Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jenni Caroline Maria
"ABSTRAK
Yayasan Griya Asih berdiri sejak tahun 1996 dan merupakan yayasan yang berkonsep rumah tinggal bagi anak jalanan di Jakarta. Para pembimbing yang berjumlah delapan orang memiliki kompetensi yang masih kurang sebagai pembimbing, ditandai dengan adanya salah satu permasalahan yakni komunikasi yang tidak lancar baik di kalangan pembimbing itu sendiri maupun antara pembimbing dan anak bimbing remaja khususnya. Oleh karena itu program intervensi ini dilaksanakan dengan serangkaian tahapan kegiatan untuk membantu meningkatkan pemahaman pembimbing tentang remaja dan permasalahannya sehingga dapat mengatasi masalah komunikasi dalam melaksanakan tugas bimbingan. Hal ini dilakukan melalui program pelatihan pengetahuan pembimbing dalam hal psikologi perkembangan remaja. Target intervensi adalah pembimbing sebagai individu dan kelompok.
Model yang dipakai adalah Transtheoretical Model (TT Model) yang terdiri dari 5 (lima) tahapan dasar yaitu pre-contemplation, contemplation, planning , action, maintenance. Setiap tahapan bertujuan untuk menghasilkan suatu perubahan positif yang disertai indikator perubahan berupa motivasi, performa, harapan, nilai dan proses perubahan.
Studi baseline sendiri dilakukan dengan serangkaian kegiatan pengamatan, wawancara, diskusi, workshop, lobbying dan dialog informal. Prinsip dari program intervensi ini adalah sederhana (mudah diterima dan tidak rumit), fokus (pada pembimbing) dan efektif (langsung memberikan manfaat atau dampak positif dalam kurun waktu tertentu)"
2007
T17658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Martanto
"Pergaulan bebas berdampak pada perkembangan remaja dan tidak bisa lepas dari permasalahan. Remaja merupakan masa-masa kritis dan pencarian identitas diri karena remaja tidak bisa beradaptasi dan melewati masa krisis dapat terlibat dalam perbuatan kriminal. Akibat kenakalan pada remaja menjadikan remaja menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan.
Program pembinaan dengan pendidikan, ketrampilan maupun kemandirian merupakan salah satu ketrampilan yang akan menjadi bekal untuk bekerja, berkeluarga dan bermasyarakat sesuai dengan sistem pemasyarakatan menjadikan warga binaan/anak didik di pemasyarakatan menjadi manusia yang mandiri dan bertanggung jawab.
Beberapa program pembinaan pada anak didik telah dilakukan namun demikian dalam proses pelaksanaannya masih terdapat kendala antara lain anak didik kurang berminat terhadap program-program pembinaan, kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan di lembaga pemasyarakatan. Salah satu sebabnya adalah anak merasa tidak berminat dengan kegiatan yang sesuai dengan keinginannya. Selain itu anak merasa belum terbuka terhadap petugas, dikarenakan komunikasi yang dilakukannya kurang berjalan optimal. Sedangkan petugas dalam pembinaan masih ada yang menggunakan cara dengan kekerasan bila anak didik tidak mengikuti aturan dan program pembinaan yang dilaksanakan.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya dalam memperbaiki dan menjadikan program pembinaan sebagai salah satu kegiatan mengembalikan anak kepada orang tua dan masyarakat. Di sisi lain diharapkan petugas dapat berperan sebagai pengganti orang tua di saat anak menjalani hukuman dalam lembaga pemasyarakatan. Untuk itu dilakukan intervensi dengan tujuan menciptakan anak yang selaras dengan norma dan anak dapat beradaptasi dengan program pembinaan. Salah satu intervensi yang dilakukan melalui komunikasi interpersonal.
Dalam tugas akhir ini penulis menawarkan program pelatihan komunikasi interpersonal bagi petugas khususnya petugas pembinaan dengan kemampuan ketrampilan komunikasi pada petugas diharapkan petugas lebih arif dan bijak dalam berhubungan dengan anak didik. Sehingga program yang dilaksanakan dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik.
