Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Edhie Renanta
Abstrak :
Latar Belakang : Pemberian tiopental intravena dengan turniket selama 30 detik sebelum penyuntikan propofol akan mengurangi nyeri yang diakibatkan propofol. Penelitian ini akan membandingkan keefektifan antara tiopental dan lidokain dalarn pencegahan nyeri yang disebabkan oleh penyuntikan propofol. Metode : Acak, tersamar ganda . Sebanyak 124 pasien (N=62) , ASA 1-2 dibagi dalam 2 kelompok secara acak. Kelompok L mendapat Lidokain 2% (30 mg), Kelompok T mendapat Tiopental 37.5mg , kedua kelompok obat dibuat daiam L5 ml. Propofol diberikan setelah oklusi pada lengan atas dilepas. Penilaian nyeri 10 detik setelah penyuntikan propofol, dinilai dengan Verbal Kategori Scoring dan VAS (Visual Analog Scale). Hasil :Sebelas pasien (19,4%) mengeluh nyeri pada kelompok lidokain, pada kelompok tiopental dua pasien (3,2%), 1 pasien nyeri ringan dan 1 pasien nyeri sedang Hasil statistik didapat perbedaan bermakna dengan p < 0.05. Kesimpulan : Pemberian tiopental 37.5 mg dengan oklusi selarna 30 detik dapat digunakan sebagai altematif untuk mencegah nyeri akibat penyuntikan propofol .
Background : Thiopental administered intravenously (IV) after tourniquet for 30 second immediately before injection of propofol, will reduce pain induced by propofol injection. In this study, these two different techniques in reducing propofol injection pain with thiopental were compared with lidocaine to evaluate the most effective method in reducing propofol injection pain. Methods : In a randomized, double blind treatment, 124 patients were included into this study. Patients in group L were pretreated with lidocaine 2% (30 mg) IV , and group T received thiopental 2.5% (37.5 mg). All pretreatment drugs were made in 1.5 ml and were accompanied by manual venous occlusion for 30 second. Propofol was administered after release of venous occlusion. Pain was assessed with a verbal category scoring system and VAS . Result : In group of Lidocaine 12 (19.4%) patients were complained pain. Thiopental group 2 (3.2 %) patients complained pain , 1 patient with mild pain , and 1 patient moderate pain. There was significant difference between thiopental and lidocaine in reducing propofol injection pain using a tourniquet technique. Conclusion : We conclude that IV retention of thiopental is better than lidocaine and may be a usefull alternative for reducing pain on propofol injection.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Hakim
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan menilai hubungan profil lipid dengan perilaku gizi, pola makan, asupan nutrisi, gaya hidup, Indeks Massa Tubuh (IMT), Rasio Lpe-Lpa, penggunaan obat, dan faktor diabetes mellitus. Studi kros-seksional, ini melibatkan populasi pilot perusahaan penerbangan PT X Jakarta, yang sedang menjalani Uji Kesehtan Periodik antara tgl. 21 Mai, 2001 sampai dengan 21 Juni, 2001. Data yang berhasil dikumpuikan meliputi, fraksi lipid serum, asupan nutrisi, perilaku gizi, pola makan, gaya hidup, IMT, Rasio Lpe-Lpa, penggunaan beta blocker, diuretika thiazide, dan faktor diabetes mellitus. Hasil : Rata-rata kadar kolesterol total 232.83 + 35.7 mg/dL, kolesterol HDL 39.7 + 2.2. kolesterol LDL 177.4 + 33.8, dan kadar trigliserida 162.8 + 68.3 mg/dL. Prevalensi hiperkolesterolemia 39.6 %, hiperkolesterolemia LDL 67.7 %, prevalensi dislipidemia 71,9 %. Rata-rata asupan energi total 1752.5 k.kal (614.5-3575.5), asupan protein 66.1 (9.90-132.8) gr, asupan lemak 632 (7.40-115.3) gr, sedangkan rata-rata asupan karbohidrat, SAFA, MUFA, PUFA, kolesterol dan serat, masing-masing: 2463 (853-545.3) gr, 30.7 (2.6-61,9) gr, 13.5 (1.40-28.6)gr, 7.2 (1-30.3) gr, 245 (0-1594.0) mg, dan 13 (3-66) gr. Subjek memiliki rata-rata IMT 25.5 + 2.7, rasio Lpe-Lpa 0.95 + 0.03. Prevalensi kegemukan 56.3 %, obesitas sentral 38.5 %. Sebagian besar subjek penelitian yaitu sebesar 59.4%, tidak teratur melakukan kegiatan olah-raga, perilaku gizi baik 5.2 % sedangkan perilaku gizi kurang sebesar 41.7%, dan pola makan baik hanya 3.1 %. Dijumpai hubungan bermakna antara rasio Lpe-Lpa dengan kolesterol total dengan p=0.0003, Berdasarkan analisis regresi logistik rasio Lpe-Lpa mempunyai hubungan paling kuat dengan kolesterol total, kolesterol LDL, dan dislipidemia. Kesimpulan : Asupan energi masih dibawah RDA, asupan SAFA tergolong kriteria lebih sebesar 55.2%, asupan serat tergolong rendah 83.3%, aktivitas kurang 63.6%. Terjadi keseimbangan energi positive, terlihat dari persentase kegemukan 56.3%, dan obesitas central 38.5%.
