Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ellya Aidia
"Kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat melihat langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatu industry farmasi dan juga sarana pelayanan kefarmasian (Apotek dan Puskesmas), memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang penerapan CPOB di Industri farmasi dan praktek kefarmasian berdasarkan standar pelayanan kefarmasian, serta dapat memiliki pemahaman yang mendalam mengenai peran dan tugas apoteker baik di bidang industri maupun pelayanan. Tugas Khusus yang diberikan pada PKPA di Industri berjudul “Kualifikasi Konkuren Excel Spreadsheet Grup 7”. Penyusunan tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui proses validasi dan kualifikasi di PT. SOHO Industri Pharmasi. Selanjutnya Tugas khusus yang diberikan pada PKPA Apotek berjudul “Pengkajian Resep Secara Administrasi, Farmasetis dan Klinis Pada Resep Program Rujuk Balik di Apotek Kimia Farma Burlian”. Penyusunan tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui salah satu peran apoteker dalam pelayanan klinis di apotek yaitu pengkajian resep. Pada PKPA di Puskesmas tugas khusus yang diberikan berjudul “Monitoring Tingkat Kepatuhan Sarana Kefarmasian (Apotek) di Kecamatan Cipayung Terhadap Standar Pelayanan Kefarmasian” yang bertujuan untuk memahami salah satu peran apoteker dalam pengawasan, pengendalian dan pembinaan saranan pelayanan kefarmasian dalam penerapan standar pelayanan kefarmasian.

The Pharmacist Professional Work Practice (PKPA) activity aims to provide pharmacist students with firsthand experience of the activities that occur in the pharmaceutical industry as well as pharmaceutical service facilities (pharmacies and health centers), as well as knowledge and insight into the application of GMP in the pharmaceutical industry and pharmaceutical practice based on service standards, and have a thorough understanding of pharmacists' roles and responsibilities in both industry and service sector. In Industry, PKPA was given a special assignment titled "Concurrent Qualification of Excel Spreadsheet Group 7." This special task is being prepared in order to determine the validation and qualification process at PT. SOHO Pharmaceutical Industry. Furthermore, PKPA at Pharmacy has been assigned the special task of "Administrative, Pharmaceutical, and Clinical Prescription Assessment in the Referral Referral Prescription Program at Kimia Farma Burlian Pharmacy." This special task's preparation aims to determine one of pharmacists' roles in clinical services in pharmacies, namely prescription assessment. A special task entitled "Monitoring the Compliance Level of Pharmaceutical Facilities (Apotek) in Cipayung District Against Pharmaceutical Service Standards" was assigned at the PKPA at Puskesmas, with the goal of understanding one of the roles of pharmacists in monitoring, controlling, and fostering pharmaceutical service advice in the application of pharmaceutical service standards."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Kadek Ary Mas Dewi Wiantini
"Emas (Au) merupakan logam transisi yang saat ini banyak dikembangkan dalam berbagai aplikasi termasuk obat, diagnosis penyakit, dan terapi kanker. Nanopartikel emas dibuat dengan cara mereduksi larutan hidrogen tetrakloroaurat (HAuCl4) menggunakan gom arab. Gom arab juga digunakan sebagai penstabil pada pembuatan nanopartikel emas untuk mencegah terjadinya agregasi. Nanopartikel emas dimurnikan dengan menggunakan metode sentrifugasi ultrafiltrasi. Nanopartikel emas dikarakterisasi dengan menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis, FTIR, PSA dan TEM. Uji stabilitas nanopartikel emas secara in vitro dalam berbagai lingkungan yaitu aquabides, dapar pH 3, pH 7,4, pH 11, NaCl 0,35%, NaCl 0,5%, NaCl 0,9%, Sistein 1%, dan BSA 2% diamati selama 3 minggu dengan menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanopartikel emas sebagian besar berbentuk sferis, memiliki ukuran partikel 25,2 nm ±3,99 nm, indeks polidispersitas 0,299 ±0,013, potensial zeta +46,95 mV ±2,78 mV. Hasil uji stabilitas nanopartikel emas secara in vitro selama 3 minggu menunjukkan bahwa nanopartikel emas stabil di dalam aquabides, dapar pH 3, dapar pH 11, larutan NaCl 0,35%, NaCl 0,5%, NaCl 0,9%, dan tidak stabil dalam larutan dapar pH 7,4, larutan sistein 1%, dan BSA 2%. Hasil pengukuran partikel nanopartikel emas setelah uji stabilitas secara in vitro menunjukkan perubahan ukuran partikel menjadi 38,35 nm ±2,05 nm dan memiliki indeks polidispersitas 0,347 ±0,035. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa gom arab efektif digunakan sebagai penstabil maupun pereduksi pada pembuatan nanopartikel emas yang menghasilkan larutan koloid nanopartikel emas yang stabil.