Berdasarkan dengan hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hal yang mempengaruhi keberhasilan anak didik dalam mengikuti program pembinaan adalah diikuti dengan ketrampilan petugas dalam hal komunikasi interpersonal dengan tujuan petugas dapat lebih memahami keberadaan anak."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T17798
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pambudi Endah Karyati
"Penelitian ini dilakukan bertujuan mengupayakan pemberdayaan komunitas warga desa Tegalgede Kecamatan Pakenjeng Kabupaten Garut. melalui program intervensi sosial. Kelompok melihat komunitas warga desa Tegalgede ini perlu mernbangun sumber daya manusia dan sumber alam sebagai potensi yang dapat menumbuhkan atau memberdayakan warga desa terutarna pada sektor perekonomian. Dalam melakukan program intervensi ini setiap anggota mempunyai target intervensi yang berbeda tetapi saling terkait saru sama lain. Untuk program individu intervensi yang dilakukan adalah pemberdayaan perempuan melalui program peningkatan ekonomi keluarga.
Dari observasi dan pengumpulan data yang dilakukan, diperoleh gambaran awal adanya fenomena helplessness yaitu adanya sikap apatis & hilangnya kreativitas pasrah pada keadaan, tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu bagi perubahan banyak terlihat pada para ibu - ibu wargadesa Dalam perencanaan program intervensi, penting diperhatikan kontribusi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di desa Tegalgede.
Sumber daya alam tidak terkembangkan sedangkan perubahan membutuhkan motor penggerak yang mampu menjadi pemimpin diantara mereka yang memlliki social influence yang tinggi tersedianya kapital sosial yang tidak terarahkan. Sasaran program ini adalah untuk membantu meningkatkan pengetahuan melalui program intervensi dengan melakukan strategi re-edukasi melalui cara - cara pendekatan persuasive. Re-edukasi dilakukan karena pembelajaran untuk orang dewasa lebih diutamakan belajar melalui pengalaman bersama orang lain, oleh karena itu program pembelajaran dilakukan untuk dapat mencapai tiga sasaran perubahan yaitu struktur kognitif dapat berubah, memperbaiki sikap dan yang terakhir menumbuhkan perilaku yang lebih baik.
Strategi yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik ABCD(Kreztman & Mc.Knights.,1993) dan Five C?s (Kotler.,1974) dengan penekanan pada penggalangan Agent of Change, yaitu Ibu - Ibu kader - kader PKK, Ibu - Ibu Kader Posyandu serta Pengurus Majelis Taklim kelompok pengajian Ibu - ibu yang dapat menumbuhkan motivasi dan membangun kebersamaan karena adanya tujuan bersama ( goal settings) yang akan dicapai oleh penduduk desa Tegalgede.
Hasil evaluasi dari program intervensi ini adalah: goal setting telah mulai terlihat hasilnya, adanya perubahan perilaku para Ibu yang mulai aktif melakukan kegiatan hasil pelatihan/pembelajaran (adanya common goals dan reinforcement), peserta merasakan rnanfaat dalam mengikuti program yang diselenggarakan dan mendukung kelangsungan program secara berkelanjutan, peserta dengan sukareia berpartisipasi aktif menjadi anggota Pokja, para Ibu perwakilan warga desa yang memperoleh kesempatan melakukan studi banding ke Jakarta sangat puas dapat melihat kelompok lain yang sudah berhasil sukses dan mengetahui semuanya berawal sama seperti mereka. Sikap terhadap sampah tarnpak berubah dari yang dulunya abai menjadi berubah dengan menganggap sampah mempunyai potensi ekonomis dan mereka sangat antuasias melakukan daur ulang sampah, pemasaran tanaman obat dan antanan kering sudah terlaksana di tiga tempat di Jakarta Hal ini dapat diartikan adanya kepercayaan (trust)dari masyarakat atas hasil produk rnereka dan ini akan meningkatkan self-confidence para Ibu warga desa Tegalgede Garut.

The research is conducted as an effort to empower the community of Tegalgede villagers in the district of Pakenjeng, Garut regency through a social intervention program. The group find out that this community needs to build its human resources as well as natural resources as potentials that can trigger the development and empower the villagers, especially in the sector of economy. In conducting the intervention program, each member of the group is promoting different target of intervention but still relevant to one another. For the individual program, the intervention is done through women?s empowering by employing a program to improve the family economy condition.
From the observation and the data collection, there was a finding illustrated the phenomena of helplessness by behaving phlegmatically and showing lack of creativity, giving up to their condition, and less motivated to act or do something for a better changing that evidently can be seen on the women of the Tegalgede community. In planning the intervention program, therefore, it was an essential matter to consider the contribution of the human resources and natural resources potentials in Tegalgede village.
