Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reza Praditya Yudha
"Isu sosial tentang politik dan agama melatarbelakangi sejumlah konflik ataupun ujaran kebencian di beberapa media. Akan tetapi, kehidupan masyarakat Tulungagung menunjukkan nuansa kerukunan sebagaimana data Data Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kab. Tulungagung mencatat ketiadaan konflik sosial sepanjang tahun 2017-2019. Merujuk Teori Konstruksi Sosial atas Realitas dan mediatisasi -yang menyatakan konteks sosial budaya melandasi praktik komunikasi dan penggunaan media-, studi ini berargumen bahwa engagement media masyarakat Tulungagung memiliki kaitan dengan guyub rukun sebagai nilai sosial budaya. Untuk itu, studi ini bertujuan untuk memahami interelasi masyarakat Tulungagung dengan media dalam konteks guyub rukun. Studi ini menggunakan etnografi sebagai metode penelitian demi memahami pengalaman, makna, dan praktik keseharian guyub rukun dari perspektif masyarakat Tulungagung. Temuan studi menunjukkan bahwa masyarakat membangun makna guyub rukun dari perspektif politik, sejarah, dan sosial budaya. Guyub rukun kemudian membentuk kesadaran kognitif dan diimplementasikan masyarakat dalam praktik-praktik sosial. Masyarakat Tulungagung juga membangun mekanisme bersama untuk menjaga guyub rukun melalui kebiasaan, aktivitas sosial budaya, dan penyelesaian konflik yang mengutamakan nilai kebersamaan, keharmonisan, inklusivitas, kepedulian, dan saling menghormati. Dalam kesehariannya, masyarakat menggunakan media untuk mendiseminasi, meneguhkan, dan merepresentasikan guyub rukun, menjaga nilai lokalitas, mengelola konflik, memunculkan eksistensi subkultur, membentuk relasi sosial yang harmonis, serta menyajikan informasi secara cepat, valid, dan sesuai dengan konteks sosial.

Social issues regarding politics and religion are the background for a number of conflicts or hate speech in several media. However, the life of the people of Tulungagung shows nuances of harmony as data from the National Unity Agency and Politics of the Regency Tulungagung recorded the absence of social conflict throughout 2017-2019. Referring to the Social Construction of Reality Theory and mediatization -which states that the socio-cultural context underlies the practice of communication and media use-, this study argues that media engagement in the Tulungagung society is related to togetherness and harmony (guyub rukun) as a socio-cultural value. For this reason, this study aims to understand the interrelationships between the Tulungagung society and the media in the context of guyub rukun. This study uses ethnography as a research method to examine the experiences, meanings, and daily practices of guyub rukun from the perspective of the Tulungagung people. The findings of the study show that society constructs the meaning of guyub rukun from a political, historical and socio-cultural perspective. Guyub rukun then forms cognitive awareness and is implemented by the society in their social practices. The Tulungagung society has also built a joint mechanism to maintain guyub rukun through customs, socio-cultural activities and conflict resolution that prioritizes the values of togetherness, harmony, inclusiveness, caring and mutual respect. In their daily lives, people use the media to disseminate, strengthen and represent the harmonious society, maintain local values, manage conflict, bring out the existence of subcultures, form harmonious social relations, and provide information quickly, validly and in accordance with the social context."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awang Ruswandi
"Studi ini berupaya melihat bagaimana hubungan kerja sama antara media lokal dan pemerintah lokal. Secara lebih spesifik penelitian ini ingin melihat apakah kerja sama tersebut mengganggu kebebasan pers dari media lokal dalam memberitakan isu-isu terkait aktivitas dan kebijakan pemerintah lokal. Riset ini didasari latar belakang banyaknya kerja sama yang dibuat oleh pemerintah lokal dengan media lokal dalam hal pemberitaan aktivitas-aktivitas pemerintah lokal pada era otonomi/desentralisasi pemerintahan daerah. Studi ini bertujuan untuk mengkaji kebebasan pers lokal yang memiliki hubungan kerja sama dengan pemerintah lokal. Penelitian ini menggunakan teori ekonomi politik komunikasi dari Mosco dengan fokus melihat komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi. Konsep-konsep lain yang digunakan untuk menganalisis data adalah media capture, strategi dan taktik finansial pemerintah dalam mendominasi media, serta model hierarki pengaruh. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Media yang dipilih adalah media daring lokal di Jawa Barat, yaitu Media Jabar 1 dan Media Jabar 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media lokal yang bekerja sama dengan pemerintah lokal telah menggeser fungsi media yang tadinya sepenuhnya untuk ruang publik, sekarang sebagian ruang itu digunakan untuk corong pemerintah. Media dijadikan telah menjadi alat tukar yang ditransaksikan dengan pemerintah lokal. Akibatnya ruang-ruang untuk melayani publik di media semakin berkurang atau menyempit, karena sebagian ruang itu digunakan untuk suara pemerintah lokal. Lebih jauh lagi media lokal sudah kehilangan fungsi sebagai alat kontrol bagi pemerintah, juga kehilangan fungsi penyedia informasi alternatif untuk mengimbangi suara pemerintah di tengah publik. Jadi, ada relasi kuasa yang timpang antara pemerintah lokal terhadap media lokal. Implikasinya adalah media lokal tidak dapat menjalankan kebebasan pers dengan baik. Padahal media yang bebas adalah salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan desentralisasi demokratis.

This study investigates the relationship between local media and local government, with a particular focus on whether such cooperation interferes with the freedom of local media in reporting issues related to local government activities and policies. This research stems from the background of numerous collaborations between local governments and local media in reporting local government activities in the era of autonomy and decentralization. The study aims to examine the press freedom of local media that maintain cooperative relationships with local governments. The theoretical framework of this research is based on Mosco's political economy of communication, emphasizing commodification, spatialization, and structuration. Moreover, it used other concepts to analyze the data include media capture, government financial strategies and tactics in dominating media, and the hierarchy of influences model, as well. A qualitative case study approach is employed, focusing on two local online media outlets in West Java: Media Jabar 1 and Media Jabar 2. The findings reveal that local media collaborating with local governments have shifted their role from solely serving the public sphere to partially acting as government mouthpieces. Media has become a transactional medium, exchanged for local government funds. Consequently, the space dedicated to serving the public in the media has been diminished, as part of it is used to propagate the local government's voice. Furthermore, local media have lost their function as government watchdogs and as providers of alternative information to balance government narratives within the public sphere. This results in an unequal power relationship between local governments and local media, hindering the proper exercise of media freedom. Ultimately, the presence of free media is a crucial indicator of successful democratic decentralization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amia Luthfia R. Koestoer
"Internet telah menjadi bagian integral bagi kehidupan manusia di era digital saat ini. Remaja Indonesia cukup banyak menggunakan Internet, terutama remaja di kota seperti DKI Jakarta. Dari berbagai studi tentang penggunaan Internet pada remaja, menunjukkan hasil bahwa Internet bagai pedang bermata dua, di satu sisi bermanfaat tapi di sisi lain mengandung berbagai risiko. Manfaat dan risiko online sulit untuk dipisahkan dengan tegas karena keduanya saling berkaitan dan terjalin sangat halus. Online risk risiko online dapat berdampak merusak remaja, apalagi usia remaja selain masih rentan akan pengaruh negatif, juga jiwa eksplorasi dan dorongan melakukan tindakan berisiko juga tinggi. Sedangkan online opportunity manfaat online memberikan banyak kesempatan untuk remaja berkreasi dan berelasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi manfaat dan risiko online yang dialami remaja Indonesia ketika mereka menggunakan Internet dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya manfaat dan risiko online untuk menghasilkan model teoritik baru. Penelitian ini menggunakan metode survei multistage random sampling dengan responden sebanyak 756 siswa SMP dan SMA di DKI Jakarta. Teknik analisis data menggunakan analisis Struktural Equation Model SEM . Online opportunity yang diperoleh remaja melalui Internet yaitu manfaat belajar, manfaat untuk berpartisipasi kreatif, manfaat berpartisipasi sosial, berelasi sosial, manfaat hiburan, memperoleh manfaat komersial dan manfaat personal. Online risk yang dialami remaja yaitu risiko konten ndash; remaja sebagai penerima konten buruk; risiko kontak ndash; remaja sebagai partisipan; risiko tindakan ndash; remaja sebagai pelaku tindakan berisiko di Internet. Online opportunity dan online risk terbukti dipengaruhi oleh lingkungan sosial remaja orangtua, teman sebaya dan sekolah , status sosial demografi remaja, motif berinternet dan aktivitas pengguna. Kedekatan remaja dengan lingkungan sosialnya orangtua, teman sebaya dan perhatian sekolah ternyata dapat mengurangi terjadinya online risk. Kedekatan orangtua dan teman sebaya berpengaruh pada motif berinternet dan aktivitas pengguna. Intended consequences konsekuensi yang diharapkan dan unintended consequences konsekuensi yang tidak diharapkan menjadi satu kesatuan karena online opportunity ternyata mempengaruhi terjadinya online risk. Remaja pada dasarnya akan memperoleh manfaat-- intended consequences -- dari Internet terlebih dahulu, baru mereka bisa mengalami online risk -- unintended consequences. Penggunaan Internet tidak serta merta akan menghasilkan online risk tapi berpengaruh secara tidak langsung melalui online opportunity.