Gold (Au) is a transition metal which has been developed in various applications including drug, disease diagnostic, and therapy of cancer. Gold nanoparticles were prepared by reducing HAuCl4 using gum arabic solution. Gum arabic also used as a stabilizer in the preparation of gold nanoparticles to prevent aggregation. Gold nanoparticles were purified by centrifugation ultrafiltration method. Gold nanoparticles were characterized by UV-Vis spectroscopy, FTIR, PSA, and TEM. In vitro stability studies of gold nanoparticles in various environment of aquabidest, buffer pH 3, pH 7,4, pH 11, NaCl solution 0,35%, NaCl 0,5%, NaCl 0,9%, sistein 1%, and BSA 2% was observed for 3 weeks by using UV-Vis spectrophotometer. The results showed that the spherical gold nanoparticles, have a particle sizes of 25,2 nm ±3,99 nm, polydispersity index 0,299 ±0,013, and zeta potential +46,95 mV ±2,78 mV. Stability test results of gold nanoparticles in vitro studies for 3 weeks showed that gold nanoparticles were stable in aquabidest, buffer pH 3, buffer pH 11, NaCl solution 0,35%, NaCl 0,5%, NaCl 0,9%, and unstable in buffer solution pH 7,4, cysteine solution 1%, and BSA 2%. Result of particle sizes after in vitro stability studies of gold nanoparticles showed changes in particle where the size became 38,35 nm ±2,05 nm and polydispersity index was 0,347 ±0,035. The result showed that gum arabic effectively used as stabilizer and reductant in the preparation of gold nanoparticles produces a solution of colloidal gold nanoparticles which were stable.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S54845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nike Febrina
"Superdisintegran merupakan eksipien yang ditambahkan untuk membantu pecahnya tablet. Partikel obat yang telah terdisintegrasi akan terdisolusi. Disolusi merupakan proses dimana bahan obat menjadi terlarut pada medium pelarut. Sebelum dipasarkan, sebuah obat baru harus melakukan uji disolusi terbanding untuk melihat kemiripan profil disolusi dengan tablet inovator.
Penelitian ini mempunyai tujuan melihat pengaruh superdisintegran dalam tablet terhadap laju disolusinya serta melakukan uji disolusi terbanding terhadap tablet inovator. Pada penelitian ini tablet dibuat dengan metode granulasi basah.
Pengujian disolusi dilakukan menggunakan alat tipe 2 dengan medium dapar fosfat pH 5,8 dengan volume 900ml pada suhu 37 ± 0,5°C dengan kecepatan pengadukan 50 rpm dan sampel diambil pada menit ke 60. Sedangkan pengujian disolusi terbanding menggunakan alat tipe 2, dengan 3 medium yaitu pH 1,2; pH 4,5; dan pH 6,8 dengan volume 900 ml pada suhu 37 ± 0,5°C dengan kecepatan pengadukan 50 rpm. Sampel diambil pada waktu 10, 15, 30, 45, dan 60 menit.