Lipid Profile Among P.T. X Civil Aviation Pilots and The Related Behavioral FactorsThe objective of study to assets the relationship between lipid profile and the nutrition behavior, nutrition intake, body mass index (BM), Waist-Hip circumference Ratio (WHR), life style, dietary pattern, flying stress, beta blacker and thiazide diuretic medication, and diabetes mellitus. This cross sectional study concerning population of PT X air line pilot's were being performed the periodically medical examination, between May 21, 2001 until June 21, 2001. The data had been collected from the level of lipid cerurn, nutrition intake, nutrition behavior, dietary pattern, BMI, WHR, beta blacker and thiazide diuretic medication, diabetes mellitus, flying stress, and life style including of physical activity, smocking and alcohol consumption habits. Results : The mean total cholesterol, LDL cholesterol, HDL cholesterol and tryglycerides were 232.8 + 35.7 mg/dL, 177.4 + 33.8 mg/dL, 39.7 + 2.2 mg/dL, and 162.8 + 68.3 mg/dL. The prevalence of hypercholesterolemia 39.6%, LDL hypercholesterolemia 67.7 %, and dislipidemia 71.9 %. The median of total energy 1752 kcal, (614.3-575.5), protein intake 66.1 gr (9.90-132.8), the mean carbohydrate intake, fat, SAFA, MUFA, PUFA, cholesterol were 246.7gr (85.7-545.3), 63.2 gr (7.4-115.3), 30.7gr (2.6-61.9), 13.5 gr (1.40-28.6), 7.2gr (1-30.3), and 245 mg (0-1594.0), the mean fiber intake 13 gr (3-66). The mean of BMI and AHR are: 25.5 + 2.7 and 0.95 + 0.03, the prevalence of overweight and obesity 56.3 %, central obesity 38.5 %. Most of the subject had low activity (59.4 %), good nutrition behavior 5.2 % while the less nutrition behavior as many 41.7 %, and good dietary pattern is just 3.1 %. There was significant relationship between WHR and the level of total cholesterol (p O.0003), and based on logistic regression analysis, WHR had strong relationship to total cholesterol, LDL cholesterol, and dislipidemia. Conclusion : Energy intake were lower compared to RDA, the high SAFA intake 55.2 %, low fiber intake 83.3 %, low activity 63.6 %, and there were positive energy balance exess, and contribute 56.3% obesity and overweight, and 38.5 % central obesity.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T2679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanafi
Abstrak :
Tenaga kerja informal dimanfaatkan oleh pabrik pembekuan hasil laut seperti ikan, udang, cumi, rajungan, skalop pada tahap pembersihan sebelum proses pembekuan. Tenaga kerja informal umumnya mengeluh gatal pada tangan dalam bentuk dermatitis kontak, berobat dengan biaya sendiri. Tenaga kerja ini diupah secara harian. Pada bulan Desember 1999 dilakukan pemagangan di pabrik pembekuan hasil laut "A" Jakarta selama satu bulan lebih. Merupakan studi kasus dengan tahapan identifikasi permasalahan, intervensi, evaluasi. Identifikasi permasalahan dengan teknik kriteria matriks, didapatkan dermatitis kontak pada delapan responden dari lima belas tenaga kerja informal yang seluruhnya wanita. Prevalensinya 53,33%. Pajanan yang dialami yaitu faktor fisik berupa trauma mikro dari bagian tubuh hasil laut. Tekanan, gesekan bagian tubuh hasil laut dan alat bantu proses pembersihan. Kotoran lumpur hasil laut, pecahan es batu, suhu dingin, air, kaporit. Waktu dan rentetan kontak dialami tenaga kerja ini. Diagnosis dermatitis kontak berdasarkan anamnesis dan gambaran Minis. Bila dibandingkan dengan sebelas orang tenaga kerja tetap wanita yang tidak mengerjakan proses pembersihan, prevalensi dermatitis kontak 9,09%. Uji Fisher's Exact didapatkan p = 0,024. Pekerjaan proses pembersihan berisiko menimbulkan dermatitis kontak. Prioritas intervensi berdasarkan teknik kriteria matriks. Penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakit dermatitis kontak serta upaya pencegahannya. Uji t berpasangan didapatkan p < 0,01. Pemakaian sarung tangan dan pengobatan dapat menurunkan kasus dermatitis kontak tenaga kerja informal di pabrik "A".
