Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rainer Abraham
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini adalah kajian sosiolinguistik untuk meneliti pemilihan bahasa antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dan hubungannya dengan presentasi diri dalam media sosial Instagram. Subjek dari penelitian ini adalah 6 orang mahasiswa program studi Inggris Universitas Indonesia. Melalui analisis tekstual dan pendekatan techno-linguistic biography, penelitian ini berusaha untuk mencari tahu bagaimana pemilihan bahasa digunakan untuk membangun presentasi diri di Instagram, dan mengapa subjek penelitian lebih sering memilih untuk menggunakan bahasa Inggris dibanding Indonesia. Presentasi diri dan konstruksi identitas dipilih karena bahasa merupakan penanda identitas dan dapat dipakai sebagai salah satu strategi presentasi diri. Penelitian ini menemukan bahwa bahasa Inggris dipilih saat para subjek mempresentasikan diri sebagai kaum muda metropolitan berkelas yang tergabung dalam masyarakat global. Sedangkan bahasa Indonesia dipilih saat para subjek mempresentasikan diri sebagai kaum muda Indonesia yang santai. Penelitian ini diharapkan dapat membantu memahami bagaimana kaum muda melakukan pemilihan bahasa di media sosial, khususnya Instagram.
ABSTRACT
This thesis conducts a sociolinguistics research about language choice between English and Indonesian and its relationship to self presentation in social media site Instagram. The subjects are 6 students from the English study program of Universitas Indonesia. Using textual analysis and techno linguistic biography approach, this research wants to find out how language choice is used to build self presentation in Instagram, and why the subjects prefer to choose English rather than Indonesian. Self presentation and identity construction are chosen to be researched because language is a sign of identity and can be used as a strategy in doing self presentation. This research found that English is chosen to present an image of classy young metropolitan and global people. Meanwhile, Indonesian is chosen to present an image of playful young people. Hopefully this research can help to understand the language choice of young people in social media, particularly Instagram.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S66400
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Annisa
Abstrak :
Film Nocturnal Animals 2016 membuka perdebatan tentang keberadaan substansi dibalik mewahnya gaya yang diimplementasikan di film itu oleh sang sutradara yang juga seorang desainer terkemuka, Tom Ford. Salah satu bagian subtansi film tersebut adalah cerita bahwa dibalik modernitas dan kemewahan, kedua karakter utamanya, Edward dan Susan, adalah dua orang yang menderita trauma dan kehilangan. Disampaikan dengan dua struktur narasi yang berbeda yakni atemporal dan linear serta dikemas dalam dua dunia atau latar yang berbeda yaitu fiksional dan nyata, trauma dan kehilangan ternyata memiliki peran dalam pembentukan subjektivitas kedua karakter tersebut. Menggunakan pendekatan psikoanalisa serta konsep yang diperkenalkan oleh Todd McGowan tentang atemporal cinema dan kehilangan sebagai pembentuk subjektivitas, skripsi ini bertujuan mencari fungsi sesungguhnya dari peradaban kontemporer dan kehilangan dalam pembentukan subjektivitas seseorang. Pada akhirnya, studi ini menyimpulkan bahwa dalam pembentukan subjektivitas, seseorang harus mengalami kehilangan dan menemukan kepuasaan dari pengalaman tersebut terlepas dari pengaruh peradaban kontemporer. ...... Nocturnal Animals 2016 opens a discussion on the existence of its substance underneath all the lavish style implemented by its fashion designer director, Tom Ford. One of the most pivotal substances in the movie is the story behind all the sophistication about the lead characters, Edward and Susan, who suffer from traumatic loss. Told through two different narrative structures, namely atemporal and linear as well as set in two different settings of fictional and reality, traumatic loss, in fact, has significance in constructing someone's subjectivity. Using psychoanalytic approach and theories initiated by Todd McGowan on atemporal cinema and loss as an element of subjectivity, this study explores the function of loss in contemporary era in the construction of subjectivity. In the end, the study finds that in constructing subjectivity, one must embrace loss and find enjoyment in it regardless of the influence of civilized contemporary era.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67704
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sita Zahra Matarani
Abstrak :
ABSTRAK
Studi ini meneliti eksklusi rapper etnis Korea Amerika dari musik rap dan usaha mereka untuk bertahan di industri dengan budaya rap yang didominasi orang kulit hitam di Amerika serikat. Dengan menggunakan Analisis Wacana Kritis Fairclough 1995 , penelitian ini akan membahas dua lagu oleh tiga rapper Korea Amerika lewat penanda tekstual, praktik diskursif, dan konteks sosial, dimana telah ditemukan bahwa para rapper ini me-reterritorialisasi musik rap melalui penanda linguistik dan pembuatan makna dalam proses untuk menegaskan identitas mereka masing-masing. Dalam konten lirik, para rapper ini mengkronologikan bobot karya mereka untuk menegaskan pengalaman etnis yang unik yang bertentangan dengan konten rap mainstream. Selanjutnya, para rapper ini tidak secara khusus menerapkan strategi puitis berbasis etnis seperti Hangeul bahasa Korea untuk membangun identitas etnik mereka, melainkan untuk mengkontekstualisasikan makna di dalam lagu-lagunya.
