Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erina Firdausy
Abstrak :
LGBTQ+ merupakan istilah yang memayungi orientasi seksual dan identitas gender. Sulit untuk tidak membicarakan coming out ketika membahas tentang LGBTQ+ karena coming out merupakan isu penting di dalam komunitas LGBTQ+ yang berkaitan erat terhadap penerimaan diri individu LGBTQ+. Terdapat kecenderungan dalam studi mengenai coming out yang menganggap coming out merupakan pencapaian sekali dalam seumur hidup. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepentingan aksi coming out yang digambarkan dalam manga Shimanami Tasogare (2015) karya Kamatani Yūki. Teori yang digunakan adalah teori coming out oleh Klein et. al (2015) yang menyatakan bahwa coming out merupakan proses sosial yang dinamis dan tidak linear. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis teks dan metode interpretasi komposisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa coming out yang digambarkan dalam Shimanami Tasogare sebagai aksi yang penting dilakukan berdasarkan dua alasan: (1) come out menjadi cara bagi individu LGBTQ+ untuk tidak perlu lagi menyembunyikan jati diri mereka sebagai individu non-heteronormatif, dan (2) come out juga menjadi cara untuk mendidik orang yang belum memahami atau memiliki kesalahpahaman terhadap isu LGBTQ+. Penelitian ini melihat bahwa Shimanami Tasogare berhasil menggambarkan realita kompleksitas pencarian jati diri individu LGBTQ+. ......LGBTQ+ is a term that encompasses sexual orientation and gender identity. It is difficult not to talk about coming out when discussing LGBTQ+ because coming out is an important issue in the LGBTQ+ community that is closely related to the self-acceptance of LGBTQ+ individuals. There is a tendency in previous studies to consider coming out as a once-in-a- lifetime achievement. This study aims to analyze the importance of coming out depicted in Kamatani Yūki's manga, titled Shimanami Tasogare (2015). This study uses the coming out theory by Klein et. al (2015) which states that coming out is a dynamic and non-linear social process. This study uses text analysis and composition interpretation methods as the analysis tool. The results show that coming out as depicted in Shimanami Tasogare is an important action based on two reasons: (1) coming out is a way for LGBTQ+ individuals to no longer need to hide their identity as non-heteronormative individuals, and (2) coming out is also a way to educate people who do not understand or have misconceptions about LGBTQ+ issues. This study also sees that Shimanami Tasogare has succeeded in portraying the real complexity of self-discovery within LGBTQ+ individuals.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adilla Zikrina Zhulfa
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan representasi transgender dalam film Karera ga Honki de Amu Toki Wa (2017)—disingkat KHAT—karya Naoko Ogigami dan implikasinya terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang membahas representasi transgender dalam media populer. Penelitian ini menerapkan teori representasi oleh Stuart Hall (1997) sebagai kerangka berpikir dan metode analisis teks serta metode analisis interpretasi komposisi visual. Penelitian ini menemukan bahwa film KHAT merepresentasikan transgender secara positif sebagai wujud ideologi Ogigami yang ingin menggambarkan transgender sebagai manusia yang eksis dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki hak setara. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun representasi transgender melalui tokoh Rinko—transgender laki-laki ke perempuan—bertentangan dengan representasi transgender pada umumnya dalam media populer, konsekuensi yang diambil film adalah pemangkasan realitas. Penokohan Rinko yang sangat ‘perempuan’ dan mendapat kedamaian setelah menanggalkan kejantanannya memberi kesan bahwa transgender laki-laki ke perempuan yang karakteristiknya mendekati perempuan biologis akan lebih mudah diterima masyarakat. ......This study aims to reveal the representation of transgender in Karera ga Honki de Amu Toki Wa (2017)—abbreviated as KHAT—directed by Naoko Ogigami and its implications for previous studies discussing the representation of transgender in popular media. This study applies the representation theory by Stuart Hall (1997) as the theoretical framework, and text analysis method as well as