Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sunhadji Rubangi
"BAB I PENDAHULUAN
Pemakaian listrik yang makin meningkat dan meluas meningkatkan kecelakaan akibat listrik, baik di rumah maupun di daerah industri. Luka bakar yang ditimbulkannya mulai dari derajat ringan sampai derajat berat dan fatal. Dengan adanya listrik masuk desa, tentunya meningkatkan pula kemungkinan akan trauma listrik, lebih-lebih masyarakat belum banyak mengenal usaha pengamanannya. Tidak jarang tegangan tinggi 20.000 Volt masuk ke pemukiman penduduk yang padat Penghuninya.
Dalam makalah ini akan dibahas 20 kasus trauma listrik dan ha1ilintar yang dirawat di RSCM Januari 1983 sampai dengan September 1986 dengan tujuan:
- Mengingatkan kembali morbiditas dan mortalitas serta sequeale akibat trauma oleh tegangan medium (rumah tangga) dari tegangan tinggi.
- Meninjau dan mengevaluasi hasil pemeriksaan dan penatalaksanaan.
Untuk itu akan dibahas pathogenesa, akibat, diagnosa, penatalaksanaan dan tindakan trauma listrik sehingga penanganan selanjutnya bisa lebih terarah dan rasional.
Trauma listrik dan halilintar memberikan efek spesifik yang tidak sama dengan luka bakar biasa yaitu hisa menimbulkan luka bakar dalam dan kerusakan alat-alat dalam yang sering kali diabaikan sehingga pengobatan hanya ditujukan pada jejas luar yang nampak. Dengan menemukan jejas masuk dan jejas keluar lebih mudah untuk kita memperkirakan dan menemukan kerusakan endogen tersebut. Pemeriksaan pembantu tentang adanya haemoglobine dan myoglobine urine serta kadar kuantitatifnya saat ini akan dikembangkan lebih baik oleh Bagian Pathologi Klinik RSCM/FKUI Jakarta. Adanya myoglobine dalam urine menggambarkan adanya kerusakan otot akibat luka bakar endogen (Joule burn)?
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Wardhana
"Tujuan : Mengetahui apakah HTA Indonesia 2003 sudah berjalan di departemen bedah RSCM dan mengetahui pengeluaran pemeriksaan rutin yang mungkin bisa ditekan. Meningkatkan kemampuan pemeriksaan fisik dan memilih pemeriksaan prabedah lebih selektif dan efisien.
Tempat : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Metodologi : Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dan data disajikan dalam bentuk deskripif. Sebanyak 106 pasien diambil datanya dari status pasien yang masih dirawat (44 orang) dan dari status pasien rawat jalan (62 orang). Pengambilan subjek dengan consecutive sampling untuk yang masih dirawat dan acak sederhana pada pasien rawat jalan. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik pasien, sebaran penyakit/kelainan sitemik, sebaran pasien pra dan pascabedah, komplikasi pascabedah, permintaan foto toraks sesuai HTA dan rutin berikut biaya, penyakit sistemik yang mendasari pemeriksaan fate toraks, pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan BTICT sesuai HTA dan rutin berikut biaya, pemeriksaan kimia darah sesuai HTA dan rutin berikut biaya, pemeriksaan foto torak dan darah sesuai HTA dan rutin.
Hasil : Berdasarkan karakteristik pasien kelompok yang sehat lebih banyak dari pasien dengan kelainan sistemik. Penyakitlkelainan sistemik terbanyak adalah kardiopulmonal diikuti tuberculosis dan anemia. Prabedah dalam kondisi baik dan tidak ada komplikasi pasca bedah. Terdapat perbedaan foto toraks HTA dan rutin ( 21 dan 85 dengan biaya Rp.1.050.000 dan Rp.4.250.000). Terdapat perbedaan pemeriksaan BTICT HTA dan rutin (2 dan 104 dengan biaya Rp.30.000 dan Rp.1.560.000). Terdapat perbedaan pemeriksaan kimia darah HTA dan rutin dengan biaya Rp.2.175.000 dan Rp.6.993.500 dan pemeriksaan kimia darah dan foto toraks menurut HTA dan rutin: 7 dan 99 dengan biaya Rp 2.525.000 dan Rp 12.803.500.
Kesimpulan : Pemeriksaan prabedah sesuai HTA belum berjalan.pemeriksaan rutin masih dominan dengan selisih biaya tiga sampai enam kali lebih mahal dari pemeriksaan sesuai HTA dan juga tidak efisien karena tidak terdapat komplikasi pascabedah.