Informal workers are used by the company to freeze marine source such as fish, shrimp, squid, crab, scallop, in cleaning process before freezing takes place. Informal workers usually experience some itchy on their hands which are in forms of contact dermatitis, cured with own expenses. These workers are paid daily. In December 1999 for more than one months. There's an industrial training done at freezing company "A". It is a case study with problems identification, intervention and evaluation processes. Problems identification with matrix technical criteria results in contact dermatitis on 8 from 15 informal workers respondents which all are women. The prevalence is 53,33 %. Exposed is physical factor in forms of micro trauma from parts of marine source body. Pressure, scratch from marine source body and cleaning processing tools. Mud in marine source, ice cube piece, cold temperature, water, calcium hypochlorite. These workers also experience time and continuous contact. Contact dermatitis diagnose is based on anamnesis and clinical background. Compared to another 11 fixed women workers who do not do cleaning, contact dermatitis prevalence is 9,09 %. Statistic test Fisher's Exact shows p = 0,024. Cleaning process is therefore due to contact dermatitis risks. Intervention priority is chosen based on matrix technical criteria. Seminar can develop knowledge about contact dermatitis disease and the prevention efforts. Statistical test show p<0, 01. The usage of personal protection equipment such as gloves and cure can reduce cases for contact dermatitis informal workers in factory "A".
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T2748
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayat Supriyatna
Abstrak :
Rumah sakit sebagai salah satu tatanan pemberi jasa pelayanan kesehatan harus mampu menyediakan berbagai jenis pelayanan yang bermutu dan profesional. Pelayanan keperawatan dirumah sakit merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan, dan merupakan salah satu faktor penentu bagi mutu dan citra rumah sakit dimata masyarakat. Oleh karena itu diperlukan kemampuan kepemimpinan yang tinggi dari kepala ruangan sehingga dapat mempengaruhi perawat yang berada dibawah tanggung jawabnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan produktivitas kerja dengan disain deskripsi korelasi melalui pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana yang bekerja di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta berjumlah 379 orang dengan sampel berjumlah 210 orang. Data didapat melalui penyebaran kuesioner, pengolahan serta analisa data dilakukan dengan perhitungan statistik perangkat komputer. Hasil penelitian univariat menggambarkan distribusi karakteristik, sebagian besar responden yaitu umur 25-30 tahun 92 orang (50%), jenis kelamin wanita 162 orang (88%), tingkat pendidikan DIII Keperawatan 157 orang (85,3%), 152 orang (82,5%) tidak pernah mengikuti pendidikan tambahan, dan lama kerja 5-8 tahun 77 orang (41%). Gaya kepemimpinan kepala ruangan yang dipersepsikan oleh responden demokratis sebesar 58,69%, partisipatif 32,60%, Autokratis 7,06% dan laissez faire 1,63%. Produktivitas kerja perawat di RS Pusat Pertamina Jakarta 54,3% adalah tinggi sedangkan sisanya (45,7%) rendah. Kesimpulan dari penelitian ini terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan demokratis kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat. Karakteristik responden tidak berhubungan secara bermakna dengan produktivitas kerja di RS Pusat Pertamina Jakarta. Dari hasil analisis tersebut maka disarankan untuk terns mengembangkan dan menerapkan gaya kepemimpinan yang paling berhubungan dengan produktivitas kerja perawat yaitu gaya kepemimpinan demokratis.
