Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosiana Anneke Sjahruddin
"Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral pembangunan nasional, dengan sendirinya diarahkan untuk mendukung terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan tersebut dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan, yang bertujuan untuk membawa umat manusia kearah tujuan yang ingin dicapai tersebut. Salah satu wujud nyata dari pembangunan dibidang kesehatan saat ini yaitu kemampuan para ahli menegakkan diagnosa dengan cepat dan tepat. Keadaan seperti ini tak akan mungkin dicapai tanpa ditunjang oleh sarana yang memadai yaitu dengan ditemukannya alat-alat canggih serta kemampuan dalam menggunakannya.
Dibidang radiologi penggunaan alat tomografi terkomputer sudah dikenal sejak awal tahun 1980-an yang mana pada saat itu pemakaiannya terbatas pada kasus-kasus cedera kepala, tetapi dengan makin berkembangnya pengetahuan para pakar, radiologi maka pemanfaatan alat canggih ini sudah makin luas yaitu untuk kasus-kasus tumor jinak maupun ganas. Untuk ilmu kedokteran mata alat penunjang diagnostik yang canggih seperti tomografi terkomputer ini sangat membantu karena dengan alat itu dapat terlihat dengan jelas seluruh jaringan lunak orbita dan tulang-tulangnya sekalipun.
Gambaran klinis tumor orbita umumnya terdiri dari perubahan letak bola mata, gangguan visual dan gangguan pergerakan bola mata. Diagnosis dari gambaran klinis seperti ini saja sulit karena dapat juga disebabkan oleh penyakit non neoplasma. Dalam membuat diagnosis tumor orbita sering diperlukan diagnostik penunjang, seperti foto orbita baku, arteriografi ataupun ultrasonografi.
Tetapi dengan tomografi terkomputer diperoleh kesehatan nilai akurasi sampai sekitar 80-85 %, hal ini dapat dicapai, oleh karena dengan pemeriksaan tomografi terkomputer tampak perbedaan densitas jaringan yang rnembentuk jenis tumor tersehut. Untuk lesi yang terletak di retrobulbair dengan pemeriksaan tomografi terkomputer didapatkan nilai akurasi 99.4 %. Hasil pemeriksaan tomografi terkomputer yang negatif palsu dapat terjadi bila lesi terbatas di daerah bulbus okuli."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasto Harsono
"ABSTRAK
Latar Belakang: Debu kayu sebagai telah lama dicurigai sebagai salah satu penyebab karsinoma pada paru. Makalah ini bertujuan memberikan bukti adanya hubungan antara pajanan debu kayu di tempat kerja dengan kanker paru pada seorang perajin furnitur.
Metode: Dilakukan pencarian artikel berbasis online pada PubMed dan Google Scholar pada Juli 2018 dengan kata kunci wood dust dan lung cancer kemudian ditelaah secara kritis menurut kriteria penelitian egaraic yang relevan dari Oxford Center for Evidence Based Medicine.
Hasil: Telaah kritis dilakukan atas 2 studi. Yang pertama kajian meta analisis tahun 2015, menyebutkan terdapat peningkatan risiko yang signifikan antara pajanan debu kayu dengan kanker paru (RR 1,21; 95% CI 1.05 - 1,39, n=33). Sebaliknya, ditemukan risiko rendah (RR 0,63; 95% CI 0,39-0,99 n = 5) pada studi yang berasal dari egara-negara Nordik yang karakter kayunya adalah kayu lunak. Meta-analisis ini memberikan bukti kuat hubungan antara pajanan debu kayu dan kanker paru, yang sangat dipengaruhi oleh wilayah geografis penelitian. Alasan untuk perkiraan efek wilayah ini masih harus diklarifikasi, tetapi mungkin menunjukkan efek diferensial untuk debu kayu keras dan kayu lunak. Studi terakhir berdesain cross sectional melakukan 2 buah penelitian dan menemukan peningkatan risiko kanker paru-paru untuk pajanan kumulatif substansial terhadap debu kayu (OR 1,4; 95% CI 1,0-2,0) dan (OR 1,7; 95% CI 1,1- 2,7).
