Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadjar Arifin
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Tanin terdapat dalam sejumlah besar tanaman. Tanin bersifat adstringen dan dilaporkan bersifat hepatotoksik pada pemberian secara topikal, parenteral maupun per os. Zat-zat yang bersifat hepatotoksik pada pemberian dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan sirosis. Teh hijau merupakan bahan dasar pembuatan teh wangi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah teh, yang mengandung tanin teh, berpengaruh buruk terhadap hati. Untuk itu dibuat ekstrak teh hijau (ETH) dan diberikan per os dengan dosis tinggi pada mencit jantan strain C3H 32 ekor yang dibagi 4 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol, kelompok II diberi ETH 80 mg/kg BB/hari, kelompok III 400 mg/kg BB/ hari dan kelompok IV 2000 mg/kg BB/hari; lama perlakuan 90 hari. Dibuat sediaan potong 5 u dari lobus kiri hati dan diwarnai dengan H.E. Hasil dan Kesimpulan: Pengaruh perlakuan terhadap berat badan mencit diuji dengan sidik ragam satu arah, didapat F hit > F tabel (p < 0,01); analisa korelasi didapat r = -0,422 (p<0,05). Makroskopik hati berwarna merah kehitaman mengkilap. Pada kelompok I dan II tidak ditemukan kelainan mikroskopik hati. Dari kelompok III, pada 3 ekor mencit ditemukan kelainan berupa inti hepatosit piknotik di sekitar v. sentralis, sinusoid dekat v. sentralis sedikit melebar, membran sel tidak tampak jelas, hiperseluler, jaringari ikat antara sel hati tidak bertambah dan pseudolobulus tidak tampak. Pada kelompok IV, seluruh mencit tampak kelainan yang sama dengan_ ke-3 ekor mencit kelompok III. Dengan uji korelasi Kendall didapat S = 216 (p<0,01). Kesimpulannya bahwa ETH yang diberikan per os dengan intubasi esofagus mempengaruhi pertumbuhan berat badan mencit yang tergantung pada besarnya dosis ETH. Juga derajat kerusakan hati berkaitan dengan dosis ETH yang tinggi.
Scope and Method of Study: Tannin is found in a great number of plants. It was reported to be hepatotoxic, either given topically, parenterally or per os. Hepatotoxic substances in long intake can cause liver cirrhosis. Green tea is the basic substance to make jasmine tea in Indonesia. This study is aimed at knowing whether tea, which contains tea tannin, has a bad influence towards liver microscopic patterns. Green tea extract (GTE) was made and given per os with high dosage to 32 male C3H mice, divided into 4 groups. Group I as control group, group II was given GTE at 80 mg/kg body weight, group III given GTE 400 mg/kg and group IV given GTE 2000 mg/kg; duration of treatment is 90 days. A microscopic preparation of 5 u was made from left lobe of the liver and stained with HE. Findings and Conclusions: The influence of treatment to-wards bodyweight is analysed by one way anova resulted in F-count > F-table at p<0.01. Correlation analysis found r = -0,422 (p<0.O5). Macroscopically the livers are bright blackish red. In group I and II no changes found with the light microscope. Three mice of group III, and all of group IV were seen pycnotic in the nuclei of hepatocytes around the central vein, slight dilatation of sinusoid around the central vein, cell membrane not clear, hypercellular, connective tissue between the liver' cells not increased, no pseudolobulus. The Kendall test found S = 216 (p<0.01). The conclusion is that GTE given by esophageal intubation affects the increase of bodyweight of C3H mice and depend on the dosage of GTE. Also the degree of liver destruction correlated to the more given dosage of GTE.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T58502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sarjono Trenggono
Abstrak :
Latar Belakang Permasalahan


Karies gigi (gigi kerowok) adalah penyakit infeksi yang merupakan serangkaian reaksi-reaksi kimia dan mikro biologis yang dapat mengakibatkan kerusakan gigi secara progresf dan bersifat menetap. Keyes (dalam 7) mengemukakan bahwa ada 3 komponen yang saling bekerja sama dalam proses terjadinya karies gigi. Pertama adalah gigi dan ludah sebagai tuan rumah, kedua adalah mikraflara mulut dan yang ketiga makanan terutama karbonhidrat. Kerja sama ketiga komponen tersebut akan menghasilkan plak gigi (dental plaque), me rupakan substansi yang melekat erat pada permukaan gigi dan menyebabkan terbentuknya asam. Asam tersebut mengakibatkan terjadinya demineralisasi permukaan email gigi dan dengan demikian terbentuklah karies gigi. Oleh karena itu ketiga komponen tersebut harus dipertimbangkan dan diperhatikan dalam setiap langkah usaha pencegahan karies gigi.