The Internet has become an integral part of human life in today 39;s digital age. Many Indonesian adolescents use the Internet, especially those who are living in big cities. From myriad studies on Internet usage in adolescents, showing the result that the Internet is a double-edged sword, on the one hand is useful but on the other hand holds various risks. Online opportunities and risks are difficult to separate as they are intertwined very subtly.Online risk can harm adolescents, as they are highly exploratory on the new things hence could be vulnerable to negative influences as well as risky behavior. On the other side, the online opportunity provides many benefits indeveloping creativity and building relationships. Therefore, this study aims to identify the online opportunities and risks experienced by Indonesian adolescents and analyze the factors that influence online opportunities and risks to generate a new theoretical model. This research uses multistage random sampling survey method with 756 students of junior and senior high school in Jakarta while Structural Equation Model SEM is used for data analysis. The benefits for adolescents from online opportunities are learning benefits, creative participation, social participation, social relationships, entertainment, commercial benefits, and personal benefits. On the other side, the online risks for adolescents are content risk adolescents as recipients of bad content ; contact risk adolescents as participants and conduct risk adolescents as risky actors on the Internet .Online opportunity and online risk are proven to be influenced by the adolescents rsquo; social environment such as parents, peers, and school; adolescents rsquo; social demographic status; Internet motives; and user activities. The proximity of adolescents to their social environment parents rsquo; attachment, peers rsquo; attachment, and school attention can reduce online risk. The attachment of parents and peers affects the Internet motives and user activity.Intended consequences and unintended consequences become a solid intertwined entity as online opportunity affects to online risk. Adolescents will obtain online opportunity first, then they potentially experience online risk. Internet usage does not directly affect online risk but indirectly influences through online opportunity."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Chandra Kirana
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengelolaan privasi (privacy management) mengenai sexting (melalui aplikasi chat/obrolan) dalam hubungan percintaan pada individu berusia dewasa muda. Dalam menjelaskan pemahaman mengenai pengelolaan privasi, studi menggunakan sejumlah konsep dalam Teori Communication Privacy Management dari Sandro Petronio (2002). Penelitian menggunakan paradigma konstruksionisme dan pendekatan kualitatif. Untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode wawancara mendalam terhadap 13 informan yang tinggal di wilayah perkotaan (urban setting). Selain itu, peneliti melakukan observasi terhadap bentuk sexting yang dipertukarkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu memiliki pengaturan privasi (privacy management) yang kompleks dan ketat. Selain itu, perilaku sexting dilakukan oleh individu terhadap pasangan, ketika semua pihak dalam hubungan bersepakat dan merasa nyaman terhadap satu sama lain. Terdapat penetapan batas privasi yang spesifik ketika melakukan sexting dengan pasangan. Dalam mengelola batas privasi ini terdapat seperangkat aturan dan guardianship (memastikan agar aturan sungguh-sungguh dilaksanakan). Penelitian ini menemukan sejumlah fungsi sexting, yaitu untuk memelihara hubungan (connection maintenance), untuk memenuhi kebutuhan seksual dan fantasi seksual, untuk mengembangkan rasa percaya (trust), dan untuk menjaga keintiman di khususnya saat kedua pihak tidak dapat bertemu dalam kurun waktu yang relatif lama. Di sisi lain terdapat aspek risiko dari sexting seperti adanya potensi yang dapat mengganggu hubungan tersebut (berupa risiko dalam hal-hal berikut yaitu reputasi yang buruk, informasi yang tersebar secara viral, mendapatkan sanksi dari keluarga atau lingkungan sosial, porn-revenge, terputusnya hubungan, dan lain-lain).

