Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurzakiah
Abstrak :
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif terutama di negara berkembang. Obesitas tersebut terjadi akibat dari perubahan gaya hidup dan perilaku antara lain aktifitas fisik dan pola diet sebagai akibat dari perkembangan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko status gizi obese pada orang dewasa dengan menggunakan indikator Persen Lemak Tubuh (PLT) dan Indeks Massa Tubuh (WIT) di Kota Depok tahun 2008. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan mengandisis data sekunder Riset Unggulan Universitas Indonesia Tahun 2008. Cara pengambilan sampel pada data primer adalah multistages sampling yaitu dengan probability proportionate to size (PPS). Analisis data dilakukan dengan uji chi square dan regresi logistik ganda. Variabel independen adalah karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, tempat tinggal, status bekerja dan pengeluaran) dan perilalai dan gaya hidup (asupan zat gizi, asupan serat, kebiasaan konsumsifast food, kebiasaan olahraga dan kebiasaan merokok).

Hasil penelitian ini mendapatkan prevalensi obese berdasarkan indikator PLT pada orang dewasa di Kota Depok eukup tinggi yaitu 35% (pria=14,44% dan wanita=20,56%). Oleh karena PLT tidak selalu dapat digunakan, IMT dijadikan sebagai indikator untuk menentukan status gizi obese. Prevalensi obese dengan menggunakan IMT cut offpoint Depkes (27 kg/m2) sebesar 22,7%. Pada saat ini INIT yang digunakan oleh Depkes, tidak membedakan cut off point berdasarkan jenis kelamin, sedangkan PLT membedakannya. Dalam penelitian ini penulis mencari cut off point IMT berdasarkan data PLT sebagai gold standar dengan menggunakan analisis Receiver Operating Characteristic (ROC) dart membedakan antara jenis kelamin pria dan wanita. Dari hasil analisis diperoleh cut offpoint pria (24,13 kg/m2) dan wanita (26,15 kg/m) yang kemudian disebut sebagai IMT sampel dengan prevalensi 15,88% pria dan 24,92% wanita., dengan jumlah total 40,8%. Prevalensi obese dengan 1MT sampel hampir sama dengan PLT namun sangat jauh berbeda dengan /MT Depkes. Faktor risiko yang terbukti secara bermakna berhubungan dengan status gizi obese dengan indikator PLT adalah tempat tinggal, pendidikan, pengeluaran, kebiasaan olahraga, dan kebiasaan merokok; faktor risiko yang terbukti secara bermalum berhubungan dengan status gizi obese dengan indikator [MT Depkes adalah jenis kelamin, tempat tinggal, status bekerja, kebiasaan merokok; sedangkan faktor risiko yang terbukti seeara bermakna berhubungan dengan status gizi obese dengan indikator llvlT sampel adalah tempat tinggal, pendidikan, dan kebiasaan olahraga. Faktor risiko yang paling dominan berdasarkan kategori PLT adalah tempat tinggai (OR = 2,51 ; 95%CI: 1,24-5,08); faktor risiko yang paling dorninan berdasarkan kategori IMT Depkes adalah tempat tinggal (OR = 2,11 ; 95%CI: 1,16-3,85); sedangkan faktor risiko yang paling dominan berdasarkan kategori IlvIT sampel adalah asupan karbohidrat (OR --- 3,32; 95%Cl: 1,38-,7,99). Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan agar dllakukan penelitian lanjutan untuk memvalidasi cut off point liviT dan membedakannya menurut jenis kelamin sehingga lebih tepat untuk dijadikan sebagai skrining obese dan dilanjutkan dengan melakukan analisis faktor risiko yang ada di daerah urban. Kepada Dinas Kesehatan Kota Depok agar menyebarluaskan mengenai pedoman umum gizi seirnbang (PUGS) khususnya mengenai asupan karbohidrat karena terbukti merupakan faktor risiko yang paling dominan.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34340
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Silvi Octen
Abstrak :