Kesimpulan: Kedua studi yang terpilih menyatakan bahwa pajanan debu kayu meningkatkan risiko terjadinya kanker paru. Perlu adanya upaya pengendalian risiko pada pajanan debu kayu di tempat kerja.

ABSTRACT
Introduction: Wood dust has long been suspected as a cause of lung cancer. This paper provides evidence of a relationship between wood dust exposure at work and lung cancer in a furniture craftsman.
Method: Related articles were searched online on PubMed and Google Scholar in July 2018 with the keywords wood dust and lung cancer. Both were examined according to relevant etiologic research criteria from the Oxford Center for Evidence Based Medicine.
Results: Critical study was carried out on 2 studies. The first meta-analysis study in 2015 mentioned a significant increase in risk between exposure to wood dust with lung cancer (RR 1,21; 95% CI 1,05 - 1,39, n=33). Conversely, a low risk was found (RR 0,63; 95% CI 0,39 -0,99 n = 5) in studies originating from the Nordic countries where the wood character is soft wood. This meta-analysis provides strong evidence of a relationship between wood dust exposure and lung cancer, which is strongly influenced by the geographic area of ​​the study. The reason for estimating the specific effects of this area remains to be clarified, but it might show a differential effect for hardwood and softwood dust. The last cross sectional design study conducted 2 studies and found an increased risk of lung cancer for substantial cumulative exposure to wood dust with cancer control (OR 1,4 95% CI 1,0-2,0) and (OR 1,7 with 95% CI 1,1-2,7).
Conclusion: Both selected studies state that exposure to wood dust increases the risk of lung cancer, for this reason, efforts are needed to control wood dust exposure in the workplace."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arnold Fernando
"Latar Belakang. Kanker payudara adalah salah sat jenis kanker yang paling sering terjadi pada wanita di seluruh dunia, angka insidensi kanker payudara di Indonesia sendiri mencapai 12 orang per 100.000 penduduk wanita berdasarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia. Sayangnya sebagian besar kanker payudara yang teridentifikasi justru teridentifikasi saat sudah stadium akhir. International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun 2007 membuatkan kesimpulan bahwa gangguan irama sirkadian mungkin saja dapat menyebabkan kanker pada manusia (group 2A) Tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menmgetahui seberapa besar hubungan antara kerja shift malam dan insidensi kanker payudara Metode. Pencarian bukti berbasis ilmiah dilakukan dengan membuat pertanyaan klinis dengan teknik “PICO”, kemudian di lanjutkan dengan pencarian literatur dengan database elektronik melalui mesin pencari “PubMed” dan “google scholar” adapun kata kunci yang digunakan adalah “shift work” “night shift” “breast cancer” yang dikombinasikan dengan "MeSH terms" dan "Boolean Operation", literatur yang didapatkan akan disaring menggunakan kriteria inklusi yaitu penelitian pada manusia sedangkan kriteria ekslusi adalah penelitian yang tidak dapat di akses, berupa case report, ataupun suatu artikel yang ditarik kembali. Hasil. Satu artikel paling relevan yang dilakukan penilaian kritis, dengan judul "Night Shift Work and Breast Cancer Incidence: Three Prospective Studies and Meta-analysis of Published Studies" oleh Travis RC, et al. Penelitian tersebut berupa meta-analysis dan didapatkan RR rata-rata tertimbang 0,99 (95% CI = 0,95 hingga 1,03) untuk pekerja shift malam dibandingkan yang tidak. Penelitian lebih dari 20 tahun RR 1.01 (95% CI = 0.93 to 1.10). Dan penelitian yang lebih dari 30 tahun memiliki RR gabungan 1,00 (95% CI = 0,87 hingga 1,14, heterogenitas P = 0,067. Interval kepercayaan untuk rasio tingkat insiden pada penelitian ini sempit, bahkan untuk 20 tahun atau lebih kerja kerja gilir malam (RR = 1.01, 95% CI = 0.93 sampai 1.10), jadi temuan ini mengecualikan hubungan sedang antara insiden kanker payudara dengan kerja kerja gilir malam yang lama. Kesimpulan. Tidak didapatkan hubungan yang signfikan antara kanker payudara dengan kerja gilir pada malam hari

