Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Janice Chen
"Latar Belakang
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri dengan tingkat resistensi yang tinggi terhadap antibiotik. Hal ini mendasari pentingnya ditemukan antibakteri alternatif dari bahan alami yang poten melawan bakteri penyebab penyakit. Salah satu bahan alami yang memiliki potensi menjanjikan adalah daun pegagan (Centella asiatica). Penelitian ini akan menentukan konsentrasi hambat minimum (KHM) dari ekstrak daun C. asiatica terhadap bakteri S. aureus ATCC 29213TM.
Metode
Uji KHM pada penelitian ini menggunakan metode makrodilusi tabung. Sepuluh μl suspensi bakteri S. aureus ATCC 29213TM dengan standar McFarland 0,5 ditambahkan ke dalam tabung berisi larutan BHI dan ekstrak C. asiatica dengan konsentrasi 750, 375, 187,5, 93,75, 46,86, 23,44, 11,72, 5,86, 2,93, 1,46 mg/mL. Tabung diinkubasi pada 35°C selama 18-24 jam. Hasil diobservasi dengan melihat keruh atau jernih larutan dalam tabung dan dicatat.
Hasil
Tabung percobaan dengan ekstrak C. asiatica berkonsentrasi 375 mg/mL dan 750 mg/mL menunjukkan hambatan terhadap pertumbuhan S. aureus, menampilkan tabung jernih. Tabung percobaan dengan konsentrasi di bawah 375 mg/mL tidak menunjukkan hambatan pertumbuhan S. aureus, menampilkan tabung keruh.
Kesimpulan
KHM ekstrak C. asiatica terhadap S. aureus ditemukan pada konsentrasi 375 mg/mL.

Introduction
Staphylococcus aureus is a species of bacteria with high level of antibiotic resistance. This highlights the importance to find alternative antibacterial agents from natural sources that are potent against disease-causing bacteria. Centella asiatica leaves shows promising potential. This study aims to determine the minimum inhibitory concentration (MIC) of C. asiatica leaf extract against S. aureus ATCC 29213TM.
Method
The MIC test in this study utilized the macro-dilution tube method. Ten μl of S. aureus ATCC 29213TM suspension with 0.5 McFarland standard was added to tubes containing BHI solution and C. asiatica extract with concentrations of 750, 375, 187.5, 93.75, 46.86, 23.44, 11.72, 5.86, 2.93, and 1.46 mg/mL. The tubes were incubated at 35°C for 18-24 hours. The results were observed by checking for turbidity or clarity of the solution in the tubes and recorded.
Results
Tubes with C. asiatica extract concentrations of 375 mg/mL and 750 mg/mL showed inhibition of S. aureus growth, presenting clear solutions. Tubes with concentrations below 375 mg/mL did not show inhibition of S. aureus growth and had turbid solutions.
Conclusion
The MIC of C. asiatica extract against S. aureus was found to be 375 mg/mL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilah Putri Damayanti
"Latar Belakang
Retinopati diabetik (DR) merupakan komplikasi mikrovaskuler yang umum terjadi pada pasien diabetes dan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan serta kebutaan di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kebutaan pada pasien DR di Indonesia.
Metode
Penelitian cross-sectional yang dilakukan di RSCM Kirana menggunakan data rekam medis pasien retinopati diabetik tahun 2020-2023. Faktor yang diteliti meliputi usia onset diabetes, durasi diabetes, dan hipertensi.
Hasil
Sebanyak 359 pasien diinklusi, dengan karakteristik didominasi oleh perempuan (51,5%), usia >50 tahun (55,4%), usia onset diabetes <45 tahun (64,9%), durasi diabetes <10 tahun (52,6%), dan memiliki hipertensi (74,1%). Proporsi derajat DR didominasi oleh proliferative DR/PDR (81,1%), diikuti dengan severe non-proliferative DR/NPDR (13,1%), moderate NPDR (5,6%), dan mild NPDR (0,3%). Sebanyak 9,7% pasien mengalami kebutaan akibat retinopati diabetik. Terdapat hubungan signifikan antara usia onset diabetes (<45 tahun) dengan kebutaan (OR = 2,322, 95% CI = 0,984-5,479, p = 0.049).