Berat badan lahir merupakan indikator pertumbuhan dan perkembangan janin selama masa kehamilan. Berat badan lahir kurang dari 2500 gram digunakan sebagai indikator kesakitan dan kematian bayi. Bukti terkini menunjukkan bahwa berat badan lahir kurang dari 3000 gram meningkatkan risiko terjadinya penyakit tidak menular seperti penyakit jantung koroner, stroke, hipertensi dan diabetes melitus tipe II di masa mendatang. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian berat badan lahir bayi kurang dari 3000 gram. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional menggunakan data sekunder dari rekam medik Rumah Sakit St. Carolus tahun 2008-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara berurutan terdapat 5,2% dan 31,5% bayi yang memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 dan 3000 gram. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa pertambahan berat badan selama kehamilan merupakan faktor paling dominan yang memengaruhi kejadian berat badan lahir bayi kurang dari 3000 gram. Faktor lainnya adalah berat badan pra hamil, tinggi badan, pelaksanaan antenatal care, jenis kelamin bayi dan paritas. Disarankan kepada sektor kesehatan dan pemangku kepentingan lainnya untuk meningkatkan fokus terhadap program peningkatan berat badan lahir bayi. Program bagi WUS dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan terkait status gizi pra hamil. Sedangkan program bagi ibu hamil dilakukan sebagai upaya untuk mencapai pertambahan berat badan selama kehamilan yang adekuat, salah satunya melalui peningkatan pelaksanaan antenatal care. ...... Birth weight is an indicator of fetus’s growth and development during pregnancy. Birth weight less than 2500 grams used as indicators of infant morbidity and mortality. Recent evidence suggests that birth weight less than 3000 grams increases the risk of non-communicable diseases such as coronary heart disease, stroke, hypertension and diabetes mellitus type II in the future. Therefore, conducted a study to determine the factors associated with the incidence of infant birth weight less than 3000 grams. This research is quantitative research with cross sectional design using secondary data from St. Carolus hospital’s medical records in 2008-2012. The results showed that there were 5,2% and 31,5% of infants born weighing less than 2500 and 3000 grams. Multivariate analysis showed that weight gain during pregnancy is the predominant factor affecting the incidence of birth weight less than 3000 grams. Other factors that also affect significantly is pre-pregnancy weight, maternal height, the implementation of antenatal care, infant’s sex and parity. Recommended for the health sector and other stakeholders to increase the focus on birth weight improvement program. Program for women of childbearing age conducted to increase knowledge related to pre-pregnancy nutritional status. While programs for pregnant women conducted to achieve adequate weight gain during pregnancy by improving the implementation of antenatal care.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52643
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Setiawan
Abstrak :
Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya persentase ASI eksklusif dan tingginya persentase pemberian MP-ASI dini pada bayi 0-6 bulan di wilayah kerja puskesmas Cipayung. Tujuan penelitian adalah mengetahui prevalensi pemberian MP-ASI dini dan hubungannya dengan kejadian infeksi pada bayi 0-6 bulan di wilayah tersebut. Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik yang menggali bagaimana dan mengapa kejadian infeksi pada bayi 0-6 bulan dan pemberian MP-ASI dini terjadi. Rancangan penelitian dengan cross sectional. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa prevalensi penyakit infeksi pada bayi 0-6 bulan masih tinggi (48,8%). Prevalensi pemberian MP-ASI dini lebih dari separo bayi sebelum umur 6 bulan, bahkan lebih dari sepertiga bayi telah mendapat MPASI pada umur 0 bulan. Faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian infeksi adalah pemberian ASI parsial dan status imunisasi bayi, sementara faktor lain tidak bermakna.