The natural resources of the village had not been developed well whereas the changing required a sort of motivator who had the capacity of leading people and possessing a high social influence. The social capital could be assumed as unbearable. The target of the program thus, was trying to help the women of Tegalgede improving their knowledge by conducting an intervention program through a kind of persuasive re-education approach. This re-education is done because learning process for mature women are mainly effective through experiences with other people. Therefore, the learning program was specifically aiming in achieving the three targets of changing, namely the changing of the cognitive-structure, improving behavior and finally initiating and developing a better attitude.
The strategy used in this research was the ABCD-technique (Kretzman & Mc.Knights., 1993) and Five C?s (Kotler.,1974) which stressed on strengthening the Agent of Change, they are the members of PICK (mothers), Posyandu, the reading of Qor?an-group, and also the leader of the Majelis Taklim that can motivate and develop togetherness because of the presence of goal settings that was going to be achieved altogether by Tegalgede villagers.
The results of the intervention program-evaluation are: the goal settings have started yielding something, mothers start to do the activity of the training-result (the existence of common goals and reinforcement), the training participants are experiencing the benefit of the program and supporting its continuation, the participants are also volunteering themselves to participate actively as Pokja-member (Work-Group), the women-representative of the villagers who have been given a chance to have an observational study in Jakarta are satisfied and are able to see that those who have succeed but come from the other group are also begin with the same start. The villagers? attitude toward waste is changing. They start to consider waste as economically potential resource and want to do the recycling, enthusiastically, the marketing of medicament plants has comprised in three places in Jakarta. It means that there is a sense of trust from the society to the villagers? products and eventually this will increase the self confidence of the women of Tegalgede, Garut regency.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18538
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Marina
"Penelitian bertujuan untuk melihat perbedaan kecerdasan emosional pada orang tua yang mendongeng dan tidak mendongeng. Kecerdasan emosional sendiri, adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan di tengah frustrasi, mengontrol impuls dan menunda kepuasan, meregulasi mood dan tetap mampu berpikir dalam keadaan tertekan, serta berempati dan berharap (Goleman, 1996).
Sementara itu, kegiatan mendongeng adalah sebuah seni pengisahan cerita dengan tujuan memberi hiburan pada live audience (pemirsa langsung), tentang kejadian-kejadian nyata maupun imaginatif yang dapat diambil dari naskah puitis dan/atau prosa, atau sumber-sumber lisan, tertulis atau rekaman dan melibatkan gesture, vokalisasi, musik atau gambar untuk memberikan kehidupan pada cerita. Dalam mendongeng, pendongeng melibatkan keterampilan berekspresi yang menuntut kesadaran pendongeng akan pengalaman emosi, motivasi untuk bercerita, keterampilan sosial, berempati, dan mengontrol emosi. Keterampilan itu bersinggungan dengan lima dimensi kecerdasan emosional yang dalam penelitian ini diukur dengan Inventori Kecerdasan Emosi (Lanawati, 1999).
Dalam penelitian ini terdapat sebanyak 70 orang tua yang mendongeng dan 72 orang tua yang tidak mendongeng, masing-masing diberikan Inventori Kecerdasan Emosional. Hasil t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor yang signifikan (p < 0,01) antara kedua kelompok tersebut. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa ada perbedaan kecerdasan emosional pada orang tua yang mendongeng dan orang tua yang tidak mendongeng. Mengingat masih sedikitnya penelitian di Indonesia mengenai kecerdasan emosional dan kegiatan mendongeng, perlu diadakan penelitian-penelitian mengenai hal tersebut, terutama dengan penilaian kegiatan mendongeng yang lebih komprehensif.
Saran praktis dari penelitian ini adalah untuk mensosialisasikan kegiatan mendongeng pada orang tua, melihat dampak positif yang dihasilkan dari kegiatan ini, tidak hanya bagi orang tua sendiri, namun juga pada anak-anak.

This research studies the difference of emotional intelligence of parents who conduct storytelling and those who do not. Emotional intelligence is the ability to self-motivate and preserve in the midst of frustration, the ability to control impulses and delay satisfaction, regulate moods and able to think under pressure as well as empathy and hope (Goleman, 1996).