Objective: The aim of this study was to know whether HTA Indonesia 2003 had been performed in the department of surgery RSCM and to know how much its cost for the preoperative routine examination. To improve physical examination and selective choosing preoperative examination based on physical findings.
Place: Cipto Mangunkusumo Hospital
Method: The design was descriptive and cross-sectional retrospective study. There was 44 patients in the ward room and 62 patients at out patience clinics all taken from the status. The sample was taken with consecutive sampling for patients who still in the ward and simple random for patients at out patients clinics. Data collected were characteristics of the patients, systemic diseases, preoperative and postoperative, complications, chest x-ray according HTA and routine with its cost, chest x-ray with systemic diseases, routine blood test, coagulation test, blood chemistry test routine and HTA, blood test and chest x-ray routine and HTA.
Results: Most patients were in good conditions. Sistemic disesase were cardiopulmonal, tuberculosis, and anemia_ Preoperative were in good conditions and there were no complications. There were differences between HTA and routine chest x-ray (21 and 85 with the cost Rp 1.050.000 and Rp 4.250.000), HTA and routine coagulation test were 2 and 104 with the cost Rp 30.000 and Rp 1.560.000, HTA and routine blood chemistry test were Rp.2.175.000 and Rp.6.993.000, HTA and routine chest x-ray and blood chemistry test were 7 and 99 with cost Rp 2.525.000 and Rp 12.803.500.
Conclusions: HTA preoperative examination had not been performed yet, routine preoperative test were dominant and were cost three and six times more expensive than HTA. There were no complications postoperatively, so routine preoperative test should be considered.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parintosa Atmodiwirjo
"Pendahuluan: Operasi penutupan sumbing langit-langit merupakan bagian dari proses tatalaksana penderita sumbing bibir dan langit-langit. Proses palatoplasti biasanya menurunkan kadar hemoglobin karena perdarahan yang terjadi. Dengan diketahuinya rerata penurunan kadar hemoglobin diharapkan operator dapat melakukan seleksi pasien dengan kadar hemoglobin yang tidak adekuat, sehingga penyulit pascabedah dapat dihindari terutama pada kegiatan bakti sosial di daerah yang kondisi umum pasien sulit diprediksi.
Metode: Dilakukan penelitian untuk mengetahui berkurangnya kadar hemoglobin pada pasien yang menjalani operasi palatoplasti. Diambil data kadar hemoglobin sebelum dan segera setelah palatoplasti serta dicatat data operator, lama operasi serta evaluasi keadaan luka operasi satu minggu pascaoperasi. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
Hasil: Dari 14 sampel yang diteliti didapat hasil 8 pasien mengalami penurunan kadar hemoglobin rata rata sebesar 0,5 ± 0,36 gr/dl. Lima pasien mengalami peningkatan kadar hemoglobin pascaoperasi rata rata sebesar 0,32 ± 0,28 gr/dl. Satu pasien tidak mengalami penibahan. Hanya satu pasien mengalami dehisensi seminggu pascaoperasi, walaupun kadar hemoglobin baik.
Simpulan: Agaknya pasien yang direncanakan operasi palatoplasti sebaiknya memiliki kadar hemoglobin yang lebih atau sama dengan 8,5 gr/dl untuk memenuhi keadaan yang optimal pascaoperasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guntoro
"Surgical delay is a manuever that designed to improving survival of skin flap. The basic mechanism of the delay procedure is vascular reorientation that produced by the stimulus of ischemia. This study introduces a new method of surgical delay with ligation suture. This ligation interrupt blood flow to the planned skin flap and thereby producing ischemic condition. We investigated wether this method will improve flap survival, compared with survival in "conventional" surgical delay and non-delay group.
Fifty-one McFarlane flaps on rat model were divided in three groups. After 7 days of delay (in the delay group) the flap was elevated. Then, 7 days post elevation, the survival length of the flaps in all groups was measured. Flap survival ii the ligation suture delay group (72,83% ± 3,84%, n=17) was not different from "conventional" surgical delay group (73,34% ± 9,73%, n=17), and significantly greater than in the non-delay group (47,92%± 6,62%, n=17).
This study suggest that, in rat model, this ligation suture delay procedure was effective to produces ischemic condition that stimulus changes of blood patterns and thus increasing the flap survival."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donna Savitry
"Tumor sekitar mata dan struktur yang berdekatan sering memerlukan pembuangan bulbus okuli (enukleasi) atau seluruh isi orbita (eksenterasi). Pembedahan dan radioterapi juga memiliki konsekuensi mutilasi pada orbits. Tidak adanya mata dan disharmoni wajah merupakan kecacatan psikis dan fisik bagi pasien. Tujuan mendasar semua prosedur rekonstruksi daerah periorbita adalah untuk memperbaiki hubungan fungsional antara orbita, bulbus okuli dan palpebra, serta untuk meyakinkan proteksi mata dan preservasi penglihatan. Penghargaan struktur anatomi dan fungsi palpebra sangat membantu dalam sebuah rekonstruksi.
