Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Setyawan
Abstrak :
Skripsi ini membahas bagaimana posisi siswa dalam kerangka pemikiran Freire dan dalam sistem pendidikan nasional. Serta bagaimana keterkaitan posisi siswa dalam konsep filsafat pendidikan Paulo Freire dengan posisi siswa sebagai subjek dalam sistem pendidikan nasional. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis terhadap masalah posisi siswa sebagai subjek. Filsafat pendidikan Freire yang berdasar pada pendidikan kritis sebagai suatu bentuk kritisisme sosial mencoba untuk menciptakan suatu hubungan dialogis antara pendidikan dengan konteks sosial. Berdasarkan hal tersebut, keberpihakan Freire pada siswa sebagai subjek dalam pendidikan formal dimulai dengan menempatkan dialog sebagai aspek utama dalam proses pendidikan. Dialog ini menuntut suatu hubungan yang setara antara guru dan murid, yang dilandasi dengan cinta, kerendahan hati, harapan, kepercayaan, dan sikap kritis. Dialog sebagai bagian fundamental dari struktur pengetahuan harus selalu terbuka bagi subjek-subjek lain dalam proses pengetahuan. Selain itu, pendidikan hadap masalah yang memungkinkan adanya konsientisasi (penyadaran), menempatkan posisi guru setara dengan murid, di mana guru berupaya untuk melibatkan diri dan merangsang daya pemikiran kritis murid secara langsung. Selanjutnya dalam sistem pendidikan nasional, posisi siswa sebagai subjek belum terpenuhi. Beberapa peraturan mengenai pendidikan hanya secara eksplisit menjelaskan posisi siswa sebagai subjek. Hal tersebut diperparah dengan peran guru yang masih dominan dan sentral dalam proses pendidikan. kurikulum yang diberlakukan semenjak pasca kemerdekaan hingga masa orde baru, masih menempatkan siswa sebagai objek dan guru sebagai subjek sentral dalam proses transfer ilmu, baru setelah diberlakukannya UU No 20 tahun 2003 dengan pembentukan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) siswa mulai diarahkan ke sumber dan subjek belajar. Namun tetap saja, Banyaknya beban belajar dan dominasi guru di dalam kelas semakin menunjukkan bentuk opresi yang dialami siswa di sekolah. Oleh karena itu, perlu diadakan penataan ulang konsep pendidikan nasional yang berorientasi pada kepentingan siswa sebagai subjek, dan perlu adanya peraturan khusus yang mengatur hubungan siswa dan guru yang setara dan posisi siswa sebagai subjek dalam pendidikan, sehingga kelak tidak ada lagi dominasi dan opresi dalam proses pendidikan Indonesia.
This bachelor thesis criticized how the position of students defined in Freire's defined in national system of education, also how s frame point and how it'the relation between them. this study is a descriptive analysis of the problem how students posited as subject. Freire' s philosophy of education point of view stands as a critical education system as a kind of social critic that tries to develop a dialogical relation between education and social context. based on that view, freire took side on students'side as subject began by put dialogue as main aspect in educational process.this kind of dialogue demanded a balanced relation between teachers and students that derived from love, generosity, hope, trust, and critical action. dialogue as a fundamental part of the structure has to stay open tp any other subjects on the process. more, education faces problem where any conscientiation enabled, where teachers and students are in even position, also where teachers involving themselves dan stimulating the critical thinking of the students in direct actions. but as can be seen in the national system of education, the students'position as subjects is not yet fulfilled. some of the regulation of the education only explained explicitly about the students'position. worse, the teachers'role still works centrally and dominantly. the basic curricullum since independent era through reformation still placed students as objects where the teachers are the subject. only after the Act no 20 year 2003, with the formation of KBK (curicullum based on competention) and KTSP, the students are directed to a certain source and learning subject. but still, the pressure in learning and teachers'domination still shows the opression for the students in school. by all that reason, the urgency of reordering national education that firmly orienting students'interest as subject and the specific and distinctive regulation that arrange the even relation between students and teachers both as subjects in education so in the future there would be no longer oppresing domination inside it.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S16002
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Minang Warman K.