The act of storytelling in accordance to the definition within this research is the art of storytelling with the purpose of providing entertainment to a live audience, based on real or imaginary events which may originate from poetry, prose or other sources of oral, written, or recorded sources, and includes body language, vocals, music or images to bring life to the story. The storyteller is involved in verbal and non-verbal expression skills which require the awareness of the storyteller in emotional experience, social skills, empathy, motivation and the ability to control emotion. All these skills relate to the five dimensions of emotional intelligence, which in this research shall be measured by Emotional Intelligence Inventory (Lanawati, 1999).
Approximately 70 (seventy) parents who conduct storytelling and 72 parents (seventy-two) parents that have never participated in storytelling are given an Emotional Intelligence Inventory (Lanawati, 1999). The T-Test results indicate that there is a significance in the score margins (p < 0,01) between the two groups of parents. Thus, there appears that storytelling significantly differentiate the emotional intelligence between parents who conduct storytelling and parents who don?t. Furthermore, in light of the fact that small number research in Indonesia has been conducted on emotional intelligence and storytelling, further studies needs to be conducted on this issue, specifically more comprehensive acts of storytelling.
A practical suggestion is to socialize storytelling to parents that perceive the positive influence storytelling portrays, not only to the parents themselves but also to the children."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzuly Tara Sharaswaty
"Penelitian ini berusaha melihat apakah terdapat hubungan kesepian dan agresi pada remaja yang sedang berpacaran. Remaja adalah sebuah masa puncak dimana individu akan merasa kesepian sekaligus agresi. Hal ini berjalan seiring dengan adanya peningkatan kasus kekerasan dalam berpacaran pada remaja. Zilboorg (1938) menyatakan bahwa kedua variabel ini berkaitan langsung, dan juga berkaitan secara tidak langsung dengan variabel frustasi diantaranya. Penelitian ini mengikutsertakan 136 remaja yang berada di usia 18-24 tahun, memiliki SES menengah ke atas yang ditandai dengan pengeluaran per bulan di atas Rp 500.000, dan berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, atau Bekasi.
Hasil penghitungan menyatakan bahwa terdapat hubungan secara signifikan antara Kesepian dengan Agresi pada Remaja yang sedang berpacaran, dan hubungan tersebut memiliki nilai positif. Hal ini menyatakan bahwa, semakin individu merasakan kesepian, maka semakin individu tersebut berperilaku agresif, dan sebaliknya, semakin individu merasa puas dengan hubungan sosialnya, maka semakin individu tersebut tidak memiliki tujuan untuk menyakiti atau merusak organisme lain atau barang tertentu.

This study will examine if there is a correlation between loneliness and aggression in teenager who is in a relationship. Teenager is a top period when someone will feel lonely and aggress at the same time. That fact correlate with dating violence case that increasing over time. Zilboorg research in 1938 result that there is direct correlation between Loneliness and Aggression, and indirect correlation with a frustration between. Participants in this research are 136 teenagers with age ranging from 18-24 years old, have money spent over 500.000 in a month, and live in Area Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, or Bekasi.
Result of this research examine that there is significant correlation between loneliness and aggression in teenager who?s in a relationship, and the correlation is positive. That means if someone feel lonely, then he/she will show his/her aggress, and so if someone feel satisfied with his/her social relationships, then he/she will not hurt other organism or things."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
155.92 NUZ h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kemal Adhi Pradana
"Penelitian ini mencoba menggambarkan dinamika motivasi dalam usaha mengakhiri perilaku merokok. Konteks motivasi ditinjau mulai dari pembentukan niat berhenti merokok, usaha awal berhenti merokok, kembali merokok secara teratur, dan usaha berhenti merokok hingga menjadi mantan perokok. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan gambaran motivasi secara deskriptif dan subyektif pada mantan perokok dalam usaha berhenti merokok setelah mengalami fase relapse. Jumlah partisipan yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah dua orang mantan perokok.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa usaha awal berhenti merokok terorientasi secara terkontrol, atau termotivasi secara ekstrinsik. Penelitian ini pun menemukan bahwa terdapat sebuah proses internalisasi motivasi ekstrinsik yang mengubah motivasi yang awalnya terkontrol menjadi berkedaulatan tekad seperti pada motivasi intrinsik.
