Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Neni Irianty
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan ultrasonografi sebagai pemeriksaan pelengkap mamografi dalam mendeteksi awal kelainan payudara berdasarkan perbedaan densitas payudara pada mamografi.
Rumusan Masalah
Kepadatan payudara menurunkan tingkat kepekaan mamografi sehingga dapat terjadi false negatif pada mamografi. Sehingga diperlukan pemeriksaan yang non invasif dan relatif murah seperti ultrascnografi untuk meningkatkan kepekaan mamografi.
Berdasarkan uraian dalani latar belakang masalah di alas maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian antara lain :
1. Gradasi berapa pada mamogram yang memerlukan ultrasonografi sebagai pemeriksaan tambahan mamografi,
2. Berapa peningkatan kepekaan mamogram yang tidak ditemukan massa dengan penggunaan ultrasonografi sebagai pemeriksaan pelengkap dalam mengevaluasi kelainan payudara."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Rose Foresta
"Penelitian ini bertujuan mencari penanda respons tumor yang lebih dini untuk kemoterapi neoajuvan pada kasus kanker payudara stadium lanjut, yaitu dengan mengkorelasikan derajat kemiringan washout fase delay kurva kinetik pada pemeriksaan DCE-MRI dengan perubahan ukuran tumor kanker payudara. Perubahan neovaskularisasi sudah dapat dinilai sejak 24 jam pertama setelah pemberian kemoterapi siklus pertama, sedangkan pengukuran tumor umumnya paling baik dinilai setelah kemoterapi neoajuvan siklus ketiga.
Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dari data sekunder MRI payudara mulai Agustus 2011 hingga April 2013. Analisa korelasi perubahan derajat kemiringan washout fase delay kurva kinetik DCE-MRI dengan perubahan ukuran tumor sebelum dan sesudah pemberian kemoterapi neoajuvan awal, dilakukan dengan uji korelasi Pearson.
Hasil analisa menunjukkan tidak ada korelasi yang bermakna (r=0,151, p=0,622) antara perubahan sudut kemiringan washout fase delay kurva kinetik dengan perubahan ukuran tumor sebelum dan setelah pemberian kemoterapi neoajuvan, sehingga dapat disimpulkan bahwa parameter perubahan sudut kemiringan washout secara tunggal tidak dapat berfungsi sebagai penanda respons tumor kemoterapi neoajuvan. Hal ini dikarenakan respons tumor merupakan proses yang mutifaktorial sehingga perubahan sudut gradien washout saja secara langsung tidak dapat menunjukkan respons yang terjadi pasca kemoterapi neoajuvan.

This study assessed the possibility of a faster tumor response marker for neoadjuvant chemotherapy (NAC) by correlating the changes in kinetic curve washout gradient degree on the delayed phase of DCE-MRI after the first cycle, with changes in tumor size after the third cycle, as well as their roles in assessing tumor response for NAC. Studies show that changes in tumor size after the third NAC can be used to detect tumor response, whereas neovascularization changes with DCE-MRI can be detected as fast as 24 hours after the first cycle of chemotherapy.
This is an analytic study using breast MR data obtained between August 2011 until April 2013. Analysis of the correlation between changes in kinetic curve washout gradient with changes in tumor size before and after NAC was performed using the Pearson correlation test.
Based on the correlation analysis results, there is no significant correlation (r=0,151, p=0.622) btween the change in the angle of the washout kinetic curve gradient with the changes in tumor size before and after NAC. This concludes that changes in the degree of the washout angle alone cannot serve as a marker of tumor response to NAC, due of the multifactorial variables that take part in the process, and the kinetic curve alone is not sufficient to directly evaluate response.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghefira Tahani Mastura Wiweko
"Latar Belakang
Pemeriksaan mamografi dan interpretasinya merupakan bagian dari kompetensi dokter spesialis radiologi umum. Keterbatasan jumlah tenaga kerja kesehatan, beban kerja tinggi, dan kondisi lingkungan yang tidak memadai dapat memengaruhi hasil interpretasi mamogram. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian diagnosis antara dokter spesialis radiologi Divisi Radiologi PRP dengan Non-Divisi Radiologi PRP.