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pemikiran Richard Rorty yang berkaitan atas penolakannya terhadap epistemologi moderen. Penolakan ini yang berujung pada pengorientasian filsafat kepada konsensus demokrasi. Hasil dari skrpisi ini menemukan bahwa pandangan satu paradigma objektifikasi ilmu pengetahuan dapat menciptakan paradigma yang absolut dan fondasional yang tidak menghargai kemajemukan di tataran sosial. Dengan upaya menciptakan penghargaan terhadap pluralitas kebenaran, diupayakan suatu semangat solidaritas yang dipengaruhi faktor kontingensi.
The Focus of this study is about Richard Rorty?s thought his rejection on modern epistemology. The rejection that shifted philosophy orientation on democracy consensus. The result of this study found that scientific objectification paradigm could be created absolute and foundational paradigm that ignore social pluralism. For the sake of plurality, solidarity must be regarded considered by contingency factor.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S16053
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Ramadhan
Abstrak :
Hukum hanya diucapkan ketika ia bernafaskan keadilan. Ketika hukum tidak merekognisi keadilan, ia kehilangan substansinya. Dalam kondisi ini, hukum tidak memiliki alasan untuk diucapkan, apalagi diperdebatkan. Hukum hanya diucapkan untuk supremasi kehidupan, agama, harta, akal, dan keluarga. Lantas, hukum macam apa yang menjaga lima hal esensial ini? Jawabannya adalah hukum Islam, hukum Islam dalam pengertiannya yang sesungguhnya.
Law is only spell in the name of justice. When law does not recognize justice, it was meaningless. In this condition, law has no reason to spell, nor to debate. Law is only spell to supremize life, religion, property, intellect, and family. So, what kind of law that can protect this five essentials? The answer is Islamic law, Islamic law in its truly sense.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S83
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diani Apriliyanti
Abstrak :
Emmanuel Levinas adalah seoorang fenomenolog eksistensialis. Levinas menolak totalitas dalam sejarah filsafat Barat dan mengarahkan kesadaran pada kehadiran yang lain. Yang lain adalah wajah. Penampakan wajha yang tanpa konteks senantiasa dalam ketelanjangan. Relasi etis intersubjektif terwujud dalam pertemuan wajah dengan wajaha. Wajah itu tak berhingga. Pendidikan multikultural merupakan konsep pendidikan yang berangkat dari fenomena sosial masyarakat yang heterogen yang memiliki keberagaman yang masing-masing memiliki keunikan. Dalam kondisi tersebut pendidikan multikultural diorientasi pada nilai-nilai. Pemikiran Levinas ini relevan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan multikultural yaitu demokrasi, humanisme, pluralisme, anti diskriminasi dan anti penindasan.
Emmanuel Levinas was a philosopher on existentialis phenomenology. The existence of the other is his way to refuse totality in the Western Philosophy. What he meant about the other is face. The face shows without any context and consistent in its nakedness. The ethical intersubjects relation happens when a face facing another. The face is always unlimited. Meanwhile, the multicultural education is a concept departed from hetero society phenomenon. Within that condition, the multicultural education is directed to values. Levainas' mentioned point of view is relevant with the values discussed in the said education, in example: democracy, humanity, pluralism, and anti-violance.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S501
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Khoirunnisa Mi`rojiah
Abstrak :
Skripsi ini menelaah pemikiran Nel Noddings secara filosofis mengenai pendidikan dengan memasukkan unsur ethics of care di dalamnya. Ethics of care yang berasal dari pemikiran feminisme menganggap bahwa kepedulian merupakan hal terpenting dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Begitu juga dalam pendidikan, ethics of care digunakan untuk memahami anak didik secara keseluruhan. Bukan hanya dengan memahami gaya belajar setiap anak tetapi juga mengembangkan potensi terbaik dari anak didik untuk dikembangkan dan memberikan pemahaman terhadap dirinya sendiri. Pendidikan yang dimaknai dengan ethics of care menjadikan sekolah sebagai simulasi dari kehidupan nyata di masyarakat. Ethics of care dalam pendidikan bertujuan untuk dapat memahami anak didik sesuai dengan apa yang diinginkannya tanpa adanya pemaksaan ataupun kekerasan dalam sekolah. Jadi, diharapkan anak didik dapat merasa bahwa pendidikan bukanlah sesuatu yang menyeramkan tetapi sebuah tempat dimana ia dapat dimengerti dan dikembangkan potensi terbaik yang dimilikinya. Kenyamanan dan kebahagiaan dalam proses pendidikan ini merupakan maksud dari ethics of care, karena jika mereka bahagia dalam proses pendidikannya maka mereka sudah memiliki modal untuk mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan bermasyarakat.