Kemampuan untuk rekonstruksi defek yang kompleks pascaablasi kanker kepala dan leher telah berubah secara signifikan sejak kemajuan tehnik bedah mikro. Flap bebas memberi kesempatan pada ahli bedah untuk memindahkan berbagai jaringan yang berbeda pada semua lokasi di wajah dengan angka kesuksesan yang sangat tinggi.
Usaha-usaha untuk merekonstruksi palpebra yang berfungsi dengan dimasukkannya prostesis telah memerlihatkan hasil yang buruk sehingga dianjurkan menggunakan patch, kacamata hitam dan prostesis eksternal yang direkatkan (cosmetic patch) daripada melakukan rekonstruksi.
Rekonstruksi anophialmic orbit merupakan sesuatu yang kompleks, memerlukan pengetahuan yang menyeluruh tentang anatomi orbita, dikombinasi dengan tehnik bedah khusus. Rencana penatalaksanaannya menggambarkan ruang dan waktu, dan secara berhati-hati diadaptasikan pada pasien anophtalmic yang memiliki kondisi psikis yang
rapuh dan berubah-ubah. Rekonstruksi anophtalmic orbit mengikuti sekuens yang mengharuskan pasien berkonsultasi ke ahli-ahli onkologi, radiologi, ophtalmologi dan psikologi. Rencana pembedahan yang akan dilakukan didisain dengan computed tomography scans serta foto premorbid dan saat ini, dan keinginan pasien dipertimbangkan secara hati-hati oleh tim multidisipliner.
Di subbagian Bedah Plastik RSUPN Cipto Mangunkusumo sendiri belum terbentuk suatu tim multidisipliner yang menangani masalah rekonstruksi periorbita yang kompleks Pasien-pasiennyapun tidak terjaring banyak (dalam pengamatan selama satu setengah tahun didapatkan 4 orang pasien). Selain itu penggunaan prostesis belum menjadi salah satu pertimangan seperti di luar negeri.
Tulisan ini bertujuan memberikan gambaran masalah yang dihadapi pasien-pasien di subbagian Bedah Plastik RSUPN Cipto Mangunkusumo dalam kurun waktu tersebut dan bagaimana pasien-pasien tersebut mendapatkan terapi rekonstruksinya. Selain itu tulisan ini juga merupakan tulisan akhir dalam menyelesaikan program studi bedah plastik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danu Mahandaru
"Latar Belakang. Konvensional dua tutup palatoplasti akan mengakibatkan cacat lateral yang tanpa cakupan periosteal apapun. Hal ini membuat epitelisasi dari cacat lateral yang membutuhkan waktu lebih lama ( 3 - 4 minggu ). Dalam penelitian ini, penulis berhipotesis bahwa teknik dimodifikasi untuk palatoplasti dua - tutup dengan tidak mengangkat bagian lateral periosteum dengan flap, dan kemudian menerapkan madu cacat lateral yang mungkin mengakibatkan tingkat epitelisasi lebih cepat.
Metode. Tiga puluh delapan pasien dengan sumbing langit-langit akan dibagi menjadi dua kelompok dengan intervensi, dimodifikasi teknik palatoplasti dua - tutup meninggalkan periosteum lateral dengan aplikasi madu pack pada kelompok perlakuan dan konvensional palatoplasti dua - tutup dalam kontrol. Kami mengamati tingkat epitelisasi setiap dua hari setelah keluar dari rumah sakit sampai penyembuhan penuh dicapai. Kami juga documentate beberapa parameter bedah - terkait seperti : panjang operasi, kehilangan darah intraoperatif, skala nyeri pasca operasi, masa rawat inap, dan komplikasi.
Hasil. Penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan dari tingkat epitelisasi antara kelompok perlakuan dengan teknik modifikasi 2,4 ( 2,0 ; 3,0 ) mm / hari dengan yang konvensional 0.7 ( 0.6, 0.8 ) mm / hari ( p < 0,001 ). Parameter bedah terkait di kedua teknik yang relatif sama.
Kesimpulan. Teknik modifikasi kami mempercepat laju epitelisasi dari cacat lateral. Ini dapat mencegah gangguan pertumbuhan rahang atas di masa depan karena penyembuhan lebih cepat mengurangi pembentukan parut dan kontraksi luka. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi bahwa teknik modifikasi ini akan menghasilkan pertumbuhan rahang atas yang lebih baik.