ABSTRACT
This study examines Korean American rappers rsquo displacement from rap music and the struggle to surface in the industry amongst the predominantly Black rap culture in the US. By employing Fairclough rsquo s Critical Discourse Analysis 1995 , the study will look into four songs by three Korean American rappers and its textual markers, discursive practice, and social context, and has found that these rappers reterritorialize rap via its linguistic markers and meaning making process to assert individual identities. In the lyrical contents, rappers historicize the contents of their work to assert a unique ethnic experience in opposition to mainstream rap. Next, rappers do not specifically employ ethnicity based poetic strategies such as the Hangeul Korean language to establish their ethnic identity, but rather to contextualize meaning within the songs.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destia Nur Arafah
Abstrak :
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terdapat pergeseran representasi maskulinitas dalam film perang, di mana citra tradisional prajurit “ideal” yang maskulin telah sedikit demi sedikit tergantikan oleh citra tentara yang lebih “feminin.” The Yellow Birds (2017) adalah sebuah film Hollywood kontemporer mengenai perang yang mengangkat isu maskulinitas dalam dunia militer dengan menantang ideologi maskulinitas yang bersifat hegemonik dalam dunia militer. Makalah penelitian ini akan menganalisis konstruksi dan representasi maskulinitas yang diangkat oleh film tersebut dengan meneliti fitur-fitur eksplisit dan implisit, seperti simbol, penggunaan bahasa, dan aksi, yang muncul selama film berlangsung. Analisis dilakukan dengan menerapkan berbagai teori yang berkaitan dengan isu maskulinitas, seperti konsep maskulinitas militer, dan teori yang berhubungan dengan setiap fitur yang dianalisis, seperti simbolisme dan penggunaan bahasa oleh pihak atasan utuk menunjukkan kekuasan terhadap bawahan. Penelitian ini menunjukkan bahwa film The Yellow Birds berusaha menantang ideologi maskulinitas yang bersifat hegemonik dalam dunia militer dengan cara memanusiakan tokoh prajurit, mengkritik institusi militer, dan menampilkan tokoh prajurit sebagai korban dari maskulinitas hegemonik militer. ......A number of research has found that there has been a shift in the representation of masculinity in war movies, in which the image of traditional masculine “ideal” soldier has gradually been replaced by the image of a more “feminine” soldier. The Yellow Birds (2017) is a contemporary Hollywood war movie which grapples with the issue of masculinity by challenging the notion of hegemonic military masculinity. This research paper will analyze the movie’s construction and representation of masculinity by examining the explicit and implicit elements, such as symbols, language use, and actions, which appear throughout the movie. To do so, it employs various theories and concepts related to the issue, such as the concept of military masculinity, and those related to each of the features of the movie, such as symbolism and the use of language as a means by the superior to demonstrate power over the subordinates. This research demonstrates that the movie attempts to contest hegemonic military masculinity by means of humanizing the characters, criticizing the military institution, and presenting characters as victims of hegemonic military masculinity.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mona Audryn Margaretha
Abstrak :
ABSTRAK
Lagu dapat diwujudkan sebagai instrumen penting di dalam dunia sosio-politik yang luas. Kadang kala lapisan elemen-elemen linguistik digunakan untuk menyamarkan tujuan dan arti tersebut dalam lagu dan komunikasi visualnya. Setelah rilisnya lagu This is America oleh Childish Gambino (2018) lirik dan musik videonya banyak diasumsikan menyamarkan banyak fitur semiotik yang mengkritik ketidakadilan politik ras di Amerika terhadap komunitas kulit hitam. Untuk melihat penggunaan semiotik yang lebih dalam, analisis ini menggunakan Lyrics Analysis oleh Machin (2010) dan Visual Grammar oleh Kress dan van Leeuwen(2006) untuk menganalisis elemen semiotik