Perbandingan profil disolusi dihitung menggunakan parameter different factor (f1) dan similarity factor (f2). Hasil pelepasan obat F1, F2, dan F3 berturut-turut adalah 101,70±4,12%; 102,81±3,64%; dan 105,04±2,46%. Nilai f2 dan f1 pada pH 1,2 pada F1, F2, dan F3 berturut-turut adalah 28,32% dan 32,67%; 36,99% dan 17,05%; 39,36% dan 16,80%. Nilai f1 dan f2 pada pH 4,5 pada F1, F2, dan F3 berturut-turut adalah 46,03% dan 12,37%; 50,87% dan 10,42%; 47,17% dan 12,16%. Nilai f1 dan f2 pada pH 6,8 pada F1, F2, dan F3 berturut-turut adalah 58,96% dan 5,27%; 67,02% dan 3,65%; 77,42% dan 2,01%. Pada uji disolusi, F3 mempunyai pelepasan obat yang paling besar disusul F2, dan F1. Dan dari ketiga formula tersebut dinyatakan bahwa ketiganya tidak mempunyai profil disolusi yang mirip dengan tablet inovator.

Superdisintegrant are excipient which added to help disintegrated tablet. Drug particles that have disintegrated will be dissolved. Dissolution is a process a drug substance will be dissolved in the solvent medium. A new drug must fullfill a dissolutin comparison test to see the similarities of profile dissolution with innovator tablet.
The purpose of this research was to investigat the effect of addition of superdisintegrant to the dissolution rate and do dissolution test comparison using parameters f1 and f2. In this research, tablets were made by wet granulation method.
The dissolution test were performed using apparatus type 2, in pH 5,8 buffer phosphate, using 900 ml of dissolution medium at a temperatur 37 ± 0,5°C and a agitation rate of 50 rpm and sample was taken at 60 minutes. While the dissolution comparison tester were performed using apparatus type 2, with 3 medium, which is pH 1,2 buffer HCl, pH 4,5 buffer sitrat, and pH 6,8 buffer phosphate, employing 900 ml of dissolution medium at a temperatur 37 ± 0,5°C and a agitation rate of 50 rpm and samples were taken at 10, 15, 30, 45, 60 minutes.
Comparison between dissolution profiles were calculated using difference factor (f1) and similarity factor (f2). The result of drug release of F1, F2, and F3 was 101,70±4,12%; 102,81±3,64%; and 105,04±2,46%. The values of f1 and f2 from F1, F2, F3 in pH 1,2 respectively are 28,32% and 32,67%; 36,99% and 17,05%; 39,36% and 16,80%. The values of f1 and f2 from F1, F2, F3 in pH 4,5 respectively are 46,03% and 12,37%; 50,87% and 10,42%; 47,17% and 12,16%. The values of f1 and f2 from F1, F2, F3 in pH 6,8 respectively are 58,96% and 5,27%; 67,02% and 3,65%; 77,42% and 2,01%. In dissolution test, F3 has the greatest drug release, followed by F2 and F1. The result showed that there were no formula which have similar dissolution profile with innovator tablet.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55254
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudith Kusuma Putri
"Tujuan penelitian ini adalah membuat protein kedelai suksinat dari protein kedelai yang diperoleh melalui proses suksinilasi protein kedelai dengan anhidrida suksinat pada kondisi basa dalam medium berair. Protein kedelai suksinat yang diperoleh kemudian dikarakterisasi secara fisik, kimia, dan fungsional, kemudian digunakan sebagai matriks pada sediaan tablet mengapung. Protein kedelai suksinat yang didapat berupa serbuk berwarna putih kekuningan, memiliki derajat suksinilasi 35,74 ± 0,38% dan 100,38 ± 0,38%, menunjukkan peak pada bilangan gelombang 1653,0 cm-1 mengindikasikan gugus karbonil amida yang terbentuk, memiliki daya mengembang 35,38 ± 2,08% dan 25,30 ± 4,99% dalam dapar asam klorida pH 1,2. Pada penelitian ini, tablet dibuat dengan metode granulasi basah dan menggunakan diltiazem hidroklorida sebagai model obat. Semua formula dibuat dengan mengkombinasikan matriks protein kedelai (PK), protein kedelai suksinat 100% b/b (PKS 1), dan protein kedelai suksinat 250% b/b (PKS 2) dengan HPMC dengan perbandingan 1:1. Uji keterapungan, daya mengembang dan kinetika pelepasan obat pada tablet mengapung dievaluasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula dengan matriks PKS 2:HPMC 1:1 merupakan fomula terbaikdengan waktu apung 40,75 ± 1,06 menit dan mampu mengapung selama 24 jam, daya mengembang 87,5 ± 3,1% dengan kinetika pelepasan mengikuti persamaan Higuchi dan mekanisme difusi non-Fickian.