Background. The conventional two-flap palatoplasty will result in lateral defect without any periosteal coverage. It makes the epithelialization of the lateral defect takes longer time ( 3- 4 weeks). In this study, the authors hypothesized that the modified technique to the two-flap palatoplasty by not elevating the lateral part of the periosteum with the flap, and then apply honey to the lateral defect possibly resulting faster epithelialization rate.
Methods. Thirty eight patients with cleft palate will be divided into two groups with intervention, modified two-flap palatoplasty technique leaving lateral periosteum with application honey pack in treatment group and conventional two-flap palatoplasty in control. We observe the epithelialization rate every two days after came out from hospital until full healing is achieved. We also documentate some surgical-related parameters such as: the length of operation, intraoperative blood loss, postoperative pain scale, hospitalization period, and the complications.
Result. This study showed significant difference of the epithelialization rate between the group treated by the modified technique 2.4 (2.0;3.0) mm/day with the conventional ones 0.7 (0.6;0.8) mm/day (p<0.001). The surgical-related parameters in both technique were relatively same.
Conclusions. Our modified technique hasten the epithelialization rate of the lateral defect. It may prevent the maxillary growth disturbances in the future because faster healing reduces the scar formation and wound contraction. Further studies are required to confirm that this modified technique will result in better maxillary growth.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58560
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Septrina
"Latar Belakang : Operasi bibir sumbing merupakan prosedur operasi paling pertama pada pasien sumbing bibir dan langit-langit. Prosedur ini berdampak pada fungsi dan estetik penampilan. Teknik Gentur merupakan teknik operasi bibir sumbing yang dikembangkan oleh beliau dan telah digunakan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Teknik ini menggunakan rotation-advancement, flap segitiga, mencegah takik dengan beberapa detail untuk mengatasi defek yang lebar. Maka hipotesis kami, apakah teknik Gentur dapat memberikan hasil yang simetris ada pengukuran antropometri.
Metode : Analisis cross sectional dilakukan pada 14 pasien sumbing bibir satu sisi yang telah dilakukan operasi dengan menggunakan teknik Gentur. Pengukuran antropometri direk sebelum dan sesuadah prosedur dilakukan analisa dengan SPSS 17. Data kemudian diklasifikasikan menjadi cupud?s bow, tinggi vertical, tinggi horizontal, merah bibir dan hidung.
Hasil : Dari 14 pasien, ditemukan kebanyakan pasien dilakukan operasi pada umur 3 bulan (64,3%), kebanyakan bayi perempuan (64,3%), sumbing komplit (85,8%), dan pada sisi kiri (57,1%). Teknik ini dapat memberikan simetri bibir dan hidung yang signifikan (CI 95%, pvalue <0.005) pada cupud?s bow, tinggi vertical, tinggi horizontal, merah bibir dan hidung. Dengan melakukan teknik ini, penulis dapat membuat simetri pada bibir dan hidung yang baik (78,57%) bahkan pada defek yang lebar (64,3%) dan langit-langit yang jatuh (57,1%).

Background: Cheiloplasty is the earliest surgical procedure in cleft lip and palate patient. This procedure has impact on functional and aesthetical appearance1. The Gentur?s technique is method of cleft lip surgery that has been developed by him and has been used in Cipto Mangunkusumo Hospital/Faculty of Medicine University of Indonesia. It uses the rotation-advancement, small triangular, preventing notching with some other details to overcome the wide cleft. Thus gives us hypothesis, does the Gentur's technique give symmetrical result in anthropometric measurement.
Methods: cross sectional analytic study will be taken from medical record in 14 unilateral cleft lip patients undergo cheiloplasty procedure. Direct anthropometric data before and after procedure is analyzed using SPSS17. Datas were classified in cupid?s bow, vertical height, horizontal height, vermillion and nostril.
