Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ervandy Rangganata
"Pendahuluan dan tujuan: Overactive bladder (OAB) terjadi pada sekitar 17-41% pada lansia di lingkungan tempat tinggal komunitas. Selama beberapa tahun, antimuskarinik telah divalidasi sebagai pilihan pertama untuk tata laksana OAB. Meskipun banyak data yang diperoleh dari uji klinis terkait penggunaan antimuskarinik. Penelitian terkait efek samping dari obat antimuskarinik terhadap fungsi kognitif pada lansia masih jarang dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dari terapi antimuskarinik terhadap fungsi kognitif pada pasien lanjut usia dengan OAB. Metode: Desain penelitian ini adalah tinjauan sistematis dan meta-analisis. Studi dikumpulkan menggunakan beberapa mesin pencari; diantaranya adalah PubMed, Science Direct, Cochrane, and EBSCOhost menggunakan kata kunci MeSH yang sudah ditentukan sebelumnya dengan operator Boolean. Pemilihan studi dilakukan oleh 3 pengulas. Seluruh studi yang memenuhi kriteria inklusi selanjutnya melalui proses review full-text. Untuk setiap artikel full-text yang terpilih, ekstraksi data dilakukan pada data: demografis pasien, tipe antimuskarinik yang digunakan, placebo, dosis, follow-up, dan skor total Mini Mental State Examination(MMSE). Hasil: Total sebanyak 8 studi yang terpilih dari 146 publikasi yang ada sebelumnya. Terdapat 8 jenis antimuskarinik yang dievaluasi dari studi-studi yang ada, yaitu: Oksibutinin, Darifenacin, Tolterodin, Trospium, Imidafenacin, Propiverin hidroklorida, Fesoterodin, dan Solifenacin. Oksibutinin menunjukkan efek yang paling besar pada penurunan skor MMSE [Perbedaan rerata: -2,90; 95% CI: -4,07, -1,73]. Darifenacin dan Tolterodin juga menunjukkan penurunan yang signifikan pada skor total MMSE, namun lebih inferior daripada Oksibutinin Kesimpulan: Penggunaan obat-obatan antimuskarinik hanya memiliki efek yang minimal terhadap fungsi kognitif dalam penanganan OAB pada pasien usia lanjut. Akan tetapi, Oksibutinin, Darifenacin, dan Tolterodin menunjukkan penurunan yang signifikan terhadap fungsi kognitif, ditunjukkan dari penurunan total skor MMSE.

Introduction: Overactive bladder (OAB) affects 17-41% older adults in community dwelled setting. For several years, antimuscarinics have been validated as the first-line medical treatment for OAB. Despite abundant data obtained from clinical trials provisions the use of antimuscarinics, investigation about the effect of this drug on cognitive function in elderly remains scarce. The objective of this study is to investigate the effect of antimuscarinics therapy on cognitive functions in OAB geriatric patients.
Methods: This study design is a systematic review and meta-analysis. Studies were collected using several search engines; those were PubMed, Science Direct, Cochrane, and EBSCOhost using predetermined MeSH keywords with Boolean operators. Selection of studies was done by three reviewers. Studies which fulfilled the inclusion and exclusion criteria underwent full-text review. For every selected full text, we extracted the following data if available: patients demographics, types of antimuscarinics used, placebo, dose, follow-up period, and Mini-Mental State Examination (MMSE) total score.
Results: A total of 8 studies from an initial 146 publications were selected. There were 8 antimuscarinic agents evaluated in the studies, including Oxybutynin, Darifenacin, Tolterodine, Trospium, Imidafenacin, Propiverine hydrochloride, Fesoterodine, and Solifenacin. Oxybutynin was shown to have largest effect towards the decline of MMSE score [Mean difference: -2.90; 95% CI: -4.07, -1.73]. Darifenacin and Tolterodine were also shown to be significant in the decline of total MMSE score, although still inferior to Oxybutynin.
Conclusion: The use of most antimuscarinics medication has little to no effect towards the cognitive function in the management of overactive bladder in elderly patients. However, Oxybutynin, Darifenacin, and Tolterodine was shown to have significant decrease in cognitive functions, as shown in the decline of total MMSE score.
"
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Baskoro
"Objective : To describe the pattern of enuresis diagnosis and management at primary level by General Practitioners (GPs) In Indonesia.
Methods: This study is a cross-sectional study conducted using an online survey distributed from March 2021 until September 2021. The inclusion criteria in this study are general practitioners registered in the Indonesian Doctor Association. The survey contains several questions describing the general practitioners' general experience in treating pediatric patients and treating enuresis. The data was then compiled and presented as descriptive data.
Results: Out of 584 GPs contacted, 183 responses were analyzed. The majority (70.49%) had less than five years of experience. Most GPs (95.08%) treated pediatric patients, with 44.26% having experience treating enuresis. Diagnosis primarily involved history taking and physical examination (70.37%). Only a minority used special questionnaires or bladder diaries. Treatment often involved lifestyle changes (42.05%), alarm therapy (23.86%), or referrals to specialists (50.82%).
Conclusion: There are gaps in the diagnosis and management of enuresis among Indonesian GPs. Enhanced training and adherence to standardized guidelines could improve care for children with enuresis in Indonesia.
Keywords: Nocturnal enu

Objektif: Mendeskripsikan pola diagnosis dan penatalaksanaan enuresis pada tingkat pelayanan primer oleh dokter umum di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan menggunakan survei daring yang didistribusikan dari Maret 2021 hingga September 2021. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah dokter umum yang terdaftar di Ikatan Dokter Indonesia. Survei tersebut mencakup beberapa pertanyaan yang menggambarkan pengalaman umum dokter umum dalam menangani pasien anak serta menangani enuresis. Data yang diperoleh kemudian dikompilasi dan disajikan dalam bentuk data deskriptif.
Hasil: Dari 584 dokter umum yang dihubungi, 183 respons dianalisis. Mayoritas responden (70,49%) memiliki pengalaman kerja kurang dari lima tahun. Sebagian besar dokter umum (95,08%) menangani pasien anak, dengan 44,26% memiliki pengalaman menangani enuresis. Diagnosis terutama dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik (70,37%). Hanya sebagian kecil yang menggunakan kuesioner khusus atau buku harian kandung kemih. Penanganan sering kali melibatkan perubahan gaya hidup (42,05%), terapi alarm (23,86%), atau rujukan ke spesialis (50,82%).
Kesimpulan: Terdapat kesenjangan dalam diagnosis dan penatalaksanaan enuresis di kalangan dokter umum di Indonesia. Pelatihan yang lebih baik dan kepatuhan terhadap pedoman standar dapat meningkatkan kualitas perawatan bagi anak-anak dengan enuresis di Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library