The aims of this study was to produce the soybean protein succinate from soybean protein by succinilation of the soybean protein using succinic anhydride under alkaline conditions in aqueous medium. Soybean protein succinate were characterized physically, chemically and functionally, then was used as a matrix for floating tablet. Soybean protein succinate obtained a yellowish-white powder, having 35.74 ± 0.38% and 100.38 ± 0.38% as its succinylated degree, showed peak at the wave number 1653.05 cm-1 indicates that the amide carbonyl group is formed, swelling index was 35.38 ± 2.08% and 25.30 ± 4.99% in hydrocloric acid buffer pH 1.2. Tablets were made by wet granulation method and diltiazem hydrochloride was used as a model drug. All formulas were made by combining matrix soybean protein (SP), soybean protein succinate 100 % w/w (SPS 1), and soybean protein succinate 250 % w/w (SPS 2) with HPMC 1:1. Buoyancy test, swelling test and drug-release kinetics evaluated on the floating tablet. The results showed that the formula with SPS 2: HPMC 1:1 is the best fomula with a lag time of 40.75 ± 1.06 minutes, floating duration of 24 hours, and swelling test 87.5 ± 3.1%. This formula followed Higuchi release kineticsand showed non-Fickian diffusion mechanism.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55200
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Egi Gustiani
"Film cepat hancur merupakan bentuk sediaan lapis tipis yang dapat segera hancur dalam mulut tanpa memerlukan air. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi dan mengevaluasi film cepat hancur ekstrak meniran, dengan protein kedelai tersuksinilasi (PKS) sebagai eksipien. Protein kedelai (PK) disuksinilasi dengan anhidrida suksinat sebanyak 100% b/b PK (PKS1) dan 250% b/b PK (PKS2), dalam suasana basa dengan medium berair. Film cepat hancur dibuat dengan metode solvent casting dan dievaluasi. Berdasarkan pengujian dengan FTIR, PKS memiliki intensitas yang lebih tinggi pada bilangan gelombang 1697,41 cm-1 yang menunjukkan gugus karboksilat, dan pada bilangan gelombang 1653,05 cm-1 yang menunjukkan gugus karboksil amida yang terbentuk pada ikatan antara gugus amin dari asam amino lisin dengan gugus karboksil dari suksinat, serta tidak ditemukannya spektrum untuk PKS2 pada 2359,02 cm-1 yang menunjukkan bahwa gugus amin primer pada PKS2 seluruhnya telah digantikan oleh suksinat. PKS1 memiliki derajat suksinilasi 35,741 ± 0,380%, dengan daya larut 0,3437 ± 0,0081 gr/100ml pada pH 6,8. Sementara PKS2 memiliki derajat suksinilasi 100,380 ± 0,380%, dengan daya larut yang lebih tinggi pada pH 6,8 yaitu 0,4390 ± 0,0111 gr/100ml. Evaluasi film cepat hancur menunjukkan bahwa F3 memiliki kriteria yang terbaik sebagai film cepat hancur, dengan waktu hancur in vitro 11,27 ± 1,050 detik. Hasil uji kesukaan menunjukkan 80% responden menyukai penampilan dan rasanya. Rata-rata waktu hancur di rongga mulut responden adalah 10,6 ± 2,513 detik. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa protein kedelai tersuksinilsi dapat digunakan sebagai eksipien untuk film cepat hancur.