visual composition interpretation analysis method as the analytical tools. This study finds that KHAT represents transgender positively as a form of Ogigami ideology who wants to portray trans community as people who exist in everyday life and have equal rights. This study concludes that although the representation of transgender through Rinko—male-to-female trans character—is contrary to general representations of trans community in popular media, this film takes the risk of reducing reality. Rinko's character who is very 'womanly' and finds peace after leaving her masculinity gives the impression that male-to-female transgender whose characteristics are close to biological women will be more easily accepted by society.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dafin Delian
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai komodifikasi agama melalui goshuin dan pengaruhnya pada pariwisata religi di Jepang. Komodifikasi goshuin menunjukkan bahwa agama dapat mengubah bentuknya menyesuaikan masyarakat untuk dapat bertahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan alasan seseorang mengunjungi kuil, menjelaskan bagaimana goshuin mampu menggerakkan pariwisata religi kuil di Jepang, dan menjelaskan bagaimana dukungan kuil dalam menjaga keberlangsungan fenomena goshuin boom. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Komodifikasi oleh Christoph Hermann. Metode analisis menggunakan kualitatif dan dijelaskan secara deskriptif. Teknik mengumpulkan data adalah dengan wawancara. Data dijabarkan dalam bentuk narasi sebanyak 10 responden dan data wawancara kuil dimasukkan ke dalam pembahasan. Hasil yang didapatkan adalah goshuin menjadi faktor penarik seseorang saat mengunjungi kuil karena dianggap sebagai penanda bahwa seseorang pernah pergi ke suatu tempat. Kemudian, goshuin memiliki potensi untuk memajukan pariwisata religi di Jepang dengan memasukkan daftar goshuin di dalam peta pariwisata. Terakhir, kuil mendukung adanya fenomena goshuin boom dengan menyediakan desain-desain terbatas yang baru setiap bulannya, di samping munculnya dampak negatif dari tren, yaitu kemunculan tenbaiyā. ......This study discusses religion commodification through goshuin and its influence on religious tourism in Japan. The commodification of goshuin shows that religion can change its form to adapt to society in order to survive. The purpose of this study is to explain why people visit shrines, explain how goshuin can drive shrine religious tourism in Japan, and explain how shrines support the sustainability of the goshuin boom phenomenon. The theory used in this research is Christoph Hermann’s Commodification Theory. The analytical method used is qualitative and described descriptively. The technique of collecting data is by interview. The data is described in the form of a narrative of 10 respondents and the interview with monk and priest in the temple are included in the discussion. The result obtained is that goshuin is an attractive factor for someone when visiting a shrine because it is considered a marker that someone has gone to a place. Furthermore, goshuin has the potential to promote religious tourism in Japan by listing goshuin on tourism maps. Lastly, the temple supports the goshuin boom phenomenon by providing new limited designs every month, beside the negative impact of the trend, namely the emergence of tenbaiyā.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
A. Nurul Amaliah Darwis
Abstrak :
Penelitian ini membahas agensi tokoh kulit hitam dalam novel Washington Black (2018) karya Esi Edugyan. Teks dianalisis dengan pendekatan naratif teks dari Mieke Bal dan teori praktik sosial Pierre Bourdieu dengan konsep habitus, ranah, dan modal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana rasisme dan struktur sangat berpengaruh pada agensi tokoh kulit hitam yang dihasilkan melalui praktik sosialnya. Analisis naratif teks membuktikan kehadiran rasisme sebagai momok yang menakutkan bagi kulit hitam sehingga adanya suatu tindakan memperoleh kebebasan. Selanjutnya, posisi tokoh Wash dikaji lebih lanjut menggunakan analisis dari konsep Pierre Bourdieu tekait habitus, ranah, modal. ditemukan fakta bahwa tokoh Wash diobjektifikasi oleh kulit putih dengan memberdayakan serta memanfaatkan kecerdasan intelektual Wash. Selanjutnya, ditemukan kompleksitas yang menyebabkan terhambatnya