tersebut. Kedua teori tersebut merupakan dua pendekatan analisis wacana multimodal yang menggabungkan komponen teks dan visual untuk menciptakan makna. Artikel ini menemukan bahwa Gambino benar mempertanyakan praktik diskriminasi terhadap orang kulit hitam mellalui kekerasan senjata dan polisi di Amerika saat ini, dengan menggunakan jarak dalam pemilihan katanya dan gerakan tubuh yang berlebihan dalam visualnya sebagai pengalihan. Elemen tersebut sengaja digunakan untuk menimbulkan observasi yang dalam dari penonton, sehingga diskusi mengenai isu diskriminasi dapat terwujud dalam skala yang lebih besar. Selain itu, dalam musik video This is America ditemukan juga aspek-aspek komikal sebagai alat yang melapisi maksud lagu ini sesungguhnya. Melalui elemen humor semiotik, ditemukan bahwa Gambino ingin menggarisbawahi isu komodifikasi dari seni masyarakat kulit hitam dalam musik videonya. ......A song can manifest itself as a critical instrument in the vast socio-political atmosphere. Often times a song conceals its real meaning within layers of linguistic elements and through visual communication. Upon the release of Childish Gambinos This is America (2018), the music video has been assumed widely assumed to contain semiotic elements that criticize the injustice politics of race in America. To dig deeper into this assertion, we use Machins Lyrics Analysis (2010) and Kress and van Leeuwens Visual Grammar approach (2006) to analyze the illustrated semiotic elements. Both frameworks are two Multimodal Discourse Analysis approaches that explore interdisciplinary analysis in the discourse-oriented research. This article finds that Gambino does question the practice of black discrimination through gun and police violence in present America by utilizing distant words and excessive gestures in his visual communication as a diversion. They are purposefully placed to gain a profound observation from the audience, and thus able to spark a conversation regarding the issue in a greater scale. Furthermore, it is found that This is America applies comical aspects in the visual elements as a layering device. Through humorous semiotic elements, Gambino is discovered to highlight the commodification of black art in his music video.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kristoforus Bagaskara Priyambodo
Abstrak :
Kratos, karakter protagonis dari seri video game God of War, adalah sebuah contoh anti-hero archetype populer yang memberikan bukti bahwa archetype tersebut lebih menarik daripada traditional hero archetype dalam berberapa tahun ini. Fokus dari penelitian ini adalah menganalisis bagaimana perkembangan karakter Kratos sepanjang seri God of War memengaruhi agensi dan identitasnya dan bagaimana daya Tarik Kratos terhadap komunitas game action adventure berubah sepanjang serinya. 3-act structure dari Vogler, negative and positive character arcs dari Weiland, dan affective disposition theory dari Zilmann & Cantor digunakan sebagai kerangka penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakterisasi Kratos berubah di antara anti-hero dan villain archetype dan Kratos diterima dengan baik oleh mayoritas komunitas game action adventure karena sang protagonis memiliki latar belakang yang menarik dan motivasi yang kuat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru tentang analisis anti-hero archetype karena banyak penelitian dengan topik ini berfokus kepada media lain seperti film, acara TV, dan literatur. ......Kratos, the protagonist of the God of War video game series, is an example of a popular anti-hero archetype which has been more appealing than traditional heroes in recent years. The foci of this study are analysing how Kratos’ character development throughout the series affect his agency and identity and how his appeal towards the action adventure gaming community changes throughout the series. 3- act structure by Vogler, negative and positive character arcs by Weiland, and affective disposition theory by Zilmann & Cantor are used as the framework for the research. The results show that Kratos’ characterization evolves between anti-hero and villain archetype and the character is well-received by the majority of the community because of his compelling backstory and strong motivation. The study is expected to provide a new perspective on anti-hero archetype analysis since many researches about the topic mainly focus on other medium such as movies, TV shows, and literatures.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shasti Salsabila