Fast disintegrating film (FDF) is a thin layer dosage form which is rapidly disintegrated without water in oral cavity. The aim of this study was to formulate and evaluate FDF containing Phyllanthus niruri extract, using succinylated soybean protein (SSP) as excipient. Soybean protein (SP) was succinylated using succinic anhydride 100% w/w SP (SSP1) and 250% w/w SP (SSP2), in basic condition of aqueous medium. FDF was formulated using solvent casting method and evaluated. FTIR results of SSP showed higher intensity at 1697.41 cm-1 which attribute to carboxylic group, and 1653.05 cm-1 which attribute to amide carbonyl group which is formed on bound between amine group from lysine, and carboxyl group from succinic, there was also no spectrum found for SSP2 at 2359.02 cm-1 which showed that all of primary amine from lysine has substituted by succinic. SSP1 has 35.741 ± 0.380% as its substitution degree, with 0.3437 ± 0.0081 g/100ml as its solubility at pH 6.8. SSP2 has 100.380 ± 0.380% as its substitution degree, with higher solubility with 0.4390 ± 0.0111 g/100ml as its solubility at pH 6.8. Evaluation of FDF showed that F3 had the best characteristics as FDF, with 11.27 ± 1.050 seconds disintegration time. The hedonic test results showed that 80% responders like FDF's appearance and taste. The average of FDF's disintegration time in responders' oral cavity was 10.6 ± 2.513 seconds. Based on the research results, it can be concluded that succinylated soybean protein can be used as excipient for FDF.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55228
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Liansyah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi pemanfaatan pos pembinaan terpadu lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Beji Kecamatan Beji tahun 2014. Menggunakan metode deskriptif studi cross sectional dengan jumlah sampel 66 orang. Analisa data menggunakan Uji kai-kuadrat. Hasil penelitian didapatkan pemanfaatan pos pembinaan terpadu lanjut usia di wilayah kerja puskesmas Beji sebesar 47,0% dengan faktor-faktor yang berhubungan adalah pekerjaan (p = 0,01), pendapatan (p=0,01), dukungan keluarga (p=0,01), dukungan petugas puskesmas (p =0,02) dan faktor kebutuhan (p=0,00). Untuk meningkatkan pemanfaatan pos pembinaan terpadu maka perlu dilakukan pengelolaan manajemen program lansia dengan lebih terencana, sosialisasi kepada masyarakat tentang fungsi, tujuan dan manfaat program posbindu lansia, pengadaan sarana penunjang, pelatihan kader dan kerja sama lintas sektor.

This study aims to determine the factors that influence the utilization of integrated postal development elderly in the region of the sub-district public health centers in 2014 Beji. Using descriptive cross-sectional study with a sample of 66 people. Data analysis using the chi-square test. Utilization of research results in the get older postal of integrated development in the region of 47.0% to the factors associated are: employment (0,01), family support (p=0,01), health care workers (p = 0,02) and factors support the need (p = 0,00). To increase the utilization of integrated postal coaching is necessary for the management of the elderly with more planned programs, outreach to the community about the functions, objectives and programs utilizationpostal development elderly, procurement support, training cadres and intersectoral collaboration."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55555
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Meilia Nisa
"Di Australia, Eropa dan Amerika Serikat, pembawa suspensi untuk pembuatan obat racikan yang diberikan secara oral telah beredar di pasaran dan dikenal dengan nama dagang Ora-Plus. Namun, sediaan Ora-Plus ini belum beredar di Indonesia sehingga perlu dibuat formulasi pembawa sediaan suspensi untuk pembuatan obat racikan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula pembawa sediaan suspensi yang stabil secara fisik dan kimia setelah penambahan zat aktif berupa tablet diltiazem hidroklorida sebagai model obat. Uji stabilitas dilakukan selama 30 hari pada formula pembawa suspensi terpilih, yaitu formula A dan E. Uji stabilitas fisik dilakukan pada suhu kamar dengan pengujian terhadap bau, warna serta pH sediaan. Hasil menunjukkan bahwa suspensi oral diltiazem hidroklorida berwarna putih dan memiliki bau seperti obat, serta pH yang dihasilkan mengalami penurunan yang tidak terlalu jauh selama masa penyimpanan. Uji stabilitas kimia dilakukan pada dua kondisi yang berbeda, yaitu suhu kamar dan suhu 4±2ºC untuk selanjutnya dilakukan penetapan kadar menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Kadar suspensi oral diltiazem hidroklorida mengalami kenaikan dan penurunan selama masa penyimpanan sehingga dapat dikatakan bahwa suspensi oral diltiazem hidroklorida stabil secara fisik namun tidak stabil secara kimia.