Metode
Penelitian ini dilakukan retrospektif menggunakan data sekunder dari PACS di IPRKN Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2021. Data yang diambil ialah nomor rekam medis, usia, densitas, dan kategori Bi-RAD pada payudara kanan serta kiri berdasarkan mamogram. Data disajikan untuk melihat perbedaan diagnosis berdasarkan analisis expertise dokter spesialis radiologis Divisi Radiologi PRP dengan expertise dokter spesialis radiologis Non-Divisi Radiologi PRP.
Hasil
Dari 299 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, diperoleh perbedaan bermakna antara hasil diagnosis radiologis payudara kanan dan kiri oleh dokter spesialis radiologi Non-Divisi Radiologi PRP dan Divisi Radiologi PRP (p = 0,001), dan tidak ditemukan hubungan bermakna berdasarkan usia (p = 0,600) dan densitas payudara (p = 0,378) pada diagnosis radiologi antara kedua divisi.
Kesimpulan
Tidak diperoleh kesesuaian antara diagnosis mamogram di payudara kanan dan kiri pada dokter spesialis radiologi Divisi Radiologi PRP serta Non-Divisi Radiologi PRP. Lalu, tidak didapatkan kesesuaian berdasarkan usia dan densitas payudara pada kedua diagnosis mamogram tersebut. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut menggunakan baku emas histopatologis untuk menilai variabel yang memengaruhi kesesuaian diagnosis mamogram pada kelompok Divisi Radiologi PRP dan Non-Divisi Radiologi PRP.

Introduction
Screening and diagnostic mammograms are a part of both the competency of general radiologists in the non-breast and women’s reproductive division as well as breast radiologists in the breast and women’s reproductive division. However, due to the limited number of healthcare workers, workload, and inadequate environmental conditions, these factors can affect the interpretation of mamograms.
Method
This study is conducted retrospectively by reviewing secondary data from patient’s PACS at IPRKN Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) in 2021. The data collected includes medical record numbers, patient’s age, breast density, and Bi-RAD categories for both right and left breast mammograms. The data were presented to observe the difference in analysis of the expertise of both general radiologists in non-breast and women’s reproductive division and as breast radiologists in the breast and women’s reproductive division.
Results
Out of the 299 subjects who met the inclusion criteria, a significant difference was found between the diagnostic interpretation for both the right and left breast by general radiologists in non-breast and women’s reproductive division and the breast radiologists in the breast and women’s reproductive division (p = 0.001). There was no significant association between the age (p = 0,600) and breast density (p = 0,378) in the radiological diagnosis between the two divisions.
Conclusion
There was no concordance found between mammograms diagnoses for both the right and left breast between general radiologists from the non-breast and women’s reproductive division and breast radiologists from the breast and women’s reproductive division. Furthermore, there was no concordance between mammogram interpretation based on age and breast density in both general and specialist radiologists. Further research using histopathological tests as the gold standard is needed to understand the factors that influence the concordance of mammogram diagnoses in both divisions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghefira Tahani Mastura Wiweko
"Latar Belakang
Pemeriksaan mamografi dan interpretasinya merupakan bagian dari kompetensi dokter spesialis radiologi umum. Keterbatasan jumlah tenaga kerja kesehatan, beban kerja tinggi, dan kondisi lingkungan yang tidak memadai dapat memengaruhi hasil interpretasi mamogram. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian diagnosis antara dokter spesialis radiologi Divisi Radiologi PRP dengan Non-Divisi Radiologi PRP.
Metode
Penelitian ini dilakukan retrospektif menggunakan data sekunder dari PACS di IPRKN Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2021. Data yang diambil ialah nomor rekam medis, usia, densitas, dan kategori Bi-RAD pada payudara kanan serta kiri berdasarkan mamogram. Data disajikan untuk melihat perbedaan diagnosis berdasarkan analisis expertise dokter spesialis radiologis Divisi Radiologi PRP dengan expertise dokter spesialis radiologis Non-Divisi Radiologi PRP.