This thesis examines thoughts Nel Noddings philosophically about education by incorporating elements of ethics of care in it. Ethics of care that comes from the idea of feminism considers that care is the most important thing in relationships with others. Likewise, in education, ethics of care is used to understand their students as a whole. Not only by understanding each child's learning style but also develop the full potential of students to develop and provide an understanding of their self. Education is interpreted by the ethics of care make the school as a simulation of real life in the community. Ethics of care in the educational aims to be able to understand their students according to what they wanted without any coercion or violence in school. Thus, students are expected to feel that education is not something creepy but a place where they can be understood and developed the best potential they had. Comfort and happiness in this educational process is the intent of the ethics of care, because if they are happy in the process of education they already have the asset for happiness in community life.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1930
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Marliana
Abstrak :
Skripsi ini menganalisa dan mengkritisi konsep pemikiran bunuh diri yang diungkapkan Emile Durkheim dengan menggunakan teori definisi sosial Max Weber dan juga kebebasan eksistensialisme. Durkheim yang memiliki paradigma fakta sosial ini menekankan segala tindakan manusia yang disebabkan karena faktor eksternal di luar dirinya, dan bukan karena dirinya sendiri, termasuk pada kasus bunuh diri. Durkheim melupakan eksistensi diri individu manusia yang bebas dan berhak atas dirinya sendiri disertai tanggung jawab. Bunuh diri adalah suatu pilihan rasional diri individu manusia secara sadar sebagai wujud kebebasan dan bukan karena faktor masyarakat.
This thesis is to analyze and criticize the concept of suicidal thoughts Emile Durkhem by using the theory of social definition Max Weber and also freedom of existentialism. Durkheim's social facts paradigm which has emphasized that human actions are caused due to external factors outside, and not based on himself, including suicide. Durkheim forget about existensialism in every human which born to be free and has a right of the body and himselfs with responsibility. Suicide is a rational choice of self-conscious human individual as an expression of freedom and not because of the community.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43724
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Komar
Abstrak :
Kajian tentang agama menjadi sangat menarik untuk dilakukan karena di dalamnya banyak hal yang tampak paradoks. Sejarah telah mencatat, dari zaman kuno hingga kontemporer, agama telah banyak memberikan warna dalam perkembangan peradaban umat manusia, walaupun dampak yang ditimbulkannya tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan, yaitu membawa pencerahan dan kemanusiaan yang lebih beradab. Seringkali doktrin keagamaan dan kitab suci disalahpahami dan disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang sebenarnya menyimpang dari misi kehadiran agama itu sendiri. Terjadinya Perang Salib yang sangat biadab selama kurang lebih 2 abad dan munculnya fenomena fundamentalisme agama di abad ke-20 dan 21 ini, yang seringkali tampil dengan wajah beringas dan tidak toleran, adalah contoh mutakhir dari penyelewengan ajaran agama. Keanekaragaman agama yang seharusnya dapat menjadi sumber kekayaan spiritual di masyarakat, pada kenyataanya malah menjadi salah satu sumber konflik yang mengerikan. Permasalahan itulah yang kemudian membawa penulis untuk melakukan penelitian tentang pemikiran