agensi Wash melalui faktor eksternal yang datang dari sikap ambivalensi kulit putih serta struktur rasisme yang masih dipertahankan, sedangkan internal berasal dari perasaan emosional Wash terhadap Titch tanpa melihat perbedaan ras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya Wash dalam memperoleh kebebasan intelektual dan fisiknya hanya sampai batas tertentu dikarenakan adanya struktur yang membatasi proses tersebut. ......he research explains the black agency portrayed in Esi Edugyan’s Washington Black (2018). The texts were analyzed using Mieke Bal’s narrative text approach and Pierre Bourdieu’s social practice theory comprising habitus, field, and capital. The results showed that the discourse of racism and structure strongly affects the black agency as a result of the social practice. The narrative text analysis proved the existence of racism as a fear for black people resulting in the act of pursuing their race’s freedom. Furthermore, the position of the character named Wash was deeply studied by applying the analysis of Pierre Bourdieu’s concept regarding habitus, field, and capital. It depicts the fact that Wash was objectified by the white as his intelligence was utilized. It also depicts complexity which causes the agency resistance of Wash through external factor derived from the white’s ambivalence and the maintained racism structure and the internal factor which come from Wash’s emotional status towards Titch with the absence of racial disparities. The result shows that Wash’s effort in pursuing his intellectual and physical freedom is restricted due to the structures which limit the process.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafitri Diniyah Andrayani
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai dua hal, yang pertama adalah penggambaran konsep utilitarianisme yang mendasari tindakan tokoh protagonis, Uzumaki Naruto, dan tokoh antagonis, Uchiha Itachi dalam anime Naruto: Shipp?den (2007). Selain itu, penulis juga membahas mengenai respons penonton mengenai penggambaran konsep tersebut dalam anime Naruto: Shippuden. Analisis dilakukan dengan menggunakan konsep utilitarianisme tindakan yang dijelaskan oleh Ben Eggleston (2014), yaitu sebuah konsep yang memandang bahwa suatu tindakan dianggap benar jika tindakan tersebut menghasilkan kesejahteraan maksimal dibandingkan tindakan lain yang dapat dilakukan dalam situasi tersebut. Metode yang penulis gunakan untuk menganalisis data yaitu analisis teks dan metode sinematografi sebagai metode pendukung. Analisis yang dilakukan meliputi plot, penokohan, dan dialog dari tokoh yang diteliti serta adegan visual tindakan yang dilakukan, khususnya pada sorotan kamera, bidikan kamera, warna, dan pencahayaan dari adegan yang dianalisis. Berdasarkan analisis yang dilakukan, peneliti menemukan adanya konsep utilitarianisme tindakan yang mendasari tindakan tokoh Uzumaki Naruto dan Uchiha Itachi dalam anime Naruto: Shipp?den. Tindakan yang dilakukan oleh kedua tokoh ditunjukkan dengan penggambaran yang bertolak belakang, namun tetap dalam ranah konsep utilitarianisme. Sebagai kesimpulan, penulis berargumen bahwa konsep utilitarianisme yang mendasari tindakan kedua tokoh dapat berfungsi sebagai referensi terhadap pendidikan moral yang ditawarkan oleh sang pengarang untuk para penonton anime tersebut. ......This research discusses two research aspects: firstly, the depiction of the concept of utilitarianism underlying the actions of the protagonist character, Uzumaki Naruto, and the antagonist character, Uchiha Itachi, in the anime Naruto: Shipp?den (2007). The researcher also examines the audience's response to the portrayal of this concept in Naruto: Shippuden. The analysis is conducted using the concept of act utilitarianism, as described by Ben Eggleston (2014), which views an action as morally right if it maximizes overall well-being compared to alternative actions in a given situation. The methods employed to analyze the data include textual analysis and cinematography as a supporting method. The analysis encompasses the plot, characterization, and dialogue of both characters, as well as the visual depiction of their actions, particularly focusing on camera angles, shots, colors, and lighting in the analyzed scenes. Based on the conducted analysis, the researcher discovered the presence of the concept of act utilitarianism underlying the actions of both Uzumaki Naruto and Uchiha Itachi in the anime Naruto: Shipp?den. The actions of both characters are portrayed in contrasting manners, yet still within the realm of the utilitarianism concept. In conclusion, the researcher deduces that the concept of utilitarianism underlying the actions of both characters can serve as a reference for the moral education offered by the creator to the viewers of the anime.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indrati Asyariri