Abstrak :
Serial TV terbaru yang ditayangkan oleh HBO, Big Little Lies, memiliki plot yang berfokus pada kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya. Serial tersebut berhasil meraih perhatian banyak orang dan mendapatkan banyak komentar dari pemirsa. Big Little Lies menyoroti kekerasan dalam rumah tangga tetapi tidak cukup mengungkap penyebab utama dari peristiwa kekerasan tersebut. Makalah ini menganalisis bagaimana konsep maskulinitas, sebagaimana didefinisikan oleh Connell (1995) sebagai bentuk praktik dan perilaku yang dilakukan oleh laki-laki, menjadi penyebab utama kekerasan dalam rumah tangga. Untuk mendukung argumen ini, makalah ini menyoroti contoh-contoh yang relevan dari serial TV tersebut dan membahas dua poin utama: (1) kehadiran maskulinitas, dan (2) efek maskulinitas pada individu dan interaksi sosial, khususnya pada wanita dan anak-anak. Serial film ini mendukung pandangan bahwa identitas maskulin yang beredar di masyarakat seperti memiliki perasaan superioritas dan dominasi memicu laki-laki untuk melakukan kekerasan demi mempertahankan kontrol atas pasangan mereka. Idealitas maskulinitas juga memengaruhi laki-laki untuk mengabaikan pengaruh maskulinitas terhadap lingkungan mereka, termasuk fisik dan mental perempuan serta anak-anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. ......The recent release of the HBO series Big Little Lies, whose plot centers around the domestic violence of a wealthy husband and wife, has been accompanied by a great amount of social commentary and received a great deal of exposure. The series highlights domestic violence but does not quite expose the key root cause. This brief paper analyses how the concept of masculinity, as defined by Connell (1995) as a form of practice and behavior done by men, constructs the root causes of domestic violence. To support this argument, this paper highlights relevant examples from the movie and discusses two major points: (1) the presence of masculinity as the root cause of domestic violence, and (2) the effects of masculinity on individuals, particularly on women and children. The movie series supports the view that the socially constructed masculine identities such as the feeling of superiority and domination trigger men to be violent in order to maintain control over their partner. The ideality of masculinity also influences men to neglect its effects on their surroundings. This includes women and children who suffer physically and mentally for being the victims of domestic violence.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Novia
Abstrak :
Film merupakan sebuah produk budaya yang mewarisi nilai-nilai dan makna dari realitas hidup. Di antara banyak film yang diproduksi oleh industri film Hollywood, ada beberapa film yang dibuat untuk menggambarkan budaya dan nilai orang-orang Asia. Crazy Rich Asians (2018), disutradai dan ditulis oleh orang Amerika keturunan Asia, adalah salah satu dari film yang memiliki tujuan tersebut. Film tersebut, yang membuat kesuksesan box office, melibatkan sebagian besar pemeran orang Asia, dan banyak penelitian telah dilakukan tentang penggmbaran karakter wanita dalam film tersebut dan masalah dikotomi pada nilai Timur-Barat. Studi kualitatif ini bertujuan untuk memberikan wawasan tentang bagaimana tokoh laki-laki direpresentasikan dalam film, hubungannya dengan kenyataan, dan ideologi dibalik representasi tersebut berdasarkan teori Semiotik dari John Fiske yang berjudul `The Codes of Television`. Tulisan ini juga mengkaji bagaimana orientalisme menjadi salah satu ideologi utama yang tersirat dalam film tersebut. Studi tersebut mengungkapkan bahwa representasi tokoh laki-laki Asia dalam film ini telah bergeser dari stereotipe orang Asia pada zaman dahulu, namun masih tergambar secara parsial melalui sudut pandang Barat.
