Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meliana Sudirgo
"JuduJ : Mengetahui ketelitian dan ketepatan alat EN Tree dibandingkan dengan alat NK
Table dalam menilai kekuatan otot kuadriseps dengan metoda 10 RM
Tujuao : Membuktikan alat EN Tree dan alat NK Table memiliki kemampuan yang sarna
dalam menilai kekuatan otot kuadriseps.
Disain : Uji diagnostik
Tempat Penelitiao : IRM-RSUPN eM
Peserta : 30 mahasiswi D3 Rehabilitasi Medik FKUI.
Perlakuao : Masing-masing peserta dilakukan penilaian kekuatan otot kuadrisers dengan
metoda 10 RM pada alat EN Tree tiga kali dan alat NK Table tiga kali.
Hasil Penelitian : Dilakukan uji statistik independent samples t test dengan membandingkan
luas di bawah kurva yang mewakili total gaya yang dikeluarkan otot kuadrisep pada alat EN
Tree dengan NK table, dan diperoleh basil significant (2-tailed) = 0,106 (p> 0,05).Nilai ini
menyatakan luas di bawah kurva yang mewakili total gaya yang dikeluarkan otot kuadrisep
pada alat EN Tree tidak berbeda bennakna dibandingkan dengan NK table.
Kesimpulan : alat EN Tree dan alat NK Table memiliki kemarnpuan yang sarna dalam
menilai kekuatan otot kuadriseps."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T58776
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jo Yenny Lindoyo
"Latar Belakang : Senam Pencegahan Osteoporosis (SPO) telah
disosialisasikan sampai ke daerah-daerah DT II di Indonesia. Untuk mengetahui evaluasi hasil SPO dengan menggunakan alat DEXA tidak dapat dilakukan di setiap kota karena tidak tersedianya alat tersebut. Cara pengukuran lain yang aman, relatif lebih mudah pengoperasiannya, dapat dipindahtempatkan serta mulai banyak digunakan adalah Quantitative Ultra Sound dimana salah satu merek adalah Achilles Express Lunar (AEL). Di Perjan RS dr. Hasan Sadikin Bandung belum ada penelitian mengenai evaluasi hasil SPO dengan menggunakan AEL.
Tujuan : Untuk mengetahui peningkatan massa tulang pasca SPO pada minggu ke-12,16 yang diukur dengan AEL.
Disain : Kuasi eksperimental dengan rancangan pre dan pasca perlakuan
Tempat penelitian : Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Perjan RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung
Pasien dan Cara Kerja : 36 subyek penelitian yang telah diperiksa massa tulang dengan AEL dan memenuhi kriteria penerimaan. 20 orang subyek mengikuti SPO (kelompok I) dan 16 orang subyek tidak mengikuti SPO (kelompok II) selama 16 minggu. Kedua kelompok mendapat edukasi setiap 1 bulan sekali. Dilakukan pemeriksaan ulang AEL pasca SPO minggu ke-12,16.
Hasil: Terdapat peningkatan massa tulang dengan AEL
Kesimpulan : SPO meningkatkan massa tulang dan dapat diukur dengan AEL pasca minggu ke-16."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Marpati Yanti
"ABSTRAK
Tujuan : Membandingkan efektivitas pemberian terapi laser tenaga rendah
yang diaplikasikan setiap hari dengan aplikasi 2 kali perminggu dalam
menurunkan derajat nyeri pada penderita osteoartritis servikal.
Metode : Uji klinis acak tersamar tunggal, empat puluh subyek penelitian
dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok I mendapatkan terapi laser tenaga
rendah tiap hari kerja selama 10 hari terapi (2 minggu), sedangkan kelompok II
mendapatkan terapi laser tenaga rendah 2 kali perminggu selama 10 hari terapi
(5 minggu).
Tempat : Departemen Rehabilitasi Medik RSUPN-CM Jakarta.
Hasil : Hasil intervensi selama 10 kali pertemuan berturut-turut
menunjukkan penurunan nilai VAS yang bermakna (p<0,05). Dengan analisis
general linier model for repeated measure didapatkan tren penurunan nilai VAS
kelompok yang diintervensi setiap hari menunjukkan penurunan yang lebih baik
dibandingkan kelompok yang diintervensi dengan interval 2 kali perminggu. Pada
kelompok pertama didapatkan penurunan nilai VAS lebih besar pada terapi laser
tenaga rendah setiap hari mulai pada pertemuan ke-6 hingga pertemuan ke-10.
