Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irma Nuryanti
Abstrak :
Diabetes Mellitus (DM) termasuk penyakit tidak menular kronis yang menjadi penyebab kematian utama pada penduduk wanita berumur 45-54 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko kejadian DM berdasarkan diagnosis dan gejala pada wanita dewasa di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder riskesdas 2007 dengan desain cross sectional. Sampel adalah wanita dewasa berumur ≥ 18 tahun yang tidak hamil, diukur tekanan darah, dan memiliki data yang lengkap (tidak missing). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi DM berdasarkan diagnosis dan gejala pada wanita dewasa Indonesia sebesar 1,6%. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakna (nilai p < 0,05) antara umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan, aktifitas fisik, merokok, gangguan mental emosional, indeks massa tubuh, obesitas sentral, dan hipertensi dengan kejadian DM pada wanita dewasa. Untuk itu perlu dilakukan suatu upaya pencegahan dan deteksi dini (skrining) terhadap faktor risiko dan skrining gula darah sedini mungkin. ......Diabetes Mellitus (DM) is a chronic non-communicable diseases that become a major cause of death in the population of women aged 45-54 years. This study aims to determine the prevalence and risk factors of the occurance of diabetes mellitus based on diagnosis and symptoms in adult women in Indonesia. This study used a secondary data Riskesdas 2007 with a cross-sectional design. Samples were adult women aged ≥ 18 years who are not pregnant, blood preasure was measured, and has the complete data. Results showed the prevalence of diabetes is based on the diagnosis and symptoms in adult women is 1.6%. The results of the bivariate analysis showed there was a significant association (p value < 0,05) between age, education level, employment status, marital status, physical activity, smoking, mental emotional disorder, body mass index, central obesity, and hypertension with diabetes occurance in adult women. Therefore, it is necessary to take prevention and early detection (screening) of the risk factors and blood sugar screening as early as possible.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55925
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiani Septika Sari
Abstrak :
Indonesia merupakan negara terbanyak keempat kematian akibat diabetes Mellitus dan penyakit jantung diantara negara-negara Asia Tenggara. Penelitian dengan desain studi cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui gambaran biaya akibat sakit serta kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan penyakit jantung dengan sampel 110 orang di RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu. Rata-rata biaya pasien akibat sakit diabetes mellitus tipe 2 dengan penyakit jantung selama setahun adalah Rp. 6.081.572 dimana komposisi biaya langsung adalah (81,54%) dan biaya tidak langsung (18,46%). Proporsi terbesar adalah biaya obat (37,05%). Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya akibat penyakit tersebut adalah Lama Hari Rawat (LHR) dan jenis pekerjaan sedangkan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien adalah Lama/durasi sakit. Disarankan agar RSUD.dr.M.Yunus Bengkulu menyusun clinical pathway dan formularium rumah sakit. Pemerintah perlu merevisi formularium nasional dengan memperhatikan kondisi lokal dan mengembangkan program peningkatan kualitas hidup pasien.
Indonesia is the fourth most deaths due diabetes mellitus and heart disease among south Asia countries. This study with cross-sectional design is aiming to describing the cost of illness and quality of life of patients with type 2 diabetes mellitus with heart disease in dr.M.Yunus public hospital. Number of samples was110 patients. The annual cost of illness due to type 2 diabetes mellitus with heart disease perpatient was Rp. 6,081,572, with direct cost is reached (81.54%) and indirect cost (18.46%). The largest proportion of the cost was drug (37.05%). Factors that affect COI were Length of Stay (LOS) and the type of work, and factor affect quality of life was duration of illness. It is recommended that dr.M.Yunus Public Hospital Bengkulu should prepare clinical pathways and hospital formulary. The central government needs to revise national formulary with considering variability of country situation and develop program to improve quality of DM patient.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanty Harjati