Abstrak :
Isu ketidaksetaraan gender pada perempuan masih menjadi persoalan yang kompleks di masyarakat Korea, salah satunya berdampak pada perempuan bekerja. Meskipun persentase perempuan pekerja secara relatif meningkat, namun diskriminasi masih dirasakan oleh banyak working mom. Melalui drama Korea 18 Again (2020), penelitian ini mencoba untuk membongkar bagaimana isu marginalisasi working mom direpresentasikan dalam tontonan telvisi Korea. Peneliti menggunakan teori sinema Boggs dan Petrie (2008) untuk menganalisis narasi teks film dan mise en scene yang menghadirkan permasalahan working mom. Kemudian, teori peran gender dan ketidakadilan gender dari Fakih (2013) digunakan untuk melihat konstruksi pemaknaan working mom yang coba dibangun oleh drama ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat beberapa praktik marginalisasi pada working mom dalam drama, yaitu: domestifikasi perempuan, beban kerja ganda, stereotip usia, dan stigma bercerai pada perempuan. Drama juga memperlihatkan bahwa meskipun dikonstruksi sebagai super mom, namun tokoh working mom nyatanya masih membutuhkan bantuan suara dari tokoh lain dalam menyuarakan marginalisasi yang dialaminya. Hal ini berkaitan dengan realitas masyarakat Korea yang masih banyak didominasi oleh sistem patriarki. ......The issue of gender inequality among women is still a complex issue in Korean society, one of which has an impact on working women. Even though the percentage of working women is relatively increasing, many working moms still feel discrimination. Through the Korean drama 18 Again (2020), this study tries to uncover how the issue of marginalization of working moms is represented in Korean television viewing. The researcher uses the cinema theory of Boggs and Petrie (2008) to analyze the narrative text of the film and the mise en scene that presents the problem of working moms. Then, the theory of gender roles and gender inequality from Fakih (2013) is used to see the construction of the meaning of the working mom that this drama is trying to build. Results of the analysis show that there are several marginalization practices for working moms in dramas, namely: domestication of women, double workload, age stereotypes, and the stigma of divorce on women. The drama also shows that even though it is constructed as a super mom, the working mom character still needs voice assistance from other characters in voicing the marginalization she is experiencing. This is related to the reality of Korean society which is still dominated by a patriarchal system.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hafiz Priyansyah
Abstrak :
Pembahasan mengenai budaya populer selalu berkembang seiring dengan perkembangan media yang mendukung penyebaran mereka. Fandom media hiburan tersebut menjadi objek studi yang menarik banyak peneliti untuk melihat praktik budaya yang ada di dalamnya. Fandom anime, contohnya, merupakan salah satu pelanggan utama dalam studi mengenai praktik budaya yang terjadi dalam komunitas mereka masing-masing. Dalam penelitian ini, terdapat pembahasan mengenai bagaimana fandom anime di Indonesia membuat animeme (meme dengan topik anime) dengan nilai budaya yang terdiri dari budaya anime dan beragam budaya masyarakat Indonesia. Melalui praktik textual poaching (Jenkins, 1992) ini, akan ditelaah bagaimana fandom anime daring di Indonesia memaknai keberadaan mereka sebagai komunitas transnasional (Appadurai, 1996). Data berupa meme anime yang didapatkan dari Twitter akan dibahas dengan menggunakan kedua konsep tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana fandom anime telah berkembang dari taraf komunitas transnasional yang memahami nilai-nilai budaya antar negara, menjadi komunitas transregional yang menunjukkan pemahaman akan nilai-nilai budaya yang berasal dari anime dan daerah-daerah tertentu di Indonesia. Istilah transregional menjadi cenderung lebih cocok untuk mewakili fenomena pengaruh budaya yang tidak lagi terbatas kenegaraan, melainkan kedaerahan ini. Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat ikut berkontribusi pada perkembangan studi mengenai budaya populer, fandom, dan komunitas transnasional yang sering juga disebut sebagai global citizen. ......Discussions regarding popular culture has always developed in parallel with the development of the media that spreads them. Said media’s fandom becomes an interesting study that attracts many researchers to unravel the cultural practices they conduct. The anime fandom, for example, is a usual suspect for the study of their cultural practices. This research discusses how Indonesian anime fandom creates animemes (anime-themed memes) with the cultural values of anime culture and the culture of the people in Indonesia. Through this practice of textual poaching (Jenkins, 1992), this research will analyze how anime fandom practice their existence as a transnational community (Appadurai, 1996). The data discussed by these two theories are in the form of anime memes obtained from Twitter. The result shows that anime fandom has developed from a transnational community that practices the cultural values of a nation, into a transregional community that practices the cultural value of anime and particular regions in Indonesia. The term “transregional” tend to become much more suitable to represent the cultural influence of not only a nation or a country, but also a particular region’s culture. The researcher hopes that this research can contribute to the development of popular culture study, especially the study of fandom and transnational community, who are often referred to as global citizen.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alivia Ardhanina
Abstrak :
Gender adalah konstruksi sosial dalam masyarakat yang secara tradisional membuat adanya pembeda antara ‘laki-laki’ dan ‘perempuan’ berdasarkan aspek-aspek non-biologis seperti norma, sifat, penampilan maupun peran sosial di masyarakat. Di Jepang, pembagian peran berdasarkan gender masih diterapkan oleh mayoritas masyarakatnya. Laki-laki dituntut untuk bekerja kantoran sebagai pencari nafkah, sedangkan perempuan mengurus rumah tangga dan keluarga. Beberapa karya sastra di Jepang nampak mengkritik mengenai permasalahan peran gender ini. Manga adalah karya sastra berupa komik bergambar yang muncul di Jepang sejak abad ke-12 dan saat ini memiliki cukup banyak peminat. Manga Gokushufudouadalah salah satu contoh karya sastra yang terlihat mengkritik mengenai pembagian peran gender dalam masyarakat Jepang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai pergeseran peran gender yang terdapat dalam manga Gokushufudou menggunakan metode kualitatif dengan studi kepustakaan. Hasil yang diperoleh dari analisis adalah bahwa kedua tokoh utama dalam manga Gokushufudou yaitu Tatsu dan Miku menggambarkan pergeseran peran gender dan mementingkan kerjasama serta keharmonisan dalam keluarganya yang dapat merepresentasikan kesetaraan gender dalam keluarga. ......Gender is a social construction in society that traditionally makes a distinction between 'men' and 'women' based on non-biological aspects such as norms, characteristic, appearance and social roles in society. In Japan, the division of gender roles based on gender is still applied by the majority of society. Men work from the office as the breadwinner, meanwhile women take care of the household and family. Several literary works in Japan have criticized the issue of gender roles. Manga is a literary work in the form of illustrated comics that appeared in Japan since the 12th century and is really popular among people nowadays. Gokushufudou manga is an example of a literary work that criticizes the division of gender roles in Japanese society. This study aims to analyze the changes in gender roles contained in Gokushufudou manga using qualitative methods with literature study. The results obtained from the analysis are that the two main characters in the Gokushufudou manga, Tatsu and Miku, depict changes in gender roles and emphasize cooperation and harmony in their families which can represent gender equality in the family.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adella Christabel Faustina Setianingrum Nugroho
Abstrak :
