Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dara Haspramudilla
"Belakangan berita kriminal marak hadir di stasiun televisi di Indonesia. Hal ini dikarenakan dunia kriminalitas merupakan salah satu nilai jual paket berita. Penelitian ini mengenai persepsi khalayak tentang realitas kasus kejahatan dalam tayangan berita kriminal ?Fakta? dengan menggunakan teori kultivasi. Penelitian ini pun membandingkan persepsi dari dua kelompok khalayak yakni khalayak umum dan narapidana. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma positivist.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa terpaan tayangan "Fakta" ternyata berpengaruh terhadap persepsi khalayak tentang realitas kejahatan. Dari data yang diolah peneliti juga menemukan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara responden khalayak umum dan narapidana tentang realitas kejahatan yang tersaji dalam tayangan "Fakta". Khalayak umum cenderung menganggap bahwa apa yang disajikan Fakta sama dengan realitas yang sebenarnya sedangkan khalayak narapidana justru sebaliknya.

These days crime-news luster appear on television channel in Indonesia. It is because crime world is one of the selling point of news packaging. This research is about the audience perception about the reality of crime-cases on crime-news program called ?Fakta? by using cultivation theory. This research also try to compare the perception from two groups of audience i.e. civil and prisoner audiences. This research use positivist paradigm.
The findings from this research is the exposure of "Fakta" influence the audience perception of crimereality. Moreover, this research also found that there is a differences on the perception of crime reality between civil and prisoner audiences. Civil audiences tend to consider that crime reconstruction that shown in "Fakta" is a reality rather than the prisoner audiences."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Fajar Noerrachman Okky
"Skripsi ini membahas integrasi horizontal antara Trans TV dan TransI7. Trans Corpora sebagai perusahaan induk yang membawahi Trans TV membeli sebagian saham TV7 dari Kelompok Kompas Gramedia pada tahun 2006.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kebijakan dan proses produksi tayangan di Trans TV dan TransI7, khususnya pada divisi produksi yang memproduksi tayangan non jurnalistik., pasca integrasi horizontal yang terjadi di perusahaan Trans Corpora. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan paradigma post positivist. Strategi penelitian yang dipilih adalah studi kasus multikasus terjalin. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Divisi Produksi, Kepala Departemen Marketing Services, dan Produser tayangan Rumpi dari TransI7 serta associate produser tayangan Ceriwis dan Good Morning dari Trans TV.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Trans Corpora sebagai perusahaan induk berusaha menerapkan sistem, kebijakan, serta budaya organisasi Trans TV pada TransI7 berkaitan dengan orientasi yang sangat mengacu pada permintaan pasar. Manajemen Trans Corpora menuntut pekerja TransI7 untuk berfikir ekonomis dan menghasilkan tayangan yang laku dijual. Cara yang paling mudah pada akhirnya adalah mengikuti formula program di Trans TV yang sudah terbukti disukai pasar sehingga mendatangkan keuntungan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap proses produksi adalah pemilik, tujuan organisasi untuk menghasilkan keuntungan besar, dan rutinitas yang berorientasi terhadap permintaan pasar.
The focus on this study is the horizontal integration that occurred between Trans TV and TransI7. Trans Corpora as the holding company who owned Trans TV, takes over TV7 from Kelompok Kompas Gramedia.
The purpose of this study is to describe the programme policy and production process in both TV station, particularly in their production division that produces non journalistic media products, after the horizontal integration that emerged under Trans Corpora. This research is using qualitative approach with post positivist paradigm. The strategy of this research is case study with embedded multi level analysis. The interviewee of this research are the Production Division Head, Marketing Services Department Head, and producer of Rumpi show from TransI7, also the associate producer of Ceriwis and Good Moring show from Trans TV.
The result of this research shows that Trans Corpora, as the holding company, applied the very same work system, organizational culture, and conducts of Trans TV, as its primary station, to TransI7 as the acquired firm. Trans Corpora Management demands TransI7 to create programmes that sells and profitable. The easiest way to accomplish it was to use the programme formula that has been proved to be succesful in Trans TV. The conclusion of this research is that ownership, profit oriented goals, and sales driven routinity happen to be the most influencing factors that shapes the programme production process.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Noor Kartika Hapsari
"ABSTRAK
Ruang lingkup keluarga sarat akan nilai privasi, dimana segala bentuk permasalahan di dalamnya merupakan masalah yang sangat pribadi dan dipandang sebagai aib yang tabu untuk disebarluaskan. Namun pada kenyataannya, isu konflik keluarga telah menjadi salah satu komoditas bagi media untuk dijual guna mendapatkan keuntungan.
Penulisan ini ingin melihat bagaimana tayangan Masihkah Kau Mencintaiku melakukan komodifikasi terhadap konflik keluarga, bagaimana tanggapan khalayak tentang format reality show pada tayangan dan muatan konflik keluarga yang dikomodifikasikan.