Hasil
Dari 299 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, diperoleh perbedaan bermakna antara hasil diagnosis radiologis payudara kanan dan kiri oleh dokter spesialis radiologi Non-Divisi Radiologi PRP dan Divisi Radiologi PRP (p = 0,001), dan tidak ditemukan hubungan bermakna berdasarkan usia (p = 0,600) dan densitas payudara (p = 0,378) pada diagnosis radiologi antara kedua divisi.
Kesimpulan
Tidak diperoleh kesesuaian antara diagnosis mamogram di payudara kanan dan kiri pada dokter spesialis radiologi Divisi Radiologi PRP serta Non-Divisi Radiologi PRP. Lalu, tidak didapatkan kesesuaian berdasarkan usia dan densitas payudara pada kedua diagnosis mamogram tersebut. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut menggunakan baku emas histopatologis untuk menilai variabel yang memengaruhi kesesuaian diagnosis mamogram pada kelompok Divisi Radiologi PRP dan Non-Divisi Radiologi PRP.

Introduction
Screening and diagnostic mammograms are a part of both the competency of general radiologists in the non-breast and women’s reproductive division as well as breast radiologists in the breast and women’s reproductive division. However, due to the limited number of healthcare workers, workload, and inadequate environmental conditions, these factors can affect the interpretation of mamograms.
Method
This study is conducted retrospectively by reviewing secondary data from patient’s PACS at IPRKN Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) in 2021. The data collected includes medical record numbers, patient’s age, breast density, and Bi-RAD categories for both right and left breast mammograms. The data were presented to observe the difference in analysis of the expertise of both general radiologists in non-breast and women’s reproductive division and as breast radiologists in the breast and women’s reproductive division.
Results
Out of the 299 subjects who met the inclusion criteria, a significant difference was found between the diagnostic interpretation for both the right and left breast by general radiologists in non-breast and women’s reproductive division and the breast radiologists in the breast and women’s reproductive division (p = 0.001). There was no significant association between the age (p = 0,600) and breast density (p = 0,378) in the radiological diagnosis between the two divisions.
Conclusion
There was no concordance found between mammograms diagnoses for both the right and left breast between general radiologists from the non-breast and women’s reproductive division and breast radiologists from the breast and women’s reproductive division. Furthermore, there was no concordance between mammogram interpretation based on age and breast density in both general and specialist radiologists. Further research using histopathological tests as the gold standard is needed to understand the factors that influence the concordance of mammogram diagnoses in both divisions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Bayu Handayani
"ABSTRAK Skrining maupun diagnostik mamografi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan dalam mendeteksi kanker payudara sehingga dapat menurunkan angka mortalitas kanker payudara. Kekurangan mamografi adalah pada payudara dengan densitas tinggi yang banyak ditemui pada perempuan Indonesia. Pemeriksaan kombinasi mamografi dan USG dapat meningkatkan hasil sensitivitas dan spesifisitas deteksi lesi, namun tidak efisien dan efektif dalam segi pembiayaan dan waktu. Mengetahui hasil mamografi berdasarkan densitas payudara dan rasio volume lesi dan volume payudara berguna dalam optimalisasi penggunaan ultrasonografi dalam mendeteksi lesi.

Tujuan : Mengetahui penggunaan modalitas mamografi dan ultrasonografi dalam upaya mendeteksi lesi dan pengukuran rasio volume lesi pada pemeriksaan diagnostik payudara untuk efisiensi waktu dan biaya.

Metode : Menggunakan dua jenis disain penelitian yang saling terkait. Penilaian tingkat kesesuaian hasil temuan lesi berdasarkan pemeriksaan mamografi dengan ultrasonografi, dan mamografi saja dengan kombinasi mamogafi dan ultrasonografi dilakukan disain studi asosiasi. Untuk pengukuran rerata rasio volume lesi dan volume payudara menurut tingkat densitas payudara dilakukan dengan disain survei deskriptif. Kesimpulan : Deteksi lesi menggunakan mamografi pada payudara densitas a dan b dikombinasikan dengan ultrasonografi hanya dilakukan hanya bila perlu saja, namun pada payudara densitas c dan d dilakukan kombinasi dengan ultrasonografi. Volume lesi dan volume payudara dapat dicantumkan sebagai salah satu pertimbangan informasi tata laksana.