In Australia, Europe and the United States, suspending vehicle which is made by the manufactures for extemporaneous compounding in oral medications are known under the Ora-Plus trade name. However, Ora-Plus has not distributed in Indonesia, therefore a suspending vehicle formulation for extemporaneous oral liquid compounding should be formulated. The objective of this research was to obtain the optimum concentration of suspending vehicle and to obtain a physically and chemically stable formulation of diltiazem hydrochloride suspension. Stability test of suspension had been carried out for 30 days in the selected suspending vehicle formulas (Formula A and E). Physical stability test was performed at room temperature and physical properties (odor and color) and pH of suspension was evaluated. The results showed that the oral suspension of diltiazem hydrochloride possessed white and drug-like odor, and the resulting pH decreased less significantly during storage. Chemical stability test was carried out in two different conditions, at room temperature and at 4±2ºC for chemical stability test in suspension using spectrophotometer UV-Vis. Concentration of diltiazem hydrochloride in the oral suspension showed fluctuation during storage period. Based on those results, it can be concluded that the oral suspension of diltiazem hydrochloride was physically stable but not chemically stable during the storage period."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69334
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Adinda Esterlita Kesumaningrum
"Penyakit degeneratif merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Stres oksidatif memiliki peran dalam berbagai penyakit degeneratif, dan untuk mencegahnya diperlukan antioksidan, asam vanilat memiliki aktivitas antioksidan. Substitusi basa Mannich dapat meningkatkan aktivitas biologis sebagian besar senyawa, sehingga subtitusi pada asam vanilat dapat meningkatkan aktivitas antioksidannya. Oleh karena itu, dilakukan sintesis asam vanilat tersubstitusi basa Mannich morfolin dan dievaluasi aktivitas antioksidannya. Sintesis dilakukan melalui dua tahap. Pertama, sintesis asam vanilat dengam metode oksidasi vanillin dengan natrium hidroksida dan kalium hidroksida pada suhu 180-195o C. Kedua, subtitusi basa Mannich Morfolin pada asam vanilat hasil sintesis dalam pelarut etanol dengan metode refluks 30 menit dan pengadukan selama 24 jam. Senyawa produk tahap 1 dan 2 diuji kemurniannya menggunakan KLT dan penetapan jarak lebur serta dielusidasi strukturnya menggunakan spektrofotometri UV-Vis, spektrofotometri IR, spektrometri 1H-NMR, dan spektrometri 13C-NMR.
Berdasarkan hasil elusidasi, disimpulkan bahwa senyawa tahap 1 adalah asam vanilat dengan nilai rendemen sebesar 90,55. Senyawa tahap 2 merupakan 2-metoksifenol dengan disubtitusi basa Mannich morfolin dengan nilai rendemen sebesar 40,68. Kedua senyawa diuji aktivitas antioksidan in vitro dan didapatkan bahwa aktivitas antioksidan 2-metoksifenol dengan disubtitusi basa Mannich morfolin tiga kali lebih besar dari senyawa kuersetin.