Result: From 14 patients, we found that most patient whose undergone surgery in 3 month (64.3%) are mostly female (64,3%), complete defect (85,8%) and in left side (57,1%). This technique is able to produce significant lip and nose symmetry (CI 95%, pvalue <0.005) in cupid?s bow, vertical height, horizontal height, thickness of vermillion and nose. By doing this technique, the author able to create good lip and nose symmetry (78.57%) even in wide defect (64.3%) and collapse palate (57.1%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rosadi Seswandhana
"Bibir dan langit-langit sumbing merupakan kelainan kongenital yang paling sering terjadi. Operasi langit-Iangit biasanya merupakan tahap kedua rekonstruksi dan dilakukan pada usia kurang lebih 1 - 2 tahun, dengan rata-rata usia 1,5 tabun. Kejadian fistula pascapalatoplasti primer berkisar antara 10 sampai 23 persen dari semua teknik operasi yang dilakukan. Kejadian fistula sering dihubungkan . dengan lebar celah dan ketegangan yang terjadi pada saat insetting flap palatum setelah . dibebaskan. Fistula dapat dicegah bila ketegangan dapat diatasi dengan baik atau lebar celah kecil. Fistula dapat diamati dalam 3 minggu pertama pascabedah. Tujuan penelitian ini adalah mencari korelasi nilai rasio lebar celah dan lebar palatum dengan kejadian fistula pascapalatoplasti primer. Penelitian kohort prospektif dilakukan pada 16 subjek penelitian (kemaknaan 0,05 dan kekuatan 0,95). Sepuluh subjek laki-laki dan 6 subjek wanita dengan usia rata-rata 22,31 C± 5,86) bulan. Rerata kadar hemoglobin 11,46 C± 1,20) g%, rerata hitung lekosit 9500 C± 2515,55) fmm3
• Rerata berat badan 10,18 C± 1,32) kg, dan nilai z antropometri berat badan berdasarkan usia rata-rata -1,66 C± 1,22). Lebar celah secara keseluruhan paling lebar di bagian junction (13, 50 ± 2,94 mm) palatum molle dan palatum durum dan yang paling sempit di anterior (9,68 ± 2,35 mm). Lebar sisa palatum yang paling lebar pada bagian posterior (26,56 ± 3,17 rnrn) sedangkan yang paling sempit pada daerah anterior (21,53 ± 3,96 mm). Lebar arkus palatum yang terbesar ada pada daerah posterior (39,93 ± 4,40 mm) dengan lebar arkus tersempit pada daerah anterior (31,22 ± 3,17 mm). Pada semua subjek dilakukan palatoplasti dengan menggunakan teknik two flap - three layers suturing. Kejadian fistula adalah 1 dari 16 subjek penelitian (6,25%). Analisis korelasi menggunakan regresi logistik antara kejadian fistula dengan faktor-faktor pra-bedah, nilai rasio lebar celah dengan lebar sisa palatum dan rasio lebar celah dengan lebar arkus palatum tidak berrnakna secara statistik (95% CI melalui angka 1).
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi ahli bedah agar tidak terlalu kuatir dengan kondisi lebar celah langit-Iangit pada setiap pasien, dan teknik two flap - three layers suturing dapat dipertimbangkan sebagai teknik operasi yang cukup sederhana narnun dapat memberikan hasil kejadian fistula yang cukup rendah."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T58820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wuri Iswarsigit
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T58786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riewpassa, Leonardo Ch. M.
"Sampai saat ini di Indonesia belum ada penelitian tentang bentuk anatomi dan fungsi bibir setelah dilakukan tindakan labioplasti terutama hasil dari satu tehnik operasi. Komplikasi yang sering terjadi berupa jebolnya jahitan dan terjadinya kelainan pertumbuhan maksila akibat terlalu tegangnya otot yang dihubungkan sehingga dicoba tehnik modifikasi Millard dimana kedua otot dijahitkan diprolabium dengan tujuan rnengurangi tegangan yang terjadi.
Metode yang digunakan dimana semua penderita labioschizis bilateral yang dioperasi dengan memakai tehnik ini dinilai komplikasi yang terjadi, bentuk penampilan -dan fungsi bibir atas dengan memakai modified William's form dan formulir penilaian fungsi bibir selama bulan Agustus sampai September 2006. Hasilnya diuji dengan memakai Mann Whitney dan hubungan keduanya dengan regresi tinier.
Hasil yang didapatkan adalah : penderita berjumlali 27 orang sebanyak 24 orang laki-laki ( 88.88 %) dan 3 orang perempuan. ( 11.12 % ). Ditemukan I orang (3.7 % ) penderita dengan komplikasi berupa dehisensi. Terdapat 5 orang ( 18.52% ) dengan delayed speech. HasiI dinilai oleh 6 orang penilai. Pada penelitian ini digunakan nilai toleransi. Tehnik ini dapat dipakai jika dibandingkan dengan nilai toleransi (p = 0.193 ), tidak dapat dipakai jika dibandingkan dengan nilai normal (p = 0.000 ). Fungsi bibir tidak didapatkan perbedaan bermakna ( p = 0.153 ) dan terdapat hubungan antara bentuk penampilan dan fungsi bibi atas."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>