Abstrak :
Pelayanan kesehatan mengalami pergeseran fokus pelayanan dari pengobatan penyakit dan trauma kulit ke arah pencegahan melalui penilaian rutin. Peralatan perawatan dan kondisi neonatus, termasuk berat dan usia bayi, status klinis, dan penyakit yang mendasari memiliki hubungan yang kuat pada risiko terjadinya trauma kulit. Instrumen penilaian trauma kulit yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen SRAMT dan NSRAS plus. Penelitian ini menggunakan studi kohort prospektif, total responden 66 neonatus yang terdiri dari kelompok terpapar dan historical control. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan tingkat risiko trauma kulit pada penilaian awal dan penilaian akhir pada kelompok terpapar (p value 0.001), terdapat perbedaan tingkat risiko trauma kulit antara kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar (X2 29.505 > 5.991) dan terdapat hubungan yang sangat lemah antara usia gestasi dan berat badan lahir terhadap tingkat risiko trauma kulit pada neonatus (rs 0.077 dan 0.004). Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya melakukan penelitian yang mengintegrasikan pengetahuan perawat terhadap faktor penyebab trauma kulit dan pemantauan ulang sebagai upaya menurunkan tingkat risiko trauma kulit menggunakan instrumen SRAMT, memodifikasi instrumen sesuai dengan kondisi pelayanan yang ada di Indonesia sehingga instrumen ini dapat digunakan untuk menurunkan risiko trauma kulit pada neonatus khususnya bayi prematur. ......Health services have shifted the focus of services from treating skin diseases and skin injury to prevention through routine assessments. Treatment equipment and neonatal conditions, including the weight and age of the baby, clinical status, and underlying disease have a strong association with the risk of skin injury. The skin injury assessment instruments used in this study were the SRAMT and NSRAS plus instruments. This study used a short cohort study, totaling 66 neonates consisting of the exposed group and unexposed group (historical control). The results showed that there were differences in the risk level of skin injury first assessment and last assessment in the exposed group with a value (p value 0.001), there were differences in the risk level of skin injury between the exposed group and unexposed group (p value 0.001) and there was no correlation between gestational age and birth weight on the level of skin injury risk (p value 0.446 and 0.821). The researchers suggest that researchers should integrates nurses' knowledge of the factors that cause skin injury and re-monitoring as an effort to reduce the risk level of skin injury using SRAMT instrument, modify the instrument according to the existing service conditions in Indonesia so that the instrument can be use to reduce skin injury in neonates especially preterm.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Grace Aurora
Abstrak :
Latar belakang: Usia operasi Fontan terbaik masih kontroversial. Pusat jantung di negara maju menggunakan batasan usia 2-4 tahun. Kebanyakan operasi Fontan di Indonesia dikerjakan pada usia tua. Dengan kemajuan teknik operasi, bagaimana dampak usia tua saat operasi Fontan terhadap kesintasan belum ada datanya. Tujuan: Mengetahui pengaruh usia tua saat operasi Fontan terhadap kesintasan jangka panjang. Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif dengan analisis kesintasan terhadap pasien pascaoperasi Fontan (1 Januari 2008-31 Desember 2019) di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Pengumpulan data dilakukan dari rekam medis, konferensi bedah, serta follow-up melalui telepon atau surat hingga 1 April 2020. Usia dibagi menjadi usia ≤ 6 tahun dan > 6 tahun. Hasil: Dari total 261 subjek, median usia operasi yaitu 5 tahun (2-24 tahun). Kesintasan usia operasi ≤ 6 tahun dan > 6 tahun yaitu 95,7% dan 89,3%. Hasil subanalisis kesintasan usia operasi < 4 tahun, 4-6 tahun (referensi), 6-8 tahun, 8-10 tahun, 10-18 tahun, dan > 18 tahun yaitu 90,5%, 97,9%, 93,8%, 84,8%, 91,4%, dan 66,7%. Usia 8-10 tahun (HR 6,79; p = 0,022), 10-18 tahun (HR 3,76; p = 0,147), dan >18 tahun (HR 15,30; p = 0,006) memiliki kesintasan terendah. Usia operasi > 6 tahun (HR 3,84; p = 0,020) dan kebutuhan furosemid jangka panjang (HR 3,90; p = 0,036) signifikan meningkatkan risiko kematian pada analisis multivariat. Kesimpulan: Usia operasi Fontan > 6 tahun signifikan menurunkan kesintasan jangka panjang. Usia operasi 8-10 tahun dan > 18 tahun memiliki risiko kematian 6,7 