filsafat perennial Frithjof Schuon mengenai substansi agama-agama, dalam rangka mencari titik temu dalam pluralitas tersebut. Menurut pandangan Schuon, bentuk agama-agama dalam dimensi eksoteris adalah relatif, namun di dalamnya terkandung muatan substansi yang sama dan mutlak pada dimensi esoteris. Inilah yang disebut dengan kesatuan transenden agama-agama. Kesatuan yang dimaksud adalah kesatuan yang melandasi perbedaan bentuk dan praktik keagamaan, suatu kesatuan yang terletak dalam kebenaran esensial sebagai jantung agama-agama yang bersifat primordial dan selalu hadir sepanjang zaman karena keberadaannya abadi. Pembahasan konsep kesatuan transenden agama-agama ini tentu saja sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai pintu masuk dialog antar umat beragama. Dengan sudut pandang ini, keanekaragaman agama tidak dilihat sebagai Â?teater pertempuranÂ? di mana yang satu cenderung menampikan atau bahkan meniadakan yang lain, tetapi sebagai suatu mosaik yang memperkaya peradaban dan khasanah spiritualitas, bahwa untuk mencapai tujuan yang sama dapat ditempuh dengan cara yang beragam. Di sinilah perlunya dikembangkan sikap pluralisme dan semangat berbela rasa, dalam kondisi masyarakat yang semakin kompleks dan dinamis ini, sehingga pluralitas agama tidak menjadi salah satu sumber konflik dan tindak kekerasan yang sangat memilukan.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T39952
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Chaidir
Abstrak :
ABSTRAK
Popper menolak pemikiran Plato, Hegel dan Max, karena pemikiran ketiga filosoftersebut mewakili pemikiran masyarakat tertutup, disebutnya totalitarisme. Fasisme dan Komunisme adalah masyarakat totaliter. Ketiganya bentuk masyarakat tertutup karena mengandaikan sejarah sudah ditentukan sehelumnya. Historisisme berpendapat bahwa sejarah dan masyarakat mutlak berkembang dengan tendensi tertentu. Ada hukum sejarah, bila mengetahui hukum sejarah itu, maka kita dapat meramalkan sejarah dimasa depan. Popper menolak bentuk masyarakat atas dasar utopia. Revolusi adalah merubah masyarakat dari tatanan lama menjadi tatanan Baru, dan memakan banyak korban manusia. Popper menolak perbaikan masyarakat dengan revolusi, karena revolusi menggunakan pendekatan holistis, yaitu. peruhahan masyarakat sekaligus secara menyeluruh. Karl Popper menjadi ahli filsafat ilmu pengetahuan alam dan filsafat ilrnu pengetahuan sosial, dan mengembangkan teori falsifikasinya pada ihnu-ilmu pengetahuan sosial. Teori Popper berkembang dari tiga tingkat fungsi Bahasa Karl Buhler, yaitu fungsi ekspresit; stimulatif, dan ekspresif. Popper menamhahkan situ lagii.fungsi argumentatif. Fungsi argumentatif sebagai dasar pemikiran kritis. Selama ini teori yang dipakai adalah teori induktif, Popper menganut teori haru yaitu testabilitas atau falsifiabilitas. Popper memperluas metodenya dinamakan rasionalisme kritis yaitu keterbukaan terhadap kritik. Masyarakat dalam pandangan Popper adalah tidak sempurna, oleh sehab itu hares dikritik dan mengkritik did sendiri. Teori kritis hanya dilakukan untuk masyarakat terbuka. Dalarn teori politik dan sosialnya Popper terinspirasi dengan teori evolusi Darwin. Masyarakat akan terseleksi dengan. Trial and Error Elimination (percobaan dan pembuangan kesalahan). The Open Society adalah pemerintahan yang paling balk, dan diartikan dengan demokrasi. I)emokrasi adalah seperangkat institusi dengan kontrol publik, adanya pergantian antara penguasa dan yang diperintah dan pembaharuan tanpa kekerasan, disukai atau tidak disukai oleh penguasa. Popper dengan teori rasionalisme kritisnya memperbaiki kehidupan masyarakat dan politik dengan cara piecemeal social engineering, yaitu memperbaiki kehidupan sosial secara sedikit-sedikit. Pandangan filsafat ilmu pemgetahuan Popper sejalan dengan filsafat politiknya, kritik dapat memajukan ihnu pengetahuan dan juga masyarakat. Satu sisi pemikiran Popper bermanfaat untuk peruhahan masyarakat agar menjadi maju. atas dasar kritik, tetapi sisi lain adalah tidak ada jaminan bahwa negara akan stabil, karena kritik itu juga. Sangat bernilai dalam tataran khazanah intelektual, tetapi dalam tataran praktik masih menyimpan pertanyaan besar. Disini tugas filsafat yaitu mempertanyakan sesuatu yang tidak akan pernah selesai
