untuk mengetahui pengaruh variabel sosial, variabel psikologis, serta variabel eksternal terhadap tercapainya persetujuan bersama. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh norma perundingan masing-masing wakil perunding terhadap tercapainya persetujuan bersama.
Berdasar acuan dari Douglas dan Walton, bahwa perunding dari suatu organisasi sebagai individu merupakan subyek yang dapat dipengaruhi oleh anggota kelompoknya, dan sebagai wakil kelompok juga dipengaruhi oleh mitra rundingnya, disamping itu juga dapat dipengaruhi oleh intervensi dari pihak ketiga. Dari acuan tersebut, diajukan model negosiasi yang dapat digunakan dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara wakil pekerja dan wakil manajemen (Model I). Model ini diajukan dan diuji dengan model negosiasi yang digunakan oleh Pegawai Departemen Tenaga Kerja sebagai mediator dalam menyelesaikan perselisihan industrial di sektor industri (Model II).
Penelitian dilakukan di DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat. Pemilihan kedua daerah tersebut didasarkan pada data bahwa kasus pemogokan terbanyak di Indonesia ada pada kedua daerah tersebut, disamping Provinsi Jawa Timur. Sampel penelitian ini adalah kasus-kasus Perselisihan Hubungan Industrial di sektor industri pengolahan yang telah terdaftar dan terdokumentasikan sejak tahun 1989 sampai dengan akhir tahun 1994. Sampel terdiri dari 140 kasus perselisihan, dengan perincian; 38 kasus perselisihan Industrial di DKI Jakarta, dan 102 kasus perselisihan untuk Provinsi Jawa Barat.
Data variabel-variabel penelitian diperoleh dari dokumen hasil pemerantaraan yang tersedia di Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat. Di samping itu dilakukan observasi dan wawancara untuk melengkapi dan melakukan validasi silang terhadap kesahihan data yang diperoleh.
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, dilakukan analisis dengan teknik LISREL (Linear Structural Relations) dan Chi-kuadrat ( x2 ). LISREL digunakan untuk menguji kesesuaian model teoritik yang diajukan dengan data, serta pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya dalam menghasilkan persetujuan bersama. Selanjutnya Chi-kuadrat digunakan untuk melihat perbedaan tercapainya persetujuan bersama ditinjau dari norma perundingan masing-masing wakil perunding. Analisis kualitatif dilakukan untuk memberikan gambaran lebih jauh situasi yang nyata dalam proses negosiasi antara wakil pekerja dan wakil manajemen dengan bantuan mediator.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) model negosiasi alternatif pertama (perampingan dari model I) lebih sesuai untuk menjelaskan data, dibandingkan dengan model negosiasi alternatif kedua (perampingan dari model II); (2) mediator sangat berperan dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara pihak pekerja dan pihak pengusaha; (3) Variabel sosial dan vanabel psikologis berpengaruh terhadap tercapainya persetujuan bersama antara wakil pekerja dan wakil manajemen; dan (4) norma perundingan dari masing-masing wakil perunding yang bersifat kooperatif akan menghasilkan persetujuan bersama lebih banyak dibandingkan dengan norma perundingan dari masing-masing wakil perunding yang bersifat kompetitif.
Dari hasil penelitian, disarankan perlunya peningkatan kemampuan masing-masing negosiator, baik dari pihak wakil pekerja maupun pihak wakil manajemen. Di samping itu perlu dilakukan empowerment secara struktural terhadap komposisi Bipartit dan Tripartit untuk memecahkan masalah ketenagakerjaan yang sering terjadi di sektor industri."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
D408
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library