kali dan 15,3 kali dibandingkan usia 4-6 tahun. ......Background: The optimal age to perform the Fontan procedure is still unknown. Currently, the majority of centres worldwide are performing the procedure between 2 and 4 years old. Most of Fontan procedures in Indonesia are performed at older age. With the advancement in surgical techniques, there is no data regarding the impact of older age at completion of Fontan procedure on long term survival. Objective: To evaluate the impact of older age at Fontan procedure on long term survival. Methods: We conducted a retrospective cohort study with survival analysis, of patients underwent Fontan completion (Januari 1, 2008, to December 31, 2019), at National Cardiovascular Center Harapan Kita. The data was collected from medical records, surgical conference, and follow up by phone or mail to the end of the study (April 1, 2020). The age of operation was categorized into ≤ 6 years old and > 6 years old. Results: Of 261 subjects, the median age was 5 years (2-24 years). The survival rate of operation age ≤ 6 years old and > 6 years old were 95.7% and 89.3%. The survival rate in subgroup analysis of operation age < 4 years, 4-6 years (reference age), 6-8 years, 8-10 years, 10-18 years, and > 18 years were 90.5%, 97.9%, 93.8%, 84.8%, 91.4%, and 66.7% respectively. The age of operation 8-10 years (HR 6.79; p = 0.022), 10-18 years (HR 3.76; p = 0.147), and > 18 years (HR 15.30; p = 0.006) had worse survival rate than the others. In multivariate analysis, age of Fontan completion > 6 years old (HR 3.84; p = 0.020) and need for furosemide use (HR 3.90; p = 0.036) significantly increased long term mortality. Conclusion: The age of operation > 6 years old was significantly reduced long term survival rate. The age of 8-10 years old and > 18 years old had higher risk of death (6.7 times and 15.3 times) than age of 4-6 years old.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rahmawaty
Abstrak :
Posbindu lansia merupakan pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan para lansia. Keterampilan kader merupakan salah satu kunci keberhasilan pelayanan di posbindu lansia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran kader dalam pemanfaatan posbindu lansia. Jenis penelitian yaitu deskriptif analitik dengan metode kualitatif. Informan utama adalah 17 orang kader dan informan kunci yang terdiri dari 1 orang Kepala Puskesmas Bantargebang Bekasi, 1 orang Pemegang Program Lansia, dan 3 orang Lansia yang memanfaatkan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Bantargebang Bekasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kader belum berperan besar dalam pemanfaatan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Bantargebang sehingga diperlukan adanya upaya pelatihan dan pembinaan untuk petugas kesehatan dan kader posbindu lansia, serta sosialisasi kepada seluruh sasaran posbindu lansia. Penyediaan fasilitas posbindu lansia yang lengkap diharapkan dapat memaksimalkan peran kader dalam usaha pemanfaatan posbindu lansia. Komunikasi sesama kader juga harus dibangun agar mereka dapat bertukar informasi dan pengalaman mengenai peran mereka dalam pemanfaatan posbindu lansia. ......Elderly's integrated health care is health services which aims to improve the health status of the elderly. Skills of cadres is one of the keys to success in elderly's integrated health care. This study aims to analyze the role of cadres in the use elderly's integrated health care. This research is descriptive analytic with qualitative method. The main informants were 17 cadres and key informants consisting of 1 chief of Bantargebang Public Health Care Bekasi, 1 holder of elderly programs, and 3 elderly peoples who utilize elderly's integrated health care in Bantargebang Public Health Care Bekasi working area. The results showed that the cadres have not played a major role in the utilization of elderly's integrated health care in Bantargebang Public Health Care Bekasi working area thus efforts are required in training and coaching for health workers and cadres elderly's integrated health care, and socialization to all elderly's integrated health care target. Provision of complete elderly's integrated health care facilities is expected to maximize the role of cadres in the utilization of it. Communication fellow cadres should also be constructed so that they can exchange information and experiences regarding their role in the utilization of elderly's integrated health care.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agita Maryalda Zahidin