The Relationship between the Leadership Styles of Head Nurses with Productivity of the Nursing Staff in Pertamina Central Hospital-Jakarta 2002Hospital as health care providers have to provide various qualified and professional services. Nursing services as a part of health services could not be separated, because it is one of the hospital determinations for quality. This study aimed to analyze the relationship between the leadership styles of head nurses with productivity of nursing staff in Pertamina Central Hospital. The methodology used in this study is description correlation through cross sectional approach. The populations were all nurses that work at inpatient department in Pertamina Central Hospital Jakarta, which were 379 nurses. The samples were 210 nurses which were decided based on proportional random sampling. This study used questionnaires to collect data than analyzed by computer's software. The result of univaried analysis described the characteristic of the respondent they are 25-30 years old (50%), female (88%), and nursing diploma (85,3%). 82,5% have never got additional education, and 41% of them have worked in Pertamina Central Hospital for 5-8 years. The leadership style of head nurses which perceived by the respondent was democratic 58,69%, participative 32,60%, autocratic 7,06% and laissez faire 1,63%. The productivity of nursing staff in Pertamina Central Hospital is 54,3%. The conclusion of this study showed that there was significant relationship between democratic leadership styles of the head nurses with productivity of nursing staff. The characteristics of respondent had no significant relationship with productivity in Pertamina Central Hospital. From this result can be suggested to develop and apply democratic leadership style in order to improve productivity.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 8820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernawati Munir
Abstrak :
Nyeri pinggang bawah merupakan masalah kesehatan kerja yang paling tua dalam sejarah. Sampai sekarang masih tetap merupakan masalah yang sering dijumpai. Di perusahaan ini nyeri pinggang bawah selama dua tahun terakhir ini menduduki urutan kedua dari sepuluh penyakit terbanyak. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui prevalensi serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi keluhan nyeri pinggang bawah ini. Metoda penelitian: Berupa studi kros seksional dengan analisis kasus kontrol. Jumlah sampel pada kelompok terpajan (bagian mixing) sebanyak 230 orang dan pada kelompok tidak terpajan (bagian quality control) sebanyak 109 orang. Data penelitian didapat dari medical records, medical check up, kuesioner, observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik. Hasil penelitian : Pada kelompok mixing (n=230) didapatkan angka prevalensi untuk keluhan nyeri pinggang sebesar 92,2% dan pada kelompok quality control (n=109) sebesar 21,1%. Dan faktor-faktor yang berpengaruh secara bermakna pada terjadinya keluhan nyeri pinggang dari yang paling kuat pengaruhnya adalah berat beban, merokok, status, umur, masa kerja, pengetahuan cara mengangkat, frekuensi mengangkat dan pendidikan (pada kelompok mixing dan quality control). Untuk kelompok mixing saja faktor yang paling kuat mempengaruhi adalah umur (p=0,0000; 13 ,325). Untuk yang quality control yang besar pengaruhnya adalah pendidikan (p=0,000 ;B=0,412). Diskusi : Dari penelitian ini secara statistik terbukti bahwa faktor berat beban, merokok, status, umur, masa kerja, pengetahuan cara mengangkat, frekuensi mengangkat dan pendidikan (p = < 0,05) bermakna dalam mempengaruhi keluhan nyeri pinggang . Dan faktor lain seperti pelatihan, SOP dan alat pelindung diri yang tidak bisa dibuktikan secara statistik tetapi kenyataannya berpengaruh. Ini terbukti dari penelitian yang dilakukan di Rusia oleh Toroptsova NV (et al). Maka dan itu untuk mencegah dan mengurangi keluhan nyeri pinggang perlu kerjasama yang baik dari pihak manajemen, tenaga kerja dan dokter perusahaan. ......Low Back Pain Among the Workers Food Spices Factory in Purwakarta and the Factors that Related Low back pain is the very old occupational and safety problem in history. Until now still as an occupational and safety problem that most happen. In this factory, low back pain became the second top of ten kinds of diseases that often happen after upper respiratory tract infection. That's why, this case study done with goal to know the prevalence and the factors that related with low back pain. Method: A cross sectional study with case control analysis. Sample consisted of mixing group 230 workers and quality control group 109 workers. Data were collected from medical records, medical check up results, questioners, observation, interview and physical examination. Results: The prevalence of low back pain among mixing group is 92,9% and among quality control group is 21,1%. The factors that related significantly with low back pain are: weight of load, smoking, status, age, duration