Degenerative disease is the highest cause of death in Indonesia. Oxidative stress play role in various degenerative diseases, and antioxidant is needed, vanillic acid has good antioxidant activity. Mannich base substitution can improve biological activity of many compounds, thus substitution of vanillic acid with Mannich base can increase its antioxidant activity. Therefore, substituted vanillic acid with morpholine Mannich base was synthesized and its antioxidant activity was evaluated. First, synthesis of vanillic acid by vanillin oxidation with sodium hydroxide and potassium hydroxide at 180 195o C. Second, substitution of morpholine Mannich base to synthesized vanillic acid in ethanol by refluxing for 30 minutes and stirring for 24 hours. The compound of step 1 and 2 was evaluated for purity by TLC and melting point determination, and elucidated by using UV Vis spectrophotometry, IR spectrophotometry, 1H NMR spectrometry, and 13C NMR spectrometry.
Based on the elucidation results, it was concluded that compound of step 1 is vanillic acid has 90,55 yield value. The compound of step 2 is 2 methoxyphenol with di substituted morpholine Mannich base that has 40,68 yield value. Both compounds were evaluated for in vitro antioxidant assay and antioxidant activity of 2 methoxyphenol with di substituted morpholine Mannich base compound is three times higher than quercetin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurjihan Fahira
"Benang bedah merupakah alat kesehatan yang di medis digunakan untuk merawat luka terbuka. Syarat utama dari alat kesehatan yang kontak dengan luka terbuka adalah bersifat steril. Benang bedah disterilisasi dengan metode sterilisasi akhir. Setelah disterilisasi, kemasan benang bedah harus dipastikan mampu menjaga sterilitas benang bedah sampai ketika akan digunakan. ISO 11607-2:2019 Clause 5 memuat ketentuan yang harus dipenuhi selama proses pengemasan agar dihasilkan kemasan yang mampu menjaga sterilitas produk yang disterilisasi akhir. PT. Forsta Kalmedic Global (FKG) sebagai produsen benang bedah menjadikan ISO 11607-2:2019 Clause 5 sebagai acuan dalam melakukan validasi proses pengemasan benang bedah. Tugas ini disusun untuk menilai implementasi ISO 11602-2:2019 Clause 5 dalam validasi proses pengemasan benang bedah yang dilakukan di FKG. Penilaian dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan dokumen dalam rangkaian kegiatan validasi proses pengemasan benang bedah, yang mencakup kualifikasi instalasi, operasional, dan kinerja. Selain itu dilakukan pengamatan langsung kegiatan pengemasan benang bedah, wawancara operator produksi, dan diskusi dengan pembimbing lapangan. Hasil penilaian menunjukkan bahwa FKG telah mengimplementasikan ISO 11607-2:2019 Clause 5 dengan baik. FKG diharapkan mampu mempertahankan implementasi ISO 11607-2:2019 Clause 5 tetap baik untuk menjaga kepercayaan konsumen.

Surgical suture is one of the medical devices used to treat open wounds. Sterile is the main requirement for the product used to treat open wounds. Terminalized sterilization is the method used to sterilize surgical suture. The surgical suture packaging must be able to maintain the sterility of the product until the moment it will be used. ISO 11607-2:2019 clause 5 provides the requirements that must be met during the packaging process to make the sterile packaging system. PT. Forsta Kalmedic Global (FKG), as a surgical suture producers takes ISO 11607-2:2019 clause 5 as a standard in the packaging process validation. The purpose of this report is to evaluate the implementation of ISO 11602-2:2019 clause 5 in the packaging process at FKG. Evaluation is conducted by checking the attributes listed in the document of validation process, including the process of installation qualification, operational qualification, and performance qualification. Observing the packaging process directly, interviewing the production operators, and discussing the validation process with supervisor are also added to the evaluation process. Results show that FKG has been implementing ISO 11607-2:2019 clause 5 properly. FKG must be able to maintain this implementation to gain more customer trust."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Fauziah