ABSTRACT
Mammography is recommended tool for breast cancer screening and diagnostic to decrease mortality. Lack of mammography in detecting lesions related with high breast density, which founded in Indonesian women. The use of diagnostic ultrasonography combined with mammography able to improve the specificity and sensitivity on lesions detection, but it has an issue with cost and time effective. Knowing the result of mammography based on breast density and the ratio of volume lesions and breast volume is useful in optimizing the use of ultrasonography in lesions detection. Purpose : To determine the ability of mammography and ultrasonography on lesion detection and assess the volume lesion ratio and breast volume with the purpose of cost and time efficient. Method : Using two related research design. Assessment of breast lesion findings based on mammography and ultrasonography and the combination findings were carried out with association study design, and the assessment of lesion volume ratio and breast volume was carried out with descriptive study design. Conclusion : The use of ultrasonography combined with mammography for lesions detection is carried out for breast density c and d. The implementation for this combination method for breast density a and b is only for necessary purpose. Lesions volume and breast volume can be included in the report as a consideration for therapy.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Nasseri
"ABSTRAK
Latar belakang: Mamografi merupakan pemeriksaan baku emas dan merupakan modalitas satu-satunya untuk skrining payudara perempuan. Namun efektivitas mamografi menurun terutama pada payudara berdensitas padat. Handheld ultrasonography (HHUS) sering diperlukan sebagai pelengkap mamografi dan dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas untuk deteksi kanker payudara berdensitas padat. Automated breast ultrasound (ABUS) merupakan modalitas relatif baru dengan beberapa kelebihan dibandingkan dengan HHUS antara lain reproducible, variabilitas yang rendah, waktu akuisisi lebih singkat dan konsisten, serta ukuran transduser yang lebar sehingga mencakup payudara lebih menyeluruh dan dapat melakukan karakterisasi lesi yang ukurannya melebihi lebar transduser HHUS dengan lebih baik. Saat ini penggunaan ABUS belum merata di rumah sakit di Indonesia, dan penelitian mengenai ABUS masih terbatas, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai ABUS dibandingkan dengan modalitas lain secara lebih obyektif. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian temuan, morfologis, dan lokasi lesi di payudara berdasarkan densitas mamografi dan HHUS dengan densitas mamografi dan ABUS. Metode: Dilakukan pemeriksaan payudara menggunakan mamografi, HHUS GE tipe Logic S8 dengan transduser linear 7-12 MHz, dan ABUS GE Invenia dengan transduser konkaf linear 6-12 MHz. Seluruh pemeriksaan HHUS dan ABUS dilakukan sendiri oleh peneliti di Departemen Radiologi RSCM, dan dikonfirmasi oleh Dokter Spesialis Radiologi konsultan payudara bersertifikasi ABUS untuk menentukan ada atau tidaknya lesi, morfologis, dan lokasi lesi. Kesesuaian hasil pemeriksaan mamografi-ABUS dan mamografi HHUS dianalisis menggunakan uji Mc Nemar. Hasil: Terdapat 30 subyek penelitian dan diperoleh 48 sampel payudara, dengan rentang usia 36-66 tahun (rerata ± SD 51,4 ± 8,5 tahun). Dalam menentukan ada tidaknya lesi, pemeriksaan mamografi-HHUS dan mamografi-ABUS memiliki kesesuaian dengan level sedang (moderate agreement), nilai Kappa 0,43 dan 0,49 (p 0,002 dan p 0,001); dalam menentukan morfologis lesi memiliki kesesuaian dengan level sedang (moderate agreement) dengan nilai Kappa 0,51 dan 0,43 (p 0,000 dan 0,000); serta dalam menentukan lokasi lesi memiliki kesesuaian dengan level fair agreement dengan nilai Kappa 0,37 dan 0,36 (p 0,000 dan 0,000). Simpulan: Kombinasi mamografi-HHUS memiliki kesesuaian dengan level relatif setara dalam menentukan ada tidaknya lesi dan lokasi lesi, namun sedikit lebih tinggi dalam menilai morfologis lesi dibandingkan dengan kombinasi mamografi-ABUS.

ABSTRACT
Background: Mammography is the gold standard and well known to be a powerful screening tool in the detection of breast cancer. However its sensitivity is reduced in women with dense breasts. Additionally, women with dense breasts have an increased risk of developing breast cancer while mammography has a lower sensitivity.
