Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khoirul Umam Noer
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk meninjau ulang kebudayaan Madura dari sudut pandang perempuan. Penelitian ini berfokus pada politik tubuh, dan bagaimana politik tubuh bersinggungan dengan lima hal: perkawinan, perpindahan, tempat, perlawanan, dan memori kolektif. Titik awalnya adalah masa ketika perempuan berada dan terikat dalam tanean, di mana perempuan harus menikah untuk mencapai dua takdir mereka: menjadi istri dan menjadi ibu. Perkawinan menjadi penting dalam tanean untuk menarik laki-laki masuk ke dalam keluarga luas istri, karena kebutuhan laki-laki untuk mengolah lingkungan alam Madura yang kering, dan karenanya penting bagi tanean untuk menjaga surplus laki-laki. Perpindahan adalah masa ketika perempuan tidak mampu mencapai takdirnya dan akhirnya harus bercerai. Tanpa suami dan anak, perempuan mengalami eksklusi sosial - terasing dari lingkungan sosialnya, dan tertutupnya akses atas sumber daya alam, sehingga perempuan harus terusir dari lingkungannya. Tempat adalah lokus di mana perempuan membangun kembali kehidupan mereka yang berantakan dan mengalami deformasi besar-besaran. Disokong oleh kemandirian ekonomi, di tempat baru ini lah perempuan membangun kembali identitasnya, menjadikan tanean sebagai geografi moral, dan mulai bermimpi untuk kembali. Mimpi itu harus direbut dengan perlawanan. Perlawanan adalah usaha perempuan untuk menawar posisi mereka atas tanean sebagai hak kultural mereka. Mereka melawan dengan mengirimkan emas dengan harapan agar mereka tetap dianggap sebagai bagian dari tanean. Memori kolektif adalah ikatan yang mengikat setiap orang dalam tanean. Memori kolektif adalah tujuan yang hendak dicapai, sebab terhapus dari memori kolektif tanean berarti menghapus perempuan dan mimpimimpinya. Penelitian ini menjelaskan bagaimana tanean mengikorporasikan segala hal, mulai dari keanggotaan, sumber daya alam, dan ekonomi; dan untuk menjaga agar tanean mampu terus bertahan, politik tubuh yang berjalin dengan logika kultural Madura menyediakan jawabannya. ...... This research aimed to challenge Madurese culture from the woman's perspective. It focuses on the politics of the body, and how the body politics intersect with five things: marriage, displacement, place, resistance, and collective memory. The entry point was a time when women were bound in tanean, where women have to be married to achieve two of their destiny: being a wife and being a mother. Marriage is important in tanean to attract men into the wife's extended family, because men need to process the natural environment of Madura, and it is important for tanean to maintain a surplus of men. Displacement was a time when women were not able to reach her destiny and finally had divorced. Without husband and children, women experiencing social exclusion - alienated from their social environment and obstruction of access to natural resources, so women should be evicted from the environment. The place is the locus where women rebuild their lives which are falling apart and deformed massively. In favor of economic independence, in this new place woman rebuild her identity, making tanean as moral geography, and began the dream of going back. There?s only one way to capture the dream: fighting back. Resistance is women attempt to negotiate their position of tanean as their cultural rights. They fight by sending gold in hope that they are still regarded as part of the tanean. Collective memory is a social tie that bind everyone in tanean. Collective memory is a goal to be achieved, since being erased from the collective memory of tanean for the women means their loosing hope and dreams. This study describes how tanean incorporated almost everything, ranging from membership, natural resources, and the economy, and to keep the tanean alive, body politics which intertwined with the cultural logic of Madura can provide the answer.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1460
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidwina Inge Nurtjahyo
Abstrak :
Penelitian dalam disertasi ini bertujuan untuk menjelaskan pemaknaan warga masyarakat terhadap aturan dan kebijakan Negara tentang akses kepemilikan identitas hukum. Masalah identitas hukum sangat penting untuk dikaji karena berimplikasi pada akses masyarakat terhadap bantuan pemerintah dan perlindungan hukum. Dalam perspektif pemerintah, eligibilitas warga dalam mengakses bantuan pemerintah dan perlindungan hukum dikaitkan dengan identitas hukum formal. Di sinilah penelitian yang termasuk dalam ranah antropologi hukum ini dapat memberi kontribusi pemikiran. Hukum negara yang dominan dalam menentukan eligibilitas warga terhadap bantuan dan perlindungan hukum itu ternyata tidak sepenuhnya dapat mengakomodir akses keadilan warga masyarakat. Penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat di RT 01 RW 10 Desa Kotabatu, Bogor, Jawa Barat, dan menggunakan pendekatan kualitatif dan etnografis ini memberi penjelasan tentang bagaimana warga memaknai identitas hukum itu; bagaimana pengalaman, respon, dan strategi warga ketika berhadapan dengan kebijakan Negara terkait identitas hukum. ...... The aim of this research dissertation is to explain how the society member creates meaning of the State regulation and policies on access to legal identity. Issues on legal identity is significantly studied as it implies to access of the society to govermental aid and legal protection. In the perspective of the State, eligibility of society member to access govermental aid and legal protection shoud be linked to formal legal identity. Within this legal anthropological field of studies this research contribus some important findings. Strongly dominant State law determined eligibility of people to govermental aid and legal protection, does not effectively accomodate access to justice of the people. Reseach done in RT 01 RW 10 Kotabatu Village, Bogor, West Java, and using qualitative and ethnographical approaches; resulted in some significant findings like on how they create meanings on legal identity; how are their experiences, response, and strategy when faced with the State policy on legal identity.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1492
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Maria Damasus Ratuanak
Abstrak :
Tema pengelolaan sumber daya laut menjadi sangat penting untuk diteliti mengingat geografis Indonesia sebagian besarnya terdiri dari wilayah laut dan banyak penduduk menggantungkan hidupnya pada laut. Banyaknya peraturan perundangan yang mengatur tentang sumber daya kelauatan kerap kali tidak saling beriringan sama lain. Di lain sisi, secara empirik dijumpai juga hukum-hukum lain di luar hukum negara yang beroperasi di dalam suatu wilayah gografis yang sama. Masyarakat di Kepulauan Kei mengenal mekanisme penyelesaian konflik sumber daya alam dengan menggunakan hukum adat. Semua hal, termasuk pemanfaatan sumber daya alam dan manusia serta upaya pelestarian atas keberlangsungannya telah diatur di dalam hukum adat mereka. Disertasi ini didasarkan pada penelitian socio-legal yang membahas: Pertama, bagaimanakah hukum negara mengatur pengelolaan sumber daya kelautan secara umum; Ke-dua, bagaimana pengelolaan sumber daya kelautan berdasarkan hukum hukum adat menjadi bagian yang sangat melekat pada masyarakat Kepulauan Kei; Ke-tiga, dalam hal terjadi konflik dan sengketa sumber daya kelautan, dalam konteks apakah mereka memilih menyelesaikan dengan menggunakan hukum adat dan dalam konteks apakah mereka lebih menentukan pilihan menggunakan hukum negara. Penelitian ini menemukan bahwa: Pertama, terdapat potensi konflik akibat dari ketumpang-tindihan peraturan perundangan yang memberikan keweangan yang sama antar penegak hukum dari instansi yang berbeda berdasarkan peraturan perundangan yang berbeda; Ke-dua, masyarakat di Kepulauan Kei masih menjalankan sistem pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan di bawah hukum adat Larvul Ngabal sebagai bagian dari sistem norma mereka, dan; Ke-tiga, ditemukan bahwa masyarakat cenderung memilih menyelesaikan konflik mereka menggunakan hukum adat dan dalam pelaksanaannya cenderung hibrida. ......The theme of marine resource management becomes very important to study considering that Indonesia's geography consists mostly of marine areas and many people depend on the sea for their lives. The number of laws and regulations governing marine resources often do not go hand in hand with each other. On the other hand, empirically also found other laws outside of state law operating in the same geographic area. The people of the Kei Islands are familiar with the mechanism for resolving conflicts over natural resources using customary law. All things, including the use of natural and human resources and efforts to preserve their sustainability, have been regulated in their customary law. This dissertation is based on socio-legal research that discusses: First, how state law regulates marine resource management in general; Second, how the management of marine resources based on customary law is a very inherent part of the Kei Archipelago community; Third, in the event of conflicts and disputes over marine resources, in the context of whether they choose to settle using customary law and in the context of whether they prefer to use state law. This study finds that: First, there is a potential conflict as a result of overlapping laws and regulations that provide equal authority between law enforcers from different agencies based on different laws and regulations; Second, the people in the Kei Islands still carry out the system of utilisation and management of marine resources under the customary law of Larvul Ngabal as part of their system of norms, and; Third, it was found that communities tend to choose to resolve their conflicts using customary law and in practice, it tends to be hybrid.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tangkeliku, Agustinus Sem Porak