Kesimpulan
Kebutaan pada pasien retinopati diabetik dipengaruhi oleh onset usia diabetes yang lebih muda.

Introduction
Diabetic retinopathy (DR) is a common microvascular complication in diabetic patients and one of the leading causes of vision impairment and blindness worldwide. This study aims to identify the factors influencing blindness in DR patients in Indonesia.
Method
A cross-sectional study was conducted at RSCM Kirana using medical record data of diabetic retinopathy patients from 2020-2023. The factors examined included age at diabetes onset, duration of diabetes, and hypertension.
Results
A total of 359 patients were included, with characteristics dominated by females (51.5%), age >50 years (55.4%), age at diabetes onset <45 years (64.9%), duration of diabetes <10 years (52.6%), and hypertension (74.1%). The proportion of DR severity was dominated by proliferative DR/PDR (81.1%), followed by severe non-proliferative DR/NPDR (13.1%), moderate NPDR (5.6%) and mild NPDR (0.3%). A total of 9.7% of patients was blind due to diabetic retinopathy. There was a significant relationship between the age at diabetes onset (<45 years) and blindness (OR = 2.322, 95% CI = 0.984-5.479, p = 0.049). Conclusion
Blindness in diabetic retinopathy patients is influenced by younger age at diabetes onset.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adnan Reva Gribaldy
"Latar Belakang: Acne vulgaris merupakan penyakit inflammasi kronik multifaktorial yang menyerang hingga 90% penderita usia remaja di seluruh dunia. Acne vulgaris mengakibatkan penurunan kualitas hidup (QoL) secara signifikan melalui perubahan fisik serta stres psikososial. Salah satu penyebab acne vulgaris adalah infeksi konkomitan bakteri Staphylococcus aureus pada unit pilosebasea kulit. Salah satu tata laksana yang hingga kini masih digunakan adalah terapi antibiotik berupa erythromicin. Namun, terdapat efek samping penyerta seperti iritasi kulit serta resistensi antimikroba terhadap golongan obat yang diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas antimikroba sediaan mikroenkapsulasi propolis Tetragonula spp yang berpotensi digunakan sebagai tatalaksana alternatif acne vulgaris yang hemat biaya serta rentan efek samping.
Metode: Uji in-vitro dilakukan untuk mengetahui aktivitas antimikrobial ekstrak propolis Tetragonula spp. dalam sediaan mikroenkapsulasi dengan pelarut DMSO dan CMC-Na. Kedua bentuk sediaan diuji dengan metode well diffusion serta broth dilution. Penentuan kadar konsentrasi total flavonoid juga dilakukan melalui spektrofotometri UV-Vis menggunakan standar quercetin.
Hasil: Ditemukan MIC propolis mikroenkapsulasi terhadap S. aureus pada konsentrasi 4096 ug/mL. Tidak ditemukan perbedaan statistik yang signifikan (p > 0.05) antara perubahan absorbansi pada grup intervensi sediaan propolis mikroenkapsulasi ketika dilarutkan dengan DMSO maupun CMC-Na menggunakan metode microbroth dilution setelah inkubasi 20 jam. Kadar flavonoid sediaan propolis mikroenkapsulasi yang digunakan ada pada rentang 366,2±5,3 mg QE/g, dengan rerata DZI pada rentang 7,16±8,33 cm.
Kesimpulan: Mikoenkapsulasi propolis Tetragonula spp menunjukan aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengoptimalkan kelarutan sediaan mikroenkapsulasi propolis Tetragonula spp.

Introduction: Acne vulgaris is a multifactorial, chronic inflamatory skin disorder affecting up to 90% adolescent around the globe. This condition has been known to significantly affects self-esteem and Quality-of-life (QoL) through appearance-related psychosocial stress. Acne vulgaris can be induced by infection in the pilosebaceous unit by Cutibacterium acnes and Staphylococcus aureus. Current treatments, like benzoyl peroxide may cause irritation and penicillin derivatives may induce antimicrobial resistance. We proposed propolis as an with microencapsulation to be used as a novel, cost-effective approach to treat acne vulgaris.
Method: Flavonoid concentration on microencapsulated propolis agent in DMSO and CMC-Na is quantified. Antimicrobial activity is also assesed by determining minimum inhibitory concentration (MIC) using agar disk diffusion test and absorbance measurement of broth S. aureus culture treated with varying concentrations of microencapsulated propolis at 0 and 20 hours of incubation.