Background. Breast cancer is the most common cancer among women worldwide. 80% of breast cancer that has been identified in Indonesia has progressed into an advanced stage of malignancy. In 2007, the International Agency for Research on Cancer concluded: shift-work that involves circadian disruption is probably carcinogenic to humans (Group 2A) Aim. This study aims to justify the association between night shift work and breast cancer. Methods. Searching literature for the evidence-based has been conducted with a clinical question through "PICO" method. Then continued with literature searching using the electronic database "PubMed" and "google scholar" search engine. The keyword is "shift work" "night shift" "breast cancer" and combined with MeSH terms and Boolean operation. The inclusion criteria are research on humans, and the exclusion is inaccessible studies, case report studies, and retracted articles. Result. All of the ten prospective studies that have been combined, the weighted average RR was 0.99 (95% CI = 0.95 to 1.03) for any night shift work compared with none. There was no statistically significant heterogeneity across studies (P = .052). ). But if based on a study of more than 20 years, the RR was 1.01 (95% CI = 0.93 to 1.10). And if based on a study of more than 30 years, the combined RR was 1.00 (95% CI = 0.87 to 1.14, P heterogeneity = 0.067. Confidence intervals for the incidence rate ratios on this study are narrow, even for 20 or more years of night shift work (RR = 1.01, 95% CI = 0.93 to 1.10), so these findings exclude a moderate association of breast cancer incidence with long duration night shift work Conclusion. There are insignificant associations between night shift work and breast cancer."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Suhadi
"Kanker prostat diketahui berhubungan dengan pekerjaan yang melibatkan kerja shift. Pada tahun 2007, International Agency for Research on Cancer (IARC) menyatakan bahwa kerja shift dengan disrupsi sirkadian menyebabkan kemungkinan kanker pada manusia. Pajanan terhadap LAN (Light at Night) menekan sekresei melatonin pineal dan menstimulasi peningkatan hormon sex yang pada gilirannya dapat meningkatkan kerentanan terhadap kanker yang bergantung pada hormon. Kasus disini akan menilai bagaimana hubungan antara pekerja shift suatu manufaktur yang telah bekerja 30 tahun dengan peningkatan risiko kanker prostat melalui beberapa telaah jurnal kritis untuk menilai validitas dan aplikabilitasnya. Dari ketiga jurnal yang ditelaah adalah valid dan aplikatif. Sebuah systematic review dan meta-analysis oleh Mancio J.dkk tahun 2018 adanya peningkatan yang signifikan antara kanker prostat dengan rotasi kerja gilir. Begitu pula dengan Behrens T.dkk tahun 2017. Namun, studi kohort Torbjrn A.dkk tahun 2017 menilai tidak ada hubungan kanker prostat dengan durasi kerja malam. Perbedaan ini mungkin karena kurangnya pengukuran pajanan, dan perbedaan dalam jenis kovariat yang disesuaikan untuk kelompok pekerjaan heterogen yang terlibat.

Prostate cancer has been associated with jobs that involve some degree of work at night. In 2007, the International Agency for Research on Cancer (IARC) concluded that shift work involving circadian disruption was probably carcinogenic in humans. Exposure to artificial LAN (Light at Night) suppresses pineal melatonin secretion and subsequently leads to an increase of sex hormones, which in turn could increase the susceptibility to hormone-dependent cancers. In this case, the authors assessed the relationship between workers in a manufacture company who had worked shift work for 30 years and an increased risk of prostate cancer. This case takes evidence base from several journals that support this hypothesis while doing a critical appraisal to determine its validity and applicability. The three journals appraised were valid and applicable. From A systematic review and meta-analysis by Mancio J. et al. in 2018, there was a significantly increased risk of prostate cancer with rotating shift work. Behrens T. et al. (2017) observed a twofold increased HR among shift workers and night workers working in industries. However, cohort studies by Torbjrn A. et al (2017) with no association with duration of night work was seen, this discrepancy may be due to a lack of a common exposure measurement, differences in the type of covariates adjusted for or heterogeneous occupational group involved, and selection into and out of night work occurs continously."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Nabila Widyaputri
"Latar belakang: Sebelum pandemi Covid-19, sebagian besar mahasiswa menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatannya di dalam ruangan. Di era modern seperti ini, sebagian besar bangunan dirancang tertutup sehingga tanpa adanya ventilasi yang adekuat dapat mempengaruhi kualitas udara dalam ruangannya. Kualitas udara yang buruk dapat berdampak pada kenyamanan, performa kerja, hingga kesehatan penghuninya. Oleh karena itu, perlu diketahui kualitas udara ruang kuliah mahasiswa FKUI sebelum pembelajaran tatap muka sepenuhnya dilakukan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan data primer yang didapatkan melalui pengukuran kualitas udara secara langsung oleh peneliti. Sampel ruangan didapatkan berdasarkan pendekatan SEG (similar exposure group) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data kemudian dianalisis secara statistik deskriptif menggunakan tabel dan grafik.