Kesimpulan : Laser tenaga rendah efektif menurunkan nyeri leher penderita OA
servikal.Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap penurunan nilai VAS antara
terapi laser tenaga rendah setiap hari dan terapi laser tenaga rendah 2 kali
perminggu, dengan penurunan nilai VAS lebih besar pada terapi laser tenaga
rendah setiap hari

ABSTRACT
Objective : Comparing the effectiveness between everyday and twice weekly
application of Low Level Laser Therapy, in lowering rate of pain in patients with
cervical osteoarthritis.
Design : Single-blind randomized clinical trials, forty subjects were
divided into two groups. Group I get a low level laser therapy everyday for 10
days of therapy (2 weeks), whereas group II get a low level laser therapy twice
weekly for 10 days of therapy (5 weeks).
Setting : Physical Medicine and Rehabilitation Department Dr Cipto
Mangunkusumo Hospital Jakarta.
Result : The results of the intervention for 10 consecutive sessions shows
a significant decrease in VAS values (p <0.05). Result analysis with general linier
model for repeated measure in both groups show a better VAS decline in everyday
application group. In first group, the decrease in VAS is greater in application of
Low Level Laser Therapy from session six to ten.
Conclusion : Low level laser therapy effectively decreased neck pain in
cervical OA. There was significant difference in VAS between everyday and
twice weekly application of low level laser therapy, with a greater reduction in
VAS value in every day application."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Agustin
"Pendahuluan: Shalat adalah salah satu aktivitas kegiatan sehari-hari yang dilaksanakan oleh umat Islam, termasuk oleh usia lanjut. Beberapa gerakan yang dilakukan adalah berdiri, rukuk, sujud dan duduk. Gerakan-gerakan ini disusun dari komponen-komponen dari hirarki fungsi fisik, yaitu koordinasi gerakan, keseimbangan, kekuatan otot, fleksibilitas, dan ketahanan. Berbagai aktivitas sehari-hari juga terdiri dari komponen dasar tersebut.
Tujuan: Penulis ingin melihat apakah komponen dasar gerakan shalat yang baik dapat menunjukkan komponen dasar aktivitas fungsional fisik yang baik pula pada usia lanjut.
Metode: 120 orang subjek diamati saat melakukan shalat dan dinilai berdasarkan komponen dasarnya. Komponen dasar aktivitas fungsional fisik dinilai dengan uji yang tervalidasi dan sesuai dengan komponen yang ingin dinilai.
Hasil: Usia lanjut yang dapat melakukan gerakan shalat dengan sempurna sebanyak 22 subjek (18,3%). Komponen koordinasi gerakan shalat memberikan prediksi yang baik terhadap koordinasi aktivitas fungsional fisik yaitu 94% (IK 95% 0,88 sampai 0,97). Komponen keseimbangan gerakan shalat memberikan prediksi yang baik terhadap komponen keseimbangan aktivitas fungsional fisik yaitu 100% (IK 95% 0,97 sampai 1,0). Komponen kekuatan otot gerakan shalat memberikan prediksi yang baik terhadap komponen kekuatan otot aktivitas fungsional fisik yaitu 79% (IK 95% 0,6 sampai 0,9). Komponen fleksibilitas gerakan shalat memberikan prediksi yang tidak baik terhadap komponen fleksibilitas aktivitas fungsional fisik 55% (IK 95% 0,45 sampai 0,65). Komponen ketahanan otot gerakan shalat memberikan prediksi yang tidak baik terhadap komponen ketahanan otot aktivitas fungsional fisik yaitu 67% (IK 95% 0,58 sampai 0,75).
Kesimpulan: Komponen koordinasi, keseimbangan dan kekuatan otot gerakan shalat mampu memprediksi komponen koordinasi, keseimbangan dan kekuatan otot aktivitas fungsional fisik pada usia lanjut. Sementara itu, komponen fleksibilitas dan ketahanan otot gerakan shalat tidak dapat digunakan untuk memprediksi komponen fleksibilitas dan ketahanan otot aktivitas fungsional fisik pada usia lanjut.
IK: Interval Kepercayaan.

Introduction: Shalat is one of daily main activities that is common to moslems, especially in elderly population. The movements of shalat consisted of standing, rukuk, sujud (kneeling), and sitting. The movements comprise of basic components of the hierarchy of physical functions, such as coordination, balance, muscle strength, flexibility and endurance. Some of our daily activities also comprise of the basic components.
Objectives: To investigate whether the components found in the movement of shalat can be predictors of the same components in the activities of physical function.
Methods: 120 subjects were enlisted to do shalat and were evaluated based on the five basic components of physical function. The basic components of physical functional activities were evaluated using relevant and validated tools.