Results: The MIC for microencapsulated propolis against S. aureus is observed to be in 4096 ug/mL. There is no statistically significant difference (p > 0.05) between the shift of absorbance and zone inhibition diameter of microencapsulated propolis when diluted in DMSO and CMC-Na after 20 hours of incubation. Flavonoid concentration of microencapsulated propolis is found to be at a range of 366,2±5,3 mg QE/g, with DZI values ranging 7,16±8,33 cm.
Conclusion: Microencapsulated propolis extract of Tetragonula spp exhibits antimicrobial acivity towards Staphylococcus aureus. Further research is needed to optimise physicochemical properties of microencapsulated propolis extract.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nathaniel Aditya
"Pendahuluan: Pada tahun 2050, jumlah populasi lansia yang berusia lebih dari 65 tahun diperkirakan akan mencapai 1,5 milyar. Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan pergeseran paradigma dari proses penuaan kronologis menjadi proses penuaan biologis. Proses penuaan (aging) merupakan sebuah proses multifaktorial yang memiliki kaitan erat dengan stres oksidatif, sebuah fenomena yang lajunya dapat diketahui melalui kadar senyawa metabolit sekundernya, malondialdehid (MDA).
Tujuan: Studi ini meneliti efek dari tanaman obat yang sering digunakan sebagai agen antiinflamasi, Centella asiatica (CA), terhadap kadar MDA pada otak tikus Sprague-Dawley tua dan kemampuan kognitifnya.
Metode: Tikus jantan tua dibagi ke dalam 3 kelompok: Kontrol Negatif, Kontrol Positif (vitamin E 6 IU), dan CA 300 (ekstrak etanol daun CA 300 mg/kg), ditambah 1 kelompok Kontrol Pembanding tikus jantan muda yang diberi perlakuan selama 28 hari. Setiap minggunya, dilakukan uji memori jangka panjang menggunakan metode Y-maze untuk menilai fungsi kognitif tikus. Pada hari terakhir, organ otak dari setiap tikus diambil dan kadar MDA-nya diteliti.
Hasil: Pada kelompok CA 300, ditemukan kadar MDA otak yang relatif lebih rendah dibandingkan Kontrol Negatif, meskipun tidak signifikan (P = 0,5683). Pada uji memori jangka panjang Y-maze, meskipun secara statistik tidak bermakna, penurunan kemampuan kognitif pada kelompok CA 300 tidak sebesar penurunan pada Kontrol Negatif (nilai P kedua kelompok sama; P = 0,5).
Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol CA tidak memiliki pengaruh terhadap kadar MDA otak dan kemampuan kognitif pada tikus Sprague-Dawley jantan yang sedang mengalami proses penuaan.

Introduction: It is estimated that in 2050, the number of elderly aged >65 years will reach 1.5 billion. To overcome this issue, a shift of paradigm, from chronological aging to biological aging, is urgently needed. Aging is a multifactorial process related to oxidative stress, a process in which its rate can be identified from its secondary metabolite level, malondialdehyde (MDA).
Objective: This research studied the effect of a medicinal plant known for its anti-inflammatory properties, Centella asiatica (CA), on the level of brain MDA and cognitive abilities in aged Sprague-Dawley rats.
Methods: The aged male rats were divided into three groups: Negative Control, Positive Control (vitamin E 6 IU), and CA 300 (CA leaves ethanolic extract 300 mg/kg), with one additional Comparison Group consisted of untreated young rats which were given corresponding treatments throughout 28 days. Each week, a Y-maze test assessing the long-term memory of each rats was conducted. In the last day, all rats brains were collected, and their MDA levels were measured.
Results: Compared to the Negative Control, a lower MDA level was found on the brains of the CA 300 group, although statistically not significant (P = 0.5683). In the Y-maze test, a relatively lower decline in cognitive abilities was seen in CA 300 group when compared to Negative Control, even if it was insignificant (same P value on both groups; P = 0.5).