Hasil: Kadar CO2 dan CO seluruh ruangan berada dalam rentang aman, yaitu 383,556-506,556 ppm dan 0-0,9111 ppm secara berurutan. Terdapat 3 ruangan yang memiliki suhu di bawah batas minimum dan 4 ruangan yang memiliki kelembaban di atas batas maksimum. Hanya 1 ruangan yang memiliki pergerakan udara inlet dan outlet yang seimbang.
Kesimpulan: Kualitas udara seluruh sampel dalam keadaan baseline tergolong cukup baik. Namun, perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan ventilasi udara untuk mendukung kegiatan pembelajaran tatap muka seutuhnya dengan nyaman dan mampu memenuhi aspek kesehatan serta keamanan

Introduction: Before the Covid-19 pandemic, most students spent time doing their activities indoors. In this modern era, most buildings were designed as enclosed buildings so that without adequate ventilation, the indoor air quality could be affected. Poor air quality can have impacts on comfort, work performance, and the health of its occupants. Therefore, it is necessary to know the air quality of the FKUI students' lecture halls before offline learning is fully carried out.
Method: This study is a descriptive study using primary data obtained through direct air quality measurements by the researcher. Room samples were obtained based on the SEG (similar exposure group) approach that met the inclusion and exclusion criteria. The data were then analyzed descriptively using tables and graphs.
Result: CO2 and CO levels of the samples were in the safe range between 383.556-506.556 ppm and 0-0.9111 ppm respectively. However, there are 3 rooms with temperatures below the minimum limit and 4 rooms with humidity above the maximum limit. Only 1 room has balanced inlet and outlet air movement.
Conclusion: The air quality of all samples in the baseline state is quite good. However, it is necessary to repair and increase air ventilation to support offline learning activities comfortably and to be able to meet the health and safety aspects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiorin Kusuma Wardhani
"Transmisi Covid-19 dapat berlangsung dengan cepat melalui droplets, aerosol, maupun direct contact. Salah satu bentuk pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan pengaturan ventilasi untuk mengurangi kontaminasi pada udara sehingga dapat mengendalikan transmisi virus via aerosol. Oleh karena itu, penting diketahui hubungan antara ventilasi terhadap risiko penularan Covid-19 melalui udara. Desain penelitian yang dilakukan adalah cross sectional. Data yang diambil berasal dari data primer dengan dilakukan pengukuran pada ruangan yang menjadi sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kemudian data diolah dengan uji analisis statistik bivariat. Dari 8 ruangan yang diteliti, terdapat 2 ruangan yang berisiko tinggi terhadap transmisi Covid-19. Hubungan antara jumlah ventilasi outlet dengan penularan Covid-19 melalui udara memiliki hubungan yang signifikan terbukti dengan hasil uji statistik Mann-Whitney U (U = 0,5, p = 0,049). Selain itu, jumlah ventilasi outlet juga dapat meningkatkan ACH outlet dan memiliki korelasi sangat kuat yang signifikan (p = 0,001) serta besar koefisien korelasi 0,993. Pengaturan ventilasi terutama ventilasi outlet pada ruang kuliah kampus Depok dan Salemba perlu ditingkatkan supaya bisa mencapai laju udara > 12 ACH sehingga risiko transmisi virus Covid-19 dapat ditekan menjadi lebih rendah.