The problems of this research are the low percentage of exclusive breastfeeding and the high percentage of early complementary breastfeeding of infants 0-6 months in workplace of Cipayung Public Health Center. The objective of the research is to identify early complementary breastfeeding prevalency and its relationship with infection accident of infants 0-6 months in the area. This research is analitical research digging how and why the infection accident of infants 0-6 month and early complementary breastfeeding happened. Research was designed by cross sectional study. The result of the research concluded that the infection disease prevalency in infants 0-6 months is still high (48.8%). It also concluded that early complementary breastfeeding prevalency is more than 50% on under 6 months infants, and even more than one-third of the infants have taken early complementary breastfeeding in 0 month. The factors significantly related to the infection accident are partial breastfeeding and infants immunization status, while other factors are ignorable.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Khoerunnisa Tuankotta
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang hubungan pengeluaran keluarga untuk makanan dengan kecukupan total asupan energi pada anak usia 24-59 bulan di provinsi jawa barat tahun 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya hubungan antara pengeluaran keluarga untuk makanan, karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan total asupan energi yang cukup pada anak usia 24-59 bulan di provinsi jawa barat tahun 2010. Desain penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional dengan menggunakan data sekunder Riskesdas 2010 yang analisisnya dilakukan selama bulan November 2011 ? Januari 2012. Populasi penelitian ini adalah seluruh rumah tangga yang mewakili provinsi jawa barat, sedangkan sampelnya adalah anggota rumah tangga yang berumur 24-59 bulan yang berjumlah 1.811 anak. Hasil penelitian mendapatkan prevalensi total asupan energi yang cukup pada anak usia 24-59 bulan sebesar 49.6%. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengeluaran keluarga untuk makanan, umur anak, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan kepala keluarga, pemanfaatan fasilitas kesehatan, jumlah ruangan dalam rumah tangga dan wilayah tempat tinggal dengan total asupan energi yang pada anak usia 24 ? 59 bulan di Provinsi Jawa Barat tahun 2010. Namun, tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, jumlah balita dalam rumah tangga, serta adanya anggota rumah tangga yang merokok dengan total asupan energi yang cukup pada anak usia 24 ? 59 bulan di Provinsi Jawa Barat tahun 2010.
ABSTRACT
This study discusses the relationship with the family expenses for the adequacy of total food energy intake in children aged 24-59 months in the province of West Java in 2010. The purpose of this study is to know the relationship between family expenditures for food, the characteristics of the child and family characteristics with sufficient total energy intake in children aged 24-59 months in the province of West Java in 2010. The study design used is a Cross Sectional. Riskesdas using secondary data analysis conducted in 2010 that during the month of November 2011 - January 2012. This study population is all households that represent the west Java province, while the sample is a member of the household aged 24-59 months, amounting to 1811 children. The results have a total prevalence of adequate energy intake in children aged 24-59 months at 49.6%. The results of statistical tests showed no significant association between family expenditures for food, child age, maternal education level, employment status of head of household, health facility utilization, number of rooms in households and neighborhoods with a total energy intake in children aged 24-59 month in West Java province in 2010. However, no significant associations between gender, family size, number of children under five in the household, and the presence of household members who smoke with enough total energy intake in children aged 24-59 months in West Java province in 2010.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Septia Dwi Susanti
Abstrak :