Handheld ultrasonography (HHUS) is often needed as a adjunction to mammography, can increase sensitivity and specificity for detection of cancer in dense breast breasts. Automated breast ultrasound (ABUS) is a relative new modality with several advantages compared to HHUS including reproducible, low variability, shorter and consistent acquisition time, and a wide transducer size that covers the breast more thoroughly and can characterize lesions whose size exceeds the width of the transducer HHUS better. At present the use of ABUS is not evenly distributed in hospitals in Indonesia, and research on ABUS is still limited, so it is necessary to conduct research on ABUS compared to other modalities more objectively. Objective : This study aims to determine the alternative selection of HHUS and ABUS examination to detect abnormalities in the breast based on mammographic density. Method: Breast examination using mammography, HHUS GE Logic S8 with 7-12 MHz linear transducer, and GE Invenia ABUS with 6-12 MHz linear concave transducer. All HHUS and ABUS examinations are carried out solely by researchers in the Radiology Department of the RSCM, and are confirmed by an ABUS certified breast consultant radiologist to determine the presence, morphology, and location of the lesion. The suitability of ABUS mammography and HHUS mammography results were analyzed using the Mc Nemar test. Result: There were 30 subjects and 48 breast samples were obtained, with an age range of 36-66 years (mean ± SD 51.4 ± 8.5 years). In determining the presence or absence of lesions, examination of mammography-HHUS and mammography-ABUS is in accordance with moderate agreement and Kappa values 0.43 and 0.49 (p 0.002 and p 0.001); in determining the morphology of the lesion is in accordance with moderate agreement and Kappa value 0.51 and 0.43 (p 0,000 and 0,000); and in determining the location of the lesion is in accordance with fair agreement and Kappa values ​​of 0.37 and 0.36 (p 0,000 and 0,000). Conclusion : The mammographic-HHUS combination is compatible with a relatively equal level in determining the presence or absence of the lesion and location of the lesion, but is slightly higher in assessing the morphology of the lesion compared with the mammographic-ABUS combination."
2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ho Natalia
"Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi perubahan nilai ADC pada DWMRI dengan perubahan ukuran tumor pasca kemoterapi neoajuvan kanker payudara dalam menilai respons kemoterapi neoajuvan.
Metode: Penelitian studi deskriptif analitik dari data sekunder MRI pasien kanker payudara yang mendapat kemoterapi neoajuvan serta menjalankan pemeriksaan MRI. Pemeriksaan MRI dilakukan sebelum pasien mendapat kemoterapi neoajuvan, setelah pasien mendapat kemoterapi neoajuvan siklus pertama dan siklus ketiga. Pengukuran ukuran tumor dilakukan sesuai standar RECIST, sedangkan nilai ADC diperoleh pada nilai b800s/mm2.
Hasil dan diskusi: Dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan korelasi Pearson untuk melihat korelasi perubahan nilai ADC kedua terhadap nilai ADC pertama dengan perubahan ukuran tumor pada pemeriksaan MRI ketiga terhadap pemeriksaan MRI pertama. Sebanyak 17 pasien penelitian dengan usia antara 40 tahun sampai 65 tahun dan ukuran tumor antara 5,41 cm sampai 13,41 cm. Terdapat 16 pasien yang mengalami peningkatan nilai ADC dan 1 pasien yang mengalami penurunan nilai ADC setelah pemberian kemoterapi neoajuvan siklus pertama. Sebanyak 17 pasien mengalami pengurangan ukuran tumor setelah kemoterapi neoajuvan siklus ketiga. Berdasarkan standar RECIST diperoleh sebanyak 7 pasien dengan pengurangan ukuran tumor lebih dari 30% (antara 31,55% sampai 56,25%) dan sebanyak 10 pasien dengan pengurangan ukuran tumor kurang dari 30% (antara 7,47% sampai 29,22%). Nilai korelasi yang diperoleh sebesar -0,499.
Kesimpulan: Terdapat korelasi yang bermakna antara perubahan nilai ADC pada DWMRI dengan perubahan ukuran tumor sebagai respons kemoterapi neoajuvan kanker payudara dengan kekuatan korelasi yang sedang dan arah negatif.