Covid-19 transmission can be done rapidly through droplets, aerosol, or direct contact. It can be prevented by regulating ventilation to reduce contamination in the air so that virus transmission via aerosol can be controlled. Therefore, it is important to know the relationship between ventilation and risk of Covid-19 transmission through the air. This study design is cross sectional. Data was taken from primary data by measuring room that is the sample that fits the inclusion and exclusion criteria. After that, data was processed by a bivariate statistical analysis test. Of the 8 rooms studied, there are 2 rooms that are at high risk of transmitting Covid-19. The relationship between the amount of outlet ventilation and transmission of Covid-19 through the air has a significant relationship as evidenced by the results of the Mann-Whitney U test (U = 0,5, p = 0,049). Furthermore, outlet ventilation can increase outlet ACH which has very strong correlation with correlation coefficient 0,993 and is statistically significant (p = 0,001). The ventilation arrangements especially outlet ventilation for the lecture halls in Depok and Salemba need to be increased to ventilation that can reach an air rate of > 12 ACH so that the risk of transmitting Covid-19 virus is lower."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ghozali Thohir
"Seorang pekerja laki-laki 38 tahun mengalami gejala gangguan saraf tepi dan di diagnosis neuropati perifer. Pekerja tersebut memiliki riwayat bekerja sebagai operator mesin Spinning di pabrik pembuatan rayon selama 10 tahun dengan riwayat paparan CS2 melebihi nilai ambang batas secara inhalasi. Tujuan dari laporan kasus berbasis bukti ini adalah untuk mendapatkan jawaban yang tepat tentang hubungan antara paparan karbon disulfida kerja melalui inhalasi dengan neuropati perifer di antara pekerja industri rayon. Pencarian artikel dilakukan melalui PubMed, Scopus, Medline, Embase dan handsearching. Kriteria inklusi adalah Tinjauan Sistematis, Meta-Analisis, Studi Kohort, Studi Kasus-kontrol, Studi potong lintang, pekerja dengan paparan CS2 secara inhalasi di lingkungan kerja, hasil diagnosis neuropati perifer atau hasil tes konduktifitas saraf sebagai alat diagnostik baku neuropati perifer ( MNCV dan SNCV ). Kemudian ditelaah secara kritis menggunakan kriteria CEBM oxford untuk studi etiologi . Dari hasil pencarian artikel didapatkan 4 jurnal penelitian. Terdapat satu artikel studi kohort prospektif dan tiga artikel studi potong lintang. Hasil telaah kritis 4 studi penelitian belum cukup kuat menunjukkan hubungan antara paparan CS2 inhalasi dengan neuropati perifer. Namun nilai penurunan konduktivitas saraf tepi dikatakan bermakna jika kecepatan konduktivitas saraf tepi ekstremitas atas < 50 m/s dan ekstremitas bawah jika < 40 m/s.

Carbon disulfide (CS2) is widely used in various industries as a raw material for the manufacture of goods such as rayon, cellophane, and carbon tetrachloride. Currently, the largest user of this chemical is the rayon fibre industry. This evidence-based case report aims to obtain precise answers regarding the relationship between occupational carbon disulfide exposure through inhalation and peripheral neuropathy among rayon industry workers. A 38-year-old male worker had peripheral nerve disorder symptoms and was diagnosed with peripheral neuropathy. The worker had a history of working as a spinning machine operator in a rayon manufacturing factory for 10 years with a history of exposure to CS2 exceeding the threshold value through inhalation. An article search was conducted through PubMed, Scopus, Medline, Embase, and manual searching. The articles were then critically appraised using Oxford's CEBM criteria for etiological studies. The article searches resulted in one prospective cohort study and three cross-sectional studies. Based on the patient's condition, the findings from the 4 research studies were insufficient to establish a link between inhalation exposure to CS2 and peripheral neuropathy. Further studies with a stronger association level are needed to establish the relationship between inhaled CS2 exposure and peripheral neuropathy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Nasriawati