of working, knowledge of the technique for lifting, frequency of lifting and education among mixing group and among quality control group (p=<0,05). For the mixing group the factor that is strongly influents low back pain is age (p ,0000 : B-0,325). And for the quality control group is education (p=0,0000; B= 0,412). Discussion: There were statistically significant relation between weight of load, smoking, status, age, duration of working, knowledge of the technique for lifting, frequency of lifting and education (p<0,05) with low back pain. The other factors like training, SOP (Standard Operation Procedure) and protection equipment that were statistically can not proved but in fact these factors can significantly related with low back pain In Toroptsova NV (et a!) study already proved those factors could cause low back pain. That's why for preventing and reducing this problem needs cooperation between management, workers and occupational and safety doctor in factory.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T1641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Sri Wahyuni
Abstrak :
Rumah Sakit merupakan salah satu perusahaan yang memerlukan kerja shift bagi karyawannya termasuk perawat. Dampak kerja shift yang terutama adalah gangguan Circadian ritme yang menyebabkan gangguan pada pola tidur, kekurangan tidur dan kelelahan yang berakibat terjadinya penurunan kewaspadaan . Di Rumah Sakit ini beberapa kesalahan pemberian obat terjadi terutama pada perawat dinas shift malam, oleh karena itu dilakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui prevalensi dan faktor - faktor yang berhubungan dengan penurunan kewaspadaan. Metode penelitian : Berupa studi cross sectional (potong lintang) . Jumlah sampel pada kelompok perawat rawat inap sebesar 45 orang yang diambil secara alokasi proporsional dari masing - masing unit. Data penelitian didapat dari medical check up, PK3RS, observasi, pemeriksaan fisik, pengisian kuesioner dan tes Pauli yang dilakukan dua kali setelali shut pagi dan setelah shift malam. Hasil Penelitian : Didapatkan penurunan tingkat kewaspadaan pada perawat shift malam dan prevalensi penurun kewaspadaan sebesar 71,1 %. Faktor yang berhubungan paling kuat dengan penurunan kewaspadaan adalah beban kerja berlebih (p = 0,0004) dan faktor yang tidak bermakna tetapi mempunyai angka yang mendekati adalah pola tidur / lama tidur siang (p = 0,0767) Diskusi : Dari penelitian ini terbukti bahwa shift malam mengakibatkan penurunan kewaspadaan dan secara statistik terbukti bahwa faktor beban kerja berlebih (p < 0,05) bermakna dalam mempengaruhi penurunan kewaspadaan. Faktor lain seperti pola tidur, strategi tidur dan kualitas tidur walaupun secara statistik tidak terbukti tetapi kenyataannya berpengaruh. Ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Ohida T(et al). Maka dari itu untuk mencegah dan mengurangi penurunan kewaspadaan perlu pemahaman yang sama baik dari pihak manajemen, perawat dan dokter perusahaan.
Hospital activities required shift work to provide services for its patients especially nurses are at work for 24 hours. The impact of shift work is mainly Circadian rhythm disturbances which impact on sleeping disorder, sleep lost and fatigue-ness and this cause decreased of alertness. At Hospital "X", some failures caused by shill nurse especially at night shill, are related to giving the wrong medicine to patients. Therefore, this study conduct to identify the prevalence and other factors related to the decreased of alertness. Method: Cross sectional study, 45 nurses served at in - patient section used as sample. The research data's are compiled from Medical check-up, Committee Safety and Health Work, observation, physical examination, questionnaires and a psychological Pauli-test conducted twice, after night shift and after day shift. Result: Decreased grade of alertness from night shift nurses, and the prevalence decreased of alertness is 71,1 %. The most influence factor related to decreased of alertness is the work overload (p = 0,0004) and another factor is the length of sleep during day time of nurses, which statistically is not significant (p = 0,0767), however worth while to mention as an influence factor. Discussion: This research has proven that night shift caused to decreased of alertness and statistically significant relation between overload work (p< 0,05) with decreased of alertness. The other factors like sleep pattern, sleep strategic were statistically not significant but in fact these factors can significantly related with decreased of alertness. In Ohida T (et al) study already proved those factors could effect to decrease of alertness. As a follow-up, to prevent decreased of alertness for the nurses, a coordination need to conduct between management, nurses and safety doctor in hospital to improve this matter.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mintoro Sumego
Abstrak :