Abstrak :
Disertasi ini mengkaji perkembangan judi dalam ritual adu kerbau (ma’pasilaga tedong) dalam upacara pemakaman rambu solo’ di Tana Toraja dan Toraja Utara. Perkembangan judi dalam atraksi ma’pasilaga tedong yang menggambarkan perubahan dalam masyarakat Toraja baik itu perubahan struktur sosial dan juga perubahan ritual. Pelaksanaan upacara rambu solo’ yang semakin mewah menjadi fenomena akan perubahan yang sedang terjadi dalam masyarakat Toraja. Perkembangan judi dalam permainan adu kerbau dapat menjadi jendela untuk melihat perubahan sosial dan kebaharuan dalam ritual. Ma’pasilaga tedong tidak bisa dilepaskan dari ritual rambu solo’ karena kerbau dan permainan adu kerbau bagian dari ritual. Selama kerbau masih ada kerbau dan menjadi hewan kurban dalam upacara rambu solo' adu kerbau akan selalu ada dalam rambu solo’. Permainan selalu terbuka pada tindakan judi yang dapat melahirkan pranata baru. Pertanyaan yang bisa diajukan terhadap fenomena ini adalah bagaimana perubahan tersebut terjadi dan bagaimana para aktor berperan sebagai agen perubahan? Data diperoleh melalui penelitian dengan menggunakan metode etnografi yang menekankan observasi terlibat dan wawancara mendalam. Melalui observasi peneliti terlibat dalam ritual dan hadir dalam arena judi. Data-data observasi diperkuat dan dilengkapi melalui wawancara mendalam dengan para tokoh adat dan pelaku ritual serta aktor judi. Data lapangan juga diperkaya dengan penelusuran literatur. Data dianalisa berdasarkan perspektif ritual sebagai proses perubahan sosial. Ritual adalah tindakan untuk memberi penghormatan kepada yang meninggal yang bisa menguatkan ikatan para pelaku ritual dengan para leluhur. Fungsi ritual juga memperkuat ikatan sosial di antara pelaku ritual. Selanjutnya tindakan pengorbanan yang selalu menyertai ritual menjadi sarana (kendaraan) untuk mempresentasikan status sosial dan mengkonstruksi pranata judi. ......This dissertation discusses the development of gambling in the buffalo fighting ritual (ma'pasilaga tedong) in the rambu solo' funeral ceremony in Tana Toraja and North Toraja. The development of gambling in the ma'pasilaga tedong attraction depicts changes in Toraja society, both changes in social structure and also changes in rituals. The increasingly luxurious implementation of the rambu solo' ceremony is a phenomenon that reflects the changes that are taking place in Toraja society. The development of gambling in buffalo fighting games can be a window to see social changes and newness in rituals. Ma'pasilaga tedong cannot be separated from the rambu solo' ritual because buffalo and buffalo fighting games are part of the ritual. As long as there are still buffaloes, and they are sacrificial animals in the rambu solo ceremony, buffalo fighting will always be in rambu solo'. The game is always open to gambling actions that can give birth to new institutions. The questions that can be asked about this phenomenon are how does this change occur, and how do actors act as agents of change? Data was obtained through research using ethnographic methods, which involved observation and in-depth interviews. Through observation, researchers were involved in rituals and were present in the gambling arena. Observational data is strengthened and complemented through in-depth interviews with traditional leader ritual practitioners and gambling actors. Field data was also enriched by literature searches. Data were analyzed based on the perspective of ritual as a process of social change. Rituals are actions to pay respects to the dead which can strengthen the bonds of ritual practitioners with their ancestors. The ritual function also strengthens social ties between ritual practitioners. Furthermore, the act of sacrifice that always accompanies the ritual becomes a means (vehicle) for presenting social status and constructing gambling institutions.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Runturambi, Arthur Josias Simon
Abstrak :