Results: There were 22 elderly subjects who performed shalat movements perfectly (18.3%). The coordination component of shalat movement has a positive predictive value of 94% for coordination component of physical functional activities (95% CI 0.88 to 0.97). The balance component of shalat has a 100% positive predictive value for balance component of physical functional activities (95% CI 0.97 to 1.0). The muscle strength component of shalat has a positive predictive value of 79% for muscle strength component of physical functional activities (95% CI 0.6 to 0.9). The flexibility and endurance component of shalat gave a 55% and 67% positive predictive value respectively for flexibility and endurance component of the physical functional activities (95% CI 0.45 to 0.65 and 0.58 to 0.75, respectively).
Conclusion: Coordination, balance, and muscle strength components of shalat are good predictors for coordination, balance, and muscle strength components of physical functional activities in elderly population. On the other hand, flexibility and muscle endurance components are not significant predictors for flexibility and muscle endurance components of physical functional activities in elderly population.
CI: Confidence Interval.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pontjo Tjahjo Marwoto
"Tujuan: Mengetahui sebaran antropometri kaki pelari sprin dan sebaran antropometri kaki pelari jarak jauh dan mengetahui adakah perbedaan antropometri kaki pelari sprin bila dibandingkan dengan kaki pelari jarak jauh. Desain penelitian: Studi potong lintang.
Metode: Studi potong lintang pada atlit pelari sprin dan atlit pelari jarak jauh yang dilakukan setelah aktifitas berlatih. Subjek dibagi menjadi 2, yaitu kelompok pelari sprin dan kelompok pelari jarak jauh, diukur panjang kaki, lebar kaki, tinggi ball, tinggi tarsal dan tinggi achilles pada kedua kaki. Hasil pengukuran dibandingkan antara kedua kelompok.
Alat ukur: Alat ukur Modifikasi Ferial - Edi dan Calliper.
Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan dimana kaki kanan maupun kiri kaki pelari sprin lebih besar daripada kaki pelari jarak jauh dengan p = 0,034 (kaki kanan) dan p = 0,043 (kaki kiri). Demikian juga pada lebar kaki, dimana kaki pelari sprin lebih lebar bila dibanding lebar kaki pelari jarak jauh, dengan p< 0,001. Sedangkan tinggi ball kanan pelari sprin dibandingkan dengan tinggi ball kanan pelari jarak jauh tidak berbeda secara bermakna, dengan p = 0,283. Tinggi ball kiri pelari sprin berbeda secara bermakna bila dibandingkan tinggi ball kiri pelari jarak jauh. Demikian juga tinggi tarsal dan tinggi achilles kaki pelari sprin berbeda secara bermakna bila dibandingkan dengan tinggi tarsal dan tinggi achilles kaki pelari jarak jauh baik kaki kanan maupun kaki kiri, dengan p < 0,001.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan antropometri yang bermakna pada panjang, lebar, tinggi ball kiri, tinggi tarsal dan tinggi achilles antara kaki pelari sprin bila dibandingkan dengan kaki pelari jarak jauh. Tidak terdapat perbedaan bermakna anata tinggi ball kaki kanan pelari sprin terhadap tinggi ball kanan kaki pelari jarak jauh.

Objective: To determine the foot anthropometric distribution of long distance runner and sprinter’s and is there any difference in foot anthropometry between long-distance runners and sprint runners.
Study Design: Cross sectional study.
Methods: A crosssectional study in the tract and field athletes. Subjects were divided into sprint runners group and long-distance runners group, measured leg length, foot width, ball height, tarsal height, Achilles tendon height on both feet. The measurement results were compared between the two groups.
Measuring instruments: Modification Ferial - Edi device and calliper.
Results: There were significant differences in the right foot or left foot runner sprin feet larger than distance runners with p = 0.034 (right leg) and p = 0.043 (left foot). Similarly, the width of the foot, where the foot sprint runners wider than the width of the foot of long-distance runners, with p <0.001. Ball height of the right ball height between sprinter and long distance runners did not differ significantly, with p = 0.283. Left ball height of sprinters differ significantly when compared to the left ball height of distance runner. Similarly in tarsal and Achilles height sprinters feet significantly different when compared with the tarsal and Achilles height of distance runners feet both right and left leg, with p <0.001.
Conclusions: There are significant differences in anthropometric length, width, left ball height, tarsal and Achilles height between sprinter and long distance runners feet. But there was no significant difference in right ball height of sprinter compare to right distance runner ball height.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T35208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library