Sebagai kesimpulan, untuk mengakhiri perilaku merokok dibutuhkan motivasi yang berkedaulatan tekad dan berintegrasi penuh pada diri individu. Selain itu proses internalisasi motivasi ekstrinsik dapat muncul secara alami dalam diri individu dan memiliki peranan penting dalam mengakhiri perilaku merokok. Terlebih lagi, fase relapse pun menjadi salah satu faktor yang mendorong internalisasi dari motivasi ekstrinsik.
Recent study tried to reveal young adulthood's motivation on their smoking cessation attempts after having relapsed and ended as having ex-smokers statuses. The concept of motivation analyzed within the context of making the commitment, first attempt of smoking cessation, having relapsed, and next attempts of quit smoking that make young adult successfully ended their smoking behavior. The study used qualitative approach to understand the process of motivation on young adulthood participants with descriptive and subjectively manner. The analysis focused on two young adult ex-smokers who have different characteristics on their smoking cessation attempts.
Hence, the results of study found that the first attempts of young adult?s smoking cessations were motivated by extrinsic factors, which involved control from others. Recent study was also able to establish the process of internalization of extrinsic motivation, and associated with specific regulation within the smoking cessation attempts.
As conclusion, smoking cessation needs sense of determined and integrated on individual perception as agency of the action. Nevertheless, the internalization on extrinsic motivation occurs naturally within the participants and being an important factor for smoking cessation. Furthermore, having relapse on the first attempt to quit smoking indicated as one important aspect to internalized the extrinsic motivation.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Puspaning Tyas
"Anak tunggal terbiasa mendapatkan perhatian dan cinta tak terbagi dari orang tuanya (Illingworth, 1976 dalam Laybourn, 1994). Perhatian berlebihan tersebut dapat menyebabkan anak menjadi egosentris, manja, dan egois (Richardson & Richardson dalam Lieber, Nelson, & Kail, 1986). Hall pun mengatakan bahwa anak tunggal adalah anak yang iri, egois, egosentris, bergantung, agresif, mendominasi, atau argumentatif (dalam Polit, Nuttall, & Nuttall, 1980). Karakteristik ini akan menimbulkan masalah pada masa dewasa muda karena masa dewasa muda adalah masa terjadinya peningkatan peran yang menuntut individu untuk mandiri, menerima tanggung jawab untuk dirinya dan membuat keputusannya sendiri (Arnett dalam Santrock, 2006; Steinberg, 2002). Kemandirian dapat dilihat dari tiga aspek kemandirian Steinberg (2002), yaitu kemandirian emosional, kemandirian bertingkah laku, dan kemandirian nilai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kemandirian anak tunggal dewasa muda berdasarkan tiga aspek kemandirian Steinberg (2002). Partisipan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga orang anak tunggal yang berada dalam masa dewasa muda. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara dan observasi untuk pengumpulan datanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua partisipan berhasil mencapai kemandirian. Dua partisipan mencapai kemandirian dalam ketiga aspeknya, sedangkan satu partisipan tidak mencapai kemandirian dalam ketiga aspeknya.

Only child usually achieves undivided love and care from his parents (Illingworth, 1976 in Laybourn, 1994). Too much care and attention makes children egocentric, dependent, and egotistical (Richardson & Richardson in Lieber, Nelson, & Kail, 1986). Hall said that only children are jealous, selfish, egotistical, dependent, aggressive, domineering, or quarrelsome (in Polit, Nuttall, & Nuttall, 1980). These characteristics can cause problems in the young adulthood since young adulthood provide increasing role that require a sense of self-reliance, responsibility, and decision making (Steinberg, 2002; Arnett in Santrock, 2006). Based on Steinberg (2002), autonomy has three aspect, that is emotional autonomy, behavioral autonomy, and value autonomy. This research intend to acknowledge the description of young adult only child`s autonomy due to the Steinberg`s three aspect of autonomy (2002). The participants of this qualitative research are three only child in the young adulthood. This research used interview and observation to collect the data. Based on the analysis, researcher concluded that not all of participants reach their autonomy. Two participants show autonomy in the third aspect, while the other one didn`t."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