This study aims to explain privacy management about sexting (via chat applications) in romantic relationships among young adults in Jakarta area. In explaining the understanding of privacy management, the study uses a number of concepts in the Communication Privacy Management Theory from Sandro Petronio (2002). This research uses a constructivist paradigm and a qualitative approach. To collect data, researcher used in-depth interviews with 13 informants who live in urban areas (Jakarta, Depok, Bekasi, and Bogor). In addition, the researcher observed the forms of sexting that were exchanged. The results of this research show that individuals have complex privacy management. In addition, sexting behavior is carried out by individuals towards partners, when all parties in the relationship agree and feel comfortable with each other. There are specific privacy limits when sexting with a partner. In managing this privacy boundary there is a set of rules and guardianship (ensuring that the rules are actually implemented). This study found a number of functions of sexting, namely to maintain a relationship (connection maintenance), to fulfill sexual needs and sexual fantasies, to develop trust, and to maintain intimacy, especially when the two parties cannot meet for a relatively long period of time. On the other hand, there are risk aspects of sexting, such as the potential to disrupt the relationship (namely bad reputation, information spreading virally, getting sanctions from family or social environment, porn-revenge, disconnection, and others). "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dani Miftahul Akhyar
"Penelitian ini merekonstruksi Sistem Komunikasi Krisis dan Risiko Kebencanaan di Media Sosial dalam Pengurangan Risiko Bencana Tsunami Vulkanik di Indonesia. Riset difokuskan pada kasus Tsunami Selat Sunda pada tahun 2018 yang menelan 426 korban jiwa. Tragedi ini disebabkan oleh lemahnya situational awareness akibat ketidaksinkronan kebijakan peringatan dini tsunami vulkanik antar lembaga, lemahnya crisis response masyarakat di media sosial, dan rumor yang berkembang akibat kesenjangan digital masyarakat terdampak bencana. Metode penyelesaian masalah menggunakan Soft Systems Methodology (SSM) Multi Method, dengan penggunaan Social Network Analysis pada SSM tahap ke dua untuk memperkaya Rich Picture dan Textual Network Analysis pada SSM tahap ke lima untuk mempertajam perbandingan model konseptual dengan dunia nyata. Survei dengan instrumen berplatform Open Data Kit dilakukan tehadap 100 penduduk desa yang terkena dampak langsung atau tidak langsung tsunami menghasilkan visualisasi crisis sensing network selama bencana dari perspektif publik. Wawancara mendalam dengan 22 orang yang mewakili 15 pemangku kepentingan nasional dan lokal utama menghasilkan crisis sensing network dari perspektif pemerintah. Riset ini merekomendasikan beberapa hal. Pertama, rekomendasi secara akademis, yaitu mengintroduksi collective intelligence sebagai pengembangan dari Social Mediated Crisis Communication dengan kolaborasi pengelolaan media sosial antar lembaga dan partisipasi masyarakat dalam komunikasi risiko dan krisis khususnya peringatan dini bencana. Kedua, kontribusi secara metodologis yaitu elaborasi varian baru SSM multi method yang memperkaya penerapan SSM dalam riset berbasis digital. Ketiga, rekomendasi secara praktis/ sosial; mengusulkan amandemen UU kebencanaan No.24/2007 dengan menambahkan tsunami non-tektonik (vulkanik) ke dalam tipe krisis/bencana tsunami; dan mempertegas peran institusi TNI dan Polri dalam komunikasi risiko dan krisis.