LATAR BELAKANG : Seiring dengan perkembangan teknologi pesawat terbang maka helm penerbang sebagai alat pelindung kepala di penerbangan juga mengalami perkembangan. Agar helm penerbang dapat berfungsi dengan sempurna, maka ukuran helm harus benar-benar cocok dan pas dengan ukuran kepala awak pesawat yang menggunakannya, untuk itu perlu adanya ukuran sefalometri pada calon penerbang TNI AU untuk mendapatkan ukuran helm penerbang yang optimal. METODE : Dilakukan pengukuran sefalometri panjang kepala, lebar kepala dan tinggi pupil-vertex dengan menggunakan alat ukur Antropometer Martin pada 153 calon siswa penerbang pria TNI AU tahun 2003. Hasil pengukuran tersebut dicocokkan dengan helm penerbang yang ada saat ini. Untuk menilai standar kecocokkan helm penerbang digunakan kualitas kecocokkan helm penerbang dari Royal Air Force (Inggris). HASIL : Ukuran sefalometri calon siswa penerbang TNI AU tahun 2003 panjang kepala 18,8 cm (SD 0,8), lebar kepala 15,2 cm (SD 0,7) dan tinggi pupil-vertex 10,1 cm (SD 06). Tidak ada korelasi antara ukuran sefalometri dengan tinggi badan, berat badan,usia dan status gizi menurut indeks massa tubuh pada calon siswa penerbang TNI AU (r<0,25), helm penerbang yang saat ini digunakan jika dinilai dengan standar kecocokan dari RAF dan dihubungkan dengan ukuran sefalometri calon penerbang TNI AU, maka 3% helm penerbang memenuhi kriteria baik sekali, 36% kriteria baik 16% kriteria cukup dan 46% tidak memenuhi kriteria standar kecocokkan helm penerbang menurut RAF. SIMPULAN : Berdasarkan data sefalometri dan standar kecocokkan helm penerbang RAF maka pengadaan helm penerbang di Sekolah Penerbang TNI AU perlu direvisi untuk mendapatkan ukuran helm penerbang yang optimal.
BACKGROUND : In line with the development of the Jet plane technology, the flight helmet as a head protection in aviation has also been developing. In making the function of a flight helmet as perfect as we want it to be, the size of the helmet should be fix and proper with the size of pilot's head, we need a cephalometry measurement from Indonesian Air Force's candidate students, in order to get the optimum size of a flight helmet. METHODS : Doing the cephalometry measurement head length, head breadth and pupil-vertex height by using Martin Anthrop meter apparatus on 153 Indonesian Air force candidate students, than the subject has to go for a fitting the Indonesian Air force's helmet. To make point for the quality of fit the flight helmet is using the Royal Air force's quality of fit. RESULTS : The cephalometry measurement candidate students of Indonesian Air Force head length 18,8 cm (± 0,8), head breadth 15,2 cm (± 0,7) and pupil-vertex height 10,1 cm (± 0,6). No correlation was found between the cephalometry measurement with weight, height, age and Mass Body Index of the Indonesian Air Force's candidate students (r<0,25),If Indonesian flight helmet made in by USAF make point with quality of fit flight helmet is using the Royal Air force's quality of fit and correlation with cephalometry candidate students pilot's Indonesian Air Force's are 3% excellent fit, 36% good fit, 16% adequate fit and 46% quality of fit are bad. CONCLUTION : Based on the cephalometry data and quality of fit from Royal Air Force flight helmet, than the Indonesian Air force school's flight helmet need several revisions on request to get the optimum size of a flight helmets.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djunadi
Abstrak :
Latar Belakang : Pesawat terbang saat ini telah dilengkapi dengan perangkat oksigen untuk tujuan kenyamanan, keamanan dan keselamatan terbang. Namun kegagalan perangkat tersebut masih mungkin terjadi. sehingga manusia sebagai awak dan penumpang pesawat dapat mengalami hipoksia. Manusia sangat peka terhadap kondisi hipoksia terutama pada otak dan retina, dimana bila terjadi hipoksia dapat terjadi gangguan penglihatan. Sangkalia menyebutkan 87 % subyek mengalami perlambatan dalam membaca warna buku lshihara. Metodologi : Penelitian dilakukan terhadap 94 orang calon siswa penerbang PSDP TNI AU, dengan metode kuasi eksperimen. Subyek diperiksa penglihatan warna pada ground level dan ketinggian 18.000 kaki pada ruang udara bertekanan rendah, guna mengetahui hubungan kadar hemoglobin. tekanan darah, denyut nadi serta faktor faali tubuh lainnya dan melambatnya waktu penglihatan warna dan kebenaran membaca. Sedangkan untuk analisa data digunakan analisis korelasi dan regresi linear. Hasildan kesimpulan : Hasil pemeriksaan warna pada ground level rata-rata 83,50 detik, dengan simpang baku 14,21; pada ketinggian 18.000 kaki 106,75 detik, dengan simpang baku 16,01. Kebenaran membaca rata-rata pada ground level 99,23 %, dengan simpang baku 0,93; pada ketinggian 18.000 kaki 98,97%, dengan simpang baku 1,45. Melambatnya waktu penglihatan warna dan berkurangnya kebenaran membaca pada ketinggian disebabkan oieh berkurangnya suplai oksigen untuk menghantarkan impuls dari retina ke korteks serebri, faktor yang secara statistik berhubungan dengan hal tersebut : kadar hemoglobin, tekanan darah dan denyut nadi.