Dengan menggunakan metode analisis wacana kritis Norman Fairclough pada level teks, discourse practice dan socioculture diketahui bahwa tayangan reality show Masihkah Kau Mencintaiku yang tayang di RCTI telah melakukan komodifikasi konflik dalam keluarga. Hal ini disebabkan karena ketatnya persaingan antar media, sehingga harus merebut perhatian khalayak untuk mendapatkan rating dan share yang memuaskan. Disamping itu, faktanya khalayak juga menyukai tayangan dengan tema konflik keluarga yang dipenuhi adegan
emosional seperti ini.
Label reality show yang menempel pada tayangan seolah menguatkan argumen bahwa tayangan tersebut memang mengangkat kisah nyata dari sebuah keluarga, dan dengan orang-orang yang memang bermasalah. Sehingga terkesan bahwa konflik keluarga bukanlah aib
yang harus ditutupi lagi. Tayangan seperti ini menghadirkan suatu wacana bahwa kesakralan pernikahan dan keluarga bukanlah hal yang utama lagi, dan bahwa konflik keluarga dan perceraian merupakan hal yang lumrah terjadi saat ini.

ABSTRACT
The family's scope is full of privacy, so that every problem in there may be a very personal thing, which is called as shame or scandal. But in fact, the family conflict issues are sold for the media profit, as one of the media commodity.
The purposes of this thesis are to know how Masihkah Kau Mencintaiku commodify the family conflict issues, and what the audience think about the reality show as a genre of the program. By using the Norman Fairclough's critical discourse analysis method for the text, discourse practice and socioculture practice level, it is acknowledged that the reality show Masihkah Kau Mencintaiku, which was shown in RCTI, commodified the family conflicts. To gain highest rating and media compete to maintain their audience attention towards the show.
Surprisingly, the audience put high interest to watch the program which provided these issues and high emotional tense scenes.
A label or reality show has made the audience believed that the program tells a real stories of family conflicts. As a result, the audience has the tendency to think that family conflicts are no secrets, and that is common to be brought into the public. This program represented discourses that the sacred of a marriage and family are not important anymore, and the family conflict or family divorce are the common issues in society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S5296
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marchrista Arsitajati
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S5303
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wandita GIta Swasti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S5389
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fina Desriani
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S5403
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Hasan Fitrahman
"Internet dan Computer Mediated Communication (CMC) telah menjadi hal yang tidak asin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat modern. Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia saat ini melibatkan alat/gadget untuk memudahkan mereka dalam beraktifitas. Keberadaan social media di internet, mendorong munculnya identitas-identitas baru seperti @poconggg. @poconggg sendiri muncul sebagai seorang selebriti berkat identitas yang ia tampilkan di dunia virtual (Twitter).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan paradigm konstruktivis, dan strategi penelitian Social Constructivism. Wawancara mendalam dilakukan terhadap tiga orang follower @poconggg untuk mengetahui interpretasi mereka terhadap apa yang @poconggg tampilkan di Twitter.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilik akun @poconggg dipandang sebagai selebriti oleh para informan karena dia mampu menarik khalayak dunia virtual melalui pesan yang ia hadirkan (teks yang ia hasilkan) dalam Twitter. Hal ini membuat orang-orang menjadi followernya, mengikuti dan meretweet pesan-pesannya, menyebarluaskan namanya bahkan memunculkan persona selebriti darinya.

Internet and Computer Mediated Communication (CMC) has become so familiar with the daily lives of the modern society. Almost every activities that people do nowadays involves a tool/gadget that makes it easier for people to do what they do. The emergence of the social media in the Internet brings newfound kind of identity such as @poconggg. He himself emerges as a celebrity thanks to how he depicts himself in the virtual world ? in this case Twitter.
This research uses a constuctivist paradigm, with a qualitative approach and uses Social Constuctivism as a strategy to see the subject. In-depth interview is done to 3 followers of @poconggg to see what are their interpretations to what @poconggg portrays in Twitter.