"ABSTRAK
Beberapa senyawa kuinazolin-4(3H)-on memiliki aktivitas farmakologi sebagai antidiabetik. Aktivitas antidiabetik yang dihasilkan oleh senyawa kuinazolin-4(3H)-on disebabkan karena senyawa tersebut dapat berinteraksi dengan asam amino pada sisi aktif enzim DPP IV. Modifikasi senyawa kuinazolin-4(3H)-on dengan mensubstitusikan gugus sianobenzil pada posisi N3 dan aminopiperidin pada posisi C2 meningkatkan aktivitas penghambatan terhadap enzim DPP-IV. Atas dasar hal tersebut dirancang senyawa turunan kuinazolinon baru 2-([4-okso-2-(N,N-dimetilaminometil) kuinazolin-3-il] amino) benzonitril berdasarkan pada prinsip bioisosterisme terhadap turunan kuinazolinon yang telah ada. Sintesis senyawa tersebut memerlukan beberapa tahap. Penelitian ini bertujuan memperoleh senyawa antara tahap 1 dan 2 yaitu asam 2-(2-bromoasetamida) benzoat dan asam 2-[2-(dimetilamin)asetamida] benzoat. Sintesis senyawa antara tahap 1 dilakukan melalui reaksi asilasi amina dengan asil halida yang terjadi antara asam antranilat dengan bromoasetil bromida. Uji kemurnian senyawa yang dihasilkan pada tahap 1 menggunakan KLT dengan tiga jenis fase gerak yang berbeda diperoleh bercak tunggal dan elusidasi struktur menggunakan spektrofotometri inframerah menunjukkan bahwa senyawa yang diperoleh adalah asam 2-(2-bromoasetamida) benzoat, dengan nilai rendemen sebesar 82,49%. Sintesis senyawa antara tahap 2 dilakukan melalui reaksi substitusi nukleofilik 2 (SN2) antara senyawa asam 2-(2-bromoasetamida) benzoat dengan dimetilamin. Uji kemurnian senyawa yang dihasilkan pada tahap kedua menggunakan KLT dengan fase gerak campuran etil asetat- metanol (40:32) diperoleh bercak tunggal dan elusidasi struktur menggunakan spektrofotometri inframerah menunjukkan bahwa senyawa yang diperoleh adalah asam 2-[2-(dimetilamin) asetamida] benzoat dengan nilai rendemen sebesar 48,18%.

ABSTRACT
Several quinazolin-4(3H)-one compounds have pharmacological activity as antidiabetic. Their antidiabetic activity is caused by the fact that the compounds can interact with amino acids on the active site of the DPP IV enzyme. Modification of quinazolin-4(3H)-one by substituting the cyanobenzyl group in the N3 position and aminopiperidin in the C2 position increase the inhibitory activity of DPP IV enzyme. Based on this statement, the new quinazolinone derivate was designed "2- ([4-oxo-2- (N, N-dimethylaminomethyl) quinazolin-3-il] amino) benzonitrile" based on the principle of bioisosterism of existing quinazolinone derivatives. Synthesis of this compound require several steps. This study aims to obtain intermediate compounds in stage 1 and 2, namely 2- (2-bromoacetamido) benzoic acid and 2- [2- (dimethylamine) acetamido] benzoic acid. Synthesis of intermediate compounds in step 1, was carried out through acylation reaction of amines group with acyl halides between anthranilic acid and bromoacetyl bromide. The purity test of the compound produced in stage 1 using TLC with three different types of mobile phases obtained single spot and structural elucidation using infrared spectrophotometry showed that the compound obtained in stage 1 was 2- (2-bromoacetamido) benzoic acids, with yield value in the amount of 82.49%. Synthesis of intermediate compound stages 2 was done through the nucleophilic substitution 2 (SN2) reaction between 2- (2-bromoacetamido) benzoic acid with dimethylamine. The purity test of the compound produced in the stage 2, using TLC with the mobile phase of ethyl acetate - methanol (40:32) obtained single spot and the structural elucidation using infrared spectrophotometry showed that the compound obtained was 2- [2- dimethylamine) acetamido] benzoic acid with yield value of 48.18 %.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>