Abstrak :
Latar Belakang: Kompleks prematur ventrikel (KVP) dikaitkan dengan risiko penurunan fungsi ventrikel dan gagal jantung, dan meningkatkan mortalitas jangka panjang. Variasi sirkadian yang rendah merupakan salah satu prediktor terjadinya kardiomiopati yang diinduksi oleh KVP. KVP idiopatik tipe independen merupakan salah satu bentuk dari KVP dengan gambaran distribusi variasi sirkadian yang rendah. Namun tidak semua KVP independen memiliki variasi sirkadian yang rendah. Belum ada studi yang menilai perbedaan fungsi sistolik intrinsik VKi menggunakan global longitudinal strain (GLS) pada KVP idiopatik independen dengan KVP idiopatik non-independen. Tujuan: Mengetahui hubungan antara kompleks ventrikel prematur idiopatik tipe independen dengan GLS ventrikel kiri melalui ekokardiografi speckle tracking pada pasien tanpa penyakit jantung struktural. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan menggunakan data pasien aritmia ventrikel idiopatik yang dikumpulkan di RSPJD Harapan Kita Jakarta pada bulan Februari 2021- Mei 2021. Evaluasi KVP idiopatik dilakukan dengan EKG 12 sandapan, pemeriksaan Holter monitoring 24 jam. Data dasar ekokardiografi diambil dan penilaian fungsi sistolik intrinsik ventrikel kiri (Vki) dilakukan menggunakan ekokardiografi speckle tracking dengan global longitudinal study (GLS). Hasil: Dari 67 pasien KVP idiopatik yang disertakan dalam penelitian, didapatkan sebesar 27 pasien (40,2%) dengan KVP tipe independen dan 40 pasien (59,8%) dengan KVP non-independen. Sebanyak 31 (46,3%) pasien memiliki disfungsi sistolik ventrikel kiri pada pemeriksaan GLS (kurang dari -18). KVP tipe independen (OR 5,3; IK 95% 1,10-33,29; p = 0,038), beban KVP 9% (OR 16; IK 95% 1,58-163,61; p = 0,019), jenis kelamin laki-laki (OR 6,58; IK 95% 0,80-0,99; p = 0,029), dan episode TV non-sustained (OR 13,88; IK 95% 1,77-108,53; p = 0,012) berhubungan secara signifikan dengan penurunan fungsi sistolik intrinsik Vki. Kesimpulan: Kompleks ventrikel prematur idiopatik tipe independen berhubungan dengan penurunan sistolik intrinsik ventrikel kiri melalui ekokardiografi speckle tracking. Evaluasi tipe KVP idiopatik perlu dilakukan karena berhubungan dengan prognosis pasien dalam praktik klinis. ......Background: Premature ventricular complexes (PVC) was associated with a risk of decreased ventricular function and heart failure, and increased long-term mortality. Low circadian variation is one of the predictors of PVC-induced cardiomyopathy. Independent-type-PVC (I-PVC) is a form of PVC with a low distribution of circadian variation. However, not all I-PVC show low circadian variation. No studies have been performed to examine differences in intrinsic systolic function of left ventricle (LV) using global longitudinal strain (GLS) in independent versus non-independent idiopathic PVC. Objective: To determine the relationship between I-PVC and intrinsic systolic function of LV using speckle tracking echocardiography in patients without structural heart disease. Methods: A cross-sectional study was conducted using data from patients with idiopathic ventricular arrhythmias collected at RSPJD Harapan Kita Jakarta in February 2021-May 2021. Evaluation of idiopathic PVC was carried out using a 12-lead ECG, 24-hour Holter monitoring. Basic echocardiography was performed then LV intrinsic systolic function was assessed using speckle tracking echocardiography with global longitudinal study (GLS). Results: Of the 67 patients with idiopathic PVC included in the study, 27 (40.2%) patients included in independent PVC group and 40 (59.8%) patients in non-independent PVC group. A total of 31 (46.3%) patients had LV systolic dysfunction on GLS examination (less than -18). Independent-type-PVC (OR 5.3; 95% CI 1.10-33.29; p = 0.038), PVC burden of 9% (OR 16; 95% CI 1.58-163.61; p = 0.019), male gender (OR 6.58; 95% CI 0.80-0.99; p = 0.029), and non-sustained VT episodes (OR 13.88; 95% CI 1.77-108.53; p = 0.012) was significantly associated with a decrease in LV intrinsic systolic function. Conclusion: Independent-type-PVC was associated with decreased in LV intrinsic systolic function assessed by speckle tracking echocardiography. Evaluation of the type of idiopathic PVC needs to be considered since it is related with patient's prognosis in clinical practice.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Swastya Dwi Putra
Abstrak :