Conclusions: CA ethanolic extract has no influence on both the brain MDA concentration and the cognitive abilities of aging Sprague-Dawley rats.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Callen
"Pendahuluan: Usia harapan hidup di Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan melebihi angka 70 tahun. Walaupun demikian, peningkatan jumlah lanjut usia tanpa disertai perbaikan kualitas hidup berimplikasi pada munculnya berbagai penyakit neurodegeneratif. Penuaan merupakan proses multifaktorial yang melibatkan stres oksidatif. Meskipun demikian, hal ini dapat diantisipasi dengan keberadaan substansi brain-derived neurotrophic factor (BDNF). Secara fungsional, faktor neurotropik ini mampu menunjang vitalitas, perkembangan, dan plastisitas neuron yang berperan dalam pemeliharaan fungsi kognitif.
Objektif: Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi efek tanaman herbal Acalypha indica L. terhadap kadar BDNF dan fungsi kognitif, khususnya memori jangka pendek.
Metode: Penelitian berlangsung selama 28 hari menggunakan tikus Sprague-Dawley tua (20-24 bulan) yang terbagi ke dalam tiga kelompok uji: kontrol negatif, kontrol positif (vitamin E 6 IU), dan Acalypha indica L. 250 mg/kg BB, beserta satu kelompok tikus muda berusia 8-12 minggu. Data diperoleh melalui pengukuran kadar BDNF otak dengan BDNF ELISA kit pada hari ke-29 serta uji kognisi Y-maze dengan menghitung jumlah benar pada hari ke-7 dan 28 perlakuan.
Hasil: Konsentrasi BDNF pada kelompok Acalypha indica L. mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tiga kelompok lainnya (nilai p=0,6545). Sementara, uji Y-maze memperlihatkan hasil adanya peningkatan jumlah benar pada hari ke-28 dibandingkan dengan hari ke-7 pada kelompok Acalypha indica L. (nilai p>0,999).
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Acalypha indica L. tidak memiliki pengaruh terhadap kadar BDNF otak dan kemampuan kognitif pada tikus Sprague-Dawley tua. Maka dari itu, dibutuhkan penelitian lanjutan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik serta dapat diaplikasikan pada subjek manusia.

Background: In 2020, life expectancy in Indonesia is estimated to be greater than 70 years. Nevertheless, the increasing number of elderlies with the poor quality of life implied in the occurrence of many neurodegenerative diseases. Aging is a process that involves oxidative stress; however, it can be anticipated by the presence of brain-derived neurotrophic factor (BDNF). This neurotrophic factor could optimize the vitality, growth, and plasticity of neuronal cells; consequently, cognitive function got maintained.
Objective: The aim of this study is to investigate the effect of Acalypha indica L. as a notable medicinal plant to BDNF level and cognitive function, specifically short-term memory.
Methods: This experimental study was conducted in 28 days using old Sprague-Dawley rats (20-24 months of age rats) which were grouped into three groups: negative control, positive control (vitamin E 6 IU), treatment (Acalypha indica L. 250 mg/kg BW), and one young group (8-12 weeks of age rats). Data are collected by examining BDNF level of the brain tissues using BDNF ELISA kit and undergoing a Y-maze test on day 7 and 28 of treatment.
Results: Level of BDNF in the treatment group increased when compared to the other groups (p-value=0.6545). Meanwhile, the Y-maze test revealed that the number of correct choices tended to increase on day 28 when compared to day 7 (p-value>0.9999).
Conclusion: It concluded that Acalypha indica L. provides no effect to BDNF level and cognitive function in old Sprague-Dawley rats. Therefore, continuing researches to obtain more significant and applicable results are suggested.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Fitriani
"Pendahuluan: Penuaan ditandai dengan banyak hal salah satunya penurunan fungsi kognisi akibat neurodegenerasi, proses yang berkaitan dengan penurunan kadar Brain-derived Neurotrophic Factor (BDNF) sebagai faktor pertumbuhan dalam regenerasi dan pemeliharaan sistem syaraf. Jumlah lansia yang akan meningkat di masa depan menuntut dunia kesehatan untuk mencari pencegahan proses neurodegenerasi ini.
Objektif: Meneliti efek Centella asiatica (CA) terhadap fungsi kognisi dan kadar BDNF pada jaringan otak tikus Sprague-Dawley tua.