The results have shown that the owner of @poconggg is considered as a celebrity by his followers because he can attract audiences/fans from the virtual world through the text that he produced in Twitter. It causes people to follow him, replies and retweets his tweets, spreads his name and even brings out a celebrity persona out of it.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Emy Agustia
"Bersamaan dengan makin majunya industri persuratkabaran Indonesia, eksistensi kartun dan para kartunisnya semakin kuat. Pentingnya kehadiran kartun dalam pers penerbitan, seperti majalah dan surat kabar, tidak dapat disangkal lagi. Kartun telah menyatu dengan pers sebagai bagian dari halaman editorial. Kartun juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana melakukan komunikasi politik. Meski dalam halaman Kompas secara eksplisit tidak terbaca, "Oom Pasikom" merupakan kartun editorial harian Kompas. Tidal( seperti kartun di harian lainnya, yang hanya merupakan ilustrasi, pesan pada "Oom Pasikom" merupakan pendapat redaksi Kompas. Jakob Oetama, pimpinan umum harian Kompas, mengatakan ada ikatan yang kuat antara "Oom Pasikom" dan harian Kompas. Komentar-komentar atau sikap "Oom Pasikom", tidak hanya milik pribadi Oom Pasikom ataupun G.M. Sudarta sebagai seorang kartunis, tapi juga merupakan bagian dari harian Kompas. "Oom Pasikom" juga merupakan corong pendapat harian Kompas. Kartun, sebagai karya visual yang seret kata-kata, tentunya membuka keran interpretasi yang sebebas-bebasnya bagi para pembaca. Tetapi, tidak semua orang bisa membaca makna kartun yang sebenarnya. Dan kalaupun bisa menginterpretasikan kartun tersebut, apakah interpretasi yang didapatkan tidak terlepas dari konstruksi realitas (politik) yang dibentuk media tersebut? Maka, menarik untuk menjawabnya, menarik pula untuk mengkajinya. Paradigma penelitian ini adalah konstruktivis, dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengungkapan makna di balik tandatanda dalam kartun editorial Kompas "Oom Pasikom" periode Pemilu 2004 (11 Maret- 4 Oktober 2004) dengan menggunakan analisis semiotika Peirce. Dari analisis semiotika yang dilakukan, penelitian ini ingin mengungkap bagaimana sikap politik Kompas yang direpresentasikan dalam kartun editorial Kompas "Oom Pasikom" Periode Pemilu 2004. Dari hasil analisis semiotika yang dilakukan terhadap kartun editorial "Oom Pasikom" periode Pemilu 2004, peneliti mengungkap sikap politik Kompas yang positif (mendukung dan mengawasi) terhadap persiapan Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang positif (mendukung) terhadap usaha kampanye para caleg, capres dan cawapres yang kreatif dan tidak kotor, sikap politik Kompas yang negatif (pesimis dan kecewa) terhadap kinerja buruk KPU 2004 sebagai penyelenggara Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang tidak simpatik kepada calon dan anggota legislatif, sikap politik Kompas yang tidak simpatik kepada capres dan cawapres peserta Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang netral dan tidak memihak pada siapa pun kecuali pada rakyat saat Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang positif (mendukung) berlangsungnya Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang negatif terhadap elit politik yang tidak menghormati pembelajaran politik dan proses demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia. Kompas menggambarkan iklim demokrasi Indonesia yang belum demokratis, dan sikap politik Kompas yang tidak simpatik terhadap elit politik di parlemen. Yaitu dengan cara penggambaran elit politik sebagai sosok yang congkak, egois dan apatis pada setiap kartun editorial "Oom Pasikom" periode Pemilu 2004. Sikap politik yang terungkap tersebut merupakan konstruksi realitas sosial yang dibentuk oleh Kompas.

Indonesian newspapers' industry is developing now. Meanwhile cartoon and cartoonists' existances are stronger. The importance of cartoon's existance in publishing press, for example magazine and newspaper, can not be denied. Cartoon has been a part of press as one of editorial pages. Cartoon is also can be used as a channel to do the political communications. Although in Kompas' pages, explicitly can not be read, "Oom Pasikom" is Kompas' editorial cartoon. Not like cartoon in another newspapers, which is only an ilustration, "Oom Pasikom" messages are Kompas' oppinions. Jakob Oetama, a Kompas leader, said there is a strong relation between "Oom Pasikom" and Kompas. "Oom Pasikom" comments and acts are not only owned by Oom Pasikom or G.M. Sudarta as a cartoonist, but also are parts of Kompas. "Oom Pasikom" is Kompas' oppinion channel. Cartoon, as visual art which is lack of words, open readers' interpretations. But, not everyone can read and understand the real meaning of cartoon. And if they can, are their interpretations depend on construction of social reality built by media? So, it is interesting to answer, and is also interesting to analyze. Paradigm of this research is constructivist, with a qualitative approach. This research has an aim to describe the finding of signs' meaning from Kompas' editorial cartoon "Oom Pasikom" during National Election 2004 (March 11th—October 4th 2004) with Pierce's semiotic analysis. Based on semiotic analysis, this research want to know how Kompas' political act which is representated in Kompas' editorial cartoon "Oom Pasikom" during National Election 2004. From the result of semiotic analysis that is done to "Oom Pasikom" during National Election 2004, researcher know Kompas' postive political act (support and supervise) to National Election 2004 preparation, Kompas' positive political act (support) to candidates efforts in doing creative and clean political campaigns, Kompas' negative political act (pesimists and dissapointed) to KPU 2004's bad works, Kompas' unsymphatic political act to candidates and members of legislative, Kompas' unsymphatic political act to candidates of president and vice president National Election 2004, Kompas' neutral political act and no one supported but citizen, Kompas' negative political act to elite which not respect to democracy process that is happen in Indonesia. Kompas shows climate of Indonesia democracy which has not yet been democrates, and Kompas' unsymphatic political act to elite in parliement. Kompas show elite as an arogant and apatist character in every editorial cartoon "Oom Pasikom" during National Election 2004. Political acts which is known from semiotics analysis are social reality that Kompas constructed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4261
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>