A film is a cultural product that inherits values and meanings from the reality of life. Among many films produced by the Hollywood film industry, there are a number of films that are made to portray Asian`s culture and values. Crazy Rich Asians (2018), directed and written by Asian Americans, is one of the films that serves the purpose. The film, which made a box office success, involved largely Asian casts, and many studies have been conducted on the portrayal of the female characters in the film and the issue of East-West values dichotomy. This qualitative study aims to further discuss the male characters in the film, which is still lacking. It aims to provide insights on how the male characters are represented in the film, its relation to the reality, and the ideology behind the representation based on a semiotic theory called `The Codes of Television` by John Fiske. It also examines how the orientalism becomes one of the major ideologies implied in the film. The study reveals that the representation of Asian male characters in this film have shifted from the old Asians` stereotypes, yet it is still partially portrayed through the Western`s point of view.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kyvano Navin
Abstrak :
Suatu percakapan diasumsikan mengikuti prinsip-prinsip umum komunikasi dan kerja sama sebagai suatu aturan. Grice (1975) mengembangkan studi tentang prinsip kooperatif, dan merupakan kunci percakapan yang efektif. Namun, apa yang orang katakan tidak selalu apa yang sebenarnya mereka maksud, dan alasan mereka di balik itu melebihi pentingnya untuk mematuhi prinsip kerja sama Grice. Artikel penelitian ini berfokus pada tindak tutur Donald Trump karena penting untuk memahami implikatur percakapannya. Metode campuran (kualitatif & kuantitatif) dengan studi pustaka digunakan dalam penelitian ini, dan transkrip yang sesuai dengan cuplikan konferensi pers digunakan sebagai data primer. Artikel penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi jenis-jenis ketidaktaatan pada maksim prinsip kerja sama Grice dalam dialog Trump dengan publik dengan frekuensinya masing-masing, dan (2) menjelaskan mengapa jenis tertentu lebih menonjol dari yang lain. Temuan menunjukkan bahwa ada limabelas ketidaktaatan terhadap maksim dengan pelanggaran maksim kuantitas (maxim of quantity) memegang frekuensi tertinggi, dan itu adalah tindakan Trump yang paling serbaguna untuk dieksploitasi. Hal ini menyimpulkan bahwa beliau mengeksploitasi prinsip kerja sama percakapan dengan tidak mengamatinya untuk keuntungan pribadinya.
A conversation is assumed to be following the general principles of communication and cooperation as such kind of a rule. Grice (1975) developed a study on the cooperative principle, and it is the key of an effective conversation. However, what people say is not always what they actually mean and their reasons for that outweighs the importance of observing the Gricean Cooperative Principle. This research article focuses on the speech acts of Donald Trump, and it is imperative to understand his conversational implicature. A mixed method (qualitative & quantitative) with additional library research is used, and the transcript corresponding to the footage of the press conference is used as the primary data. The article aims to (1) identify the types of non-observance of Gricean cooperative principle maxims in Trump`s dialogue with the public with each types` frequency, and (2) explain why a certain type is more prominent than the others. The findings show that there are fifteen non-observance of the maxims with flouting of the maxim of quantity holds the highest frequency, and it is Trump`s most versatile act for exploiting. It concludes that he exploits the maxims by not observing them for his personal benefit.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Rifayani Suyudi
Abstrak :
Media mainstream telah menggambarkan kehidupan ibu tunggal sepanjang sejarah, salah satunya melalui Disney's Coco (2017) yang disutradarai oleh Lee Unkrich, dimana film Coco (2017) menjadi korpus analisis untuk artikel ini. Melalui penelitian ini, penggambaran tokoh-tokoh ibu tunggal dalam film tersebut dieksplorasi dan bagaimana hal tersebut dapat menunjang alur film tersebut. Metode utamanya adalah analisis tekstual berdasarkan teori representasi Stuart Hall dan teori film David Bordwell et al. tentang kostum dan posisi kamera. Adegan, dialog, dan penokohan yang menonjol dari film tersebut dipilih dan ditafsirkan sesuai dengan peran karakter ibu tunggal. Struktur analisisnya terdiri dari penjelasan tentang pengorbanan ibu tunggal dalam film ini dan masalah keluarga yang melingkupi ibu tunggal tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggambaran ibu tunggal penting untuk memberikan gambaran tentang isu-isu yang ibu tunggal alami dalam kehidupan nyata, serta seberapa signifikan masalah tersebut untuk plot dan konflik yang berada di film ini.
Mainstream media has been portraying the life of single mothers throughout history. One of them is through Disney’s Coco (2017), directed by Lee Unkrich, which is the corpus of analysis for this article. Through this research, the representation of single mother characters in the movie is explored and how it is significant to support the movie’s plot. The main method is textual analysis based on Stuart Hall’s theory of representation and David Bordwell et al.`s film theories about costume and camera position. Prominent scenes, dialogues, and characterization from the movie are selected and interpreted regarding the single mother characters’ roles. The structure of the analysis consists of the explanation on the sacrifices of single mothers in this movie and the family matters that surrounds these single mothers. The result of this research shows that the portrayal of single mothers is important to give image regarding the issues that surround single mothers in real life, as well as how significant it is for the importance of the film’s plot and conflicts.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>