Metode: Penelitian ini menggunakan Tikus Sprague-Dawley (SD) jantan berusia 20-24 bulan sebagai tikus tua dan 8-12 minggu sebagai kelompok tikus muda sebagai pembanding. Tikus-tikus tersebut dibagi menjadi 4 kelompok: kelompok kontrol negatif (diberikan akuades), kelompok kontrol positif (diberikan suplementasi Vitamin E 6 IU/pemberian), kelompok tikus muda berusia 8-12 minggu sebagai perbandingan (diberikan akuades), dan kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak etanol daun CA yang diadministrasikan secara oral (300 mg/kg BB/hari) selama 28 hari, 2 kali perlakuan per hari. Selama penelitian, dilakukan pengujian memori jangka pendek menggunakan Y-maze. Pada akhir penelitian dilakukan terminasi dan pengukuran kadar BDNF otak tikus.
Hasil: Hasil analisis statistik menunjukkan konsentrasi rata-rata BDNF 44.09±3.854 pada kontrol negatif, 43.09±11.99 pada kontrol positif, 30.2±12.33 pada tikus muda, dan 65.88±13.46 pada kelompok perlakuan CA (mg/pg protein). Kelompok CA memiliki perbedaan yang signifikan dibanding kontrol negatif (p=0,0189). Sedangkan pada uji memori jangka pendek menggunakan Y-maze, tidak ditemukan perbedaan signifikan.
Kesimpulan: Hasil menunjukkan pemberian CA efektif dalam meningkatkan kadar BDNF otak tikus SD, sehingga diketahui memiliki efek neuroprotektif. Namun CA tidak ditemukan memiliki efek yang signifikan pada fungsi kognisi tikus SD yang mengalami penuaan.

Background: Functional decrease in learning and memory is one of the characteristics of the aging process. Studies showed that lower concentration of Brain-derived Neurotrophic Factor (BDNF) found on the brain, play a role in the phenomenon. BDNF is a growth factor that have a rol eon neuron regeneration and maintenance.
Objective: To determine whether a herbal, Centella asiatica (CA) would increase the BDNF level on the aging brain tissue neurodegeneration.
Methods: Male Sprague-Dawley rats aged 20-24 months as the aged rats and 8-12 weeks as the young rats that used in the study were divided into: negative control (given aquadest), positive control (supplementation of Vitamin E of 6 IU), young rats as a comparison (8-12 weeks old), and treatment groups, which were given ethanol extract of CA leaf administered orally (300 mg/kg BW) for 28 days with each days the treatment were given twice. The short term memory were analyzed by using Y-maze. The rats were terminated and the brain BDNF levels were assessed at the end of the study.
Results: The results showed mean ± SD concentration for BDNF were 44.09±3.854 (negative control), 43.09±11.99 (positive control group), 30.2±12.33 (young rats) and 65.88±13.46 (CA groups) mg/pg protein. The treatment group showed significantly higher tissue BDNF level compared to all group (p=0,0189). The Y-maze results show insignificant different between groups
Conclusion: In conclusion, this result showed that supplementation of CA was effective in increasing brain level of BDNF. However, it doesnt show any effect on Y-maze score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahdaleny
"Penelitian ini membahas pengaruh aktivitas reseptor CXCL4 dan dampaknya terhadap ketidakstabilan plak aterosklerosis terhadap maturasi dan diferensiasi makrofag. Amygdalin menarik perhatian karena potensinya untuk membantu sistem imun. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan. Pertama, in silico docking digunakan untuk melihat kemungkinan penemuan obat baru yang menargetkan modulasi makrofag yang disebabkan oleh induksi kemokin CXCL4/PF4. Hasil analisis in silico menunjukkan bahwa amygdalin berikatan dengan CCR1, salah satu reseptor CXCL4. Kedua, penelitian in vitro dilakukan dengan menggunakan PBMC dari sebelas subjek yang sehat. PBMC dikultur dengan M-CSF, CXCL4, atau amygdalin (10 ng/mL atau 20 ng/mL). Meskipun hasil analisa MMP7 secara statistik belum bermakna, pemeriksaan ELISA menunjukkan kecendrungan ekspresi MMP7 yang lebih rendah, yang terkait dengan penurunan kemampuan adhesi molekul. Dapat disimpulkan bahwa amygdalin berpotensi membantu mencegah diferensiasi makrofag M4, yang berpengaruh terhadap ketidakstabilan plak aterosklerosis. Temuan ini masih perlu divalidasi dengan menambah jumlah sampel dan variasi konsentrasi amygdalin. Namun demikian, penelitian ini memberikan wawasan penting tentang kemungkinan obat baru untuk mencegah perkembangan aterosklerosis melalui modulasi makrofag dan implikasi penting molekul MMP7. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui lebih mendalam terkait mekanisme ini.