Back ground : The recent aircraft technology is growing sophisticately, equiped complete oxygen equipment designe as a pressurize cabin. The human being are very sensitive to lack of oxygen, especially the brain cells and the retina. Malfunction of cabin-pressure or oxygen equipment will cause a visual disturbance in the accuracy of color vision due to hypoxia. Sangkalia stated that 87 % subjects experience lengthening time on color vision detection. Methodology : This research was designed as a quasi experimental study, 94 PSOP Indonesian Air Force pilot candidates (PSDP TN! AU). They were exposed in hypobaric chamber equal with simulated 18.000 feet. Color vision detection was examined coreflate with hemoglobin level, blood pressure, pulse rate, age, and V02 max at ground level and altitude. Linear analysis and corellation analysis were used to analyse data. Result and Conclusion : Color vision detection is significantly longer at simulated altitude 18.000ft (106.75 seconds, ± 16.01) compare with at ground level (83.50 seconds, ± 14.21) with p < 0,05. Color vision accuracy is better at the ground level (99.23 % , 0,93) than altitude (98.97 %,1 1,45) with p < 0,05. Lengthening time in colour vision reading at altitude was caused by altertion of impuls conducted from retina to cerebral cortex due to reduced oxygen supply Hemoglobin level, blood pressure and pulse rate statistically have direct influence on lengthening time of color vision detection.
Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Tobing, Fredy Buhama
Abstrak :
Pemerintah Indonesia pada 25 Maret 1992 silam telah mengeluarkan kebijakan penghentian bantuan Belanda setelah sekian lama berusaha keras menahan diri dari rasa ketersinggungannya terhadap sikap dan tindakan-tindakan Belanda yang ingin menggunakan "politik pemberian bantuan" untuk mengintimidasi Indonesia dengan cara mengaitkan bantuan dengan masalah pelaksanaan HAM di Indonesia. Ada beberapa faktor yang dipandang mempengaruhi proses pembuatan kebijakan pemerintah tersebut, yakni politik domestik (insiden Dili 12 November 1991 dan peran individual Presiden Soeharto) dan politik eksternal internasianal (tuntutan global HAM). Pembahasan secara eksplanatif dilakukan dengan menggunakan kerangka teori foreign policy making-process. Menurut Roy C. Macridis (1979), terdapat aktor-aktor the governmental agencies dan the non-governmental agencies dalam suatu proses pembuatan kebijakan, sementara Graham T. Allison (1971) berpendapat bahwa untuk menganalisis suatu proses pembuatan kebijakan luar negeri antara lain dapat digunakan rational policy model. Proses pembuatan kebijakan itu sendiri secara teoritik sangat dipengaruhi oleh adanya faktor politik domestik dan eksternall internasional. Masalahnya sekarang ialah perbedaan kedua faktor tersebut kini semakin mengabur seiring dengan semakin memudarnya batas-batas negara di era global dewasa ini. Oleh karenanya untuk menganalisis bagairnanakah pertautan antara kedua faktor politik ini, dapat digunakan teori linkage yang dikemukakan James N. Rosenau (1980). Di samping faktor politik domestik dan ekternall internasional tersebut, menurut Rosenau, terdapat pula variabel individu decision-maker seperti Kepala Negaral Pemerintahan, khususnya mengenai image, persepsi, dan karakteristik pribadinya yang menentukan corak politik luar negerinya. Variabel individu ini biasanya terlihat pada gaya kepemimpinan yang khas dari decision-maker tersebut yang umumnya sangat bersifat personal. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data primer berupa wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitiannya sendiri menunjukkan bahwa proses pembuatan kebijakan luar negeri tersebut sangat ditandai oleh berperannya aktor-aktor the governmental agencies khususnya Presiden Soeharto dan para menterinya yang terkait: Menteri Luar Negeri, Ali Alatas dan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Keuangan dan Industri dan Pengawasan Pembangunan (Menko Ekuin-Wasbang), Radius Prawiro. Adapun koordinasi di antara instansi pemerintah itu sendiri sepenuhnya berada di tangan Presiden Soeharto selaku chief diplomat politik luar negeri Indonesia. Dengan demikian variabel individu Presiden Soeharto memang sangat besar pengaruhnya terhadap proses pembuatan kebijakan tersebut. Hal ini terbukti dari pendapat para informan bahwa kebijakan tersebut semata-mata lebih disebabkan oleh adanya ketersinggungan Presiden Soeharto terhadap sikap dan ulah J.P. Prank --Menteri Kerjasama Pembangunan Internasional Belanda yang juga adalah ketua IGGI ketika itu- yang acapkali mengancam akan menghentikan bantuannya sehubungan dengan pelaksanaan HAM di Indonesia yang dinilainya buruk. Tuntutan HAM yang mengglobal ini memang telah menjadi tolok ukur keberhasilan/kegagalan pembangunan yang dibiayai dana-dana bantuan luar negeri. Akan tetapi dalam kasus ini ternyata Indonesia (Presiden Soeharto) tegas-tegas telah menyatakan sikap penolakannya terhadap setiap upaya yang ingin menggunakan bantuan sebagai alat politik, sehingga keluarlah keputusan pemerintah Indonesia yang menolak segala bentuk bantuan Belanda sekaligus menandai dibubarkannya forum IGGI.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Karnagi
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian : Kapas sebagai bahan dasar pembuatan tekstil masih tetap unggul karena ongkos tanam dan pengolahannya yang rendah. Debu kapas diketahui memberi dampak negatip pada paru manusia. Salah satu dampak negatip debu kapas pada paru manusia dikenal sebagai penyakit bisinosis.Dampak ini dapat diperkecil dengan penurunan konsentrasi debu kapas di lingkungan kerja pengolahan kapas dan pemantuan kesehatan pekerjanya secara teratur. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan prevalensi bisinosis dengan konsentrasi debu kapas di lingkungan kerja. Penelitian dilakukan pada sebuah pabrik tekstil di Jakarta dengan menggunakan metode kros seksional dengan jumlah sampel sebanyak 88 subyek yang terdiri dari 73 orang dari bagian spinning dan 15 orang dari bagian carding. Diperiksa konsentrasi debu kapas di lingkungan kerja bagian spinning dan carding kemudian dibandingkan prevalensi bisinosis batuk kronik, bronkitis kronik dan obstruksi akut serta obstruksi kronik serta kebiasaan merokok pekerja melalui kuesioner, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan faal paru. Hasil dan kesimpulan : Konsentrasi debu di bagian spinning dan carding masing-masing 0,407 mg/M3 dan 0,396 mg/M3. Secara statistik hal ini tidak berbeda walaupun dengan NAB (0,2 mg/M3) berbeda sangat bermakna. Didapatkan prevalensi bisinosis sebesar 27,3 % ,batuk kronik 6,9%,bronkitis kronik 4.5 7. dan obstruksi akut 4,5 %. Tidak ditemukan perbedaan prevalensi bisinosis antara bagian spinning dan carding. Demikian juga prevalensi batuk kronik, bronkitis kronik, obstruksi akut. Tidak didapat hubungan yang bermakna antara bisinosis dengan bronkitis kronis dan obstruksi akut. Didapatkan hubungan bermakna antara bisinosis dan battik kronik dan kecenderungan pekerja yang mengalami bisinosis mempunyai risiko 6 X untuk mendapatkan battik kronik dibandingkan yang tidak mengalami bisinosis.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>