"Aerosol karbon hitam menimbulkan risiko potensial bagi kesehatan manusia. Karbon hitam telah dilaporkan menjadi penyebab penting bagi beberapa penyakit kardiovaskular dan pernapasan manusia. International Agency for Research on Cancer (IARC) menyatakan bahwa klasifikasi karbon hitam adalah 2b, yaitu berpotensi menyebabkan kanker. Ini menandakan bahwa efek karsinogenik karbon hitam untuk manusia masih kontroversial. Laporan kasus berikut ini memaparkan kasus kanker paru-paru akibat pajanan karbon hitam dan meninjau literatur laporan kasus okupasi untuk mendapatkan jawaban tentang efek pajanan karbon hitam dan meningkatnya risiko kanker paru-paru di antara pekerja yang terpajan karbon hitam. Pencarian literatur dilakukan untuk menjawab pertanyaan klinis melalui database elektronik: PubMed dan Google Scholar. Kata kunci yang digunakan adalah 'karbon hitam' DAN 'kanker paru-paru' DAN 'pekerja'. Kriteria inklusi dari strategi pencarian ini adalah pekerja yang terpapar karbon hitam, studi meta analisis, kasus control,prosfektif kohort. Kriteria pengecualian dari artikel ini adalah artikel yang tidak dapat diakses, RCTs yang telah digunakan dalam systemic review. Artikel yang dipilih kemudian dianalisa kritis menggunakan kriteria yang relevan oleh Oxford Center for Evidence-based Medicine. Penelitian ini mengulas literatur oleh Rota Matteo, et all 2014; Bukti epidemiologis tentang karbon hidro poliaromatik (PAH) tinggi terpapar, studi kohort perspektif oleh Delli LD, et all 2015 dan studi kasus kontrol oleh Marie EPt, dkk 1996. Ketiga penelitian menunjukkan bahwa potensi karsinogenik hitam karbon sama dengan pernyataan monograf IARC bahwa studi epidemiologi karbon hitam memberikan bukti karsinogenisitas yang kurang memadai (Kelompok 2B).

Carbon black aerosol has potential risks on human health. Carbon black has been reported to be an important cause for several human cardiovascular and respiratory diseases. International Agency for Research on Cancer (IARC) stated that carbon black classification is 2b, that is carcinogenic. This report explains a case of lung cancer due to carbon black exposure and reviews the literature of occupational cases to get the answers about the effects of carbon black exposure and the increasing risk of lung cancer among carbon black exposed workers. The literature search was performed to answer the clinical question via electronic databases: PubMed and Google Scholar. The keywords used were ‘carbon black’ AND ‘lung cancer’ AND ‘workers’. The inclusion criteria of this searching strategy were the workers which exposed to carbon black, meta analysis, randomizes controlled trial, systematic reviews, cohort. The exclusion criteria of this article were inaccessible articles, RCTs that have been used in recent systematic review. The selected articles were then critically appraised using relevant criteria by the Oxford Center for Evidence-based Medicine. This study reviews the literature by Rota Matteo, et all 2014; The epidemiological evidence on the polyaromatic hydro carbon (PAH) high exposed, perspective cohort study by Delli LD, et all 2015 and the control case study by Marie EPt, et al 1996. The three researches showed that carbon black carcinogenic potential is the same with the IARC monograph statement that the epidemiological studies of carbon black provide inadequate evidence of carcinogenicity (Group of 2B)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muchammad Arief Gunawan
"Latar belakang: Asma merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Diperkirakan 300 juta orang di seluruh dunia menderita asma, dengan 250.000 kematian setiap tahun akibat asma. Prevalensi asma terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, Asma menyerang 1 dari 14 orang di Amerika pada tahun 2001 sedangkan pada tahun 2009 alasannya adalah 1 pasien dari 12 orang. Tujuan dari laporan ini adalah untuk membuat pencarian secara sistematis untuk mendapatkan jawaban tentang faktor risiko Asma bronkial dan tindakan pencegahannya. Metode: Seorang wanita berusia 40 tahun yang berprofesi sebagai teknisi gigi mengeluh mengalami gejala sesak napas, mengi, batuk dan rinore. Pencarian dilakukan untuk mendapatkan jawaban klinis dengan database yang diperoleh dari: PubMed, dan ProQuest. Dengan kata kunci “Pekerja”, “Metil Metakrilat atau Akrilik” dan “Asma Kerja” dengan kriteria inklusi studi kohort, studi kasus kontrol, studi cross sectional, metil metakrilat, asma akibat kerja, okupasi, dan laporan kasus. Hasil: Satu studi menemukan bahwa ada hubungan antara asma dan paparan metakrilat. Risiko asma yang didiagnosis dokter dalam 12 bulan (OR 27,6, 95% CI 1,19 - 7-54) dan asma onset dewasa (2,65, 1,14-7,24) jika dibandingkan dengan mereka yang tidak terpapar metil metakrilat. Kesimpulan: Dari kedua penelitian yang kami analisis terdapat hubungan yang signifikan antara paparan metil metakrilat atau akrilik dengan kejadian asma.