This study explores the impact of CXCL4 receptor activity on macrophage maturation, differentiation, and atherosclerotic plaque instability. The potential of amygdalin in supporting the immune system has gained attention. The research employs two methods. Firstly, in silico docking is used to investigate the potential of discovering drugs targeting macrophage modulation induced by CXCL4/PF4 chemokines. The analysis reveals that amygdalin binds to CCR1, one of the CXCL4 receptors. Secondly, an in vitro study using PBMC from eleven

healthy subjects are conducted. PBMCs are cultured with M-CSF, CXCL4, or amygdalin (10 ng/mL or 20 ng/mL).

Although the MMP7 analysis results were not statistically significant, ELISA examination indicates a trend of reduced MMP7 expression, which suggests decreased molecule adhesion capability. In conclusion, amygdalin shows promise in preventing M4 macrophage differentiation, thereby impacting atherosclerotic plaque instability.However, further validation through increased sample size and varying amygdalin concentrations is necessary. Nevertheless, this study offers valuable insights into potential new drugs for atherosclerosis prevention via macrophage modulation and the significance of the MMP7 molecule. Additional research is required to gain a deeper understanding of this mechanism."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Ariani
"Obesitas adalah sebuah kondisi yang dapat menimbulkan masalah kesehatan pada berbagai organ. Pada kondisi obesitas, terjadi pelepasan sitokin proinflamasi secara sistemik sehingga dapat menimbulkan inflamasi pada organ-organ, termasuk otak. Penggunaan bahan alam yang memiliki khasiat antiinflamasi dapat bermanfaat bagi individu dengan obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek ekstrak etanol C. asiatica terhadap tikus obesitas yang diinduksi dengan diet tinggi lemak. Penelitian ini menggunakan 24 tikus galur Wistar yang dibagi menjadi 4 kelompok: kelompok Kontrol yang diberikan pakan standar; kelompok HFD yang diberikan pakan tinggi lemak; kelompok HFD+CA200 yang diberikan pakan tinggi lemak selama 12 minggu kemudian diberikan ekstrak C. asiatica 200 mg/kg; dan kelompok HFD+CA300 yang diberikan pakan tinggi lemak selama 12 minggu kemudian diberikan ekstrak C. asiatica 300 mg/kg. Kemampuan memori spasial diukur dengan uji Y-maze pada awal, minggu ke-12, dan minggu ke-17. Pada akhir penelitian, hipokampus diambil untuk analisis GFAP dan BDNF. Pada penelitian ini juga dilakukan uji in silico dengan penambatan molekuler untuk mengetahui interaksi zat aktif C. asiatica terhadap protein TrkB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok tikus yang mengalami obesitas memiliki kemampuan spasial yang lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol (nilai p 0,006). Pemberian ekstrak etanol C. asiatica selama 5 minggu memperbaiki gangguan memori spasial pada kelompok HFD+CA300 (nilai p 0,01). Uji in silico menunjukkan bahwa komponen C. asiatica asiatic acid dan castilliferol dapat berinteraksi dengan protein TrkB. Pemberian C. asiatica berpotensi untuk memperbaiki memori spasial pada obesitas.