155.442 TYA g
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Febriaka
"ABSTRAK
Pada masa kini di Indonesia, masalah remaja yang berupa kenakalan remaja cukup memprihatinkan dan meresahkan masyarakat. Seperti perkelahian antar pelajar yang tak jarang menimbulkan korban jiwa, penyalahgunaan obat-obatan, pencurian, perampokan bahkan sampai perkosaan dan tindak pembunuhan (Sudarsono,1991). Perilaku remaja tersebut digolongkan sebagai delinkuensi. Delinkuensi adalah perilaku pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja dibawah 18 tahun (Rice, 1999; Dusek, 1996). Menurut Rice (1999) delinkuensi disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor sosiologis, faktor psikologis, dan faktor biologis. Beberapa penelitian mengaitkan delinkuensi dengan harga diri. Fitts (1969); Toch (1969); Kaplan (1975); Johnson (1977); Kelley (1978); Steffenhagen dan Bum (1987); Davis (1993) menemukan bahwa perilaku delinkuen erat hubungannya dengan rendahnya harga diri (www.nase.com). Fenzel , Harter dan Marold dalam Santrock (1998) menemukan rendahnya harga diri berimplikasi terhadap depresi, bunuh diri, anorexia nervosa, delinkuensi dan masalah adjusment lainnya. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kuantitatif, bertujuan untuk melihat gambaran harga diri remaja delinkuen penghuni LP dibandingkan dengan remaja non delinkuen. Subyek diambil berdasarkan metode nonprobability sampling dengan teknik accidental sampling. Subyek penelitian adalah remaja berusia 15- 21 tahun, berjumlah 94 subyek, terdiri dari 44 subyek remaja delinkuen penghuni LP Anak Pria dan Anak Wanita Tangerang serta 50 remaja non delinkuen yang merupakan siswa SMU 13 di Jakarta Utara. Alat Ukur yang digunakan adalah The Self Esteem Inventory (SEI) dari Coopersmith (1967) yang telah diadaptasikan. SEI terdiri dari 50 item yang mengukur penilaian individu terhadap dirinya sendiri dalam 4 aspek, yaitu: sosial, keluarga, akademis dan general self ditambah dengan 8 item lie score. Sebelum pengambilan data, kuesioner ini diuji terlebih dahulu reliabilitasnya. Uji alat dilakukan dengan bantuan program SPSS 10.1 for Windows. Diperoleh Alpha sebesar .8111. Dari penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam harga diri antara remaja delinkuen penghuni LP dengan remaja non delinkuen. Hasil penelitian yang tidak signifikan menunjukkan bahwa tingkat harga diri antara remaja delinkuen penghuni LP dan remaja non delinkuen tidak berbeda. Hal ini berarti harga diri tidak berhubungan dengan perilaku delinkuen remaja. Penelitian ini menggunakan metode pengambilan subyek nonprobability sampling, maka hasil penelitian hanya berlaku pada subyek penelitian saja, tidak dapat digeneralisir ke populasi. Hasil diatas tidak mendukung hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai keterkaitan antara harga diri dengan delinkuensi yang mengatakan bahwa perilaku delinkuen erat hubungannya dengan harga diri rendah. Sehubungan dengan hasil penelitian, saran yang dapat diajukan untuk perbaikan penelitian dengan tema serupa adalah hindari item-item yang social desirability. Penelitian terbadap remaja delinkuen penghuni LP disarankan untuk tidak dilakukan dengan pengambilan data secara klasikal, sebaiknya pengambilan data dilakukan individual, hal ini dimaksudkan untuk memastikan subyek mengerti cara pengerjaan alat ukur dan untuk memastikan subyek mengerjakannya dengan sungguhsungguh. Jumlah subyek penelitian sebaiknya diperbesar dan subyek diambil dengan metode probability sampling, agar hasil penelitian dapat digenaralisir ke populasi, walau mungkin sebagai konsekuensinya diperlukan waktu yang lebih banyak. Saran praktis sehubungan dengan penelitian ini adalah remaja delinkuen penghuni LP sebaiknya diberikan test-retest yang mengukur harga diri dan tes psikologi lainnya, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembinaan yang dilakukan di LP. Sebaiknya di LP disediakan juga psikolog yang dapat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi remaja delinkuen penghuni LP."
2004
S3528
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rike Permata Sari
"Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai orang yang merokok di sekitar kita,baik di kantor, di pasar, ditempat-tempat umum lainnya atau bahkan dikalangan rumah tangga kita sendiri. Kebiasaan merokok di Indonesia dan diberbagai negara berkembang lainnya memang cukup luas, dan cenderung benambah dari waktu ke waktu. Padahal dibandingkan dengan penyakit mematikan seperti AIDS, asap rokok mengakibatkan kematian dengan korban jauh lebih tinggi.