Objectives: To determine the correlation of changes in ADC values in DWMRI with changes in tumor size after neoadjuvant chemotherapy in breast cancer to assess neoadjuvant chemotherapy response.
Methods: Analytical descriptive study using secondary data from MRI of breast cancer patients receiving neoadjuvant chemotherapy as well as running an MRI. MRI examination performed before neoadjuvant chemotherapy, after received first cycle neoadjuvant chemotherapy and third cycle. Tumor size measurements carried out according to standard RECIST, whereas the ADC values obtained in the b800s/mm2. Bivariate analysis using Pearson correlation was conducted to determine the correlation of changes in the value of the second ADC to first ADC and changes of the tumor size on the third MRI to the first MRI examination.
Result and discussion: A total of 17 study patients, 40 years to 65 years old, tumor size between 5.41 cm to 13.41 cm. 16 patients experienced an increase in ADC values while 1 patient had decreased ADC values after the first cycle of neoadjuvant chemotherapy. Tumor size in all patients decreased after three cycles of neoadjuvant chemotherapy. Based on RECIST standards, 7 patients showed tumor size reduction of more than 30% (between 31.55% to 56.25%) and tumor size in 10 patients was reduced less than 30% (between 7.47% to 29.22% ). Correlation value of -0.499 obtained.
Conclusions: There is a significant moderate and negative correlation between in ADC value changes in DWMRI with tumor size changes in response to neoadjuvant chemotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T31952
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Handayani
"Identifikasi dini respons kemoterapi neoajuvan merupakan hal penting dalam tatalaksana kanker payudara. Penelitian bertujuan untuk mengetahui korelasi antara nilai microvessel density (MVD) prekemoterapi dengan perubahan apparent diffusion coefficient (ADC) pada magnetic resonance imaging (MRI) dan perubahan ukuran tumor pasca kemoterapi neoajuvan.
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang terhadap 16 pasien kanker payudara yang mendapat kemoterapi neoajuvan. Analisis bivariat menggunakan korelasi Pearson dengan (α)5%.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapatnya korelasi bermakna antara nilai MVD prekemoterapi dengan perubahan ADC maupun dengan perubahan ukuran pasca kemoterapi neoajuvan. Diperoleh kesimpulan bahwa MVD prekemoterapi tidak dapat memprediksi perubahan ADC maupun perubahan ukuran pasca kemoterapi neoajuvan.

Early identification in neoajuvant chemotherapy response is important in the treatment of breast cancer. The purpose of this study was to determine the correlation between microvessel density (MVD) before chemoterapy with changes in apparent diffusion coefficient (ADC) in magnetic resonance imaging (MRI) and changes in tumor size after neoajuvant chemotherapy.
This study used a cross-sectional design of 16 breast cancer patients who received neoajuvant chemotherapy. Performed bivariate analysis using Pearson correlation ( α 5%).