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suleiman Sutanto
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Penelitian ini dilakukan untuk mendapat kejelasan tentang ketidaksesuaian pendapat di dalam kepustakaan mengenai adanya suatupola dermatoglifi yang khas pada skizofrenia. Juga ingin diketahui apakah pola tersebut dapat dipakai sebagai alat bantu diagnosis skizofrenia maupun sebagai alat skrining untuk mengenal kasus-kasus skizofrenia yang belum manifest. Untuk ini, sebuah studi mengenai pola dermatoglifi telapak tangan telah dilakukan pada 262 pria Indonesia dewasa (70 penderita skizofrenia, 32 penderita psikosis nonskizofrenia dan 160 orang normal). Pola dermatoglifi telapak tangan dibuat dengan bantuan sebuah roler, tinta sidik jari khusus, dan dicetak pada sehelai kertas hvs putih. Hasil cetakan dianalisis dengan sebuah Lup, dan dilakukan pemeriksaan terhadap pola kualitatif dan pola kuantitatif. Hasil dan Kesimpulan: Dari kelima pola kualitatif yang diteliti hanya datam hal pola interdigital 4 saja terdapat perbedaan bermakna. Frekuensi pola interdigital 4 pada skizofrenia dan psikosis nonskizofrenia Lebih tinggi secara bermakna dari orang normal, dan didapatkan indeks Jouden 22% dan 20% pada tangan kiri dan kanan. Dapat disimpulkan bahwa pola interdigital 4 kurang terpakai sebagai alat bantu diagnosis skizofrenia. Dari ketujuh pola kuantitatif yang diteliti hanya didapat perbedaan bermakna datam sudut atd total. GoLongan skizofrenia mempunyai sudut atd total rata-rata lebih kecil daripada golongan psikosis nonskizofrenia. Karena perbedaan datam nilai rata-rata dan 'confidence interval' 95% sudut atd total antara ketiga golongan tidak terlalu besar, sudut atd kurang terpakai sebagai pembeda ketiga golongan. Dengan demikian d.isimpulkan bahwa pola dermatoglifi telapak tangan tidak terpakai sebagai alat bantu diagnosis skizofrenia maupun sebagai alat skrining.
Scope and Method of Study: This investigation was done in order to clear up an inconsistency in the medical Literature about the existence of a specific dermatoglyphic pattern in schizophrenic patients. We'd also Like to know whether it can be used either as a diagnostic aid for schizophrenia or as a screening tool to detect schizophrenic cases that haven't fully manifested. A study on the dermatoglyphic pattern was done on 262 adult Indonesian males (70 schizophrenics, 32 non-schizophrenic psychotics and 160 normal subjects). The palmar prints were taken with the aid of a roller and special finger printing ink on a sheet of paper. The prints were analyzed through a Loupe, andthe qualitative and quantitative patterns studied. Findings and Conclusions: Of the five qualitative patterns studied, only the fourth interdigital pattern revealed a significant difference; the pattern is significantly higher in schizophrenics and nonschizophrenic psychotics, compared to normal subjects. The Jouden index are 22% and 20% for the Left and right hand, so it can be concluded that the fourth interdigital pattern can not be used as a diagnostic aid in schizophrenia. Of the 7 quantitative patterns studied, only the total atd angle showed a significant difference. The mean total atd angle of the schizophrenic group was significantly less than that of the nonschizophrenic psychotic group. Because the difference in the mean total atd angle and the difference in 95% confidence interval of the total atd angle among the three groups was not so great, it can be concluded also that the total atd angle can not be used to differentiate the three groups. Based on those results, the author concluded that dermatoglyphic pattern can be used neither as a diagnostic aid nor as a screening tool in detecting schizophrenia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library