2007
T37334
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayi Putra
Abstrak :
Kerusakan lingkungan adalah masalah besar yang kini dihadapi manusia. Deep ecology adalah jenis etika environmentalisme yang bereaksi terhadap kerusakan lingkungan dengan berusaha membuktikan alam memiliki nilai intrinsik. Gagasan deep ecology menjadi kontraposisi dari antroposentrisme. Padahal, antroposentrisme yang digagas oleh Stephen K White telah memperkenalkan dimensi tanngung jawab terhadap lingkungan dengan mengajukan konsep subject centred responsibility. Dengan demikian, dalam usaha menjaga lingkungan, konsep subject centred responsibility milik White dapat digunakan untuk mengkritik pandangan-pandangan etika deep ecology.
Abstract
Environmental destruction is a mass problem that mankind now faces. Deep ecology is a type of environmental ethic that reacts to environmental destruction by trying to emphasize that nature does have intrinsic value. The idea of deep ecology has become a contra of anthropocentrism. Meanwhile, anthropocentrism that was formulated and presented by Stephen K White introduced a dimension of responsibility towards the environment through the concept of subject centered responsibility. Thus in an effort to protect the environment, the concept of subject centered responsibility by White can be used to criticize ethical views on deep ecology.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S225
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ariane Meida
Abstrak :
ABSTRAK
Pendidikan merupakan media penciptaan dan pengolahan pengalaman yang terawasi, terencana, dan sistematis. Titik tolak dan tujuan dari pendidikan adalah pengembangan pengalaman secara berkelanjutan. Pengalaman adalah segala situasi dan kondisi yang tercakup dalam sebuah tindakan dan mengarahkan individu pada upaya kritis refleksif. Metode pencapaian pengetahuan lalu tidak didasarkan pada satu pendasaran epistemologi tertentu yang dianggap valid, namun mengacu pada pengalaman tiap individu yang secara alamiah bersifat kontingen. Ini merupakan konsepsi pendidikan Demokratis. Penyelenggaraan UN tidak membuka ruang bagi pengalaman yang menjadi titik tolak dan tujuan dalam konsepsi pendidikan demokratis karena membakukan epistemologi positivistik sebagai satu-satunya metode pencapaian pengetahuan yang dianggap valid.
Abstract
Education is a media creation and experience cultivation that observed, planned, and sistematic. The basic and purpose of education are developing experience in continuity. Experience is a condition which is embraced in action and to direct individu on critical reflecton efforts. Then, the method of attaining knowledge isn?t based on one certain valid basic epistemologic, but reference on individual experience which is naturally contingent. This is a conception of Democratic education. The implementation of Ujian Nasional (UN) didn?t open a space for experience that stands for the basic and purpose on conception of democratic education, because it?s blocked the positivistic?s epistemology as the only method to attain a valid knowledge.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43210
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>