There was no significant correlation between MVD value with ADC changes as well as with changes in size after neoajuvant chemotherapy. It concluded that MVD value can not predict ADC changes after neoajuvant chemotherapy nor changes in size after neoajuvant chemotherapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Canti Widharisastra
"Hidrosefalus adalah kelainan susunan saraf pusat yang ditandai dengan pelebaran sistem ventrikel. Diperlukan data mengenai ukuran ventrikel serebral normal sebagai batas ambang untuk mendiagnosis pelebaran ventrikel serebral awal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ukuran ventrikel serebral neonatus aterm normal dan melihat gambaran korelasi parameter pengukuran ventrikel serebral. Penelitian dilakukan terhadap 55 neonatus aterm normal menggunakan modalitas ultrasonografi untuk mendapatkan ukuran ventrikel serebral. Data kuantitatif yang diperoleh dihitung nilai rerata dan digunakan analisis bivariat Pearson/ Spearman untuk melihat gambaran korelasi parameter ukuran ventrikel serebral. Didapatkan rerata ukuran lebar kornu anterior ventrikel lateralis, indeks ventrikel, lebar ventrikel III, jarak talamo-oksipital dan ukuran ventrikel IV. Terdapat korelasi bermakna (p<0,05) antara: lebar kornu anterior kanan dengan indeks ventrikel kanan dengan arah korelasi positif dan kekuatan korelasi sedang (r= 0,506) dan lebar kornu anterior kiri dengan indeks ventrikel kiri dengan arah korelasi positif dan kekuatan korelasi sedang (r=0,488). Tidak terdapat korelasi bermakna (p>0,05) antara : lebar kornu anterior ventrikel lateralis kanan dengan jarak talamo-oksipital kanan dan dari lebar kornu anterior ventrikel lateralis kiri dengan jarak talamo-oksipital kiri. Rerata ukuran ventrikel serebral neonatus aterm normal: lebar kornu anterior ventrikel lateralis 1,50 mm (0,8-3,00 mm); indeks ventrikel 6,52 mm (3,39-12,10 mm); lebar ventrikel III 1,87 mm (0,93-3,80 mm); jarak talamo oksipital 14,82 ±1,69 mm dan ukuran ventrikel IV 4,06 ± 0,53 mm. Ukuran kornu anterior ventrikel lateralis yang besar biasanya disertai indeks ventrikel yang besar pula. Tidak terdapat korelasi antara lebar kornu anterior ventrikel lateralis dengan jarak talamo-oksipital.

Cerebral ventricular dilation is a sign of hydrocephalus. Late diagnosis and late treatment of hydrocephalus can cause parenchymal damage and even death. To diagnose early dilation of cerebral ventricles in neonates required data of the size of the cerebral ventricles as the normal threshold. The purpose of this study was to determine the size of the cerebral ventricles of normal full-term neonates and the correlation parameter ventricular measurement. Study of 55 normal full-term neonates by ultrasonography to establish measurement of parameters ventricular. Quantitative data were obtained calculated mean values and to determinate the correlation parameter cerebral ventricle measurements used bivariate analysis Pearson/ Spearman. Data obtained cerebral ventricular size parameters consisting of the anterior horn width lateral ventricle, ventricular index, the width of the third ventricle, talamo-occipital distance and the size of the fourth ventricle in healthy full-term neonates. There was significant (p <0.05) positive and moderate correlation between: right anterior horn width lateral ventricle with right ventricular index (r = 0.506) as well as left anterior horn width lateral ventricle with left ventricular index (r = 0.488). There were no significant correlation (p> 0.05) between: right anterior horn width lateral ventricle with right talamo-occipital distance and left anterior horn width lateral ventricle with left talamo-occipital distance. The mean size of the cerebral ventricles of healthy full-term neonates are: anterior horn width of the lateral ventricle 1.50 mm(0.8 to 3.00 mm); ventricular index 6.52 mm (3.39 to 12.10 mm); third ventricular width 1.87 mm (0.93 to 3.80 mm); Talamo-occipital distance 14.82 ± 1.69 mm and 4.06 ± fourth ventricle size of 0.53 mm. The greater width of the anterior horn of the lateral ventricle is usually accompanied by greater the ventricular index. There is no correlation between anterior horn width lateral ventricle with the talamo-occipital distance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Trifonia Pingkan
"Riwayat kanker payudara dalam keluarga memegang peranan penting terjadinya kelainan payudara maupun kanker payudara pada seorang individu. Penelitian ini bertujuan mendapatkan data gambaran radiologis payudara perempuan dengan riwayat kanker payudara dalam keluarga, dihubungkan dengan derajat histopatologis kanker payudara yang diderita oleh salah seorang anggota keluarga menggunakan modalitas USG payudara. Dari penelitian ini didapatkan risiko yang yang lebih tinggi akan terjadinya lesi di payudara pada perempuan yang memiliki hubungan keluarga dengan penderita kanker payudara derajat histopatologis tinggi dibandingkan dengan derajat histopatologis rendah.

Family history of breast cancer plays an important role in the incidence of breast abnormalities and breast cancer in an individual. This study aims to obtain radiological data of breast in women with family history of breast cancer, associated with histopathological grading of breast cancer suffered by a family member using breast ultrasound. This study revealed a higher risk of the incidence of lesions in the breast in high grade histopathological breast cancer group compared with low grade."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>