Iodisasi pada garam merupakan salah satu upaya penanggulangan Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI). Namun, penggunaan garam beriodium di Indonesia belum optimal sementara GAKI masih menjadi salah satu dari lima permasalahan utama gizi di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan garam beriodium. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif di 15 Kabupaten/Kota Indonesia dengan disain cross sectional yang merupakan analisis data sekunder yang bersumber dari hasil penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007. Dalam penelitian ini, karena keterbatasan informasi maka perilaku penggunaan garam beriodium didefinisikan sebagai penggunaan garam yang berbentuk halus. Hasil penelitian menunjukkan dari 1062 sampel terdapat 479 (45,1%) rumah tangga yang menggunakan garam berbentuk halus sedangkan sisanya berbentuk bata dan krasak/kristal. Secara umum, garam yang mengandung iodium ≥ 30 ppm masih rendah karena persentase garam dengan kandungan iodium < 30 ppm atau yang tidak SNI cukup tinggi yaitu berkisar antara 67 % - 81,3 %. Uji statistik menunjukkan pendidikan terakhir orangtua yang tinggi, ibu yang tidak bekerja, bapak dengan pekerjaan tetap, tingkat pengeluaran yang tinggi, daerah perkotaan serta akses yang dekat ke rumah sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek dan Bidan Praktek berpengaruh terhadap perilaku penggunaan garam beriodium. Sedangkan, hasil uji multivariat menunjukkan masyarakat perdesaan memiliki resiko 2,4 x lebih rendah dibandingkan dengan daerah perkotaan dalam penggunaan garam beriodium. Direkomendasikan dilakukan penelitian lain yang bersifat kualitatif, agar dapat diketahui faktor-faktor yang lebih menggambarkan kondisi sebenarnya terjadi di masyarakat serta terdapat program pemantauan dan promosi KIE yang menarik dan efektif mengenai penggunaan garam beriodium. ......Iodization of salt is one of Iodine Deficiency Disorder?s (IDD) intervention. But, iodized salt consumption isn?t optimal while IDD still to be one of big nutrituon problem in Indonesia.Therefore, this study intend to know factors that affect behavior of using iodized salt. This is quantitaive study in 15 districts/city in Indonesia with cross sectional design that analyzing secondary data of ?Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)? in 2007. In this study, because of limited data so behavior of using iodized salt is indicated by using fine-shapped salt. The result of this study show that from 1062 of sample, there are 479 (45,1%) of households that using fine-shaped salt and the others are brick-shapped aand coarse/crystal-shapped salt. Generally, salt with iodine ≥ 30 ppm still has low percent because salt with iodine < 30 ppm is about 67 % - 81,3 %. This study also show that parent?s with high education; unemployee mother; father with well occupation; high households expenditure; urban area and accsess that near from hospitals, Puskesmas, Pustu, doctors and midwife affect behavior of using iodized salt. Multivariate result show household in rural area has a lower-risk about 2,4 times than in urban area. In another study is expected to be qualitative, in order to know the factors that best describe of the actual conditions in society and also there are monitoring programs and the promotion of KIE that attractive and effective on the use of iodized salt.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Fadilla Ajani
Abstrak :
Panjang badan lahir merupakan ukuran valid dalam memperlihatkan keterhambatan pertumbuhan dan perkembangan dalam kandungan di awal trimester kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model prediksi dan faktor dominan yang memengaruhi panjang badan lahir bayi. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis, laporan bagian kebidanan, dan laporan pertolongan persalinan ibu. Model prediksi panjang badan lahir yang diperoleh adalah z=-9,548 + 1,176 tinggi badan ibu + 0,942 berat badan pra hamil + 0,525 pertambahan berat badan selama kehamilan + 0,822 paritas + 1,25 usia gestasi + 0,315 status pekerjaan + 0,619 total kunjungan antenatal care + 0,952 jenis kelamin bayi. Dari model tersebut, usia gestasi ibu merupakan faktor dominan yang memengaruhi panjang badan lahir bayi, disusul oleh tinggi badan ibu dan jenis kelamin bayi setelahnya. Adapun faktor lain yang memengaruhi panjang badan lahir adalah berat badan pra hamil (BBpH), paritas, total kunjungan antenatal care (ANC), pertambahan berat badan (PBB) selama kehamilan, dan status pekerjaan. Dengan demikian, disarankan agar sektor terkait lebih meningkatkan fokus pada penurunan kejadian prematur melalui perbaikan BBpH dengan melaksanakan penyuluhan gizi seimbang pada remaja dan ibu pra-hamil di karang taruna dan pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK), serta perbaikan PBB selama kehamilan melalui kunjungan ANC. ......The focus of this study is internal training design at PT Aetra Air Jakarta. This research is qualitative, the data were collected by literature study and interview. The result of this study showing that internal training design at PT Aetra Air Jakarta include : a) training calendar, b) training site, c) trainer, d) training method, e) training module, f) pre test and post test, and g) training observer. There were include training need analysis and training evaluation at PT Aetra Air Jakarta. The researcher suggest that should be conduct sharing session for all unit managers in order to realize them to evaluating the employees that finished their training program
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nimas Mita Etika M.