Latar Belakang: Saat ini, sistem imun telah diketahui memiliki peran terhadap terjadinya hipertensi. Ketidakseimbangan rasio antara sel T regulator dan Sel T helper 17 ditemukan sebagai penyebab terjadinya hipertensi di uji coba hewan. Tujuan: Mengetahui hubungan antara sel T regulator dengan tekanan darah pada hipertensi di manusia. Metode: Studi ini merupakan penelitian case-control yang dilakukan di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dan Rumah Sakit Universitas Indonesia pada bulan Agustus hingga Januari 2023. Subjek dengan hipertensi esensial dan normotensi yang melakukan kunjungan di poliklinik rawat jalan diambil sebagai subjek secara konsekutif. Pemeriksaan flow cytometry dilakukan untuk melakukan penghitungan kadar sel T regulator di dalam darah. Hasil: Subjek penelitian terdiri dari 40 dari setiap kelompok. Jumlah sel T regulator ditemukan lebih sedikit pada subjek dengan hipertensi dibandingkan dengan normotensi (p<0,0001). Korelasi kuat dengan pola negative ditemukan antara sel T regulator dengan tekanan darah sistolik maupun diastolik (r=-0.733, r=-0,613). Jumlah sel T helper 17 ditemukan lebih banyak pada subjek dengan hipertensi dibandingkan dengan normotensi (p<0,0001). Rasio antara sel T helper 17/ sel T regulator ditemukan lebih tinggi pada subjek dengan hipertensi (p<0,0001). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kadar sel T regulator dengan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi esensial. Sel T regulator yang lebih rendah ditemukan pada subjek dengan hipertensi esensial. ......Background:Immune system has currently been postulated to have a role in hypertension. Regulatory T-cells are the cells that have an association with hypertension in animal studies. Aim: To elaborate on the role of Regulatory T-cells in human hypertension. Methods: This case-control study was held at the National Cardiovascular Center of Harapan Kita and Universitas Indonesia Hospital from August to January 2023. Consecutively, subjects with essential hypertension and those with normotension who went to the outpatient clinic were included. Regulatory T-cells were counted with Flow cytometry examination. Results: The subjects consisted of 40 subjects from each group. The results showed that Regulatory T-cell in hypertension was lower compared to normotension (p<0.0001). Furthermore, a strong correlation between Regulatory T-cell and systolic blood pressure (r=-0.733, p<0.0001) and diastolic blood pressure (r=-0.613, p<0.0001) was found. T helper-17 cell was higher in hypertension subjects (p<0.0001). The ratio of T helper-17 cells/Regulatory T-cells was significantly higher (p<0,0001) in subjects with essential hypertension.  Conclusions: We revealed an association between Regulatory T-cells in human hypertension. Lower Regulatory T-cells were found in the hypertension group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia;Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unversitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Saputri
Abstrak :
Latar Belakang : Resesi gingiva penyebab dentin hipersensitif (DH). Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus pada plak menghasilkan asam. Produk asam menyebabkan demineralisasi akar gigi. Tujuan: Menganalisis jumlah serta distribusi S. mutans dan S. sobrinus dari plak dan saliva penderita resesi gingiva dengan DH dan non sensitif. Metode: Dari sampel saliva dan plak subjek DH dan non sensitif diperiksa jumlah S. mutans dan S. sobrinus menggunakan real-time PCR dengan SYBR Green. Hasil: Jumlah S. mutans lebih banyak pada plak DH daripada non sensitif, S. sobrinus lebih banyak pada saliva non sensitif. Kesimpulan: Jumlah S. mutans lebih banyak pada plak penderita DH. ...... Background : Gingival recession cause of dentine hypersensitivity (DH). Streptococcus mutans and Streptococcus sobrinus in dental plaque will produce of acid. Acid can cause demineralization that involved in hypersensitivity. Objectives : To analyze the amount and distribution of S. mutans and S. sobrinus from plaque and saliva in patients with DH and non sensitive. Methods :, S. mutans and S. sobrinus from saliva and plaque samples was quantify by real-time PCR using SYBR Green. Results : The number of S. mutans is higher in plaque of DH and S. sobrinus is higher in saliva of non sensitive. Conclusion : Patients with DH had higher level of S. mutans in plaque.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31475
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library