This study reconstructs the Crisis Communication System on Social Media for Disaster Risk Reduction of Volcanic Tsunami Disaster in Indonesia. Research is focused on the case of the Sunda Strait Tsunami in 2018 which claimed 426 lives. This tragedy was caused by weak situational awareness due to the out-of-synchronization of volcanic tsunami early warning policies between institutions, the weak crisis response of the community on social media, and rumors that developed due to the digital divide of the community affected by the disaster. The problem solving method uses the Soft Systems Methodology (SSM) Multi Method, with the use of Social Network Analysis in the second stage of SSM to enrich the Rich Picture and Textual Network Analysis in the fifth stage of SSM to sharpen the comparison of conceptual models with the real world. The survey using the Open Data Kit platform instrument was conducted on 100 villagers who were directly or indirectly affected by the tsunami, resulting in a visualization of the crisis sensing network during the disaster from a public perspective. In-depth interviews with 22 people representing 15 key national and local stakeholders produced a crisis sensing network from a government perspective. This research recommends several things. First, academic recommendations, namely introducing collective intelligence as a development of Social Mediated Crisis Communication with collaborative social media management between institutions and community participation in crisis communication, especially disaster early warning. Second, the methodological contribution, namely the elaboration of a new multi-method SSM variant which enriches the application of SSM in digital-based research. Third, practical/social recommendations; proposed an amendment to the Law on Disasters No.24/2007 by adding a non-tectonic (volcanic) tsunami to the type of tsunami crisis/disaster; and reinforce the role of TNI and Polri institutions in crisis communication.

Keywords: Social Media, Crisis Communication, Volcanic Tsunami, SSM Multi-Method, Social Network Analysis (SNA), Textual Network Analysis (TNA)"

Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Rony Agustino
"Disertasi ini mengeksplorasi praktik digital ibu stay-at-home yang menciptakan performa identitas di media sosial, seperti contohnya dalam praktik sharenting di Instagram, dalam kerangka mengkaji dinamika konstruksi identitas di ruang digital terkait kompleksitas identifikasi perempuan sebagai ibu. Secara historis identitas ibu stay-at-home merujuk kepada peran domestik ibu tradisional dan subjektivitas perempuan kelas menengah urban sebagai ibu kontemporer yang memiliki pergumulan transisi menjadi ibu yang dilematis, konflik identitas diri perempuan, dan ambivalensi pengasuhan. Dengan pendekatan teori performativitas terhadap konstruksi identitas dalam praktik keseharian, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan normativitas peran gender dan keragaman performativitas ibu yang diciptakan oleh praktik komunikatif di ruang digital dalam konteks pengasuhan sebagai praktik budaya dan situasi perempuan di Indonesia. Dalam kerangka teoritis tersebut penelitian ini membangun model konstruksi identitas ibu kontemporer yang memaknai ulang norma konvensional tentang ranah domestik dan mendefinisikan ulang konsep identifikasi dari formasi identitas yang cenderung statis kepada performa identitas yang dinamis. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi digital tentang subkultur ibu digital di Instagram yang disebut “Instamom” yang terdiri dari subjek ibu milenial kelas menengah urban. Secara metodologis ranah kehidupan personal perempuan dan praktik digital tiap subjek dalam penelitian ini merupakan kasus individual dalam budaya konvergensi di media sosial. Penelitian ini menemukan bahwa praktik digital keseharian ibu milenial tersebut mengakselerasi transisi menjadi ibu yang transformatif dan menciptakan performa subjek femininitas keibuan kontemporer yang menegosiasikan peran ibu tradisional. Subjektivitas perempuan yang mengkomodifikasi identitas ibu melalui konstruksi identitas diri ibu berjejaring pada akun Instagram menghasilkan beragam pencapaian performa ibu digital yang mengkontekstualisasikan peran strategis ibu di era neoliberlisme. Hasil penelitian tersebut mengimplikasikan bahwa identitas ibu secara normatif terkait gender tidak sepenuhnya berlaku di ruang digital, karena pada saat yang sama performa ibu digital mengkonstruksi subjektivitas dalam konfigurasi femininitas keibuan yang baru.