Artikel ini membahas ikumen sebagai active fathers dalam dinamika peran gender keluarga Jepang kontemporer. Upaya penulis adalah untuk memahami peran aktif ikumen secara komprehensif, baik dalam wacana maupun praktik pengasuhan anak dalam kehidupan sehari-hari, melalui perspektif gender equal parenting. Metode yang digunakan adalah metode studi pustaka pendekatan kualitatif dengan interplanetary theory of complete and universal gender difference oleh Michael Kimmel. Hasil penelitian menunjukkan fenomena ikumen sebagai active fathers merupakan suatu bentuk perubahan sikap (attitudes) dan perilaku (behaviors) ayah dalam konteks peran pengasuhan anak yang pada gilirannya membawa dinamika tersendiri dalam peran gender di antara ayah dan ibu. Wacana dan praktik pengasuhan anak yang lahir dari media seperti Ikumen Project, majalah FQ Japan, NPO Fathering Japan, serta usaha pemerintah dengan digagasnya UU Pengasuhan Anak, turut berkontribusi terhadap peningkatan kesadaran para ayah akan pentingnya kontribusi mereka. Namun demikian, perubahan sikap dan perilaku ayah dalam pengasuhan anak melalui fenomena ikumen ini, belum dapat dikatakan merevolusi habitus bekerja dan pembagian peran gender tradisional dalam masyarakat Jepang. ......This article discusses ikumen as active fathers in the dynamics of gender roles in contemporary Japanese families. The author's effort is to understand the active role of ikumen in a comprehensive way, both in the discourse and practice of parenting in everyday life, through the perspective of gender equal parenting. The method used is a qualitative approach literature study method with interplanetary theory of complete and universal gender difference by Michael Kimmel. The results of the study show that the ikumen phenomenon as active fathers is a form of change in the attitudes and behavior of fathers in the context of the parenting role which in turn brings its own dynamics in gender roles between fathers and mothers. Discourses and practices of parenting born from media such as Ikumen Project, FQ Japan magazine, NPO Fathering Japan, as well as the government's efforts with the initiation of the Child Care Law, have contributed to increasing the awareness of fathers about the importance of their contribution. However, the changes in fathers' attitudes and behavior in parenting through this ikumen phenomenon, cannot be said to have revolutionized work habits and the division of traditional gender roles in Japanese society.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Miski Nushrotillah
Abstrak :
Pemikiran mujo masuk ke Jepang seiring dengan masuknya agama Buddha pada abad ke-6. Akan tetapi, pemikiran mujo yang dipahami oleh orang Jepang memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan ajaran aslinya. Oleh karena itu, tugas akhir ini membahas mengenai pemikiran mujo di dalam Kokinshu sebagai salah satu kesusastraan yang lahir setelah masuknya agama Buddha ke Jepang. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif analitis dan menggunakan puisi-puisi Kokinshu sebagai sumber data. Penulis menggunakan teori apresiasi puisi untuk untuk dapat melakukan interpretasi terhadap puisi-puisi yang ada di dalam Kokinshu, lalu menganalisis pemikiran mujō yang ada di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mujo yang ada di dalam Kokinshu hanya dikaitkan dengan fenomena-fenomena dunia dan tidak menunjukkan adanya gambaran mengenai dunia abadi seperti yang diajarkan dalam agama Buddha. Pemikiran mujo yang terlihat di dalam Kokinshu sebatas digunakan untuk kehidupan dunia. ...... Mujo Japanese thought spread along with the Buddhism in Japan in the sixth century. However, the thought which understood by the Japanese is different from the original one, and has its own characterisic. Therefore, this research discusses about mujo in Kokinshu as one of the literatures which born after the spread of Buddhism in Japan. The method used in the research is descriptive analytics, using the poems in Kokinshu as the data source. I used the method of poetry appreciation to interpret the poems, and analyzed the thought mujo within. The result of the research showed that mujo in Kokinshu was only associated with the world phenomena, and not the afterlife as taught in Buddhism. The thought mujo in Kokinshu was used only in the world life.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>