Merokok memang berbahaya bagi kesehatan, karena tembakau yang ada dalam rokok menambah resiko untuk banyak penyakit, seperti kanker paru-paru,dan jantung. Menurut Aditama (1997) setidaknya ada dua faktor yang membuat orang tidak mudah berhenti merokok. Pertama adalah akibat ketergantungan atau adiksi pada nikotin yang ada dalam asap rokok, dan kedua karena faktor psikologis yang dirasakan adanya kehilangan sesuatu kegiatan tertentu kalau berhenti merokok.
Dengan makin meluasnya informasi tentang pengaruh buruk merokok bagi kesehatan, maka tidak sedikit orang yang berusaha berhenti merokok. Laporan dari WHO 1997, menyebutkan bahwa dalam dua dekade terakhir ini menunjukkan tingginya keinginan untuk berhenti merokok di berbagai negara. Sedangkan departemen Kesehatan dan persatuan kanker Amerika Serikat, dalam penelitiannya menunjukkan bahwa banyak diantara orang-orang muda yang berkemauan keras untuk berhenti merokok. Tetapi sangat disayangkan karena dengan usaha sendiri tidak berhasil.Karena tidak mudah bagi seorang perokok untuk berhenti merokok. Ada sejumlah perokok sudah berhenti merokok selama beberapa waktu, tetapi sebagian kemudian kambuh lagi dengan kebiasaan merokok dan mulai merokok kembali.
Ada beberapa pendekatan yang dapat dipakai untuk rnembantu usaha agar dapat berhenti merokok, tetapi, yang terpenting adalah faktor kemauan yang kuat dari si perokok untuk berhenti merokok. Dalam ilmu psikologi, kemauan yang kuat untuk melakukan suatu tingkah laku dapat dilihat dari intensinya untuk melakukan suatu tingkah laku. Intensi untuk melakukan suatu tingkah laku meurut Ajzen (1988) dalam theory of planned behavior dapat digunakan untuk meramalkan seberapa kuat keinginan inqliyidu untuk menampilkan dan seberapa banyak usaha yang direncanakan atau dilakukan individu untuk menampilkan suatu tingkah laku. Lebih lanjut, teori ini menyatakan bahwa intensi ditentukan oleh tiga hal yaitu sikap terhadap tingkah laku, norma subyektif, dan persepsi individu mengenai kontrol yang ia miliki untuk memunculkan tingkah laku (perceived behavioral control).
Berdasarkan teori ini akan diteliti mengenai intensi para perokok untuk berhenti merokok. Dengan teknik purposive sampling, sebanyak 185 orang perokok, dilibatkan sebagai sampel penelitian. Data ke-185 orang perokok tersebut diolah dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu untuk mendapatkan deskripsi sampel,mean dan standard deviation serta hasil analisis regresi berganda.
Hasil penelitian diperoleh bahwa intensi responden untuk berhenti merokok baik secara keseluruhan maupun dalam kelompok-kelompok data kontrol berada diatas mean teoretis, berarti secara keseluruhan cukup tinggi. Selain itu dengan menggunakan analisis regresi berganda diketahui bahwa terdapat hubungan linear yang signifikan antara sikap,norma subyektitl dan perceived behavioral control terhadap intensi untuk berhenti merokok.
Dari ketiga hal tersebut, norma subyektif dan perceived behavioral control yang paling berperan terhadap intensi tersebut. Artinya persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk berhenti merokok dan motivasinya untuk mematuhi tekanan sosial tersebut menentukan niat individu tersebut untuk memunculkan tingkah laku yang dimaksud serta individu mempersepsi dirinya memiliki sumber-sumber dan kesempatan yang diperlukan jika ia hendak berhenti merokok, dan sumber-sumber serta kesempatan tersebut memudahkan intensinya untuk berhenti merokok.
Dengan demikian hipotesis penelitian bahwa sikap terhadap tingkah Iaku memiliki sumbangan yang signifikan terhadap tingkah laku ditolak. Hipotesis yang menyatakan bahwa ada sumbangan yang signifikan dari norma subyektif terhadap intensi untuk berhenti merokok diterima. Demikian juga diterima hipotesis yang menyatakan ada sumbangan yang signifikan dari perceived behavioral control terhadap intensi untuk berhenti merokok."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tusi Sasono
2001
S2923
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>