Obesity is a condition that can lead to problems in several organs. Systemic release of proinflammatory cytokines occurs in obese condition causing inflammation in many organs including brain. The use of natural compound with anti-inflammatory properties could benefit for obese individuals. This study aims to analyze the effect of C. asiatica extract on affected obese rats induced by a high-fat diet. We use 24 Wistar rats divided into four groups: control group given standard chow; HFD group given high fat diet; HFD+CA 200 group given high fat diet for 12 weeks then treated with C. asiatica 200 mg/kg, and HFD+CA300 given high fat diet for 12 weeks then treated with C. asiatica 300 mg/kg. Spatial memory ability was assessed using a Y maze at baseline, 12 weeks, and 17 weeks. At the end of this study, hippocampal tissue is taken and analyzed for GFAP and BDNF. In silico study with molecular docking was performed to figure out the interaction between C. asiatica compounds and TrkB. This study shows that obese rats have lower spatial memory ability than non-obese mice (p value 0,006). Treatment with C. asiatica ethanol extract for 5 weeks alleviates the impairment in HFD+CA300 group (p value 0,01). In silico test show that the C. asiatica components asiatic acid and castilliferol can interact with TrkB protein. Administration of C. asiatica extract has the potential to improve memory condition in obesity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faris Rizqhilmi
"Latar belakang: Perkembangan global yang cepat di seluruh dunia meningkatkan rerata angka harapan hidup manusia, hal ini mendorong peningkatan jumlah populasi lanjut usia. Penuaan dapat meningkatkan resiko penyakit terkait usia. IL-10 adalah sitokin antiinflamasi yang memainkan peran penting dalam menginhibisi proses inflamasi kronik yang disebabkan oleh proses penuaan. Masalah kesehatan yang muncul karena penuaan, salah satunya penyakit kardiovaskular dapat bersifat debilitatif dan fatal. Oleh karena itu, upaya preventif menjadi prioritas utama agar kualitas hidup dapat terjaga. Centella asiatica secara umum diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi terutama di negara-negara dengan jumlah tanaman obat yang berlimpah seperti Indonesia
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efek dari Centella asiatica sebagai tanaman obat yang sudah dikenal luas, terhadap kadar IL-10 di jantung.
Metode: Subjek yang diteliti adalah tikus Sprague-Dawley (SD) yang dibagi kedalam kelompok kontrol pembanding yang berisi tikus muda (8-12 minggu) dan tiga kelompok lainnya yang berisi tikus SD tua (20-24 bulan) terdiri dari kontrol negatif yang diberi placebo, kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak etanol CA 300 mg/kgBB, dan kelompok kontrol positif yang diberikan vitamin E 6 IU. Setelah 28 hari, tikus-tikus tersebut diterminasi dan diukur kadar IL-10 di jantung menggunakan ELISA. Data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan uji parametrik one-way ANOVA.
Hasil: Administrasi CA memberikan hasil berupa peningkatan kadar IL-10 di jantung (16.33 ± 2.71 pg/mg pada kelompok perlakuan CA vs 10.81 ± 0.75 pg/mg di pada kontrol negatif) meskipun tidak signifikan secara statistik (p = 0,106)
Simpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa Centella asiatica tidak mempengaruhi kadar IL-10 di jantung tikus SD tua secara bermakna.

Background: Rapid global improvement across the world have increased the average life expectancy of people, thus drives the increasing number of elderly population. Aging could increase the risk of age-related disease. IL-10 is an anti-inflammatory cytokine that plays an important role in inhibiting the chronic inflammatory process that occurs due to aging. The resulting health problems caused by aging, including cardiovascular diseases could be debilitative and fatal. Therefore, preventive measures are a primary priority so that quality of life can be maintained. Centella asiatica (CA) are known to have anti-inflammatory activity, especially in countries with abundant medicinal plants such as Indonesia.
Objective: Present study aimed to investigate the effect of Centella asiatica as a widely-known medicinal plant to IL-10 level in the heart.
Methods: Subjects were old Sprague-Dawley rats divided into comparison control using young rats (8-12 weeks age) and three other groups of aged SD rats (20-24 months age) consisting of negative control (placebo), treatment group was given 300 mg/kgBW CA ethanolic extract, and positive control group was given 6 IU vitamin E. After 28 days, the rats were terminated then measured the concentration of IL-10 in the heart by ELISA. The data obtained were then analyzed using the one-way ANOVA test.
Results: CA administration resulted an increase in heart IL-10 concentration (16.33 ± 2.71 pg/mg in treatment group vs 10.81 ± 0.75 pg/mg in negative control) although insignificant statistically (p = 0,106).
Conclusion: Present study showed that Centella asiatica did not affect IL-10 level in the heart of aged Sprague-Dawley rats
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>