Abstrak :
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan yang disebabkan oleh malnutrisi kronis pada anak yang berdampak pada penurunan fungsi kognitif serta fisik anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada siswa kelas 1 SD di Jakarta Barat tahun 2016. Penelitian ini berdesain studi cross sectional, menggunakan data primer dengan sampel 182 orang siswa dari 6 sekolah dasar negeri di Jakarta Barat yang dilakukan pada April-Mei 2016. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengisian kuesioner dan food frequency questionnaire secara mandiri oleh responden. Dari hasil penelitian diketahui terdapat 21,4% siswa mengalami stunting. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata frekuensi konsumsi seng, zat besi, vitamin A, dan protein serta ada perbedaan proporsi antara berat badan lahir (OR=6,31), pemberian ASI eksklusif (OR=2,62), riwayat penyakit infeksi (OR=2,86), status imunisasi dasar (OR=3,45), suplementasi vitamin A (OR=2,46), pengetahuan gizi dan kesehatan ibu (OR=2,77), pola asuh makan (OR=6,41), jumlah anggota keluarga (OR=2,97), dan pendapatan keluarga (OR=2,88) dengan kejadian stunting. Analisis regresi menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi seng merupakan faktor dominan kejadian stunting pada siswa kelas 1 SD di Jakarta Barat tahun 2016. ......Stunting is linear growth retardation because of chronic malnutrition that associated with decline of cognitive function and physic skill in children. The objective of this research is to determine the dominant factor related with stunting occurence among 1st grade primary school student in Jakarta Barat, 2016. This research was descriptive study with cross sectional design that using primary data and included 182 students from 1st grade of 6 public elementary school that located in Jakarta Barat. Data were collected through the questionnaire and food frequency questionnaire. The result showed prevalence of stunting was 21,4%. The independent t-test analysis showed that food consumption frequency of zinc, iron, vitamin A, and protein had a significant difference with stunting. Chi square analysis also showed that birth weight (OR=6,31), exclusive breast-feeding (OR=2,62), history of infection (OR=2,86), basic immunization status (OR=3,45), suplementation of Vitamin A, maternal health and nutrition knowledge (OR=2,77), care feeding (OR=2,88), family size, dan family income (OR=2,88) had a significant association with stunting. Regresi binary logistic showed that consumption frequency of zinc as dominant factor of stun.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S62791
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Putri Pertiwi
Abstrak :
Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang memiliki berbagai fungsi biologis, termasuk dalam mengurangi kemungkinan infeksi dan mengatur pertumbuhan. Kondisi kekurangan vitamin A pada balita dapat berakibat pada meningkatnya angka kesakitan, perburukan status gizi, bahkan kematian. Oleh karena itu, dibutuhkan suplementasi vitamin A sebagai upaya melindungi kelompok rentan dari dampak kekurangan vitamin A. Sayangnya, pemberian suplementasi vitamin A belum memberikan hasil yang optimal hingga saat ini. Penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pemberian suplemen vitamin A pada balita usia 6-59 bulan di Indonesia berdasarkan analisis data SDKI 2017. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional yang melibatkan 1.728 balita usia 6-59 bulan di Indonesia. Hasil penelitian membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu, usia balita, riwayat imunisasi balita, kunjungan Antenatal Care (ANC), kunjungan Postanatal Care (PNC), tempat persalinan, dan keterpaparan media televisi dengan kepatuhan pemberian suplemen vitamin A. Riwayat imunisasi adalah faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan pemberian suplemen vitamin A pada balita. Dengan demikian, penelitian ini menyarankan agar penguatan program imunisasi pada balita, edukasi kesehatan, kualitas kunjungan ANC dan PNC, serta pemanfaatan fasilitas kesehatan dan media terus ditingkatkan guna mencapai cakupan suplementasi vitamin A pada balita yang lebih baik. ......Vitamin A is a fat-soluble vitamin that has a variety of biological functions, including reducing the infection and growth regulators. Vitamin A deficiency in child under five can result in increased morbidity, poor nutritional status, and even death. Therefore, vitamin A supplementation is needed as an effort to protect vulnerable groups, especially children from the impact of vitamin A deficiency. Unfortunately, vitamin A supplementation has not shown optimal results. This study wanted to determine the factors associated with compliance of vitamin A supplementation in child aged 6-59 months in Indonesia based on the 2017 IDHS data analysis. This is a quantitative research with cross-sectional design involving 1,728 child aged 6-59 months in Indonesia. The results prove a significant association between maternal education, child’s age, history of child’s immunization, Antenatal Care (ANC) and Postanatal Care (PNC) visits, place of delivery, and television media exposure with compliance to vitamin A supplementation. Child’s immunization history is the most dominant factor associated with compliance of vitamin A supplementation in child. Thus, this study suggests that child’s immunization program, health education, the quality of ANC and PNC, the utilization of health facilities and media should be improved to achieve better coverage of vitamin A supplementation.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>