This dissertation explores the digital practices of stay-at-home mothers who create identity performance on social media, for example in the practice of sharenting on Instagram, in order to examine the dynamics of identity construction in the digital space related to the complexity of women's identification as mothers. Historically, the identity of stay-at-home mothers refers to the traditional domestic role of mothers and the subjectivity of urban middle-class women as contemporary mothers who have struggles with the transition to motherhood, contested identities, and ambivalence in parenting. With a performativity theory approach to identity construction in everyday life’s practices, this research aims to analyze the changing normativity of gender roles and the diversity of maternal performativity created by communicative practices in digital spaces in the context of parenting as a cultural practice and women’s situatedness in Indonesia. Within this theoretical framework, this research builds a model of contemporary maternal identity construction that reinterprets conventional norms about the domestic sphere and redefines the concept of identification from identity formation that tends to be static to dynamic identity performance. This research uses a digital ethnography approach on the digital mother subculture on Instagram called "Instamom" which consists of urban middle-class millennial mother subjects. Methodologically, the realm of women's personal lives and digital practices of each subject in this study is an individual case in a convergence culture on social media. This study found that the millennial mothers' everyday digital practices accelerate the transition to transformative motherhood and create a performance of contemporary maternal subject that negotiates traditional motherhood. Women's subjectivities that commodify maternal identities through the construction of networked maternal self-identities on Instagram accounts produce a variety of digital performativity accomplisments that contextualize the strategic role of mothers in the era of neoliberalism. The results of the study imply that normative gender-related maternal identities do not fully apply in the digital space, because at the same time digital mother performance constructs subjectivity in a new configuration of maternal femininity.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rieke Diah Pitaloka
"Disertasi ini merupakan deskripsi, analisis dan interpretasi atas data dan pendataan perdesaan pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Penulis mengusulkan tujuh tujuan penelitian saat ini. Pertama mengungkap kualitas data perdesaan, berupa data birokrat dan data warga yang menjadi basis data kebijakan publik. Kedua, mengungkap kekerasan simbolik pada pendataan perdesaan top down yang berpedoman pada norma yuridis melalui rekonstruksi genesis data birokrat. Ketiga, mendeskripsikan afirmasi simbolik pada pendataan perdesaan bottom up yang berpedoman pada norma sosiologis melalui rekonstruksi genesis data warga. Keempat, memetakan arena dan aktor pada pendataan perdesaan top down dan bottom up, serta relasinya dengan meta kapital perdesaan. Kelima, mengungkap kekerasan simbolik pada pendataan perdesaan top down yang mereproduksi kebijakan rekolonialisasi Keenam, mendeskripsikan dan menganalisis afirmasi simbolik pada pendataan perdesaan bottom up memproduksi kebijakan afirmatif. Ketujuh, menginterpretasikan kebijakan afirmatif sebagai implementasi amanat konstitusi untuk mencapai lima aspek kesejahteraan rakyat. Area studi: Desa Sibandang, Desa Pantai Bakti dan Desa Tegalallang. Penelitian menggunakan Mixed Methods Research (MMR) dengan Nesting Quantitative Data in Qualitative Designs. Data kualitatif diperoleh melalui in-depth interview dan Focus Group Discussion (FGD, diskusi terpumpun). Data kuantitatif dari Kementerian Dalam Negeri dan dari Badan Pusat Statistik, serta data mandiri dari praktik pendataan perdesaan bottom up. Pisau analisisnya menggunakan konsepkonsep Pierre Bourdieu dan Nick Couldry. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan rekolonialisasi dan 'the vicious circle' kebijakan rekolonialisasi yang mengonfirmasi terbuktinya hipotesis, yaitu: semakin kuat doxa kekerasan simbolik pada norma yuridis pendataan, semakin kuat pseudo data, semakin kuat pseudo kebijakan publik; semakin kuat pseudo kebijakan publik, semakin kuat pseudo otoritas, semakin buruk perencanaan, pemrograman, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan kebijakan publik, semakin buruk pencapaian lima aspek kesejahteraan rakyat; semakin buruk pencapaian lima aspek kesejahteraan rakyat, perdesaan semakin termarginalkan; semakin kuat doxa kekerasan simbolik norma yuridis mereproduksi pseudo data, semakin berkesinambungan kekerasan simbolik; dan semakin berkesinambungan kekerasan simbolik, semakin dibutuhkan heteredoxa afirmasi simbolik, yang digambarkan dengan antitesa 'the truth circle' kebijakan afirmatif. Sintesa yang diusulkan dari disertasi ini adalah bagaimana membangun sistemik kebijakan publik berdasarkan pendataan desa berbasis pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga memungkinkan lebih banyak ruang untuk komunikasi dan partisipasi penduduk desa.

This dissertation describes, analyzes, and interprets big data within village data collection, following the ratification of Law of the Republic of Indonesia, Number 6 of 2014, concerning Village. The author proposes seven aims of current research. First, to unveil the quality of village data collection composed of bureaucratic data and villagers' data, which serves as the foundation of current public policy. Second, to reveal the symbolic violence found in the top-down model of village data collection, which refers dominantly to the juridical norms, by performing a bureaucratic data genesis reconstruction process. Third, to describe the symbolic affirmation of the bottom-up model of village data collection, which refers to sociological norms, by performing villagers' data genesis reconstruction process. Fourth, to design a map of the arena and actors involved in both models of village data collection, top-down and bottom-up, by relating them with a metacapital of the Village. Fifth, to expose the symbolic violence found in the top-down model of village data collection, which reproduces recolonization policy. Sixth, to describe and analyze the symbolic affirmation of the bottom-up model of village data collection, which produces affirmative policy. Seventh, to interpret the affirmative policy perceived as the implementation of the Constitutional mandate to finally achieve five dimensions of people's welfare. The research area comprises three distinct villages: Sibandang village in North Sumatera, Pantai Bakti village in West Java, and Tegallalang village in Bali. The author employs Mixed Methods Research (MMR) with Nesting Quantitative Data in Qualitative Designs. Qualitative data was obtained through in-depth interviews and Focus Group Discussions. Quantitative data was obtained from The Ministry of Internal Affairs and the Central Bureau of Statistics (BPS), supporting data from the researcher's independent enterprise and the bottom-up village data collection practices. The data was analyzed using conceptual tools from Pierre Bourdieu and Nick Couldry. The research findings show that recolonization policy and the vicious circle of derivative rules confirm the following hypotheses: the stronger symbolic violence doxa on the juridical norms of village data collection, the stronger pseudo data becomes and the stronger grips of pseudo-public policy; the stronger pseudo-public policy exists, the stronger pseudo authority exercises power, the worse planning, programming, budgeting, implementation, monitoring and surveillance of public policy becomes, and the further to achieve the five dimensions of people's welfare; the worse achievement of the five dimensions of people's welfare, the more marginalized villages become; the stronger symbolic violence doxa on the juridical norms reproduces pseudo data, the more sustainable symbolic violence becomes; and the more sustainable of symbolic violence, the more heteredoxa of symbolic affirmation needed—portrayed as the antithesis of 'the truth circle' of affirmative policy. The synthesis proposed from this dissertation would be how to build the systemic public policies based on the constructed version of science and technology's village data collection, allowing more space for villagers' communication and participation. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library