Hasil penelitian ini merupakan studi etnografi yang penulis lakukan selama tiga tahun di Lapas Bogor. Tujuan penelitian ini secara khusus untuk menambah pengertian tentang keberadaan masyarakat di balik tembok penjara dari pengalaman narapidana yang berdiam serta petugas yang bekerja dalam Lapas. Penelitian dilandasi pemikiran antropologis bahwa Lapas adalah semi autonomous social field (SASF) sehingga memungkinkan teknik-teknik penelitian dan observasi etnografis diterapkan dalam Lapas. Fokus utama penelitian adalah memahami keberlangsungan budaya penjara di Lapas. Penulis meneliti realitas kehidupan sehari-hari di Lapas dengan berpartisipasi secara langsung, melalui interaksi intens, mengamati aktivitas, perilaku, menelusuri kesepakatan yang ditemui di lapangan. Realitas ini menjadi gambaran budaya penjara, sekaligus memperlihatkan cara pandang yang berbeda dalam memahami budaya penjara di Lapas. Telaah pustaka secara garis besar mengurai budaya penjara sebagai upaya menghadapi berbagai keterbatasan dan deprivasi dalam lembaga. Selanjutnya hasil telusuran lapangan menunjukkan keterbatasan dan deprivasi muncul sebagai tafsir aktor bukan lembaga, yang muncul dalam bentuk kesepakatan-kesepakatan informal yang berlaku sesuai konteks tertentu. Budaya penjara tidak hanya mempersoalkan kesepakatan-kesepakatan (informal) tapi bagaimana kesepakatan-kesepakatan tersebut dipertahankan para aktor dalam kehidupan rutinitas seharihari, dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingan. Analisis penelitian memperlihatkan peran aktor dan konteks menampilkan budaya penjara di Lapas berlangsung dinamis, tidak statis. Dinamis karena perubahan memandang budaya penjara dari pemahaman budaya sistemik kearah aktor dan konteks. Analisis penelitian menggarisbawahi budaya penjara tidak lagi mengikuti bingkai institusi atau lembaga, tapi menekankan sisi individu atau aktor yang berperan memelihara berbagai kesepakatan informal berdasar konteks-konteks tertentu.
The result of this research forms an ethnographic study the writer has studied for three years in the correctional institutions (Lapas) in Bogor. The purpose of this research is especially to increase understanding about the existence of the community behind the wall of the prison, the experience of the prisoners, working along with officals in the institution. This research is based on anthropological thinking that the institution (Lapas) is a semi autonomous social fiels (SASF), so that technical and ethnographic observation could be applied in the institution. The principal research are to appreciate the facts of the prison`s culture in the institution. The writer has examined carefully the way of living day by day directly by participating interaction intense, by monitoring their behaviour, by following the reach of agreement, found in the field. This realization becomes at the same time prison illustration that shows the difference to understand the prison`s culture in the institution. The study of the devining manual in general explains the prison`s culture as an effort in facing various involvements and deprivations in the institution. Futhermore the result in the investigation field, shows the limit and deprivation that appears as an interpretation actor, not the institution, that appears in informal agreements that occur according certain contexts. The prison`s culture not only discuss informal agreement, but how the agreements can be maintained by the actors in everyday`s life utilization, in fulfilling the needs and self-interests. The analytical research shows the actor`s role and contexts to bring forward prison`s culture in the institution goes on dynamic, not static. Dynamic because of the change of view of the prison`s culture from the systemic culture to the actor`s direction and contexts. The analytical research underlines that prison`s culture doesn`t follow the institution`s frame or organization, but emphasized the individual side or actor who has taken a role to take care in various informal agreements in accordance with certain contexts.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
D1287
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Yogaswara
Abstrak :
Disertasi ini membahas tentang orang-orang Madura yang kembali setelah terjadinya kekerasan antar etnis yang dikenal dengan Kerusuhan Sampit pada bulan Februari 2001. Mereka memutuskan untuk kembali ke Sampit setelah mempertimbangkan berbagai situasi yang pernah mereka alami pada saat hidup di kota Sampit sebelum terjadinya kerusuhan. Penelitian ini ini ingin menunjukkan bahwa berbagai peristiwa pada masa lalu membentuk mental image yang dijadikannya sebagai referensi untuk kerangka bertindak pada masa sekarang. Melalui penelitian lapangan yang dilakukan Sawpit Kalimantan Tengah, dan beberapa daerah lainnya di Provinsi Kalimntan Tengah dan Pulau Madura, Jawa Timur; dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, pengamatan setengah terlibat dan penelusuran dokumentasi ditemukan bahwa orang-orang Madura menggunakan referensi kejadian pada masa lalu untuk memulai kembali kehidupannya di kota Sawpit. Ingatan-ingatan tentang harmonisasi hubungan dengan orang-orang Dayak diberi tempat yang luas. Namun, ingatan yang bersifat traumatic, khususnya tentang kekerasan komunal antar etnik tidak disembunyikan oleh orangorang Madura dari ruang publik kota Sampit.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
D1324
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library