Background: Asthma is one of the major health problems in the world. An estimated 300 million people worldwide suffer from asthma, with 250.000 deaths each year from asthma. The prevalence of asthma has continued to increase in recent years, Asthma affects 1 in 14 people in America in 2001 while in 2009 the rationale was 1 patient in 12 people The aim of this report is to get a systematically searching in order to get an answer about the risk factor of the Asthma bronchiale and the prevention measure. Methods: A 40-year-old woman who works as a dental technician complains of experiencing symptoms of shortness of breath, wheezing, coughing and cold. A search was carried out to obtain clinical answers with databases obtained from: PubMed, and ProQuest. With the keyword “Worker”, “Methyl Methacrylate OR Acrylic” AND “Occupational Asthma” with inclusion criteria cohort studies, case control studies, cross sectional studies, methyl methacrylate, occupational asthma, occupational, and case report. Results: One study was found that there was a relationship between asthma and exposure to methacrylate. Risk of doctor-diagnosed asthma within 12 months (OR 27.6, 95% CI 1.19 - 7-54) and adult-onset asthma (2.65, 1.14-7.24) when compared with those not exposed to methyl methacrylate. Conclusion: From the two studies that we have been reviewed there was a significant relationship between exposure of methyl methacrylate or acrylic to the incidence of asthma."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Muhammad Rizqi
"Latar belakang. Perawat mendapat tantangan pekerjaan dengan berbagai pajanan bahaya potensial di tempat kerja. Kerja shift sangat umum dilakukan oleh perawat, yang dapat meningkatkan risiko persalinan seperti abortus pada pekerja yang sedang hamil. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko aborstus pada perawat yang melakukan kerja shift. Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan database elektronik berikut: PubMed dan Google Scholar. Peneliti menggunakan kata kunci "kerja shift," "aborstus" dan "perawat" untuk melakukan pencarian. Kriteria inklusi adalah penelitian dengan tinjauan sistematis atau desain kohort, penelitian dengan populasi target perawat dengan kerja shift, dan penelitian dengan hasil utama risiko abortus. Hasil. Bukti-bukti yang ada tidak cukup menemukan hubungan yang signifikan antara kerja shift dan risiko keguguran. Namun, risiko abortus spontan yang lebih tinggi ditemukan di antara perawat shift malam permanen dibandingkan dengan sistem kerja tiga waktu gilir. Kesimpulan. Berdasarkan bukti ini, kerja shift malam muncul sebagai risiko abortus, sedangkan tidak ada bukti yang cukup untuk menghubungkan sistem kerja tiga waktu gilir sebagai risiko abortus di antara pekerja wanita.

Background. Nurses are challenged with various occupational hazards. Shift work is very common among nurses, which could increase the risk of preterm labor and miscarriage among pregnant workers. Objective. This study aims to investigate the risk of miscarriage among nurses who do shift work. Method. Literature searching was conducted using the following electronic databases: PubMed and Google Scholar. We used keywords "shift work," "miscarriage," and "nurse" to perform the searching. The inclusion criteria were studies with systematic reviews or cohort design, studies with target population of nurses with shift work, and studies with the main outcome of the risk of miscarriage. Results. The evidence did not find enough any significant association between shift work and the risk of miscarriage. However, a higher risk of spontaneous miscarriage was found among permanent night-shift nurses compared to three-hour work system. Conclusion. Based on this evidance, night shift work appears as  a risk of miscarriage, whereas there is no enough  evidance association between a three-hour work system as a risk of  miscarriage among female workers."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>